Osteomalasia: Memahami Penyakit Tulang Lunak
Osteomalasia adalah suatu kondisi metabolik tulang yang ditandai dengan gangguan mineralisasi matriks tulang yang baru terbentuk, atau osteoid. Berbeda dengan osteoporosis yang melibatkan penurunan massa tulang secara keseluruhan, osteomalasia secara spesifik mengacu pada pelunakan tulang akibat kegagalan deposit mineral kalsium dan fosfat yang adekuat ke dalam kerangka tulang. Ini berarti tulang-tulang yang seharusnya kuat dan padat, menjadi lunak, rapuh, dan rentan terhadap deformitas serta fraktur. Kondisi ini dapat mempengaruhi orang dewasa dari segala usia, meskipun lebih sering terlihat pada populasi tertentu yang memiliki faktor risiko tinggi. Pemahaman mendalam tentang osteomalasia sangat penting untuk diagnosis dini, pengelolaan yang tepat, dan pencegahan komplikasi serius yang dapat mengancam kualitas hidup penderitanya. Artikel ini akan mengulas secara komprehensif mulai dari definisi, anatomi dan fisiologi tulang, metabolisme vitamin D, penyebab, gejala, diagnosis, pengobatan, hingga strategi pencegahan osteomalasia.
1. Anatomi dan Fisiologi Tulang: Dasar Memahami Osteomalasia
Untuk memahami osteomalasia, penting untuk memiliki pemahaman dasar tentang bagaimana tulang terbentuk dan berfungsi. Tulang bukan hanya struktur statis yang menopang tubuh, tetapi juga jaringan hidup yang terus-menerus mengalami proses remodeling, yaitu pembongkaran dan pembentukan ulang. Proses ini diatur oleh berbagai hormon dan faktor nutrisi, dengan kalsium dan fosfat sebagai mineral utama.
1.1. Komponen Utama Tulang
- Matriks Organik (Osteoid): Sekitar 30-40% dari berat tulang adalah osteoid, yang terutama terdiri dari serat kolagen tipe I. Osteoid memberikan fleksibilitas dan kekuatan tarik pada tulang.
- Matriks Anorganik (Mineral): Sekitar 60-70% dari berat tulang adalah mineral, terutama kristal hidroksiapatit, yang merupakan kombinasi kalsium dan fosfat. Mineral ini memberikan kekerasan dan kekuatan kompresi pada tulang.
- Sel Tulang:
- Osteoblas: Sel-sel yang bertanggung jawab untuk membentuk matriks tulang baru (osteoid) dan mengatur mineralisasi.
- Osteosit: Osteoblas yang terperangkap dalam matriks tulang yang telah termineralisasi. Mereka bertindak sebagai sensor tekanan dan memainkan peran penting dalam komunikasi dan regulasi tulang.
- Osteoklas: Sel-sel yang bertanggung jawab untuk resorpsi (pembongkaran) tulang lama.
1.2. Proses Mineralisasi Tulang
Mineralisasi adalah proses krusial di mana kalsium dan fosfat disimpan ke dalam matriks osteoid yang baru dibentuk oleh osteoblas. Proses ini membutuhkan kadar kalsium dan fosfat yang cukup dalam darah, serta peran penting dari vitamin D. Vitamin D membantu tubuh menyerap kalsium dari saluran pencernaan dan mengatur kadar kalsium dan fosfat dalam darah agar berada dalam rentang optimal untuk mineralisasi tulang.
Ketika proses mineralisasi ini terganggu, seperti yang terjadi pada osteomalasia, osteoid yang baru terbentuk tidak dapat mengeras dengan baik. Akibatnya, tulang menjadi lunak dan lemah, kehilangan integritas strukturalnya.
2. Metabolisme Vitamin D, Kalsium, dan Fosfat
Vitamin D adalah hormon steroid yang larut dalam lemak, yang berperan sentral dalam menjaga kesehatan tulang dan homeostasis mineral. Pemahaman tentang metabolismenya sangat penting karena defisiensi vitamin D adalah penyebab utama osteomalasia.
2.1. Sumber Vitamin D
- Sintesis Kulit: Mayoritas vitamin D dihasilkan di kulit ketika terpapar sinar ultraviolet B (UVB) dari matahari. Prekursor vitamin D, 7-dehidrokolesterol, diubah menjadi vitamin D3 (kolekalsiferol).
- Diet: Vitamin D dapat diperoleh dari makanan tertentu, seperti ikan berlemak (salmon, makarel, sarden), minyak ikan cod, serta makanan yang difortifikasi (susu, sereal, yogurt). Suplemen vitamin D juga merupakan sumber yang umum.
2.2. Aktivasi Vitamin D
Vitamin D yang dihasilkan di kulit atau dicerna dari makanan berada dalam bentuk inaktif dan harus mengalami dua tahap hidroksilasi untuk menjadi bentuk aktifnya:
- Hati: Vitamin D (D2 atau D3) pertama kali dihidroksilasi di hati menjadi 25-hidroksivitamin D [25(OH)D], juga dikenal sebagai kalsidiol. Ini adalah bentuk utama vitamin D yang bersirkulasi dalam darah dan merupakan indikator terbaik status vitamin D seseorang.
- Ginjal: 25(OH)D kemudian dihidroksilasi di ginjal (terutama oleh enzim 1-alfa-hidroksilase) menjadi 1,25-dihidroksivitamin D [1,25(OH)2D], atau kalsitriol. Kalsitriol adalah bentuk aktif vitamin D dan merupakan hormon yang bekerja pada target organ.
2.3. Fungsi Kalsitriol (Vitamin D Aktif)
Kalsitriol memiliki beberapa fungsi penting untuk kesehatan tulang:
- Penyerapan Kalsium dan Fosfat di Usus: Fungsi utamanya adalah meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfat dari makanan di usus halus.
- Homeostasis Kalsium dan Fosfat: Kalsitriol bekerja sama dengan hormon paratiroid (PTH) untuk menjaga kadar kalsium dan fosfat dalam darah. Jika kadar kalsium darah rendah, PTH dilepaskan, yang kemudian merangsang ginjal untuk memproduksi lebih banyak kalsitriol. Kalsitriol dan PTH kemudian bekerja sama untuk melepaskan kalsium dari tulang (resorpsi tulang) jika kadar kalsium diet tidak cukup, serta mengurangi ekskresi kalsium di ginjal.
- Mineralisasi Tulang: Dengan memastikan ketersediaan kalsium dan fosfat yang cukup, kalsitriol secara tidak langsung mendukung mineralisasi matriks tulang.
3. Etiologi dan Patofisiologi Osteomalasia
Osteomalasia terjadi karena gangguan pada proses mineralisasi tulang. Gangguan ini umumnya disebabkan oleh ketidakcukupan kadar kalsium dan/atau fosfat yang tersedia untuk deposit ke matriks osteoid, atau karena masalah dengan cara tubuh memproses mineral ini.
3.1. Penyebab Utama Osteomalasia
- Defisiensi Vitamin D: Ini adalah penyebab paling umum.
- Paparan Sinar Matahari yang Tidak Cukup: Terutama pada orang yang menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam ruangan, tinggal di daerah lintang tinggi, menggunakan tabir surya secara berlebihan, atau memiliki kulit gelap (melanin menghalangi sintesis vitamin D).
- Asupan Diet yang Tidak Cukup: Diet rendah vitamin D, terutama pada individu yang tidak mengonsumsi makanan yang difortifikasi atau ikan berlemak.
- Malabsorpsi Vitamin D: Gangguan pencernaan yang mengurangi penyerapan vitamin D dari usus, seperti penyakit Celiac, penyakit Crohn, cystic fibrosis, operasi bariatrik, atau insufisiensi pankreas.
- Gangguan Metabolisme Vitamin D di Hati: Penyakit hati kronis dapat mengganggu hidroksilasi vitamin D pertama menjadi 25(OH)D.
- Gangguan Metabolisme Vitamin D di Ginjal: Penyakit ginjal kronis (gagal ginjal) adalah penyebab umum osteomalasia karena ginjal tidak dapat mengubah 25(OH)D menjadi bentuk aktif 1,25(OH)2D. Ini dikenal sebagai osteodistrofi ginjal.
- Obat-obatan: Beberapa obat dapat mengganggu metabolisme vitamin D, seperti antikonvulsan (fenitoin, fenobarbital), glukokortikoid, dan obat anti-HIV tertentu.
- Defisiensi Fosfat (Hipofosfatemia): Meskipun lebih jarang daripada defisiensi vitamin D, kadar fosfat yang rendah juga dapat menyebabkan osteomalasia.
- Kehilangan Fosfat Ginjal: Kondisi seperti sindrom Fanconi (gangguan tubulus ginjal yang menyebabkan kehilangan fosfat, glukosa, asam amino, dan bikarbonat) atau tumor yang memproduksi faktor FGF23 (Fibroblast Growth Factor 23), yang meningkatkan ekskresi fosfat ginjal dan menghambat aktivasi vitamin D. Contohnya adalah osteomalasia hipofosfatemia terkait tumor (TIO).
- Asupan Diet yang Tidak Cukup: Sangat jarang terjadi kecuali pada kondisi kelaparan ekstrem atau malabsorpsi yang parah.
- Antasida Berbasis Aluminium: Penggunaan antasida aluminium jangka panjang dapat mengikat fosfat di usus, mencegah penyerapannya.
- Defisiensi Kalsium: Meskipun jarang menjadi penyebab primer osteomalasia jika kadar vitamin D normal, defisiensi kalsium yang sangat parah dan berkepanjangan dapat berkontribusi.
- Defek Mineralisasi Lainnya:
- Hipofosfatasia: Penyakit genetik langka yang ditandai dengan aktivitas rendah enzim alkaline phosphatase (ALP), yang penting untuk mineralisasi.
- Asidosis Tubulus Ginjal (RTA): Dapat menyebabkan osteomalasia karena hilangnya kalsium dan fosfat serta asidosis kronis yang mengganggu aktivitas osteoblas.
- Paparan Aluminium: Terutama pada pasien gagal ginjal yang menerima dialisis dengan air yang tinggi aluminium atau antasida yang mengandung aluminium. Aluminium dapat terakumulasi di lokasi mineralisasi tulang dan menghambat pembentukan kristal hidroksiapatit.
3.2. Patofisiologi
Pada tingkat seluler dan molekuler, patofisiologi osteomalasia berpusat pada kegagalan mineralisasi osteoid.
- Defisiensi Vitamin D: Ketika kadar vitamin D tidak mencukupi, terjadi penurunan penyerapan kalsium dan fosfat dari usus. Ini menyebabkan hipokalsemia (kadar kalsium darah rendah) dan/atau hipofosfatemia (kadar fosfat darah rendah).
- Respon Hormon Paratiroid (PTH): Hipokalsemia akan merangsang kelenjar paratiroid untuk melepaskan lebih banyak PTH. PTH memiliki dua efek utama:
- Meningkatkan resorpsi kalsium di ginjal dan ekskresi fosfat di ginjal.
- Merangsang konversi 25(OH)D menjadi 1,25(OH)2D di ginjal (jika fungsi ginjal normal dan substrat 25(OH)D tersedia).
- Kompensasi dan Kegagalan Mineralisasi:
- Pada Defisiensi Vitamin D Primer: Awalnya, peningkatan PTH dapat membantu menormalkan kadar kalsium darah dengan mengorbankan tulang (melepaskan kalsium dari tulang) dan menyebabkan hilangnya fosfat melalui ginjal. Namun, meskipun PTH mencoba meningkatkan kadar kalsium, tanpa vitamin D yang cukup, penyerapan kalsium dari usus tetap buruk.
- Ketersediaan Mineral yang Tidak Cukup: Baik hipokalsemia kronis maupun hipofosfatemia, atau kombinasi keduanya, secara langsung mengganggu pengendapan mineral hidroksiapatit ke dalam matriks osteoid.
- Akumulasi Osteoid yang Tidak Termineralisasi: Osteoblas terus memproduksi osteoid, tetapi karena tidak ada mineral yang cukup untuk mengerasinya, osteoid tetap lunak. Ini mengakibatkan peningkatan volume osteoid yang tidak termineralisasi. Ini adalah ciri khas histopatologi osteomalasia.
- Tulang yang Lemah: Tulang yang tidak termineralisasi dengan baik kehilangan kekakuannya dan menjadi lunak, sehingga rentan terhadap deformasi di bawah beban normal dan meningkatkan risiko fraktur.
4. Faktor Risiko Osteomalasia
Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami osteomalasia. Faktor-faktor ini seringkali berkaitan dengan penyebab yang telah disebutkan di atas.
- Usia Lanjut: Kulit orang tua kurang efisien dalam memproduksi vitamin D, dan mereka mungkin memiliki asupan diet yang buruk serta kurang terpapar sinar matahari.
- Kurangnya Paparan Sinar Matahari: Individu yang jarang keluar rumah, menggunakan pakaian tertutup yang ekstensif, atau tinggal di daerah dengan sedikit sinar matahari.
- Warna Kulit Gelap: Melanin menghambat sintesis vitamin D.
- Penyakit Ginjal Kronis: Mengganggu aktivasi vitamin D.
- Penyakit Hati Kronis: Mengganggu hidroksilasi vitamin D pertama.
- Gangguan Malabsorpsi: Penyakit Celiac, Crohn, kistik fibrosis, pankreatitis kronis, dan riwayat operasi lambung (gastrectomy) atau usus (reseksi usus).
- Diet Vegan/Vegetarian Ketat: Sumber vitamin D alami terbatas pada produk hewani, sehingga diet ini memerlukan suplementasi atau paparan matahari yang sangat cermat.
- Obat-obatan Tertentu: Antikonvulsan, glukokortikoid, beberapa antiretroviral, dan diuretik tertentu.
- Kehamilan dan Menyusui: Kebutuhan kalsium dan vitamin D meningkat secara signifikan selama kehamilan dan menyusui. Jika asupan tidak memadai, ibu berisiko mengalami osteomalasia.
- Obesitas: Vitamin D adalah vitamin larut lemak yang dapat terperangkap dalam jaringan adiposa, mengurangi ketersediaannya dalam sirkulasi darah.
- Minum Alkohol Berlebihan: Konsumsi alkohol kronis dapat mengganggu penyerapan vitamin D dan kalsium, serta merusak hati.
5. Gejala Klinis Osteomalasia
Gejala osteomalasia berkembang secara bertahap dan seringkali tidak spesifik pada awalnya, membuatnya mudah terlewatkan atau salah didiagnosis. Gejala biasanya muncul ketika kondisi sudah cukup parah.
5.1. Nyeri Tulang dan Otot
- Nyeri Tulang Diffus: Ini adalah gejala yang paling umum. Nyeri dapat terjadi di berbagai tulang, terutama di tulang belakang, panggul, kaki, dan tulang rusuk. Nyeri sering digambarkan sebagai tumpul, nyeri yang dalam, dan simetris. Nyeri dapat memburuk dengan aktivitas dan berkurang dengan istirahat, meskipun tidak selalu. Nyeri ini disebabkan oleh mikrofaktur pada tulang yang lunak dan akumulasi osteoid yang tidak termineralisasi yang meregangkan periosteum (selaput yang melapisi tulang).
- Nyeri Tekan (Tenderness): Tulang yang terkena menjadi sangat sensitif terhadap sentuhan atau tekanan. Pemeriksaan fisik dapat mengidentifikasi area nyeri tekan yang signifikan.
- Mialgia (Nyeri Otot) dan Kelemahan Otot Proksimal: Kelemahan otot, terutama pada otot-otot panggul dan paha (proksimal), adalah gejala umum lainnya. Ini dapat menyebabkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti berdiri dari posisi duduk, menaiki tangga, atau berjalan. Kelemahan ini dipercaya terkait dengan miopati yang diinduksi oleh defisiensi vitamin D, yang mempengaruhi fungsi otot secara langsung, bukan hanya nyeri tulang. Pasien mungkin menunjukkan gaya berjalan "waddling" (bergoyang) karena kelemahan otot panggul.
5.2. Deformitas Tulang
Karena tulang menjadi lunak, mereka tidak dapat menahan beban tubuh secara normal dan dapat membengkok atau mengalami deformitas.
- Deformitas Tulang Belakang: Kyphosis (bungkuk) atau skoliosis dapat terjadi.
- Deformitas Panggul: Panggul dapat menjadi pipih atau mengalami protusio asetabular (kepala tulang paha menembus rongga panggul).
- Deformitas Kaki: Pada kasus parah, terutama jika onsetnya lebih awal, dapat terjadi kaki berbentuk O (bowlegs) atau X (knock-knees) yang persisten, meskipun ini lebih umum pada rakitis anak-anak. Pada orang dewasa, dapat terjadi pelengkungan tulang panjang seperti tibia dan femur.
- Deformitas Toraks (Dada): Dapat terjadi dada burung dara atau pelunakan tulang rusuk.
5.3. Fraktur
Tulang yang lunak sangat rentan terhadap fraktur, seringkali dengan trauma minimal atau bahkan tanpa trauma yang jelas.
- Fraktur Insufisiensi: Ini adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang secara intrinsik lemah di bawah stres normal yang tidak akan menyebabkan fraktur pada tulang sehat. Lokasi umum meliputi tulang rusuk, panggul, sakrum, dan tulang panjang.
- Looser Zones (Pseudofraktura): Ini adalah ciri khas radiologis osteomalasia. Mereka adalah pita radiolusen (gelap pada X-ray) yang simetris, seringkali pada tulang panjang atau panggul, yang merupakan area fraktur mikro yang gagal menyatu dan terisi oleh jaringan fibrosa, bukan tulang yang termineralisasi.
5.4. Gejala Lainnya
- Tetani atau Kejang: Pada kasus hipokalsemia yang sangat parah, pasien dapat mengalami tetani (kejang otot yang tidak disengaja), mati rasa, atau kesemutan di sekitar mulut dan di ujung jari. Ini adalah tanda gawat darurat yang memerlukan perhatian medis segera.
- Kesulitan Berjalan: Kombinasi nyeri tulang, kelemahan otot, dan deformitas dapat menyebabkan kesulitan berjalan yang signifikan dan penurunan mobilitas.
- Peningkatan Risiko Jatuh: Kelemahan otot dan nyeri meningkatkan risiko jatuh, yang pada gilirannya meningkatkan risiko fraktur.
- Gangguan Pertumbuhan (pada anak-anak): Meskipun osteomalasia adalah kondisi dewasa, rakitis pada anak-anak adalah setara dengan osteomalasia dan ditandai oleh gangguan pertumbuhan, pembesaran persendian, dan deformitas tulang yang khas.
6. Diagnosis Osteomalasia
Mengingat gejala yang tidak spesifik, diagnosis osteomalasia memerlukan kombinasi evaluasi klinis, pemeriksaan laboratorium, dan pencitraan radiologi.
6.1. Anamnesis (Riwayat Medis) dan Pemeriksaan Fisik
- Anamnesis: Dokter akan menanyakan tentang gejala yang dialami (nyeri tulang, kelemahan otot), riwayat diet (asupan vitamin D dan kalsium), paparan sinar matahari, riwayat penyakit kronis (ginjal, hati, pencernaan), penggunaan obat-obatan, dan riwayat keluarga.
- Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan:
- Nyeri tekan pada tulang.
- Kelemahan otot proksimal (misalnya, kesulitan bangkit dari kursi tanpa bantuan).
- Gaya berjalan yang bergoyang (waddling gait).
- Deformitas tulang yang terlihat (misalnya, kyphosis, bowlegs pada kasus yang parah dan berkepanjangan).
- Tanda-tanda hipokalsemia seperti tanda Chvostek (kontraksi otot wajah saat saraf fasial diketuk) atau tanda Trousseau (spasme karpal saat manset tekanan darah dikembungkan), meskipun ini jarang terjadi pada osteomalasia kronis.
6.2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah sangat penting untuk menegakkan diagnosis.
- 25-hidroksivitamin D [25(OH)D]: Ini adalah tes diagnostik paling penting untuk defisiensi vitamin D. Tingkat di bawah 20 ng/mL (50 nmol/L) umumnya menunjukkan defisiensi, sementara tingkat di bawah 10 ng/mL (25 nmol/L) menunjukkan defisiensi berat.
- Kalsium Serum: Seringkali rendah (hipokalsemia) atau berada di batas bawah normal. PTH yang tinggi dapat mencoba menormalkan kalsium serum dengan mengorbankan tulang.
- Fosfat Serum: Umumnya rendah (hipofosfatemia), terutama pada osteomalasia yang disebabkan oleh kehilangan fosfat ginjal atau defisiensi vitamin D yang parah.
- Alkaline Phosphatase (ALP) Serum: Biasanya meningkat secara signifikan. ALP adalah enzim yang diproduksi oleh osteoblas dan meningkat ketika ada peningkatan aktivitas pembentukan tulang (termasuk produksi osteoid yang tidak termineralisasi) sebagai respons terhadap permintaan mineralisasi yang tidak terpenuhi.
- Hormon Paratiroid (PTH) Serum: Umumnya meningkat (hiperparatiroidisme sekunder) sebagai respons terhadap hipokalsemia. PTH yang tinggi mencoba menormalkan kadar kalsium dengan meningkatkan resorpsi tulang dan produksi 1,25(OH)2D (jika ginjal berfungsi).
- 1,25-dihidroksivitamin D [1,25(OH)2D]: Tingkatnya dapat rendah atau normal. Jika 25(OH)D sangat rendah, maka 1,25(OH)2D juga akan rendah. Namun, pada beberapa kondisi, seperti pada tahap awal defisiensi vitamin D dengan PTH yang sangat tinggi, 1,25(OH)2D bisa tampak normal atau bahkan sedikit meningkat karena stimulasi PTH yang kuat, meskipun ini adalah respons kompensasi.
- Kalsium dan Fosfat Urin (24 jam): Dapat membantu menilai ekskresi mineral ginjal. Kalsium urin biasanya rendah pada defisiensi vitamin D (karena PTH mencoba menahan kalsium), sementara fosfat urin bisa tinggi jika ada kehilangan fosfat ginjal.
- Penanda Remodeling Tulang: Penanda seperti N-telopeptide (NTX) atau C-telopeptide (CTX) dapat meningkat, menunjukkan peningkatan turnover tulang (resorpsi). Penanda pembentukan tulang seperti propeptida prokolagen tipe 1 (P1NP) juga bisa meningkat.
6.3. Pencitraan Radiologi
- Foto Rontgen (X-ray):
- Pseudofraktura (Looser Zones): Ini adalah gambaran patognomonik (khas) osteomalasia. Mereka tampak sebagai pita radiolusen yang sempit, seringkali bilateral dan simetris, tegak lurus terhadap korteks tulang. Lokasi umum meliputi tulang panggul, femur, tulang rusuk, dan skapula.
- Penipisan Korteks Tulang: Lapisan luar tulang (korteks) mungkin tampak tipis.
- Kehilangan Densitas Tulang (Osteopenia): Tulang mungkin tampak lebih transparan (radiolusen) secara umum.
- Deformitas Tulang: Seperti pelengkungan tulang panjang, kyphosis, atau protusio asetabular.
- Pembentukan Tulang yang Tidak Jelas (Fuzzy Bone Borders): Trabekula tulang (jaringan di dalam tulang) mungkin tampak kabur.
- DEXA Scan (Dual-energy X-ray Absorptiometry): Meskipun lebih sering digunakan untuk osteoporosis, DEXA dapat menunjukkan penurunan densitas mineral tulang (BMD), biasanya dalam kisaran osteopenia atau osteoporosis. Namun, DEXA tidak dapat membedakan antara osteomalasia dan osteoporosis tanpa informasi klinis dan biokimia lainnya.
- MRI (Magnetic Resonance Imaging) atau Bone Scan: Dapat digunakan untuk mengevaluasi nyeri tulang yang tidak jelas atau untuk mendeteksi fraktur stres atau mikrofaktur yang mungkin tidak terlihat jelas pada X-ray standar. Bone scan dapat menunjukkan peningkatan aktivitas metabolik di area yang terkena.
6.4. Biopsi Tulang (Jarang Dilakukan)
Biopsi tulang adalah standar emas untuk diagnosis osteomalasia, tetapi jarang diperlukan karena tes laboratorium dan radiologi biasanya sudah cukup. Ini melibatkan pengambilan sampel kecil tulang, biasanya dari krista iliaka (tulang panggul), setelah pasien diberi tetrasiklin sebagai penanda.
- Temuan Biopsi: Mikroskop akan menunjukkan peningkatan volume osteoid yang tidak termineralisasi dan pelebaran ruang mineralisasi. Ini mengkonfirmasi kegagalan mineralisasi.
6.5. Diagnosis Banding
Penting untuk membedakan osteomalasia dari kondisi lain yang memiliki gejala serupa:
- Osteoporosis: Keduanya menyebabkan tulang rapuh, tetapi osteoporosis adalah hilangnya massa tulang yang termineralisasi secara normal, sementara osteomalasia adalah kegagalan mineralisasi osteoid. Laboratorium darah pada osteoporosis umumnya normal, kecuali jika ada penyebab sekunder.
- Rakitis: Osteomalasia pada anak-anak yang tulang pertumbuhannya masih terbuka. Gejalanya lebih menonjol pada pertumbuhan dan deformitas tulang.
- Fibromyalgia: Sindrom nyeri kronis yang luas yang dapat menyerupai nyeri muskuloskeletal pada osteomalasia, tetapi tanpa kelainan tulang atau biokimia yang khas.
- Penyakit Paget Tulang: Kelainan remodeling tulang yang menyebabkan tulang menjadi lebih besar dan lemah. Ditandai dengan ALP yang sangat tinggi dan gambaran radiologis yang khas.
- Keganasan (Kanker): Beberapa kanker dapat menyebabkan nyeri tulang dan masalah tulang lainnya, tetapi akan ada tanda-tanda sistemik lainnya.
7. Pengobatan Osteomalasia
Tujuan pengobatan osteomalasia adalah untuk mengatasi penyebab yang mendasari, menormalkan kadar mineral darah, dan memungkinkan mineralisasi tulang yang tepat, yang pada akhirnya akan meredakan gejala dan mencegah komplikasi.
7.1. Terapi Suplementasi Vitamin D dan Kalsium
Ini adalah pilar utama pengobatan, terutama jika penyebabnya adalah defisiensi nutrisi vitamin D atau malabsorpsi ringan.
- Suplementasi Vitamin D:
- Dosis Awal (Terapi Beban/Loading Dose): Untuk defisiensi vitamin D yang parah, dosis tinggi vitamin D (cholecalciferol atau ergocalciferol) sering diberikan selama beberapa minggu atau bulan untuk mengisi kembali cadangan tubuh. Dosis bisa berkisar dari 50.000 IU seminggu sekali hingga 10.000 IU setiap hari selama 8-12 minggu, tergantung pada tingkat defisiensi dan respons pasien. Penting untuk diingat bahwa dosis tinggi harus di bawah pengawasan medis.
- Dosis Pemeliharaan: Setelah kadar 25(OH)D mencapai target yang diinginkan (umumnya >30 ng/mL atau >75 nmol/L), dosis pemeliharaan yang lebih rendah (misalnya, 1.000-2.000 IU/hari) biasanya cukup untuk mencegah kekambuhan.
- Formulir Vitamin D: Cholecalciferol (Vitamin D3) lebih disukai karena lebih poten dan memiliki waktu paruh lebih lama daripada ergocalciferol (Vitamin D2).
- Suplementasi Kalsium: Kalsium yang cukup juga penting, karena vitamin D meningkatkan penyerapannya. Asupan kalsium harian yang direkomendasikan adalah 1.000-1.200 mg/hari, dari diet dan/atau suplemen. Kalsium karbonat atau kalsium sitrat adalah bentuk suplemen umum.
- Pemantauan: Selama pengobatan, kadar kalsium, fosfat, ALP, PTH, dan 25(OH)D perlu dipantau secara berkala (misalnya, setiap 3-6 bulan) untuk memastikan respons terhadap terapi dan menyesuaikan dosis jika diperlukan.
7.2. Pengobatan Penyebab Sekunder
Jika osteomalasia disebabkan oleh kondisi medis lain, pengobatan harus difokuskan pada kondisi tersebut.
- Penyakit Ginjal Kronis: Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir mungkin memerlukan suplementasi vitamin D aktif (kalsitriol atau analognya) karena ginjal mereka tidak dapat mengaktifkan vitamin D. Pemberian vitamin D biasa (cholecalciferol) mungkin tidak efektif. Mereka juga mungkin memerlukan kontrol fosfat melalui diet atau pengikat fosfat.
- Gangguan Malabsorpsi:
- Penyakit Celiac: Pengelolaan dengan diet bebas gluten.
- Penyakit Crohn/Kolitis Ulseratif: Pengobatan kondisi inflamasi usus.
- Pasca Bedah Bariatrik: Pasien ini memiliki risiko tinggi defisiensi vitamin D dan nutrisi lainnya dan memerlukan suplementasi jangka panjang yang agresif.
- Osteomalasia Hipofosfatemia (X-linked Hypophosphatemia, TIO):
- Defisiensi Fosfat: Pengobatan melibatkan suplementasi fosfat oral (seringkali dalam dosis tinggi) bersama dengan vitamin D aktif (kalsitriol), karena fosfat oral saja dapat menekan kadar 1,25(OH)2D.
- Terapi Anti-FGF23 (untuk X-linked Hypophosphatemia): Obat baru seperti burosumab (antibodi monoklonal terhadap FGF23) tersedia untuk mengobati XLH dengan menetralkan efek FGF23, yang meningkatkan kadar fosfat dan 1,25(OH)2D.
- TIO: Pengangkatan tumor yang memproduksi FGF23 adalah kuratif jika memungkinkan.
- Hipofosfatasia: Ini adalah kondisi genetik langka yang pengobatannya dapat melibatkan terapi pengganti enzim (asfotase alfa) yang memberikan enzim alkaline phosphatase yang berfungsi.
- Obat-obatan: Jika osteomalasia diinduksi oleh obat, dokter mungkin mempertimbangkan untuk mengganti obat, mengurangi dosis, atau meningkatkan suplementasi vitamin D dan kalsium.
7.3. Terapi Suportif
- Manajemen Nyeri: Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau analgetik lainnya dapat digunakan untuk mengelola nyeri tulang dan otot selama fase awal pengobatan.
- Fisioterapi dan Latihan: Setelah kadar mineral dan vitamin D dinormalisasi dan tulang mulai menguat, fisioterapi dapat membantu memulihkan kekuatan otot, meningkatkan mobilitas, dan mencegah deformitas lebih lanjut. Latihan menahan beban yang sesuai juga penting untuk kesehatan tulang.
- Ortosis: Pada kasus deformitas tulang yang parah, penggunaan ortosis (penyangga) mungkin diperlukan untuk memberikan dukungan atau mengoreksi postur.
- Pembedahan: Dalam kasus yang sangat jarang atau parah dengan deformitas tulang yang signifikan dan mengganggu fungsi, prosedur bedah korektif mungkin dipertimbangkan setelah osteomalasia berhasil diobati dan tulang telah termineralisasi.
8. Pencegahan Osteomalasia
Pencegahan osteomalasia sangat penting, terutama bagi individu dengan faktor risiko. Fokus utama adalah memastikan asupan vitamin D, kalsium, dan fosfat yang cukup.
8.1. Paparan Sinar Matahari yang Cukup
Sebagian besar kebutuhan vitamin D dapat dipenuhi melalui paparan sinar matahari.
- Rekomendasi: Terpapar sinar matahari langsung (tanpa tabir surya) selama 10-30 menit, dua hingga tiga kali seminggu, pada jam-jam ketika sinar UVB paling efektif (misalnya, antara pukul 10 pagi dan 3 sore, tergantung lokasi geografis dan musim). Area kulit yang terpapar harus cukup luas (misalnya, lengan dan kaki).
- Pertimbangan: Individu dengan kulit gelap, lansia, atau mereka yang tinggal di daerah lintang tinggi mungkin memerlukan waktu paparan yang lebih lama atau suplementasi tambahan. Penting juga untuk menyeimbangkan paparan matahari dengan risiko kanker kulit.
8.2. Diet Seimbang
Asupan makanan yang kaya vitamin D dan kalsium sangat penting.
- Sumber Vitamin D:
- Ikan berlemak: Salmon, makarel, sarden, tuna.
- Minyak ikan cod.
- Kuning telur.
- Hati sapi.
- Makanan yang difortifikasi: Susu, yogurt, sereal sarapan, jus jeruk.
- Sumber Kalsium:
- Produk susu: Susu, keju, yogurt.
- Sayuran hijau gelap: Brokoli, kale, bayam.
- Tahu, tempe.
- Kacang-kacangan.
- Sereal yang difortifikasi kalsium.
- Sumber Fosfat: Fosfat cukup banyak ditemukan dalam berbagai makanan, sehingga defisiensi diet jarang terjadi. Sumbernya termasuk daging, ikan, unggas, produk susu, kacang-kacangan, dan biji-bijian.
8.3. Suplementasi
Bagi individu yang tidak dapat memperoleh cukup vitamin D dari sinar matahari atau diet, suplementasi mungkin diperlukan.
- Dosis Harian yang Direkomendasikan: Untuk kebanyakan orang dewasa, 600-800 IU vitamin D per hari dianggap cukup untuk menjaga kadar yang sehat. Namun, banyak ahli merekomendasikan dosis yang lebih tinggi (1.000-2.000 IU/hari) untuk mencapai dan mempertahankan kadar 25(OH)D optimal.
- Kelompok Berisiko Tinggi: Orang tua, individu dengan malabsorpsi, penyakit ginjal/hati, atau mereka yang menggunakan obat-obatan tertentu mungkin memerlukan dosis yang jauh lebih tinggi dan harus berkonsultasi dengan dokter.
- Suplemen Kalsium: Jika asupan kalsium diet tidak memadai, suplemen kalsium dapat direkomendasikan. Namun, terlalu banyak kalsium dari suplemen tanpa pengawasan medis dapat memiliki risiko.
8.4. Skrining dan Manajemen Kondisi Medis yang Mendasari
- Pemeriksaan Kesehatan Rutin: Individu dengan kondisi medis yang meningkatkan risiko osteomalasia (misalnya, penyakit ginjal kronis, penyakit Celiac) harus secara rutin diperiksa kadar vitamin D dan mineralnya.
- Pengelolaan Penyakit Kronis: Pengelolaan yang efektif dari penyakit ginjal, hati, atau kondisi malabsorpsi sangat penting untuk mencegah osteomalasia.
- Perhatian pada Penggunaan Obat: Dokter harus mewaspadai obat-obatan yang dapat mengganggu metabolisme vitamin D atau kalsium dan mempertimbangkan suplementasi profilaksis.
9. Komplikasi Osteomalasia
Jika tidak diobati, osteomalasia dapat menyebabkan serangkaian komplikasi serius yang secara signifikan dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang.
- Fraktur Berulang: Tulang yang lunak sangat rentan terhadap fraktur, bahkan akibat trauma ringan. Fraktur dapat terjadi di mana saja, tetapi seringkali di tulang rusuk, tulang belakang, panggul, dan tulang panjang kaki. Fraktur ini tidak hanya menyebabkan rasa sakit yang hebat tetapi juga dapat menyebabkan kecacatan jangka panjang.
- Deformitas Tulang Permanen: Jika kondisi berlanjut tanpa pengobatan, tulang dapat mengalami deformitas permanen yang tidak dapat sepenuhnya diperbaiki, bahkan setelah mineralisasi tulang dipulihkan. Deformitas ini dapat mencakup kyphosis (bengkok punggung), lordosis berlebihan, kaki berbentuk O atau X, dan panggul yang pipih. Deformitas ini dapat membatasi mobilitas dan menyebabkan nyeri kronis.
- Nyeri Kronis: Nyeri tulang dan otot dapat menjadi kronis dan melemahkan, secara signifikan mengurangi kualitas hidup pasien. Nyeri ini dapat membatasi kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial atau pekerjaan.
- Kelemahan Otot yang Parah: Kelemahan otot proksimal yang parah dapat menyebabkan kesulitan berjalan, berdiri, dan melakukan aktivitas fisik lainnya, meningkatkan risiko jatuh dan ketergantungan.
- Keterbatasan Mobilitas dan Kemandirian: Kombinasi nyeri, kelemahan, dan deformitas dapat menyebabkan keterbatasan mobilitas yang signifikan, membuat pasien membutuhkan bantuan untuk tugas-tugas sehari-hari dan mengurangi kemandirian mereka.
- Hiperparatiroidisme Sekunder: Dalam upaya untuk menormalkan kadar kalsium darah yang rendah, kelenjar paratiroid akan terus-menerus memproduksi lebih banyak PTH. Hiperparatiroidisme sekunder yang berkepanjangan dapat memiliki efek negatif tambahan pada tulang dan organ lain.
- Peningkatan Risiko Jatuh: Kelemahan otot dan nyeri kronis secara signifikan meningkatkan risiko jatuh, terutama pada lansia. Jatuh pada pasien dengan osteomalasia hampir pasti akan menyebabkan fraktur.
- Kualitas Hidup yang Menurun: Secara keseluruhan, kombinasi gejala dan komplikasi fisik dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup, depresi, dan kecemasan.
10. Prognosis Osteomalasia
Prognosis osteomalasia umumnya baik jika penyebabnya dapat diidentifikasi dan diobati secara efektif, terutama jika diagnosis dilakukan pada tahap awal sebelum terjadi deformitas tulang yang parah atau fraktur ireversibel.
- Respons Terhadap Pengobatan: Kebanyakan pasien dengan osteomalasia akibat defisiensi vitamin D merespons dengan baik terhadap suplementasi vitamin D dan kalsium. Nyeri tulang biasanya mulai mereda dalam beberapa minggu, dan kekuatan otot meningkat dalam beberapa bulan. Normalisasi kadar biokimia (kalsium, fosfat, ALP, PTH, 25(OH)D) biasanya terjadi dalam 3-6 bulan.
- Penyembuhan Tulang: Mineralisasi tulang yang adekuat akan kembali terjadi, dan tulang akan mengeras seiring waktu. Namun, pemulihan densitas tulang yang signifikan mungkin memerlukan waktu lebih lama (setahun atau lebih).
- Deformitas Permanen: Deformitas tulang yang sudah terbentuk mungkin tidak sepenuhnya kembali normal, terutama pada kasus yang parah atau onset yang lebih awal. Pembedahan korektif mungkin diperlukan dalam kasus yang jarang untuk deformitas yang signifikan.
- Pencegahan Kekambuhan: Penting untuk melanjutkan terapi pemeliharaan vitamin D dan kalsium serta mengelola kondisi yang mendasari untuk mencegah kekambuhan. Pasien harus dididik tentang pentingnya kepatuhan terhadap pengobatan dan gaya hidup sehat.
- Kondisi Sekunder yang Kompleks: Prognosis mungkin lebih bervariasi pada osteomalasia yang disebabkan oleh kondisi sekunder yang lebih kompleks, seperti penyakit ginjal kronis, osteomalasia hipofosfatemia genetik, atau tumor. Dalam kasus ini, pengobatan penyebab yang mendasari adalah kunci, dan mungkin diperlukan terapi jangka panjang yang lebih spesifik dan intensif.
11. Osteomalasia pada Kelompok Khusus
Meskipun prinsip dasar osteomalasia sama pada semua orang dewasa, ada beberapa pertimbangan khusus untuk kelompok populasi tertentu.
11.1. Ibu Hamil dan Menyusui
Kebutuhan kalsium dan vitamin D meningkat secara signifikan selama kehamilan dan menyusui untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin/bayi.
- Peningkatan Kebutuhan: Janin membutuhkan kalsium dalam jumlah besar untuk pembentukan tulangnya sendiri, yang diambil dari suplai ibu. Jika asupan ibu tidak cukup, risiko defisiensi vitamin D dan osteomalasia meningkat.
- Dampak: Osteomalasia pada ibu hamil dapat menyebabkan nyeri punggung dan panggul yang parah. Pada kasus yang ekstrem, ini dapat mempengaruhi perkembangan tulang janin atau memicu masalah pada bayi baru lahir (rakitis neonatus).
- Pencegahan: Suplementasi vitamin D dan kalsium yang adekuat selama kehamilan dan menyusui sangat direkomendasikan, terutama pada wanita dengan faktor risiko.
11.2. Lansia
Lansia merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap osteomalasia.
- Penurunan Sintesis Kulit: Kemampuan kulit untuk menghasilkan vitamin D menurun drastis seiring bertambahnya usia.
- Kurangnya Paparan Sinar Matahari: Banyak lansia yang mobilitasnya terbatas, tinggal di panti jompo, atau cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di dalam ruangan, sehingga mengurangi paparan sinar matahari.
- Asupan Diet Buruk: Nafsu makan yang menurun, kesulitan mengunyah, masalah pencernaan, dan keterbatasan ekonomi dapat menyebabkan asupan nutrisi yang tidak memadai.
- Penyakit Kronis dan Obat-obatan: Lansia sering memiliki banyak penyakit kronis (misalnya, gagal ginjal, malabsorpsi) dan mengonsumsi berbagai obat yang dapat mengganggu metabolisme vitamin D.
- Dampak: Osteomalasia pada lansia dapat memperburuk osteoporosis (yang juga umum pada usia ini), meningkatkan risiko fraktur panggul dan tulang belakang, serta berkontribusi pada kelemahan otot dan peningkatan risiko jatuh.
- Pencegahan: Skrining rutin untuk defisiensi vitamin D, suplementasi rutin, dan edukasi tentang diet dan paparan matahari sangat penting.
11.3. Pasien dengan Penyakit Hati atau Ginjal Kronis
Pasien dengan gangguan organ ini menghadapi tantangan unik dalam metabolisme vitamin D.
- Penyakit Hati Kronis: Hati adalah tempat hidroksilasi vitamin D pertama terjadi (menjadi 25(OH)D). Kerusakan hati parah dapat mengganggu proses ini.
- Penyakit Ginjal Kronis (CKD): Ini adalah penyebab penting osteomalasia. Ginjal yang rusak tidak dapat mengkonversi 25(OH)D menjadi 1,25(OH)2D (bentuk aktif). Selain itu, seringkali terjadi retensi fosfat (hiperfosfatemia) yang dapat memperburuk masalah tulang.
- Pengelolaan: Pada CKD, pengobatan seringkali melibatkan pemberian vitamin D aktif (kalsitriol atau analognya) dan manajemen kadar fosfat serum. Pada penyakit hati, suplementasi vitamin D konvensional biasanya masih efektif, tetapi dosis mungkin lebih tinggi.
12. Peran Gaya Hidup dan Nutrisi dalam Pencegahan dan Pengelolaan
Gaya hidup sehat dan nutrisi yang adekuat adalah fondasi dalam pencegahan dan pengelolaan osteomalasia, terlepas dari penyebab utamanya.
12.1. Edukasi Gizi
Memberikan informasi yang akurat tentang sumber makanan vitamin D dan kalsium sangat krusial. Pasien dan masyarakat umum perlu memahami makanan apa saja yang dapat membantu memenuhi kebutuhan nutrisi ini. Fokus tidak hanya pada suplementasi, tetapi juga pada pola makan sehari-hari. Contohnya, mendorong konsumsi rutin ikan berlemak, produk susu yang difortifikasi, atau alternatif non-susu yang diperkaya.
12.2. Pentingnya Paparan Sinar Matahari yang Aman
Edukasi tentang cara mendapatkan vitamin D dari matahari secara aman, yaitu tanpa risiko berlebihan terhadap kanker kulit, adalah penting. Ini mencakup durasi paparan, waktu terbaik dalam sehari, dan area kulit yang perlu terpapar. Misalnya, di sebagian besar wilayah tropis, paparan singkat (10-15 menit) pada lengan dan kaki di pagi atau sore hari sudah cukup.
12.3. Aktivitas Fisik Teratur
Meskipun tidak secara langsung mencegah osteomalasia, aktivitas fisik menahan beban (seperti berjalan, jogging ringan, angkat beban) sangat penting untuk menjaga kesehatan tulang secara umum dan membantu tulang yang sedang dalam proses pemulihan untuk menjadi lebih kuat. Latihan juga membantu membangun dan mempertahankan massa otot, yang mendukung tulang dan dapat mengurangi risiko jatuh.
12.4. Menghindari Faktor Risiko Lain
- Berhenti Merokok: Merokok telah terbukti memiliki efek negatif pada densitas mineral tulang dan dapat mengganggu penyerapan kalsium.
- Batasi Konsumsi Alkohol: Konsumsi alkohol berlebihan dapat mengganggu metabolisme vitamin D dan kalsium, serta merusak fungsi hati.
- Manajemen Berat Badan: Obesitas dapat mempengaruhi kadar vitamin D yang tersedia dalam sirkulasi, sehingga menjaga berat badan yang sehat juga merupakan langkah pencegahan.
- Penggunaan Obat-obatan dengan Hati-hati: Selalu konsultasikan dengan dokter tentang potensi efek samping obat-obatan tertentu terhadap kesehatan tulang dan vitamin D.
13. Penelitian dan Prospek Masa Depan
Penelitian mengenai osteomalasia dan metabolisme tulang terus berkembang. Kemajuan dalam pemahaman genetik dan molekuler telah membuka jalan bagi terapi yang lebih bertarget.
- Genetika: Identifikasi gen-gen baru yang terkait dengan gangguan metabolisme fosfat atau vitamin D dapat membantu dalam diagnosis kondisi osteomalasia langka dan pengembangan terapi gen.
- Target Molekuler Baru: Penemuan FGF23 sebagai regulator kunci fosfat telah merevolusi penanganan osteomalasia hipofosfatemia. Penelitian terus mencari target molekuler lain yang terlibat dalam mineralisasi tulang.
- Terapi Farmakologi Lanjut: Pengembangan analog vitamin D yang lebih selektif atau cara pengiriman nutrisi yang lebih efisien (misalnya, vitamin D lepas lambat) terus dilakukan.
- Strategi Pencegahan yang Lebih Baik: Penelitian tentang dosis optimal vitamin D untuk berbagai populasi, serta strategi fortifikasi makanan yang lebih efektif, masih terus menjadi area fokus.
- Hubungan dengan Penyakit Lain: Studi juga terus mengeksplorasi hubungan antara defisiensi vitamin D (dan osteomalasia) dengan berbagai kondisi kesehatan lain, termasuk penyakit autoimun, kardiovaskular, dan kanker, yang dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang pentingnya status vitamin D yang adekuat.
14. Kesimpulan
Osteomalasia adalah penyakit tulang serius yang diakibatkan oleh kegagalan mineralisasi matriks tulang, paling sering disebabkan oleh defisiensi vitamin D, tetapi juga bisa oleh gangguan metabolisme fosfat atau kalsium. Kondisi ini menyebabkan nyeri tulang dan otot, kelemahan, deformitas tulang, dan peningkatan risiko fraktur.
Diagnosis memerlukan kombinasi evaluasi klinis, pemeriksaan laboratorium (terutama 25(OH)D, kalsium, fosfat, ALP, dan PTH), serta pencitraan radiologi yang khas (termasuk Looser zones). Pengobatan berfokus pada koreksi penyebab yang mendasari, biasanya dengan suplementasi vitamin D dan kalsium dosis tinggi, serta manajemen kondisi sekunder. Prognosis umumnya baik jika diobati tepat waktu, meskipun deformitas yang parah mungkin bersifat permanen.
Pencegahan sangat ditekankan melalui paparan sinar matahari yang cukup, diet kaya vitamin D dan kalsium, serta suplementasi bagi kelompok berisiko. Dengan pemahaman yang baik tentang osteomalasia, diagnosis dini, dan penanganan yang efektif, kualitas hidup penderita dapat ditingkatkan secara signifikan, dan komplikasi serius dapat dihindari. Penting bagi individu yang mengalami gejala persisten atau memiliki faktor risiko untuk mencari evaluasi medis guna diagnosis dan penanganan yang tepat.