Pasang Behel dengan BPJS? Pahami Kebijakan dan Prosedur Ortodonti di Indonesia
Pertanyaan mengenai apakah pemasangan kawat gigi atau behel dapat ditanggung oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah salah satu pertanyaan yang paling sering diajukan oleh peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dengan tingginya biaya perawatan ortodontik di klinik swasta, harapan untuk memanfaatkan fasilitas BPJS tentu sangat besar.
Namun, dalam memahami konteks ini, kita harus melihat secara mendalam filosofi dan batasan layanan kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan, yang pada dasarnya berfokus pada pelayanan medis yang bersifat kuratif, preventif, dan rehabilitatif, bukan kosmetik atau estetika.
Poin Kunci Awal: Secara umum, pemasangan behel (ortodontik) untuk tujuan murni estetika atau kosmetik tidak termasuk dalam layanan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang berlaku. Pengecualian sangat spesifik dan biasanya terkait dengan kasus kongenital atau trauma berat yang memerlukan rehabilitasi fungsi maksimal.
1. Batasan Cakupan BPJS Kesehatan untuk Pelayanan Gigi
Untuk menguraikan lebih lanjut, penting untuk merujuk pada regulasi resmi yang mengatur cakupan Jaminan Kesehatan Nasional. BPJS Kesehatan menjamin pelayanan yang diperlukan secara medis (medically necessary) untuk memulihkan atau mempertahankan kesehatan peserta. Dalam konteks gigi, pelayanan yang dijamin bersifat esensial.
1.1. Pelayanan Gigi yang DIJAMIN Penuh oleh BPJS di Faskes Tingkat I
Layanan dasar gigi yang selalu dicover di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Faskes I), seperti Puskesmas atau Klinik Gigi Pratama, meliputi:
Pemeriksaan, Pengobatan, dan Konsultasi: Pemeriksaan rutin dan diagnosis penyakit gigi dan mulut.
Pencabutan Gigi: Pencabutan gigi sulung (gigi susu) dan gigi permanen tanpa komplikasi (ekstraksi sederhana).
Penambalan Gigi: Penambalan komposit atau GIC (Glass Ionomer Cement) untuk gigi yang mengalami karies (lubang) yang masih sederhana.
Pembersihan Karang Gigi (Scaling): Prosedur ini dijamin setidaknya satu kali dalam setahun untuk menjaga kebersihan dan kesehatan periodontal.
Obat-obatan Pasca Tindakan: Obat yang sesuai dengan standar formularium nasional (FORNAS).
1.2. Kategori Tindakan yang TIDAK Dicover (Termasuk Ortodonti Kosmetik)
Terdapat daftar panjang tindakan yang dikecualikan dari penjaminan BPJS, sesuai dengan Peraturan Presiden dan Permenkes terkait. Beberapa poin yang relevan dengan ortodontik adalah:
Pelayanan Kesehatan untuk Tujuan Estetika: Pemasangan behel murni untuk memperbaiki tampilan gigi (rapinya gigi) dikategorikan sebagai tindakan estetika.
Alat Kesehatan yang Tidak Termasuk dalam Standar Jaminan: Behel, retainer, dan alat ortodontik lainnya dianggap sebagai alat kesehatan di luar standar yang dijamin.
Pelayanan Kesehatan di Luar Prosedur atau Standar JKN: Tindakan yang dianggap eksperimental atau tidak termasuk dalam daftar tindakan yang disetujui.
Ortodontik, atau pemasangan behel, umumnya bertujuan untuk mengatasi maloklusi (susunan gigi yang tidak teratur). Meskipun maloklusi dapat menyebabkan masalah fungsional, jika tingkat keparahannya masih dapat ditoleransi dan pemasangan behel lebih didorong oleh keinginan kosmetik, maka BPJS tidak akan menanggungnya.
Meskipun mayoritas kasus behel tidak dicover, ada celah yang sangat sempit dan spesifik di mana tindakan ortodontik (atau tindakan pendukungnya) dapat dijamin. Hal ini terjadi ketika tindakan tersebut bukan lagi bersifat kosmetik, melainkan murni rehabilitasi fungsional berat.
2.1. Kasus Bibir Sumbing dan Langit-Langit Terbelah (Cleft Lip and Palate)
Salah satu pengecualian terbesar adalah penanganan kasus bibir sumbing (labiopalatoschisis) dan langit-langit terbelah. Penanganan kasus ini memerlukan tim multidisiplin, termasuk bedah, THT, dan ortodonti. BPJS menjamin serangkaian tindakan rehabilitasi pada kasus ini, yang sering kali mencakup:
Bedah Palatoplasti dan Labioplasti: Operasi perbaikan bibir dan langit-langit.
Orthodonti Pra-bedah dan Pasca-bedah: Alat-alat ortodontik, seperti alat obturator atau ekspansi palatal, mungkin dicover jika secara eksplisit dibutuhkan sebagai bagian integral dari rencana rehabilitasi total yang disetujui tim medis rujukan BPJS di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL), seperti Rumah Sakit Tipe A atau B Pendidikan.
Namun, perlu ditekankan bahwa penjaminan ini sangat bergantung pada diagnosis dokter spesialis ortodonti dan persetujuan komite medis di rumah sakit rujukan. Ini bukan behel standar untuk merapikan gigi, melainkan alat bantu untuk mengembalikan fungsi bicara, menelan, dan struktur rahang.
2.2. Trauma Maksilofasial dan Bedah Ortognatik
Dalam kasus trauma berat pada rahang atau gigi yang memerlukan bedah ortognatik (operasi koreksi rahang), beberapa tahapan pra-bedah yang melibatkan penyiapan gigi dengan alat ortodontik dapat dipertimbangkan. Jika maloklusi yang sangat parah (misalnya, maloklusi Kelas III ekstrim yang tidak bisa diselesaikan tanpa bedah) didiagnosis sebagai penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi makan dan bicara yang signifikan, proses rujukan dan penjaminan untuk tindakan ortognatik mungkin berlaku. Namun, penjaminan ini umumnya mencakup operasi rahangnya, bukan biaya alat behel yang dipasang.
3. Prosedur Rujukan Kasus Ortodontik Khusus Melalui BPJS
Jika peserta JKN memiliki kondisi medis yang dianggap memerlukan intervensi ortodontik fungsional (seperti yang dijelaskan di atas), prosesnya tidak bisa langsung ke dokter spesialis ortodonti swasta. Prosedur rujukan harus diikuti dengan ketat:
3.1. Langkah Awal: Faskes Tingkat I
Peserta harus datang ke Faskes I (Puskesmas/Klinik) tempat terdaftar. Dokter atau Dokter Gigi di Faskes I akan melakukan evaluasi awal. Jika kasusnya dianggap melebihi kemampuan Faskes I (misalnya, memerlukan rontgen panoramik, odontektomi kompleks, atau evaluasi spesialis), barulah rujukan ke Faskes Tingkat Lanjut (FKTL) diterbitkan.
3.2. Rujukan ke Dokter Gigi Spesialis (Sp.Ort.)
Rujukan dari Faskes I akan ditujukan ke rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS dan memiliki poli gigi spesialis (Sp.Ort). Di rumah sakit rujukan, Dokter Gigi Spesialis Ortodonti akan mendiagnosis dan membuat rencana perawatan. Pada titik ini, keputusan penjaminan akan dibuat berdasarkan kode diagnosis (ICD-10) yang dikeluarkan.
Jika diagnosisnya adalah maloklusi ringan hingga sedang (K07.0 - K07.5) yang ditangani dengan behel standar, maka BPJS tidak menanggung biaya behelnya.
Jika diagnosisnya adalah kasus kongenital atau trauma berat yang memerlukan rehabilitasi fungsi (misalnya Q35-Q37 untuk bibir sumbing), maka tahapan rehabilitasi bisa ditanggung.
3.3. Penjelasan Status Non-Jaminan
Bila dokter spesialis menentukan bahwa pemasangan behel adalah tindakan murni estetika, peserta akan diinformasikan bahwa biaya tersebut harus ditanggung secara mandiri. Meskipun demikian, pemeriksaan penunjang seperti rontgen, cetak model, dan konsultasi di rumah sakit rujukan mungkin tetap dicover, asalkan tindakan tersebut menjadi bagian dari diagnosis awal yang dirujuk BPJS.
4. Menggali Lebih Jauh: Apakah Maloklusi Selalu Kosmetik?
Untuk memahami mengapa behel mahal dan mengapa BPJS membatasi cakupannya, kita perlu mendalami kondisi yang ditangani ortodontik: maloklusi.
4.1. Definisi dan Klasifikasi Maloklusi
Maloklusi adalah kondisi di mana gigi atas dan gigi bawah tidak bertemu dengan benar saat mulut tertutup. Maloklusi bukan hanya masalah tampilan, tetapi juga dapat mengganggu fungsi pengunyahan, bicara, dan meningkatkan risiko masalah periodontal (gusi).
Klasifikasi (Angle)
Deskripsi Singkat
Tingkat Keparahan Fungsional
Klas I
Hubungan rahang normal, namun gigi berjejal (crowding) atau berjarak (spacing). Kasus paling umum.
Umumnya Kosmetik/Ringan.
Klas II (Overjet/Overbite)
Gigi atas terlalu maju (tonggos) dibandingkan gigi bawah. Sering menyebabkan kesulitan penutupan bibir.
Fungsional Menengah hingga Parah.
Klas III (Underbite)
Gigi bawah terlalu maju (cakil) dibandingkan gigi atas. Sering terkait dengan masalah sendi rahang (TMJ).
Fungsional Parah (Sering butuh bedah).
Meskipun maloklusi Klas II dan III dapat menyebabkan masalah fungsional berat, kebijakan BPJS menetapkan bahwa intervensi ortodontik (pemasangan behel permanen) tetap dianggap di luar cakupan, kecuali jika itu terkait dengan kondisi kongenital atau menjadi prasyarat untuk bedah rehabilitatif besar yang dijamin.
4.2. Dampak Fungsional Maloklusi yang Memerlukan Perawatan
Ketika behel bukan sekadar keinginan, melainkan kebutuhan medis, dampaknya meliputi:
Gangguan Pengunyahan: Susunan gigi yang buruk membuat makanan tidak tercerna sempurna, berpotensi memicu masalah pencernaan.
Masalah Sendi Temporomandibular (TMJ): Gigitan yang tidak seimbang dapat memberi tekanan berlebihan pada sendi rahang, menyebabkan nyeri kronis, bunyi klik, dan sakit kepala.
Kesehatan Periodontal: Gigi yang berjejal sangat sulit dibersihkan, meningkatkan risiko penumpukan plak, karang gigi, gingivitis, dan periodontitis (gigi goyang).
Kerusakan Gigi: Kontak gigi yang tidak normal dapat menyebabkan abrasi (keausan) pada enamel gigi tertentu.
Gangguan Bicara (Fonisasi): Beberapa jenis maloklusi dapat menyebabkan cadel atau kesulitan melafalkan huruf tertentu.
Dalam sistem JKN, penanganan dampak fungsional sekunder (seperti tambal gigi akibat karies, atau scaling akibat periodontitis) tetap dijamin. Namun, penanganan akar masalahnya (pemasangan behel) tetap berada di luar tanggungan jika tidak memenuhi kriteria pengecualian.
5. Rincian Biaya Ortodontik Mandiri dan Alternatif Pembiayaan
Karena BPJS tidak menanggung behel, peserta harus siap membiayai perawatan ini secara mandiri. Biaya ortodontik di Indonesia sangat bervariasi, tergantung jenis behel, lokasi, dan reputasi dokter.
5.1. Komponen Biaya Perawatan Ortodontik
Biaya behel tidak hanya mencakup pemasangan alat, tetapi juga serangkaian biaya pra-perawatan dan pasca-perawatan:
Biaya Pra-Perawatan (Diagnosis): Konsultasi, cetak model, rontgen panoramik dan sefalometri, serta analisis. (Perkiraan: Rp 500.000 – Rp 2.500.000)
Biaya Pemasangan Alat (Down Payment): Tergantung jenis kawat.
Biaya Kontrol Bulanan: Kunjungan wajib setiap 3-6 minggu untuk penggantian karet, penyesuaian kawat, atau penambahan alat bantu.
Biaya Pelepasan dan Retainer: Setelah perawatan aktif selesai, retainer (alat penahan) wajib dipasang. Biaya retainer terpisah dari biaya behel.
Biaya Tambahan: Pencabutan gigi yang perlu dilakukan sebelum behel (jika tidak dicover BPJS/kompleks), mini-screw, atau alat khusus lainnya.
5.2. Jenis Behel dan Estimasi Biaya (Non-BPJS)
Biaya pemasangan awal (belum termasuk kontrol bulanan) berkisar luas:
Behel Konvensional (Metal): Paling ekonomis. Mulai dari Rp 5.000.000 hingga Rp 15.000.000 per rahang.
Behel Estetika (Keramik/Sapphire): Lebih mahal karena materialnya transparan/sewarna gigi. Mulai dari Rp 10.000.000 hingga Rp 30.000.000 per rahang.
Self-Ligating (Damond/Quick): Tidak menggunakan karet, kontrol lebih cepat. Lebih mahal. Mulai dari Rp 15.000.000 hingga Rp 40.000.000.
Aligner Transparan (Invisalign/Clear Aligner): Paling mahal dan modern. Biaya total bisa mencapai Rp 30.000.000 hingga Rp 80.000.000, tergantung kerumitan kasus.
Biaya kontrol bulanan umumnya berkisar antara Rp 200.000 hingga Rp 700.000.
5.3. Strategi Pembiayaan Mandiri
Mengingat biaya total perawatan ortodontik bisa mencapai puluhan juta rupiah selama 1-3 tahun, banyak klinik menawarkan skema pembiayaan:
Pembayaran Termin (Down Payment dan Cicilan): Skema paling umum. DP besar di awal (saat pasang), sisanya dilunasi melalui biaya kontrol bulanan.
Asuransi Gigi Swasta: Beberapa asuransi kesehatan swasta memiliki klausa atau paket tambahan yang mencakup sebagian biaya ortodontik, namun biasanya dengan batas plafon yang sangat rendah. Peserta harus meneliti polis mereka dengan cermat.
Pinjaman Kesehatan (Health Financing): Layanan pinjaman digital atau bank yang khusus menyediakan dana untuk prosedur medis besar.
6. Membedakan Ortodonti dengan BPJS dan Ortodonti Mandiri
Dalam sistem BPJS, peran dokter gigi umum di Faskes I dan dokter gigi spesialis di rumah sakit rujukan sangat terpisah. Ketika memutuskan untuk memasang behel, peserta harus memahami kawat gigi harus ditangani oleh Spesialis Ortodonti (Sp.Ort) yang memiliki kompetensi penuh dalam pergerakan gigi dan biomekanika rahang.
6.1. Risiko Pemasangan Behel oleh Non-Spesialis
Kesalahan umum yang terjadi di masyarakat adalah pemasangan behel oleh non-profesional atau "ahli gigi" yang menawarkan harga sangat murah. Praktik ini sangat berbahaya dan bisa menyebabkan kerusakan permanen, termasuk:
Akar Gigi Memendek (Resorpsi Akar): Jika tekanan kawat terlalu besar, akar gigi bisa menyusut.
Kematian Pulpa (Gigi Mati): Gerakan gigi yang terlalu cepat atau tidak terencana dapat merusak saraf gigi.
Penyakit Gusi Parah: Kebersihan yang buruk dan alat yang tidak standar memperburuk periodontitis.
Hasil yang Tidak Stabil: Gigi kembali berantakan (relaps) karena perencanaan yang salah atau kegagalan pemasangan retainer.
Ketika peserta JKN memilih jalur mandiri untuk pemasangan behel, pastikan selalu ditangani oleh Dokter Gigi Spesialis Ortodonti (Sp.Ort) yang terdaftar di Ikatan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) dan memiliki Surat Izin Praktik (SIP) yang sah.
6.2. Fungsi BPJS dalam Perawatan Pendukung Ortodontik
Meskipun behel tidak dicover, BPJS tetap menjadi penopang yang krusial selama masa perawatan ortodontik:
Perawatan Sebelum Behel: Pencabutan gigi, penambalan, dan scaling yang diperlukan sebelum behel dipasang (sesuai indikasi medis dan cakupan Faskes I).
Komplikasi Gigi/Mulut: Jika saat menggunakan behel terjadi karies baru atau peradangan gusi parah, penambalan dan scaling terkait karies tersebut tetap dapat diklaim melalui BPJS.
Keadaan Darurat: Pengobatan sakit gigi akut atau abses yang terjadi selama masa perawatan (selain masalah teknis kawat) tetap dijamin BPJS.
Dengan kata lain, BPJS berfungsi sebagai jaring pengaman untuk kesehatan gigi dan mulut dasar, sementara biaya modifikasi estetik/fungsional kompleks ditanggung mandiri.
7. Detail Prosedur: Apa yang Terjadi Selama Perawatan Ortodontik?
Pemahaman detail mengenai prosedur ortodontik dapat membantu calon pasien BPJS yang harus beralih ke jalur mandiri untuk merencanakan keuangan dan mental mereka selama proses yang panjang ini.
7.1. Tahap Diagnosis dan Perencanaan (Fase Pra-Pemasangan)
Tahap ini adalah fondasi keberhasilan behel dan memerlukan ketelitian:
Pencetakan Gigi: Membuat model 3D rahang untuk menganalisis maloklusi.
Rontgen Lengkap: Meliputi Panoramik (melihat seluruh gigi dan rahang) dan Sefalometri (melihat hubungan rahang secara lateral).
Analisis Biomekanik: Dokter Sp.Ort menentukan arah pergerakan gigi, titik jangkar, dan apakah diperlukan pencabutan gigi sehat. Keputusan pencabutan ini sangat penting dan harus berdasarkan perhitungan matang.
Perawatan Pendahuluan: Penambalan semua gigi berlubang, scaling, dan pencabutan gigi bungsu/gigi yang disarankan.
7.2. Tahap Pemasangan dan Aktivasi (Kontrol Aktif)
Pemasangan behel itu sendiri adalah proses yang cukup cepat (1-2 jam). Yang paling memakan waktu adalah kontrol dan penyesuaian:
Pemasangan Braket dan Kawat: Braket direkatkan ke permukaan gigi, dan kawat dimasukkan. Kawat ini yang memberikan tekanan berkelanjutan.
Aktivasi Kawat: Dilakukan setiap kali kontrol bulanan, dokter akan menyesuaikan, mengganti kawat (dari yang tipis ke yang tebal), atau mengganti karet elastis.
Durasi Rata-rata: Perawatan aktif behel berkisar antara 18 hingga 36 bulan, tergantung tingkat kesulitan kasus, usia pasien, dan kepatuhan dalam kontrol.
7.3. Tahap Retensi (Pasca-Pelepasan)
Ini adalah fase yang sering diabaikan, padahal krusial. Tanpa fase retensi, gigi akan kembali ke posisi semula (relaps) karena adanya ‘memori’ ligamen periodontal.
Pelepasan Alat Aktif: Setelah gigi rapi, braket dilepas, dan gigi dibersihkan dari sisa lem.
Pemasangan Retainer: Terdapat dua jenis retainer: Retainer Lepasan (seperti plat) dan Retainer Cekat (kawat tipis yang direkatkan di belakang gigi depan). Retainer harus dipakai sesuai instruksi, seringkali seumur hidup untuk retainer cekat atau selama bertahun-tahun untuk retainer lepasan.
Kontrol Retensi: Tetap diperlukan kontrol berkala (biasanya 6 bulan sekali) untuk memastikan retainer berfungsi optimal.
7.4. Alat Kebersihan Khusus Selama Ortodontik
Kebersihan mulut adalah tantangan terbesar bagi pengguna behel. Alat-alat khusus ini harus dimiliki, dan biaya pembeliannya tidak dicover BPJS:
Sikat Gigi Ortodontik: Memiliki cekungan di tengah bulu untuk membersihkan braket dan kawat.
Sikat Interdental (Interdental Brush): Sikat kecil berbentuk kerucut untuk membersihkan celah di bawah kawat dan di antara braket.
Floss Threader atau Superfloss: Untuk memasukkan benang gigi di bawah kawat utama.
Pasta Gigi Mengandung Fluoride Tinggi: Mencegah demineralisasi (bintik putih) di sekitar braket.
Mouthwash (Opsional): Membantu membersihkan area yang sulit dijangkau.
Wax Ortodontik: Digunakan untuk meredakan iritasi dan sariawan akibat gesekan braket atau ujung kawat yang tajam.
8. Optimalisasi Jaminan BPJS untuk Kesehatan Gigi Preventif
Meskipun behel tidak ditanggung, peserta BPJS harus memaksimalkan layanan preventif yang dijamin untuk menjaga agar gigi dan mulut tetap sehat sebelum, selama, atau setelah memilih perawatan ortodontik mandiri. Kebijakan BPJS sangat mendukung upaya preventif di Faskes I.
Scaling atau pembersihan karang gigi (tartar) adalah tindakan penting yang dijamin BPJS minimal satu kali dalam setahun, di Faskes I. Karang gigi adalah penyebab utama gingivitis dan periodontitis, yang dapat memperburuk kondisi maloklusi atau mempersulit perawatan behel.
Peserta JKN harus rutin memanfaatkan jaminan scaling ini. Prosedurnya di Faskes I adalah sebagai berikut:
Kunjungi Faskes I terdaftar dan jelaskan keperluan scaling.
Dokter gigi akan memeriksa kondisi periodontal.
Tindakan scaling dilakukan menggunakan alat ultrasonik.
Jika karang giginya sangat parah atau ada komplikasi periodontal, rujukan ke Sp.Perio (Spesialis Periodontik) di FKTL mungkin diperlukan, dan tindakan lanjutannya akan mengikuti ketentuan rujukan BPJS.
8.2. Penanganan Karies dan Cabut Gigi yang Dicover
Banyak kasus ortodontik memerlukan pencabutan gigi tertentu (misalnya gigi premolar) untuk memberikan ruang. Jika pencabutan tersebut termasuk ekstraksi sederhana dan dilakukan di Faskes I atau FKTL sesuai rujukan, BPJS menanggung biayanya.
Tambal Gigi: BPJS menanggung tambal gigi dengan bahan sewarna gigi (GIC) di Faskes I. Namun, BPJS tidak menanggung tambal gigi yang memerlukan restorasi estetika kompleks atau penggunaan inlay/onlay yang mahal.
Perawatan Saluran Akar (PSA): PSA di gigi non-vital yang masih bisa dipertahankan, terutama gigi depan atau premolar, sering kali dijamin BPJS di FKTL, tetapi harus melalui rujukan berjenjang.
9. Regulasi dan Prospek Perubahan Kebijakan Ortodontik JKN
Dalam konteks JKN, cakupan layanan selalu ditinjau berdasarkan prinsip efisiensi dan keadilan. Keterbatasan dana BPJS Kesehatan memaksa adanya prioritas, di mana layanan yang mengancam nyawa dan fungsi vital diutamakan.
9.1. Mengapa Ortodontik Sulit Masuk Cakupan?
Alasan utama ortodontik sulit dijamin penuh adalah:
Biaya Tinggi dan Jangka Panjang: Perawatan behel berlangsung minimal dua tahun, melibatkan material impor, dan kontrol rutin yang biayanya terakumulasi sangat besar.
Prioritas Medis vs. Estetika: Sebagian besar kasus maloklusi, meskipun mengganggu, tidak dianggap sebagai kondisi yang mengancam jiwa atau menyebabkan disabilitas berat yang setara dengan kondisi bedah jantung atau kanker.
Risiko Moral Hazard: Jika dijamin, BPJS khawatir terjadi lonjakan permintaan behel yang bersifat murni kosmetik, membebani keuangan negara tanpa dampak signifikan pada kesehatan publik secara luas.
9.2. Masa Depan Cakupan Ortodontik
Diskusi mengenai perluasan cakupan BPJS terus berlangsung, termasuk kemungkinan penambahan layanan gigi. Jika ada perubahan di masa depan, kemungkinan besar fokusnya akan tetap pada:
Kasus Maloklusi Fungsional Ekstrem: Hanya kasus Klas II dan III parah yang telah diverifikasi oleh tim medis multidisiplin dan memerlukan bedah korektif (ortognatik).
Alat Pencegahan Ortodontik Dini: Mungkin ada jaminan untuk alat lepasan sederhana (misalnya space maintainer) pada anak-anak untuk mencegah maloklusi parah di masa depan, karena ini termasuk tindakan preventif.
Namun, hingga saat ini, behel permanen untuk merapikan gigi sebagian besar orang dewasa atau remaja tetap berada di luar jaminan BPJS Kesehatan.
10. Kesimpulan dan Langkah Tepat Bagi Calon Pasien Behel BPJS
Jika Anda adalah peserta BPJS Kesehatan dan membutuhkan atau menginginkan pemasangan behel, langkah-langkah yang harus Anda ambil adalah kombinasi antara pemanfaatan layanan BPJS yang ada dan perencanaan finansial mandiri.
10.1. Ringkasan Kebijakan Ortodontik dan BPJS
Ketentuannya jelas: BPJS Kesehatan menanggung tindakan dasar kuratif (cabut, tambal, scaling) dan tindakan rehabilitatif kompleks untuk kasus kongenital/trauma berat (melalui rujukan bedah ortognatik). Pemasangan behel untuk tujuan merapikan gigi, yang merupakan mayoritas kasus, tidak dicover.
10.2. Rekomendasi Aksi Cepat
Langkah 1: Periksa Faskes I Anda. Manfaatkan BPJS untuk membersihkan karang gigi (scaling) dan menambal semua lubang sebelum memulai perawatan behel. Pastikan fondasi gigi Anda sehat.
Langkah 2: Konsultasi Mandiri dengan Sp.Ort. Kunjungi Spesialis Ortodonti (Sp.Ort) untuk diagnosis dan rencana perawatan yang akurat. Gunakan hasil diagnosis ini untuk menghitung total biaya yang harus Anda siapkan.
Langkah 3: Cari Skema Pembayaran. Pilih jenis behel yang sesuai dengan kemampuan finansial Anda dan manfaatkan opsi cicilan yang ditawarkan klinik.
Langkah 4: Prioritaskan Kesehatan Gigi. Selama perawatan behel mandiri, terus gunakan BPJS untuk komplikasi atau perawatan gigi dasar lainnya yang mungkin timbul.
Perawatan ortodontik adalah investasi jangka panjang untuk kesehatan fungsional dan kepercayaan diri. Meskipun BPJS tidak menanggung biaya utamanya, Anda tetap dapat memaksimalkan manfaat JKN untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut yang merupakan prasyarat mutlak sebelum memulai perjalanan behel.
Memiliki senyum yang sehat dan rapi adalah tujuan yang patut dikejar, dan dengan perencanaan yang matang, meskipun tanpa penjaminan penuh dari BPJS, tujuan tersebut tetap dapat dicapai melalui jalur mandiri yang profesional dan aman.
11. Aspek Biomekanika dan Material Ortodontik: Mengapa Biayanya Mahal?
Memahami mengapa biaya behel begitu mahal membantu menjelaskan mengapa BPJS kesulitan menanggungnya. Ortodontik adalah disiplin ilmu yang sangat bergantung pada material berkualitas tinggi dan perhitungan fisika yang presisi.
11.1. Inovasi Material Kawat dan Braket
Material behel telah mengalami revolusi. Braket modern terbuat dari baja tahan karat kelas medis (medical grade stainless steel), titanium, atau keramik yang tahan korosi dan memiliki retensi yang sangat kuat terhadap permukaan gigi.
Kawat (Archwire): Kawat bukan sekadar kawat. Kawat ortodontik terbuat dari paduan khusus, seperti Nickel-Titanium (NiTi) dan Stainless Steel. Kawat NiTi bersifat "superelastis" dan "memori bentuk," artinya kawat akan berusaha kembali ke bentuk awalnya, secara perlahan menarik gigi ke posisi yang diinginkan. Material canggih ini memerlukan teknologi manufaktur presisi, yang berkontribusi besar pada biaya.
Braket Self-Ligating: Ini adalah sistem yang memiliki mekanisme pintu kecil untuk menahan kawat, menghilangkan kebutuhan akan karet elastis. Desain mekanis yang rumit ini menawarkan gesekan yang lebih rendah, membuat pergerakan gigi lebih cepat dan nyaman, namun harganya berkali-kali lipat lebih tinggi.
11.2. Peran Diagnostik Berteknologi Tinggi
Perawatan behel yang aman memerlukan perangkat diagnostik canggih. BPJS memang menanggung biaya Rontgen di FKTL, namun alat rontgen yang spesifik untuk ortodontik (sefalometri) dan perangkat lunak analisis citra digital (untuk superimposisi dan prediksi hasil) memerlukan investasi mahal di pihak klinik/rumah sakit.
Sefalometri Digital: Memungkinkan dokter mengukur sudut rahang, hubungan gigi-rahang, dan pola pertumbuhan wajah dengan akurasi sub-milimeter. Analisis ini vital untuk mencegah komplikasi seperti resorpsi akar.
Scanner Intraoral 3D: Teknologi terbaru menggantikan cetakan gigi konvensional (yang bisa memicu mual). Scanner menghasilkan model digital gigi, yang sangat penting untuk perencanaan aligner transparan. Biaya peralatan ini sangat tinggi, menjelaskan mahalnya tarif aligner.
12. Masalah Kesehatan Gigi Sekunder yang Diperparah Maloklusi
Maloklusi yang tidak ditangani dapat memicu berbagai masalah kesehatan sekunder yang justru akan memerlukan perawatan rutin BPJS. Menangani masalah sekunder ini penting, namun behel adalah solusi pencegahan masalah fungsional di masa depan.
12.1. Periodontitis Akibat Crowding Parah
Gigi yang sangat berjejal (crowding) menciptakan jebakan makanan yang tidak bisa dijangkau sikat gigi atau benang gigi, tidak peduli seberapa teliti pasien menyikat. Akibatnya, plak menumpuk, menyebabkan gingivitis (radang gusi) yang jika dibiarkan akan berkembang menjadi periodontitis (kerusakan tulang penyangga gigi).
Dampak BPJS: BPJS menanggung scaling dan pengobatan gingivitis. Namun, jika periodontitis parah terjadi, penanganannya memerlukan tindakan kuretase atau bedah gusi (flap surgery), yang seringkali hanya dicover BPJS di FKTL jika memenuhi kriteria rujukan yang ketat. Jika gigi terlanjur goyang akibat periodontitis, pencabutan adalah langkah terakhir yang ditanggung BPJS.
12.2. Karies pada Gigi yang Miring (Impaksi)
Maloklusi, terutama yang melibatkan gigi miring atau sebagian terpendam (impaksi), meningkatkan risiko karies pada gigi yang berdekatan. Misalnya, gigi bungsu yang impaksi sering menyebabkan karies pada gigi geraham kedua karena sulitnya akses pembersihan.
Dampak BPJS: Odontektomi (operasi gigi bungsu impaksi) dicover oleh BPJS di FKTL. Ini adalah salah satu prosedur bedah gigi yang paling sering diklaim JKN. Namun, tindakan ortodontik yang mungkin diperlukan setelah pencabutan gigi impaksi (untuk menutup celah atau menggerakkan gigi lain) tidak dicover.
13. Ortodontik Interseptif pada Anak: Potensi Preventif JKN
Fokus ortodonti modern adalah pencegahan sejak dini. Ortodontik interseptif adalah perawatan yang dilakukan pada anak usia 7-10 tahun saat gigi campuran (gigi susu dan gigi permanen) masih ada, bertujuan memandu pertumbuhan rahang dan mencegah maloklusi menjadi parah.
13.1. Alat Ortodontik Lepasan untuk Anak
Beberapa alat yang digunakan dalam ortodontik interseptif meliputi:
Space Maintainer: Alat untuk mempertahankan ruang akibat gigi susu copot terlalu cepat. BPJS seharusnya mempertimbangkan cakupan alat ini, karena bersifat preventif dan rehabilitatif (mengembalikan ruang fungsional).
Expander Palatal (Ekspansi Cepat/Lambat): Alat untuk melebarkan rahang atas yang terlalu sempit, mencegah gigitan silang (crossbite) parah di masa depan.
Headgear atau Facemask: Alat eksternal yang digunakan untuk mengoreksi hubungan rahang yang sangat jauh (Klas II atau Klas III).
Meskipun alat-alat ini memiliki fungsi preventif yang jelas, sampai saat ini, biaya alat itu sendiri (termasuk pencetakan dan pemasangan) mayoritas masih ditanggung mandiri, meskipun konsultasi diagnosis di Faskes I atau FKTL (jika dirujuk) dicover.
13.2. Pentingnya Konsultasi Dini
Orang tua peserta JKN disarankan untuk rutin membawa anak ke Faskes I untuk pemeriksaan pertumbuhan rahang. Jika dokter gigi Faskes I menemukan potensi maloklusi parah yang memerlukan intervensi dini, rujukan ke Sp.Ort dapat dilakukan. Meskipun biaya alat mandiri, diagnosis dan penentuan kebutuhan medis awal melalui sistem rujukan BPJS sangat berharga dan dicover.
14. Tinjauan Mendalam Terhadap Kebijakan Peralatan Kesehatan
Alasan fundamental penolakan klaim ortodontik adalah karena behel (braket, kawat, karet) diklasifikasikan sebagai alat kesehatan yang dikecualikan, bukan sebagai prosedur medis yang dijamin.
14.1. Batasan Alat Kesehatan Jaminan BPJS
BPJS menanggung alat kesehatan tertentu, seperti kacamata, alat bantu dengar, atau protesa gigi (gigi tiruan), tetapi dengan batasan plafon tertentu dan indikasi medis yang ketat. Protesa gigi, misalnya, dicover dengan plafon maksimal Rp 1.100.000 (per tahun) untuk kasus kehilangan gigi yang mengganggu fungsi pengunyahan. Namun, alat ortodontik seperti behel, yang sifatnya custom, kompleks, dan mahal, tidak termasuk dalam daftar alat kesehatan yang dicover.
14.2. Perbedaan Prosedur dan Alat
Ketika BPJS menanggung "bedah odontektomi," mereka menanggung biaya prosedur, jasa dokter, dan penggunaan kamar operasi. Namun, jika ada alat yang terpisah dari prosedur bedah (misalnya, behel untuk pra-bedah ortognatik), biaya pembelian alat behel tersebut seringkali diserahkan kepada pasien, meskipun prosedur medis bedahnya sendiri dicover.
Dalam menyusun klaim behel melalui BPJS, seluruh sistem JKN dirancang untuk memisahkan kebutuhan dasar kesehatan dari kebutuhan perbaikan kualitas hidup (estetika/ortodontik), memastikan alokasi dana yang terbatas berfokus pada penyakit yang paling mendesak dan umum terjadi di populasi.