Membedah Makna dan Amalan Qunut dalam Sholat Subuh
Sholat Subuh memiliki keistimewaan tersendiri dalam khazanah ibadah umat Islam. Dilaksanakan pada pengujung malam dan awal pagi, ia menjadi gerbang spiritual untuk memulai hari. Salah satu amalan yang kerap menjadi pembahasan dan ciri khas dalam sholat Subuh, terutama di beberapa kalangan masyarakat Muslim, adalah pelaksanaan doa Qunut. Doa ini, yang dilantunkan pada rakaat kedua setelah bangkit dari ruku' (i'tidal), sarat dengan makna permohonan, pengharapan, dan pengagungan kepada Allah SWT. Artikel ini akan mengupas secara mendalam dan komprehensif segala aspek yang berkaitan dengan Qunut Sholat Subuh, mulai dari pengertian, dasar hukum, ragam pandangan ulama, hingga hikmah yang terkandung di dalamnya.
Pengertian dan Makna Fundamental Qunut
Sebelum melangkah lebih jauh ke dalam pembahasan hukum dan tata caranya, penting untuk memahami makna dasar dari kata "Qunut" itu sendiri. Secara etimologi (bahasa), kata Al-Qunut (القنوت) dalam bahasa Arab memiliki beberapa arti yang saling berkaitan, di antaranya:
- Ketaatan (الطاعة): Merujuk pada sikap kepatuhan dan ketundukan seorang hamba kepada Sang Pencipta.
- Berdiri Lama (طول القيام): Menggambarkan durasi berdiri yang lebih lama dalam sholat sebagai bentuk kekhusyukan.
- Diam (السكوت): Bermakna menahan diri dari pembicaraan yang tidak perlu selama sholat.
- Doa (الدعاء): Makna yang paling populer dan relevan dalam konteks ini, yaitu permohonan yang dipanjatkan dalam sholat.
Dari berbagai makna bahasa tersebut, para ulama fikih kemudian merumuskan pengertian Qunut secara terminologi (istilah) sebagai doa khusus yang dibaca dalam sholat pada waktu tertentu dengan tata cara yang spesifik. Doa ini mengandung serangkaian permohonan untuk kebaikan dunia dan akhirat, perlindungan dari keburukan, serta pujian kepada Allah SWT. Dengan demikian, Qunut bukan sekadar rangkaian kata, melainkan manifestasi dari esensi ibadah: sebuah dialog intim seorang hamba yang lemah dengan Tuhannya Yang Maha Kuasa, mengakui kelemahan diri seraya memohon kekuatan, petunjuk, dan perlindungan-Nya.
Makna spiritual Qunut Subuh menjadi lebih mendalam ketika kita merenungkan waktunya. Di saat fajar menyingsing, alam beralih dari gelap menuju terang, seorang Muslim memulai harinya dengan memohon kepada Allah agar membimbing jalannya, memberkahi usahanya, dan melindunginya dari segala marabahaya yang mungkin menghadang. Ini adalah proklamasi ketergantungan total kepada Allah sebelum melangkah menapaki kehidupan di hari yang baru.
Dasar Hukum dan Ragam Pandangan Ulama (Ikhtilaf)
Pembahasan mengenai hukum Qunut Subuh merupakan salah satu contoh klasik dari ikhtilaf (perbedaan pendapat) yang dihormati di kalangan para ulama mazhab. Perbedaan ini muncul bukan karena pertentangan, melainkan karena perbedaan dalam memahami dan menginterpretasikan dalil-dalil hadis yang ada. Sikap yang paling bijaksana dalam menyikapi hal ini adalah dengan saling menghormati dan memahami argumentasi masing-masing pihak.
Pandangan yang Menganjurkan (Sunnah)
Mazhab Syafi'i dan Mazhab Maliki berpendapat bahwa melaksanakan Qunut pada rakaat kedua sholat Subuh secara terus-menerus adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Landasan utama mereka adalah beberapa riwayat hadis, di antaranya:
Hadis dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: "Senantiasa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut pada sholat subuh sampai beliau meninggal dunia." (HR. Ahmad, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi).
Para ulama dari mazhab ini memahami hadis tersebut sebagai penegasan bahwa Qunut Subuh adalah amalan rutin yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW hingga akhir hayat beliau. Mereka berargumen bahwa meskipun ada riwayat lain yang menyebutkan Nabi berhenti berqunut setelah sebulan (dalam konteks Qunut Nazilah), hadis dari Anas bin Malik ini bersifat lebih umum dan menunjukkan keberlangsungan amalan tersebut khusus untuk sholat Subuh. Kekuatan sanad hadis ini menjadi perdebatan, namun bagi penganut mazhab Syafi'i, riwayat ini dianggap cukup kuat untuk dijadikan sandaran hukum.
Selain itu, dalil lain yang menjadi dasar adalah praktik para Khulafaur Rasyidin, seperti Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, yang juga diriwayatkan melakukan Qunut Subuh. Amalan para sahabat utama ini dianggap sebagai penguat dan kelanjutan dari sunnah Nabi.
Pandangan yang Tidak Menganjurkan Secara Rutin
Di sisi lain, Mazhab Hanafi dan Mazhab Hanbali berpandangan bahwa Qunut Subuh tidak disyariatkan untuk dilakukan secara rutin. Menurut mereka, amalan Qunut yang dilakukan Nabi pada sholat Subuh bersifat temporer dan terikat pada sebab tertentu, yaitu saat terjadi musibah (dikenal sebagai Qunut Nazilah). Argumentasi mereka didasarkan pada riwayat-riwayat berikut:
Hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak mendoakan keburukan atau kebaikan atas seseorang, beliau melakukan qunut setelah ruku'. ... Kemudian aku mendengar setelah itu beliau meninggalkan doa tersebut." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis dari Sa’ad bin Thariq al-Asyja’i, ia bertanya kepada ayahnya: "Wahai ayahku, sesungguhnya engkau pernah sholat di belakang Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh?" Ayahnya menjawab: "Wahai anakku, itu adalah perkara yang diada-adakan (bid'ah)." (HR. Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Ulama dari kedua mazhab ini menafsirkan bahwa Qunut yang dilakukan Nabi adalah Qunut Nazilah, yaitu doa yang dipanjatkan saat kaum Muslimin menghadapi bencana, peperangan, atau penindasan. Setelah sebab tersebut hilang, Nabi pun meninggalkannya. Adapun hadis dari Anas bin Malik yang menyebutkan Nabi terus berqunut, mereka memahaminya dalam konteks memperpanjang berdiri (i'tidal), bukan membaca doa Qunut secara spesifik. Riwayat dari Thariq al-Asyja'i juga menjadi penegas kuat bagi mereka bahwa amalan ini tidak dilakukan secara rutin oleh para sahabat utama.
Menyikapi Perbedaan dengan Bijak
Penting untuk dicatat bahwa perbedaan pendapat ini berada dalam ranah furu'iyyah (cabang-cabang agama), bukan ushuliyyah (pokok-pokok akidah). Keduanya memiliki dasar dalil dan metode istinbath (pengambilan hukum) yang diakui dalam disiplin ilmu fikih. Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya bersikap lapang dada. Siapa yang mengamalkannya dengan mengikuti ulama yang memandangnya sunnah, maka ia telah menjalankan sunnah menurut keyakinannya. Sebaliknya, siapa yang meninggalkannya karena mengikuti ulama yang berpendapat lain, ia pun tidak tercela. Sikap saling menghormati dan tidak menyalahkan satu sama lain adalah cerminan dari kedalaman pemahaman agama.
Bacaan Doa Qunut yang Lengkap
Doa Qunut yang paling masyhur dan umum diajarkan berasal dari hadis yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengajarkannya kepada cucu beliau, Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘anhuma. Berikut adalah bacaan lengkapnya beserta transliterasi dan terjemahan.
اَللّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Allahummahdinii fiiman hadait, wa 'aafinii fiiman 'aafait, wa tawallanii fiiman tawallait, wa baarik lii fiimaa a'thait, wa qinii syarra maa qadhait, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaik, wa innahuu laa yadzillu man waalait, wa laa ya'izzu man 'aadait, tabaarakta rabbanaa wa ta'aalait, falakal hamdu 'alaa maa qadhait, astaghfiruka wa atuubu ilaik, wa shallallahu 'alaa sayyidinaa muhammadin nabiyyil ummiyyi wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
"Ya Allah, berikanlah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berkahilah rezeki yang telah Engkau berikan kepadaku. Lindungilah aku dari keburukan yang telah Engkau takdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menetapkan dan tidak ada yang dapat menetapkan-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau lindungi. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi. Bagi-Mu segala puji atas apa yang telah Engkau takdirkan. Aku memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya."
Tadabbur Makna dalam Setiap Kalimat Doa Qunut
Untuk meningkatkan kekhusyukan, marilah kita merenungi makna mendalam dari setiap penggalan doa agung ini:
- Permohonan Petunjuk (Hidayah): "Allahummahdinii fiiman hadait". Ini adalah permohonan paling fundamental. Kita meminta hidayah dalam segala bentuknya: hidayah iman, hidayah ilmu, hidayah untuk beramal saleh, dan hidayah untuk tetap istiqamah di jalan yang lurus.
- Permohonan Kesehatan ('Afiyah): "Wa 'aafinii fiiman 'aafait". 'Afiyah lebih luas dari sekadar sehat jasmani. Ia mencakup keselamatan dari segala penyakit (fisik dan batin), musibah, fitnah, dan azab, baik di dunia maupun di akhirat.
- Permohonan Perlindungan dan Pertolongan (Wilayah): "Wa tawallanii fiiman tawallait". Kita memohon agar Allah menjadi Al-Wali, yaitu Pelindung, Penolong, dan Pengatur segala urusan kita. Ini adalah bentuk penyerahan diri total.
- Permohonan Keberkahan (Barakah): "Wa baarik lii fiimaa a'thait". Kita meminta agar segala nikmat yang Allah berikan—harta, keluarga, ilmu, waktu—diberkahi. Berkah berarti kebaikan yang terus bertambah dan langgeng.
- Permohonan Perlindungan dari Takdir Buruk: "Wa qinii syarra maa qadhait". Ini adalah pengakuan bahwa segala sesuatu terjadi atas ketetapan (Qadha) Allah. Kita beriman pada takdir-Nya, namun kita juga diperintahkan untuk berdoa memohon perlindungan dari aspek-aspek buruk yang mungkin ada dalam takdir tersebut.
- Pengagungan Kekuasaan Allah: "Fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaik". Sebuah kalimat tauhid yang menegaskan bahwa hanya Allah yang memiliki otoritas mutlak untuk menentukan, sementara Dia tidak bisa diatur atau ditentukan oleh siapa pun.
- Jaminan Kemuliaan dan Kehinaan: "Wa innahuu laa yadzillu man waalait, wa laa ya'izzu man 'aadait". Siapa pun yang berada di bawah naungan perlindungan Allah tidak akan pernah terhina. Sebaliknya, siapa pun yang menjadi musuh Allah tidak akan pernah meraih kemuliaan sejati.
- Pujian dan Kesyukuran: "Tabaarakta rabbanaa wa ta'aalait, falakal hamdu 'alaa maa qadhait". Pujian atas kesucian dan ketinggian Allah, serta ungkapan rasa syukur atas segala ketetapan-Nya, baik yang kita sukai maupun tidak.
- Permohonan Ampunan (Istighfar): "Astaghfiruka wa atuubu ilaik". Penutup doa yang sempurna dengan mengakui dosa dan kesalahan, memohon ampunan, serta berkomitmen untuk kembali ke jalan-Nya.
- Shalawat kepada Nabi: Doa ditutup dengan shalawat sebagai bentuk penghormatan dan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta sebagai salah satu adab agar doa lebih mustajab.
Tata Cara Pelaksanaan Qunut Sholat Subuh
Pelaksanaan Qunut Subuh memiliki tata cara yang spesifik agar sesuai dengan tuntunan. Berikut adalah panduan langkah demi langkah:
Waktu dan Posisi
Qunut Subuh dilakukan pada rakaat kedua sholat Subuh. Waktu tepatnya adalah setelah bangkit dari ruku' (i'tidal) dan sebelum sujud. Setelah membaca "Sami'allahu liman hamidah" dan "Rabbana lakal hamdu", imam atau orang yang sholat sendiri (munfarid) berdiri tegak sambil mengangkat kedua tangan.
Posisi Tangan
Posisi tangan saat berdoa Qunut sama seperti posisi tangan saat berdoa pada umumnya, yaitu diangkat setinggi dada atau bahu dengan telapak tangan terbuka menghadap ke langit. Ini adalah posisi yang menunjukkan kerendahan hati dan pengharapan seorang hamba.
Cara Membaca Doa
- Bagi Imam: Imam membaca doa Qunut dengan suara yang dikeraskan (jahr) agar dapat didengar dan diamini oleh para makmum.
- Bagi Makmum: Makmum mengangkat tangan dan mengaminkan doa yang dibacakan oleh imam dengan mengucapkan "Aamiin" pada setiap penggalan doa yang bersifat permohonan. Ketika imam membaca kalimat-kalimat pujian (seperti "Fa innaka taqdhii..." hingga akhir), terdapat beberapa pendapat: sebagian ulama menyarankan makmum untuk diam, sebagian lain membolehkan untuk ikut membacanya dengan suara lirih. Mengucapkan "Aamiin" adalah praktik yang paling umum.
- Bagi yang Sholat Sendiri (Munfarid): Doa Qunut dibaca dengan suara lirih (sirr), cukup terdengar oleh diri sendiri.
Setelah Selesai Berdoa
Setelah selesai melantunkan doa Qunut, tidak perlu mengusap wajah dengan kedua tangan (sebagaimana doa di luar sholat), karena tidak ada dalil yang secara khusus mencontohkannya dalam konteks Qunut di dalam sholat. Langsung lanjutkan gerakan sholat berikutnya, yaitu sujud.
Bagaimana Jika Lupa Qunut?
Dalam Mazhab Syafi'i, Qunut Subuh termasuk dalam kategori Sunnah Ab'adh, yaitu sunnah yang jika terlupakan atau ditinggalkan (sengaja atau tidak), dianjurkan untuk menggantinya dengan sujud sahwi sebelum salam. Sujud sahwi dilakukan sebanyak dua kali setelah membaca tasyahud akhir dan sebelum mengucapkan salam.
Hikmah dan Keutamaan Mengamalkan Doa Qunut
Terlepas dari perbedaan pandangan hukum, mengamalkan doa Qunut Subuh menyimpan banyak hikmah dan keutamaan bagi seorang Muslim yang melakukannya dengan penuh keyakinan dan penghayatan.
- Memulai Hari dengan Ketergantungan kepada Allah: Qunut adalah deklarasi di awal hari bahwa kita tidak memiliki daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Ini menanamkan sikap tawakal dan menjauhkan diri dari sifat sombong dan terlalu percaya diri.
- Bentuk Syukur yang Komprehensif: Doa ini bukan hanya permintaan, tetapi juga pengakuan atas nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan. Meminta hidayah dan 'afiyah adalah cara kita mensyukuri nikmat iman dan kesehatan.
- Perisai Diri dari Keburukan: Dengan memohon perlindungan dari takdir yang buruk, seorang hamba secara aktif mencari benteng pertahanan dari Allah terhadap segala musibah, fitnah, dan godaan yang mungkin terjadi sepanjang hari.
- Memperkuat Hubungan Spiritual: Dialog langsung dengan Allah melalui doa yang diajarkan oleh Rasul-Nya tentu akan mempererat ikatan batin antara hamba dengan Sang Khaliq, membuat ibadah sholat terasa lebih hidup dan bermakna.
- Mendapatkan Keberkahan: Permohonan barakah dalam doa Qunut mencakup segala aspek kehidupan. Seorang Muslim berharap agar setiap langkah, pekerjaan, dan rezekinya dipenuhi dengan kebaikan yang bertambah dari Allah SWT.
Membedakan Qunut Subuh dengan Qunut Nazilah
Seringkali terjadi kerancuan antara Qunut Subuh dengan Qunut Nazilah. Keduanya adalah doa Qunut, namun memiliki perbedaan mendasar dalam sebab, waktu, dan hukum pelaksanaannya.
Qunut Nazilah
- Sebab Pelaksanaan: Dilakukan ketika umat Islam sedang menghadapi musibah besar, seperti peperangan, penindasan, bencana alam, wabah penyakit, atau kezaliman yang meluas.
- Waktu Pelaksanaan: Dapat dilakukan di setiap sholat fardhu lima waktu, tidak hanya pada sholat Subuh. Umumnya dilakukan pada rakaat terakhir setelah i'tidal.
- Bacaan Doa: Bacaannya tidak terikat pada teks tertentu. Isi doanya disesuaikan dengan musibah yang sedang terjadi, berisi permohonan pertolongan bagi kaum Muslimin dan doa keburukan bagi pihak yang zalim.
- Hukum: Para ulama dari empat mazhab utama sepakat bahwa Qunut Nazilah disyariatkan dan dianjurkan ketika ada sebabnya.
Qunut Subuh
- Sebab Pelaksanaan: Dilakukan secara rutin sebagai bagian dari ibadah sholat Subuh, tanpa terikat pada adanya musibah.
- Waktu Pelaksanaan: Khusus pada rakaat kedua sholat Subuh.
- Bacaan Doa: Membaca teks doa yang spesifik, yaitu doa yang diajarkan Nabi kepada Hasan bin Ali.
- Hukum: Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama (ikhtilaf), sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Kesimpulan
Doa Qunut Sholat Subuh adalah sebuah amalan ibadah yang kaya akan makna spiritual dan sarat dengan permohonan kebaikan yang universal. Ia adalah cerminan dari kebutuhan fundamental seorang hamba akan petunjuk, kesehatan, perlindungan, dan keberkahan dari Tuhannya. Meskipun terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai hukum pelaksanaannya secara rutin, hal tersebut merupakan rahmat dan keluasan dalam syariat Islam yang patut disikapi dengan lapang dada dan saling menghormati.
Bagi yang mengamalkannya, hendaklah melakukannya dengan penuh penghayatan dan pemahaman akan setiap kalimat yang diucapkan. Dan bagi yang tidak mengamalkannya karena mengikuti pendapat ulama yang berbeda, ia tetap berada dalam koridor syariat yang dibenarkan. Yang terpenting adalah menjaga esensi sholat Subuh itu sendiri sebagai tiang agama, sumber cahaya di awal hari, dan sarana untuk meraih keridhaan Allah SWT dalam memulai setiap aktivitas kita.