Latar Belakang dan Evolusi Opera: Sebuah Kisah Harmoni Abadi
Opera adalah sebuah bentuk seni pertunjukan dramatis yang mengintegrasikan musik, nyanyian, akting, tarian, puisi, dan seni rupa ke dalam satu kesatuan artistik yang kohesif. Berbeda dengan teater musikal yang lebih fokus pada dialog yang diselingi lagu, dalam opera, seluruh atau sebagian besar naskah (libretto) dinyanyikan, biasanya diiringi oleh orkestra. Ini menciptakan pengalaman multisensori yang mendalam, di mana emosi dan narasi disampaikan tidak hanya melalui kata-kata dan gerakan, tetapi secara fundamental melalui kekuatan suara manusia dan harmoni musik.
Sejak kemunculannya pada akhir abad ke-16 di Italia, opera telah berevolusi melalui berbagai gaya dan bentuk, mencerminkan perubahan sosial, budaya, dan estetika di setiap era. Dari drama musik awal yang sederhana hingga spektakel romantis yang megah, dan kemudian ke eksplorasi avant-garde abad ke-20, opera terus menawarkan cerminan jiwa manusia dalam segala kompleksitasnya. Artikel ini akan menjelajahi latar belakang historis, perkembangan gaya, komponen utama, tokoh-tokoh kunci, serta dampak dan tantangan yang dihadapi opera di era modern.
Asal-usul dan Perkembangan Awal (Akhir Abad ke-16 hingga Awal Abad ke-18)
Kelahiran di Florentine Camerata
Kisah opera dimulai di Florence, Italia, pada akhir abad ke-16, sebagai hasil eksperimen oleh sekelompok intelektual, penyair, dan musisi yang dikenal sebagai Florentine Camerata. Mereka berkumpul di rumah Count Giovanni de' Bardi dan kemudian Jacopo Corsi, dengan tujuan menghidupkan kembali drama Yunani kuno yang mereka yakini dinyanyikan secara keseluruhan. Mereka merasa bahwa musik polifoni Renaisans yang kompleks telah mengaburkan teks dan emosi dramatis yang ingin mereka sampaikan.
Camerata mencari cara baru untuk menggabungkan musik dan drama yang memungkinkan teks puisi didengar dengan jelas dan ekspresi emosi lebih langsung. Hasilnya adalah pengembangan gaya nyanyian yang disebut `recitar cantando` atau `stile rappresentativo`—sejenis nyanyian resitatif yang meniru ritme dan intonasi ucapan manusia, diiringi oleh basso continuo yang sederhana (biasanya lut, harpsichord, atau viol). Ini adalah fondasi revolusioner yang membedakan opera dari bentuk musik dan drama sebelumnya.
Opera pertama yang diakui secara luas adalah "Dafne" (sekitar 1598) oleh Jacopo Peri, dengan libretto oleh Ottavio Rinuccini. Meskipun sebagian besar musiknya hilang, karya ini menandai titik balik penting. Opera tertua yang musiknya masih bertahan adalah "Euridice" (1600), juga oleh Peri (dan sebagian oleh Giulio Caccini), yang dipentaskan untuk pernikahan Maria de' Medici dan Raja Henri IV dari Prancis. Karya-karya awal ini, meski penting secara historis, masih relatif sederhana dalam struktur musikalnya, berfokus pada kejelasan deklamasi vokal.
Claudio Monteverdi dan Konsolidasi Bentuk
Tokoh yang benar-benar mengangkat opera dari eksperimen bangsawan menjadi bentuk seni yang kuat adalah Claudio Monteverdi (1567-1643). Karyanya "L'Orfeo" (1607), yang digubah untuk istana Gonzaga di Mantua, sering dianggap sebagai opera agung pertama. Monteverdi melampaui gaya resitatif sederhana para pendahulunya dengan memperkenalkan musik yang lebih bervariasi dan dramatis, termasuk aria, duet, paduan suara, dan penggunaan orkestra yang lebih ekspresif dan beragam. Ia secara cerdik menggunakan disonansi dan melodi yang kuat untuk menggambarkan emosi karakter, menetapkan standar baru untuk penggunaan musik dalam penceritaan dramatis.
Monteverdi kemudian pindah ke Venesia, di mana ia menjadi maestro di cappella di Katedral Santo Markus. Di sana, ia menjadi salah satu pelopor opera publik ketika teater opera pertama, Teatro San Cassiano, dibuka pada tahun 1637. Karya-karya Venesia-nya, seperti "Il ritorno d'Ulisse in patria" (1640) dan "L'incoronazione di Poppea" (1643), menunjukkan transisi menuju opera yang lebih berorientasi pada hiburan publik, dengan fokus pada cerita yang menarik, karakter yang kompleks, dan vokal yang lebih virtuoso. Ini menandai pergeseran signifikan dari opera sebagai hiburan istana eksklusif menjadi bentuk seni yang dapat diakses oleh khalayak yang lebih luas, meskipun masih terbatas pada kaum elit.
Opera Barok dan Dominasi Italia
Pada abad ke-17 dan awal abad ke-18, opera Barok berkembang pesat, dengan Italia sebagai pusat inovasinya. Bentuk standar "opera seria" (opera serius) muncul, ditandai oleh struktur yang sangat formal: cerita berdasarkan mitologi Yunani atau sejarah kuno, menekankan konflik moral dan kebajikan pahlawan. Fokus utamanya adalah pada penyanyi virtuoso, khususnya `castrati`, yang memiliki jangkauan vokal luar biasa dan kemampuan improvisasi melodi yang memukau. Aria `da capo` (A-B-A'), di mana bagian A diulang dengan ornamen vokal yang lebih rumit, menjadi bentuk standar.
Komposer seperti Alessandro Scarlatti (1660-1725) adalah tokoh kunci dalam pengembangan opera seria, menyusun ratusan opera yang menetapkan konvensi-konvensi genre tersebut. Gaya vokal bel canto, yang menekankan keindahan melodi, kelancaran frase, dan kelincahan vokal, mulai berkembang pada periode ini, meskipun istilah itu sendiri baru populer kemudian.
Di luar Italia, opera juga menyebar ke seluruh Eropa. Di Prancis, Jean-Baptiste Lully (1632-1687) menciptakan bentuk `tragédie lyrique` yang berbeda, yang memadukan drama, musik, dan balet, sesuai dengan selera istana Louis XIV. Musik Lully lebih terintegrasi dengan drama, dengan resitatif yang lebih ritmis dan penggunaan paduan suara serta tarian yang lebih menonjol daripada opera Italia pada masa itu. Inggris memiliki Henry Purcell (1659-1695) dengan karyanya "Dido and Aeneas" (1689), sebuah opera pendek namun sangat ekspresif.
Georg Frideric Handel (1685-1759) adalah komposer opera Barok paling penting di luar Italia. Meskipun orang Jerman, ia menghabiskan sebagian besar karirnya di London dan menjadi master opera seria Italia, menciptakan mahakarya seperti "Giulio Cesare" (1724), "Rinaldo" (1711), dan "Serse" (1738). Opera-nya, dengan melodi yang indah, aria virtuoso yang menantang, dan keindahan dramatis, mendominasi panggung London selama beberapa dekade. Namun, pada pertengahan abad ke-18, popularitas opera seria mulai menurun karena formulanya yang kaku dan fokus berlebihan pada pameran vokal mengorbankan drama.
Era Klasik dan Reformasi Gluck (Pertengahan Abad ke-18 hingga Awal Abad ke-19)
Reformasi Opera oleh Gluck
Menjelang pertengahan abad ke-18, muncul kritik terhadap opera seria. Para kritikus merasa bahwa formula yang kaku, penggunaan aria da capo yang berlebihan, dan kebebasan penyanyi untuk mengimprovisasi ornamen telah mengganggu kejelasan drama dan ekspresi emosi yang tulus. Menanggapi hal ini, komposer Christoph Willibald Gluck (1714-1787) melakukan serangkaian reformasi radikal yang bertujuan untuk mengembalikan drama sebagai elemen sentral opera.
Bersama librettist Ranieri de' Calzabigi, Gluck menyusun manifesto reformasi dalam pengantar untuk opera "Alceste" (1767). Prinsip-prinsipnya termasuk:
- Musik harus melayani puisi, bukan sebaliknya.
- Meminimalkan aria da capo dan ornamen vokal yang berlebihan.
- Mengintegrasikan resitatif dan aria secara lebih mulus.
- Membuat overture lebih relevan dengan drama.
- Menggunakan paduan suara dan tarian untuk memajukan plot, bukan hanya sebagai selingan.
Karya-karya Gluck seperti "Orfeo ed Euridice" (1762) dan "Iphigénie en Tauride" (1779) menunjukkan ideal-ideal ini dalam praktik. Opera-nya ditandai oleh melodi yang sederhana namun kuat, harmoni yang berani, dan fokus pada ekspresi emosional yang tulus dan jujur. Reformasi Gluck sangat berpengaruh, membuka jalan bagi komposer-komposer berikutnya untuk mengembangkan opera dalam arah yang lebih dramatis dan ekspresif.
Wolfgang Amadeus Mozart dan Puncak Opera Klasik
Puncak opera Klasik dicapai melalui karya-karya Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791). Mozart tidak hanya menyempurnakan bentuk opera seria dan opera buffa (opera komik), tetapi juga menciptakan mahakarya yang melampaui batasan genre. Ia memiliki kemampuan luar biasa untuk menciptakan musik yang mengungkapkan psikologi kompleks karakter, menggabungkan melodi yang indah dengan kejeniusan dramatis dan orkestrasi yang inovatif.
Dalam opera buffa, Mozart bekerja sama dengan librettist Lorenzo Da Ponte untuk menghasilkan tiga karya agung: "Le nozze di Figaro" (1786), "Don Giovanni" (1787), dan "Così fan tutte" (1790). Opera-opera ini terkenal karena ansambelnya yang brilian, di mana beberapa karakter dapat bernyanyi secara bersamaan, masing-masing mengungkapkan emosi atau pikiran yang berbeda, menciptakan kedalaman dramatis yang luar biasa. Da Ponte dan Mozart juga menghadirkan karakter-karakter yang lebih manusiawi dan multi-dimensi, jauh dari arketipe kaku opera seria.
Mozart juga memberikan kontribusi signifikan pada `Singspiel`, sebuah bentuk opera Jerman dengan dialog lisan yang diselingi lagu. "Die Entführung aus dem Serail" (1782) adalah contoh awal yang brilian, tetapi mahakaryanya dalam genre ini adalah "Die Zauberflöte" (The Magic Flute, 1791). Karya ini adalah perpaduan unik antara komedi, fantasi, dan drama serius, dengan simbolisme Freemasonry yang dalam, melodi yang tak terlupakan, dan karakter yang sangat manusiawi, menjadikannya salah satu opera paling dicintai sepanjang masa.
Karya-karya Mozart menandai sintesis sempurna antara keindahan melodi, kejelasan struktural era Klasik, dan kedalaman dramatis yang menjadi ciri khas opera romantis yang akan datang. Ia menunjukkan bagaimana musik dapat mengungkapkan tidak hanya kata-kata tetapi juga nuansa emosi yang paling halus dan kompleks.
Era Romantis: Zaman Keemasan Opera (Awal Abad ke-19 hingga Awal Abad ke-20)
Abad ke-19 adalah "Zaman Keemasan" opera, di mana bentuk seni ini mencapai puncak popularitas dan keragaman gaya. Ideologi Romantisisme yang menekankan emosi, individualisme, supernatural, dan nasionalisme sangat mempengaruhi perkembangan opera, menghasilkan karya-karya yang megah, penuh gairah, dan seringkali tragis.
Bel Canto Italia: Rossini, Bellini, Donizetti
Pada awal abad ke-19, opera Italia didominasi oleh gaya `bel canto` ("nyanyian indah"), yang menekankan keindahan melodi, kelancaran frase (legato), dan agilitas vokal yang spektakuler. Para penyanyi adalah pusat perhatian, dan komposer menciptakan musik yang memungkinkan mereka menampilkan kemampuan teknis dan ekspresif mereka secara maksimal. Tiga maestro utama bel canto adalah Gioachino Rossini, Vincenzo Bellini, dan Gaetano Donizetti.
Gioachino Rossini (1792-1868) terkenal dengan opera buffa-nya yang lincah dan jenaka, penuh dengan melodi yang tak terlupakan dan ritme yang bersemangat. "Il barbiere di Siviglia" (The Barber of Seville, 1816) adalah salah satu opera komik paling populer sepanjang masa, penuh dengan ansambel yang cepat dan aria yang membutuhkan virtuosisme vokal yang luar biasa. Ia juga menulis opera seria seperti "Semiramide" (1823) dan grand opéra "Guillaume Tell" (1829), yang menampilkan skala yang lebih besar dan ambisi dramatis.
Vincenzo Bellini (1801-1835) dikenal karena melodi-melodi panjangnya yang liris dan melankolis, yang seringkali digambarkan sebagai "melodi yang mengalir seperti napas." Karya-karyanya, seperti "Norma" (1831), "I puritani" (1835), dan "La sonnambula" (1831), sangat mengandalkan kekuatan vokal dan interpretasi dramatis penyanyi. Aria-aria Bellini membutuhkan kontrol pernapasan yang luar biasa dan kemampuan untuk mempertahankan garis melodi yang panjang dan indah.
Gaetano Donizetti (1797-1848) adalah komposer yang sangat produktif, menulis sekitar 70 opera. Ia berhasil menggabungkan keindahan bel canto dengan kedalaman dramatis. Opera komiknya, seperti "L'elisir d'amore" (1832) dan "Don Pasquale" (1843), penuh dengan pesona dan humor. Sementara itu, opera serianya, seperti "Lucia di Lammermoor" (1835), terkenal karena adegan kegilaan (mad scene) yang dramatis dan membutuhkan virtuosisme koloratura yang menakjubkan, menjadikannya salah satu opera tragis paling kuat dalam repertoar.
Giuseppe Verdi: Pilar Opera Romantis Italia
Giuseppe Verdi (1813-1901) adalah figur dominan opera Italia di paruh kedua abad ke-19. Karya-karyanya adalah cerminan semangat nasionalisme Italia (Risorgimento) dan eksplorasi mendalam tentang konflik manusia universal seperti cinta, pengkhianatan, balas dendam, dan pengorbanan. Musik Verdi dicirikan oleh melodi yang kuat dan mudah diingat, ritme yang bersemangat, drama yang intens, dan orkestrasi yang semakin canggih.
Verdi memulai karirnya dengan opera-opera yang bersemangat seperti "Nabucco" (1842), yang paduan suaranya, "Va, pensiero," menjadi lagu kebangsaan tak resmi bagi rakyat Italia. Ia kemudian menyusun serangkaian mahakarya yang mencerminkan kedewasaan artistiknya:
- "Rigoletto" (1851): Sebuah drama gelap tentang seorang pelawak istana yang berusaha melindungi putrinya dari seorang duke yang licik, penuh dengan melodi yang abadi dan karakter yang kompleks.
- "Il trovatore" (1853): Opera yang penuh gairah dan melodramatis dengan plot yang rumit dan melodi yang kuat.
- "La traviata" (1853): Kisah tragis seorang kurtisan Paris yang menemukan cinta sejati namun harus mengorbankannya demi reputasi kekasihnya, terkenal karena kepekaan liris dan kedalaman emosionalnya.
- "Aida" (1871): Sebuah grand opéra yang megah, digubah untuk pembukaan Terusan Suez, menampilkan adegan massal, balet, dan musik yang eksotis.
- "Otello" (1887) dan "Falstaff" (1893): Karya-karya terakhir Verdi, digubah saat ia sudah tua, menunjukkan kejeniusan yang berkelanjutan. "Otello" adalah sebuah drama tragis yang intens berdasarkan Shakespeare, sementara "Falstaff" adalah opera komik jenaka yang brilian, bukti dari kemampuan Verdi untuk terus berinovasi.
Verdi percaya pada kekuatan drama musik yang langsung dan jujur, dengan karakter-karakter yang memiliki emosi yang mudah dikenali. Ia adalah seorang master dalam menciptakan ansambel yang dinamis dan paduan suara yang kuat, dan orkestra-nya selalu mendukung narasi dramatis.
Richard Wagner: Revolusi Opera Jerman
Seiring dengan Verdi di Italia, Richard Wagner (1813-1883) adalah kekuatan revolusioner di Jerman yang mengubah wajah opera secara fundamental. Wagner menolak konvensi opera tradisional yang terfragmentasi menjadi aria, resitatif, dan paduan suara. Ia memimpikan sebuah `Gesamtkunstwerk` (karya seni total), di mana semua elemen seni—musik, drama, puisi, visual—terintegrasi secara sempurna untuk menciptakan pengalaman dramatis yang utuh.
Karakteristik utama opera Wagner (yang ia sebut "drama musik") meliputi:
- Melodi Tanpa Henti (`Unendliche Melodie`): Aliran musik yang berkelanjutan tanpa jeda atau pembagian yang jelas antara aria dan resitatif, menciptakan lanskap suara yang mulus.
- Leitmotif: Motif-motif musikal berulang yang terkait dengan karakter, objek, emosi, atau ide tertentu dalam drama. Leitmotif ini dikembangkan, diubah, dan dijalin bersama untuk menciptakan narasi musikal yang kompleks dan simbolis.
- Peran Orkestra yang Ditingkatkan: Orkestra bukan lagi sekadar iringan, melainkan mitra yang setara dengan panggung, yang seringkali mengemukakan ide-ide dan emosi bawah sadar karakter.
- Libretto yang Ditulis Sendiri: Wagner menulis sendiri libretto untuk semua operanya, seringkali berdasarkan mitologi Nordik atau legenda Jerman, yang memungkinkannya mengontrol sepenuhnya visi dramatis.
- Skala Monumental: Opera-opera Wagner seringkali sangat panjang, membutuhkan stamina vokal yang luar biasa, dan membutuhkan produksi panggung yang besar dan kompleks.
Karya-karya awal Wagner, seperti "Der fliegende Holländer" (1843) dan "Tannhäuser" (1845), menunjukkan langkah-langkah awal menuju gaya revolusionernya. Namun, mahakarya sesungguhnya adalah:
- "Lohengrin" (1850): Sebuah opera romantis dengan elemen fantasi dan mitos, yang menunjukkan perkembangan leitmotif dan melodi yang lebih berkelanjutan.
- "Tristan und Isolde" (1865): Dianggap sebagai salah satu karya paling berpengaruh dalam sejarah musik, opera ini mengeksplorasi gairah terlarang dengan harmoni yang berani dan melodi yang sangat kromatis, memecahkan batas-batas tonalitas tradisional dan membuka jalan bagi musik abad ke-20.
- "Der Ring des Nibelungen" (The Ring Cycle): Sebuah siklus empat opera kolosal ("Das Rheingold," "Die Walküre," "Siegfried," dan "Götterdämmerung") yang membutuhkan waktu 26 tahun untuk diselesaikan. "Ring Cycle" adalah mitos epik tentang kekuasaan, cinta, dan takdir, menampilkan orkestrasi yang sangat kompleks dan jalinan leitmotif yang tak tertandingi.
- "Die Meistersinger von Nürnberg" (1868): Satu-satunya opera komik Wagner, sebuah karya besar yang merayakan seni dan tradisi, dengan humor yang hangat dan musik yang brilian.
- "Parsifal" (1882): Karya terakhir Wagner, sebuah "drama panggung yang dikuduskan," mengeksplorasi tema-tema penebusan dan spiritualitas dengan musik yang khusyuk dan mistis.
Dampak Wagner terhadap musik dan teater sangat besar, memengaruhi hampir setiap komposer yang datang setelahnya, baik untuk mengikutinya maupun untuk menolaknya.
Grand Opéra Prancis dan Lyrical Opera
Di Prancis, genre `grand opéra` berkembang pada pertengahan abad ke-19. Ini adalah opera dengan skala besar, menekankan spektakel, adegan massa, balet yang ekstensif, dan efek panggung yang mewah, seringkali dengan tema historis atau epik. Giacomo Meyerbeer (1791-1864) adalah raja grand opéra, dengan karya-karya seperti "Les Huguenots" (1836) dan "Le Prophète" (1849) yang mendominasi panggung Paris.
Berlawanan dengan grand opéra yang monumental, `opéra comique` dan `opéra lyrique` juga populer. Opéra comique adalah genre yang lebih ringan dengan dialog lisan, sedangkan opéra lyrique menekankan melodi yang indah dan suasana yang lebih intim. Charles Gounod (1818-1893) dengan "Faust" (1859) dan Georges Bizet (1838-1875) dengan "Carmen" (1875) adalah contoh-contoh brilian dari opéra lyrique. "Carmen" khususnya, dengan melodi-melodi yang tak terlupakan, karakter-karakter yang penuh gairah, dan realisme dramatisnya, menjadi salah satu opera paling populer dan sering dipentaskan di dunia.
Opera Rusia: Nasionalisme dan Keindahan Slavia
Pada abad ke-19, komposer Rusia mulai mengembangkan gaya opera nasional mereka sendiri, seringkali menggunakan cerita rakyat, sejarah Rusia, dan melodi dari musik tradisional. Mikhail Glinka (1804-1857) dianggap sebagai bapak opera Rusia dengan "A Life for the Tsar" (1836) dan "Ruslan and Ludmila" (1842).
The Mighty Handful (Kelompok Lima), termasuk Modest Mussorgsky (1839-1881), Nikolai Rimsky-Korsakov (1844-1908), dan Alexander Borodin (1833-1887), melanjutkan tradisi ini. Opera Mussorgsky, "Boris Godunov" (1874), adalah sebuah mahakarya yang menakjubkan, terkenal karena realisme dramatisnya, karakterisasi yang kuat, dan penggunaan paduan suara sebagai karakter kolektif yang berbicara. Peter Ilyich Tchaikovsky (1840-1893), meskipun lebih kosmopolitan, juga menciptakan opera-opera yang sangat dicintai seperti "Eugene Onegin" (1879) dan "The Queen of Spades" (1890), yang terkenal karena melodi-melodi yang indah dan kedalaman psikologis.
Verismo Italia: Puccini dan Realisme Dramatis
Menjelang akhir abad ke-19, muncul gerakan `verismo` (realisme) di Italia, yang membawa opera lebih dekat ke kehidupan sehari-hari, berfokus pada emosi yang mentah dan cerita tentang orang biasa. Tokoh sentral verismo adalah Giacomo Puccini (1858-1924).
Puccini adalah seorang master dalam menciptakan drama yang menyentuh hati dengan melodi-melodi yang indah dan mudah diingat, serta orkestrasi yang kaya. Ia juga sangat terampil dalam menciptakan karakter-karakter wanita yang kuat dan simpatik yang seringkali menderita nasib tragis. Karya-karyanya, yang terus menjadi favorit di seluruh dunia, meliputi:
- "La bohème" (1896): Kisah romantis dan tragis tentang sekelompok seniman muda di Paris, terkenal karena kehangatan, humor, dan air matanya.
- "Tosca" (1900): Sebuah drama yang intens dan penuh ketegangan tentang cinta, politik, dan pengorbanan di Roma, dengan musik yang dramatis dan penuh kekuatan.
- "Madama Butterfly" (1904): Kisah tragis seorang geisha muda Jepang yang ditinggalkan oleh seorang perwira angkatan laut Amerika, dikenal karena keindahan melodi dan kedalaman emosionalnya.
- "Turandot" (1926, selesai oleh Franco Alfano): Opera terakhir Puccini, sebuah fantasi epik di Tiongkok kuno, terkenal karena aria "Nessun dorma" yang ikonik dan orkestrasi yang megah.
Komposer verismo lainnya termasuk Pietro Mascagni dengan "Cavalleria rusticana" (1890) dan Ruggero Leoncavallo dengan "Pagliacci" (1892), yang sering dipentaskan bersama sebagai "Cav/Pag" karena popularitasnya yang besar.
Abad ke-20 dan Kontemporer: Inovasi dan Eksplorasi
Abad ke-20 membawa perubahan radikal dalam opera, seiring dengan evolusi musik klasik secara keseluruhan. Komposer mulai menantang konvensi tonalitas, ritme, dan struktur dramatis, menghasilkan berbagai gaya yang beragam, dari impresionisme hingga atonalitas, serialisme, minimalisme, dan fusi genre.
Inovasi Awal Abad ke-20
Richard Strauss (1864-1949), meskipun akarnya di Romantisisme akhir, mendorong batas-batas harmoni dan orkestrasi. Opera-operanya seperti "Salome" (1905) dan "Elektra" (1909) sangat ekspresionis, dengan musik yang berani dan disonan untuk menggambarkan psikologi karakter yang gelap dan intens. "Der Rosenkavalier" (1911) adalah kontras yang menawan, sebuah opera komik yang elegan dengan musik yang liris dan waltz yang tak terlupakan.
Claude Debussy (1862-1918) dengan "Pelléas et Mélisande" (1895-1902) menciptakan opera yang sepenuhnya berbeda, berkarakteristik impresionistik. Musiknya halus, atmosferik, dan mengalir, dengan vokal yang menyerupai ucapan yang lebih daripada nyanyian tradisional, menciptakan suasana yang misterius dan liris.
Ekspresionisme, Atonalitas, dan Serialisme
Pada awal abad ke-20, komposer-komposer dari Second Viennese School—Arnold Schoenberg (1874-1951) dan murid-muridnya, Alban Berg (1885-1935) dan Anton Webern—menciptakan musik yang atonal dan kemudian serial, yang benar-benar memecah konvensi tonalitas tradisional. Opera-opera mereka sangat ekspresionis, mengeksplorasi tema-tema kegilaan, kecemasan, dan trauma psikologis.
Schoenberg's "Erwartung" (1909) adalah monodrama atonal yang intens. Namun, karya paling berpengaruh dari periode ini mungkin adalah opera-opera Alban Berg: "Wozzeck" (1925) dan "Lulu" (1937, selesai oleh Friedrich Cerha). "Wozzeck" adalah mahakarya ekspresionisme, menggambarkan penderitaan seorang prajurit kelas bawah dengan musik yang brutal namun sangat manusiawi, menggabungkan melodi, sprechgesang (nyanyian-bicara), dan struktur musik klasik yang tersembunyi. "Lulu" adalah opera yang kompleks dan provokatif yang meneliti seksualitas, kekerasan, dan kebejatan.
Neoklasisisme dan Pengaruh Lain
Igor Stravinsky (1882-1971), setelah fase primitivisme-nya, beralih ke neoklasisisme. Opera-nya "The Rake's Progress" (1951) adalah contoh brilian dari gaya ini, mengacu pada bentuk-bentuk abad ke-18 dengan sentuhan modern yang ironis dan ritmis.
Di Inggris, Benjamin Britten (1913-1976) menjadi komposer opera terkemuka pasca-perang dengan karya-karya yang sangat kuat dan seringkali mengeksplorasi tema-tema masyarakat luar, penderitaan, dan masa lalu. "Peter Grimes" (1945) adalah opera yang groundbreaking, dan ia juga menciptakan opera kamar yang inovatif seperti "The Turn of the Screw" (1954).
Opera Kontemporer: Keragaman dan Eksperimentasi
Opera kontemporer sangat beragam, mencerminkan pluralisme gaya musik modern. Beberapa komposer telah menjelajahi minimalisme, seperti Philip Glass (lahir 1937) dengan opera-opera seperti "Einstein on the Beach" (1976) dan "Akhnaten" (1983), yang ditandai oleh repetisi motif-motif kecil dan perubahan harmonik yang lambat.
Opera juga telah beradaptasi dengan teknologi baru, menggabungkan video, elektronik, dan multimedia. Tema-tema yang dieksplorasi semakin luas, mencakup politik modern, isu-isu sosial, dan biografi tokoh-tokoh kontemporer. Komposer seperti John Adams (lahir 1947) dengan "Nixon in China" (1987) dan Kaija Saariaho (1952-2023) dengan "L'Amour de loin" (2000) adalah beberapa contoh dari vitalitas opera modern.
Komponen Utama Opera
Untuk memahami opera secara utuh, penting untuk mengenal elemen-elemen yang membentuknya:
Musik
- Aria: Sebuah lagu solo yang ekspresif, di mana karakter mengekspresikan emosi atau refleksi pada suatu situasi. Aria adalah inti musikal dari banyak opera dan seringkali merupakan bagian yang paling dikenal.
- Resitatif: Bagian yang dinyanyikan dengan gaya yang mendekati ucapan, seringkali untuk memajukan plot dan menyampaikan dialog. Ada dua jenis utama: `secco` (kering), diiringi hanya oleh basso continuo; dan `accompagnato` (diiringi), dengan iringan orkestra yang lebih lengkap.
- Ensemble: Bagian di mana dua atau lebih penyanyi bernyanyi bersama (duet, trio, kuartet, dll.), seringkali untuk menggambarkan interaksi atau konflik karakter.
- Paduan Suara (Chorus): Kelompok penyanyi yang mewakili kerumunan, prajurit, penduduk desa, atau elemen kolektif lainnya dalam drama.
- Overture/Prelude: Potongan musik instrumental yang dimainkan di awal opera, seringkali untuk menyiapkan suasana hati atau memperkenalkan melodi-melodi penting.
- Intermezzo/Symphonic Interlude: Bagian instrumental yang dimainkan di antara adegan atau babak.
- Balet: Dalam beberapa tradisi opera (terutama Prancis), tarian adalah bagian integral dari pertunjukan.
Libretto (Naskah)
Libretto adalah teks atau naskah opera. Ini adalah dasar naratif dan puitis di mana musik dibangun. Penulis libretto (librettist) memainkan peran yang sangat penting, bekerja sama dengan komposer untuk memastikan bahwa teks dapat dinyanyikan dengan efektif dan mendukung drama. Kualitas libretto dapat sangat memengaruhi keberhasilan sebuah opera, dan kolaborasi yang erat antara komposer dan librettist, seperti Mozart-Da Ponte atau Verdi-Boito, seringkali menghasilkan mahakarya.
Penyanyi
Penyanyi opera adalah seniman yang luar biasa yang harus menggabungkan keterampilan vokal yang prima dengan kemampuan akting. Mereka diklasifikasikan berdasarkan jenis suara:
- Sopran: Suara wanita tertinggi, seringkali memainkan peran pahlawan wanita atau wanita muda.
- Mezzo-Sopran: Suara wanita di bawah sopran, sering memerankan wanita yang lebih tua, jahat, atau karakter pantalon.
- Kontralto: Suara wanita terendah (jarang).
- Tenor: Suara pria tertinggi, seringkali peran pahlawan atau kekasih.
- Bariton: Suara pria di tengah, seringkali peran pahlawan yang lebih gelap, penjahat, atau karakter ayah.
- Bass: Suara pria terendah, seringkali peran orang tua, pendeta, atau penjahat besar.
- Countertenor: Pria yang bernyanyi dalam register suara tinggi, sering digunakan untuk peran yang aslinya ditulis untuk castrato.
Orkestra dan Konduktor
Orkestra adalah tulang punggung musikal opera, menyediakan iringan, menciptakan suasana, dan bahkan mengemukakan ide-ide dramatis. Ukuran dan komposisi orkestra bervariasi sesuai dengan periode dan gaya opera. Konduktor adalah sosok kunci yang mengarahkan orkestra dan para penyanyi, memastikan bahwa semua elemen musik dan dramatis bersatu dalam sebuah pertunjukan yang kohesif dan ekspresif.
Staging (Pementasan)
Pementasan mencakup semua elemen visual dan spasial dari sebuah opera:
- Set (Scenery): Desain panggung yang menciptakan latar tempat untuk drama.
- Kostum: Pakaian yang dikenakan oleh para penyanyi, yang membantu mendefinisikan karakter dan periode.
- Pencahayaan: Penggunaan cahaya untuk menciptakan suasana hati, fokus dramatis, dan efek visual.
- Tata Panggung (Direction): Pengarahan akting dan gerakan para penyanyi di atas panggung.
Semua elemen ini bekerja sama untuk menciptakan dunia yang imersif bagi penonton dan untuk memperkuat narasi musikal dan dramatis.
Dampak dan Signifikansi Budaya
Sejak kelahirannya, opera telah menjadi salah satu bentuk seni yang paling prestisius dan berpengaruh, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada budaya Barat dan dunia.
Cerminan Masyarakat
Opera seringkali berfungsi sebagai cermin masyarakat tempat ia diciptakan. Dari intrik istana era Barok hingga konflik kelas di opera Verdi, dari drama psikologis awal abad ke-20 hingga eksplorasi isu-isu kontemporer, opera selalu merefleksikan dan terkadang bahkan membentuk nilai-nilai, ketegangan, dan aspirasi zamannya. Ini adalah media yang kuat untuk membahas pertanyaan-pertanyaan besar tentang moralitas, kekuasaan, cinta, kematian, dan nasib manusia.
Warisan Artistik yang Kaya
Repertoar opera adalah harta karun musik dan drama, berisi beberapa mahakarya terbesar dalam sejarah seni. Melodi yang indah, harmoni yang inovatif, dan cerita yang abadi terus memikat penonton generasi demi generasi. Opera telah menginspirasi bentuk-bentuk seni lainnya, dari teater musikal hingga film, dan banyak aria serta overture opera telah menjadi bagian integral dari budaya populer.
Pendidikan dan Aksesibilitas
Meskipun kadang-kadang dipandang sebagai bentuk seni yang elitis, banyak institusi opera di seluruh dunia bekerja keras untuk membuat opera lebih mudah diakses melalui program pendidikan, harga tiket yang terjangkau, dan siaran pertunjukan ke bioskop atau daring. Memahami opera membutuhkan kemauan untuk terbuka terhadap kompleksitasnya, tetapi imbalan emosional dan intelektualnya sangat besar.
Tantangan dan Masa Depan Opera
Di abad ke-21, opera menghadapi sejumlah tantangan, tetapi juga peluang yang menarik.
Menarik Audiens Baru
Salah satu tantangan utama adalah menarik audiens baru dan lebih muda yang mungkin menganggap opera ketinggalan zaman atau tidak relevan. Banyak perusahaan opera menanggapi ini dengan produksi yang inovatif, fusi genre, penggunaan teknologi modern, dan program penjangkauan komunitas. Ada juga peningkatan fokus pada keragaman dalam casting dan penceritaan, untuk mencerminkan masyarakat yang semakin global.
Relevansi Kontemporer
Agar tetap relevan, opera perlu terus membahas isu-isu kontemporer dan menemukan cara baru untuk menceritakan kisah. Meskipun repertoar klasik akan selalu menjadi tulang punggung, penting untuk mendukung penciptaan opera baru yang berbicara kepada pengalaman audiens modern.
Pendanaan dan Inovasi
Biaya produksi opera yang tinggi adalah tantangan yang terus-menerus. Pendanaan publik dan swasta sangat penting untuk mempertahankan institusi opera. Pada saat yang sama, inovasi dalam desain panggung, pencahayaan, dan penggunaan teknologi digital dapat membantu mengurangi biaya sambil meningkatkan pengalaman visual. Media digital juga membuka peluang baru untuk distribusi dan akses, seperti siaran langsung dari Metropolitan Opera atau rekaman pertunjukan berkualitas tinggi yang tersedia secara daring.
Adaptasi dan Fusi
Opera modern juga mengeksplorasi adaptasi dari cerita-cerita populer, fusi dengan genre musik lain (seperti jazz atau musik etnik), dan penggunaan bahasa yang lebih beragam. Fleksibilitas ini menunjukkan vitalitas dan kemampuan opera untuk terus berevolusi.
Kesimpulan
Opera, dengan sejarahnya yang panjang dan penuh warna, adalah bukti kekuatan abadi narasi manusia yang diceritakan melalui musik. Dari eksperimen sederhana di Florence hingga puncak Romantisisme yang megah dan eksplorasi radikal abad ke-20, opera terus berevolusi, beradaptasi, dan merefleksikan kompleksitas pengalaman manusia. Ini adalah bentuk seni yang menantang, menghibur, dan seringkali sangat menyentuh hati, yang menggabungkan elemen visual, dramatis, dan musikal untuk menciptakan pengalaman yang tak tertandingi.
Meskipun menghadapi tantangan di dunia yang berubah dengan cepat, semangat inovasi dan dedikasi terhadap keindahan artistik memastikan bahwa opera akan terus memikat dan menginspirasi penonton di masa depan. Melalui melodi yang tak terlupakan, karakter-karakter yang mendalam, dan kisah-kisah yang abadi, opera akan tetap menjadi salah satu bentuk ekspresi artistik manusia yang paling mulia dan kuat, sebuah kisah harmoni abadi yang terus dinyanyikan.
Setiap nada, setiap kata yang dinyanyikan, setiap gerakan di panggung, dan setiap ornamen orkestra adalah bagian dari tapestry kaya yang telah ditenun selama berabad-abad, menciptakan warisan yang tak ternilai bagi umat manusia. Mengapresiasi opera adalah membuka diri terhadap pengalaman yang imersif, di mana emosi meluap melalui kekuatan suara manusia yang luar biasa, didukung oleh simfoni orkestra yang kaya, dan diperkuat oleh drama yang memukau. Ini adalah perjalanan melalui sejarah emosi, inovasi musikal, dan keindahan artistik yang terus menerus memukau jiwa manusia.
Seni ini terus menjadi arena di mana batas-batas kreativitas didorong, di mana narasi kuno dihidupkan kembali dengan perspektif baru, dan di mana cerita-cerita modern menemukan suara musikal mereka. Baik itu melalui kemegahan Verdi atau intensitas Wagner, lirikisme Puccini atau eksperimen Berg, opera tetap menjadi pilar budaya yang dinamis dan relevan. Dengan setiap generasi seniman dan penonton, opera menemukan cara baru untuk berbicara, untuk bergerak, dan untuk hidup, membuktikan bahwa daya tarik harmoni abadi dan drama musikal tak akan pernah pudar. Ini adalah bentuk seni yang mengajak kita untuk merenung, merasa, dan merayakan kompleksitas kehidupan melalui kekuatan musik yang tiada tara.