Surah Al-Mursalat

Para Malaikat yang Diutus

Ilustrasi angin yang berhembus Sebuah ilustrasi abstrak yang menggambarkan hembusan angin yang kuat, melambangkan makna dari nama Surah Al-Mursalat. Ilustrasi angin yang berhembus kencang sebagai simbol Surah Al-Mursalat.

Pengenalan Surah Al-Mursalat

Surah Al-Mursalat (Arab: المرسلات, "Para Malaikat yang Diutus") adalah surah ke-77 dalam Al-Qur'an. Surah ini tergolong surah Makkiyah, yang berarti diturunkan di Mekkah sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Terdiri dari 50 ayat, surah ini membawa pesan yang sangat kuat dan tegas mengenai kepastian datangnya Hari Kiamat dan Hari Pembalasan. Nama Al-Mursalat diambil dari kata yang terdapat pada ayat pertama, yang menjadi awal dari serangkaian sumpah Allah SWT untuk menegaskan kebenaran janji-Nya.

Tema utama yang diusung oleh surah ini adalah penegasan eksistensi Hari Kiamat dan ancaman keras bagi mereka yang mendustakannya. Allah SWT memulai surah ini dengan lima sumpah yang menakjubkan, menggunakan gambaran kekuatan alam atau para malaikat-Nya untuk menunjukkan betapa pasti dan dahsyatnya peristiwa yang dijanjikan itu. Ciri khas yang paling menonjol dari Surah Al-Mursalat adalah pengulangan ayat "Celakalah pada hari itu bagi para pendusta" (Wailuy yauma'idzil lil mukadzdzibiin) sebanyak sepuluh kali. Pengulangan ini berfungsi sebagai penekanan yang sangat kuat, bagaikan pukulan palu godam yang terus-menerus mengingatkan akan akibat buruk bagi orang-orang yang mengingkari kebenaran.

Struktur surah ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian awal (ayat 1-15) berisi sumpah Allah dan penegasan bahwa Hari Keputusan pasti akan terjadi, disertai gambaran awal tentang kedahsyatan hari itu. Bagian selanjutnya (ayat 16-28) menyajikan bukti-bukti kekuasaan Allah di alam semesta dan dalam penciptaan manusia, mulai dari kehancuran umat-umat terdahulu hingga proses penciptaan manusia dari air yang hina dan penciptaan bumi sebagai tempat tinggal yang kokoh. Setiap argumen ini diakhiri dengan peringatan bagi para pendusta. Bagian ketiga (ayat 29-40) memberikan gambaran mengerikan tentang azab yang akan menimpa para pendusta di neraka. Terakhir, bagian penutup (ayat 41-50) menyajikan kontras yang tajam dengan menggambarkan kenikmatan yang diterima oleh orang-orang yang bertakwa di surga, sebelum diakhiri dengan tantangan retoris kepada para pendusta tentang kepada berita apalagi mereka akan beriman jika bukan kepada Al-Qur'an.

Bacaan Surah Al-Mursalat: Arab, Latin, dan Tafsirnya

Ayat 1 - 7: Sumpah Allah Atas Kepastian Hari Kiamat

Surah ini dibuka dengan serangkaian sumpah yang agung. Allah SWT bersumpah dengan berbagai fenomena, yang menurut para ulama tafsir bisa merujuk pada angin atau para malaikat. Sumpah ini berfungsi untuk menghilangkan keraguan sedikit pun tentang apa yang akan ditegaskan sesudahnya: bahwa Hari Kiamat adalah sebuah keniscayaan.

وَالْمُرْسَلَاتِ عُرْفًا

1. Wal-mursalāti 'urfā.

1. Demi (malaikat-malaikat) yang diutus untuk membawa kebaikan,

Tafsir dan Penjelasan

Allah memulai dengan bersumpah demi "Al-Mursalat". Kata ini secara harfiah berarti "sesuatu yang diutus". Mayoritas ahli tafsir, termasuk Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas, menafsirkannya sebagai para malaikat yang diutus. Sebagian lain menafsirkannya sebagai angin yang diutus oleh Allah. Kata "'urfā" bisa berarti "secara berturut-turut" atau "untuk membawa kebaikan". Jika merujuk pada malaikat, mereka diutus secara berurutan dengan membawa wahyu, rahmat, atau perintah lainnya yang membawa kebaikan. Jika merujuk pada angin, ia berhembus secara teratur dan membawa manfaat seperti awan hujan.

فَالْعَاصِفَاتِ عَصْفًا

2. Fal-'āṣifāti 'aṣfā.

2. dan (malaikat-malaikat) yang terbang dengan kencangnya,

Tafsir dan Penjelasan

Sumpah kedua adalah "Al-'Asifat", yang berarti "yang bertiup kencang". Ini adalah deskripsi lanjutan. Jika yang dimaksud adalah malaikat, maka ini menggambarkan kecepatan mereka yang luar biasa dalam melaksanakan perintah Allah. Jika yang dimaksud adalah angin, ini merujuk pada angin topan atau badai yang berhembus dengan kekuatan dahsyat, yang menunjukkan betapa besar kuasa Allah atas alam semesta.

وَالنَّاشِرَاتِ نَشْرًا

3. Wan-nāsyirāti nasyrā.

3. dan (malaikat-malaikat) yang menyebarkan (rahmat) dengan seluas-luasnya,

Tafsir dan Penjelasan

"An-Nasyirat" berarti "yang menyebarkan". Para ulama tafsir menjelaskan ini sebagai malaikat yang menyebarkan wahyu, sayap mereka, atau rahmat Allah ke seluruh penjuru bumi. Interpretasi lain yang merujuk pada angin adalah angin yang menyebarkan awan hujan di langit, sehingga hujan turun merata dan menyuburkan tanah yang mati.

فَالْفَارِقَاتِ فَرْقًا

4. Fal-fāriqāti farqā.

4. dan (malaikat-malaikat) yang membedakan (antara yang baik dan yang buruk) dengan sejelas-jelasnya,

Tafsir dan Penjelasan

"Al-Fariqat" adalah "yang membedakan". Ini sangat kuat merujuk pada para malaikat yang membawa wahyu, yaitu Al-Qur'an. Al-Qur'an berfungsi sebagai Al-Furqan, pembeda yang mutlak antara kebenaran (haq) dan kebatilan, antara petunjuk dan kesesatan, serta antara halal dan haram. Merekalah yang menyampaikan risalah yang menjadi standar pembeda tersebut.

فَالْمُلْقِيَاتِ ذِكْرًا

5. Fal-mulqiyāti żikrā.

5. dan (malaikat-malaikat) yang menyampaikan wahyu,

Tafsir dan Penjelasan

"Al-Mulqiyat" berarti "yang menyampaikan". "Dzikra" berarti peringatan atau wahyu. Ayat ini semakin memperjelas bahwa yang dimaksud adalah para malaikat, terutama Jibril AS, yang bertugas menyampaikan wahyu (dzikr) dari Allah kepada para nabi dan rasul. Wahyu ini menjadi pengingat dan petunjuk bagi seluruh umat manusia.

عُذْرًا أَوْ نُذْرًا

6. 'Użran au nużrā.

6. untuk menolak alasan-alasan atau memberi peringatan.

Tafsir dan Penjelasan

Wahyu yang disampaikan itu memiliki dua tujuan utama. Pertama, sebagai "'udzran" (penolak alasan), agar kelak di Hari Kiamat tidak ada seorang pun yang bisa beralasan bahwa mereka tidak pernah menerima petunjuk atau peringatan. Dengan diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab suci, gugurlah semua alasan. Kedua, sebagai "nudzran" (pemberi peringatan), yaitu untuk memperingatkan manusia tentang akibat buruk dari kekafiran dan kemaksiatan, serta konsekuensi dari pilihan hidup mereka.

إِنَّمَا تُوعَدُونَ لَوَاقِعٌ

7. Innamā tū'adūna lawāqi'.

7. Sungguh, apa yang dijanjikan kepadamu pasti terjadi.

Tafsir dan Penjelasan

Inilah inti dari kelima sumpah sebelumnya. Setelah membangun argumen dengan sumpah-sumpah yang agung, Allah SWT menegaskan dengan pasti: "Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu," yaitu Hari Kebangkitan, Hari Pembalasan, surga, dan neraka, "pasti terjadi." Kata "lawaqi'" mengandung penekanan yang sangat kuat, menunjukkan sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditawar atau dihindari lagi.

Ayat 8 - 15: Kedahsyatan Hari Keputusan

Bagian ini menggambarkan beberapa peristiwa kosmik yang akan terjadi pada Hari Kiamat. Gambaran ini bertujuan untuk menanamkan rasa takut dan kesadaran akan betapa dahsyatnya hari tersebut, sekaligus sebagai bukti bahwa kekuasaan Allah meliputi segala sesuatu.

فَإِذَا النُّجُومُ طُمِسَتْ

8. Fa iżan-nujūmu ṭumisat.

8. Maka apabila bintang-bintang telah dihapuskan (cahayanya),

Tafsir dan Penjelasan

Hari itu dimulai dengan kekacauan di alam semesta. Bintang-bintang yang selama ini menjadi sumber cahaya dan penunjuk arah di malam hari, akan "thumisat", yaitu dilenyapkan cahayanya. Mereka akan padam, hancur, dan kehilangan fungsinya. Ini menandakan runtuhnya tatanan alam semesta yang selama ini kita kenal.

وَإِذَا السَّمَاءُ فُرِجَتْ

9. Wa iżas-samā'u furijat.

9. dan apabila langit telah terbelah,

Tafsir dan Penjelasan

Langit yang tampak kokoh dan menjadi atap pelindung bagi bumi akan "furijat", yaitu terbelah. Akan muncul retakan-retakan dan celah-celah besar. Pintu-pintu langit akan terbuka, menandakan akhir dari dunia dan dimulainya dimensi akhirat.

وَإِذَا الْجِبَالُ نُسِفَتْ

10. Wa iżal-jibālu nusifat.

10. dan apabila gunung-gunung telah dihancurkan menjadi debu,

Tafsir dan Penjelasan

Gunung-gunung yang menjadi pasak bumi, simbol kekokohan dan keabadian, akan "nusifat". Kata ini berarti dicabut dari akarnya, diterbangkan, lalu dihancurlumatkan hingga menjadi debu yang beterbangan. Ini adalah gambaran kehancuran total di muka bumi.

وَإِذَا الرُّسُلُ أُقِّتَتْ

11. Wa iżar-rusulu uqqitat.

11. dan apabila rasul-rasul telah ditetapkan waktunya (untuk dikumpulkan).

Tafsir dan Penjelasan

"Uqqitat" berarti telah ditetapkan waktu bagi mereka untuk berkumpul. Pada hari itu, seluruh rasul dari zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad akan dikumpulkan untuk menjadi saksi atas umat mereka masing-masing. Mereka akan ditanya tentang bagaimana dakwah mereka diterima atau ditolak oleh kaumnya. Ini adalah momen pengadilan agung.

لِأَيِّ يَوْمٍ أُجِّلَتْ

12. Li'ayyi yaumin ujjilat.

12. (Dikatakan kepada mereka,) "Sampai hari apakah ditangguhkan (kejadian-kejadian yang luar biasa itu)?"

Tafsir dan Penjelasan

Ayat ini berbentuk pertanyaan retoris yang mengandung kengerian. Pertanyaan "Untuk hari apakah semua ini ditunda?" seolah-olah ditujukan untuk membangun ketegangan dan menggarisbawahi betapa penting dan besarnya hari tersebut. Jawabannya datang pada ayat berikutnya.

لِيَوْمِ الْفَصْلِ

13. Liyaumil-faṣl.

13. Sampai hari keputusan.

Tafsir dan Penjelasan

Inilah jawabannya. Seluruh peristiwa dahsyat itu ditangguhkan untuk "Yaum al-Fashl", yaitu Hari Keputusan. Dinamakan demikian karena pada hari itu Allah akan memberikan keputusan yang adil, memisahkan antara orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir, antara penghuni surga dan penghuni neraka, dan antara kebenaran dan kebatilan.

وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الْفَصْلِ

14. Wa mā adrāka mā yaumul-faṣl.

14. Dan tahukah kamu apakah hari keputusan itu?

Tafsir dan Penjelasan

Pertanyaan ini, "Dan apa yang membuatmu tahu apa itu Hari Keputusan?", digunakan dalam Al-Qur'an untuk menunjukkan kebesaran dan kedahsyatan sesuatu yang sedang dibicarakan. Akal manusia tidak akan pernah mampu membayangkan secara penuh betapa mengerikannya hari itu. Ini adalah cara Allah untuk menekankan bahwa peristiwa tersebut berada di luar jangkauan imajinasi manusia.

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ

15. Wailuy yauma'iżil lil-mukażżibīn.

15. Celakalah pada hari itu bagi para pendusta.

Tafsir dan Penjelasan

Inilah pertama kalinya ayat refrein ini muncul. "Wail" adalah kata Arab yang menunjukkan kecelakaan besar, kebinasaan, atau sebuah lembah di neraka Jahannam. Setelah memaparkan kepastian dan kedahsyatan Hari Keputusan, Allah memberikan ancaman langsung kepada "al-mukadzdzibin", yaitu orang-orang yang mendustakan hari tersebut, mendustakan para rasul, dan mendustakan Al-Qur'an.

Ayat 16 - 28: Bukti Kekuasaan Allah Melalui Sejarah dan Penciptaan

Pada bagian ini, Allah SWT menyajikan argumen-argumen rasional untuk membuktikan kekuasaan-Nya dalam membangkitkan manusia kembali. Argumen ini diambil dari sejarah umat terdahulu dan dari proses penciptaan manusia serta bumi itu sendiri.

أَلَمْ نُهْلِكِ الْأَوَّلِينَ

16. Alam nuhlikil-awwalīn.

16. Bukankah telah Kami binasakan orang-orang yang terdahulu?

Tafsir dan Penjelasan

Allah mengajak manusia untuk merenungkan sejarah. "Al-Awwalin" merujuk pada umat-umat terdahulu yang mendustakan rasul-rasul mereka, seperti kaum 'Ad, Tsamud, dan kaum Nabi Nuh. Mereka semua telah dibinasakan oleh Allah. Ini adalah bukti nyata bahwa Allah berkuasa atas nasib setiap umat dan sunnatullah (ketetapan Allah) berlaku bagi para pendusta.

ثُمَّ نُتْبِعُهُمُ الْآخِرِينَ

17. Ṡumma nutbi'uhumul-ākhirīn.

17. Lalu Kami susulkan (kebinasaan) mereka dengan (orang-orang) yang datang kemudian.

Tafsir dan Penjelasan

"Al-Akhirin" adalah orang-orang yang datang setelahnya yang juga melakukan pendustaan yang sama. Ini mencakup kaum-kaum lain hingga kaum kafir Quraisy pada masa Nabi Muhammad. Ayat ini menegaskan bahwa ketetapan Allah tidak berubah. Siapa pun yang menempuh jalan pendustaan akan menghadapi akibat yang sama.

كَذَٰلِكَ نَفْعَلُ بِالْمُجْرِمِينَ

18. Każālika naf'alu bil-mujrimīn.

18. Demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang berdosa.

Tafsir dan Penjelasan

Ayat ini adalah sebuah kesimpulan dan kaidah umum. Perlakuan Allah terhadap para pendusta di masa lalu adalah cara Allah memperlakukan "al-mujrimin" (para pendosa, para kriminal) di setiap masa. Dosa terbesar adalah syirik dan mendustakan hari kebangkitan. Ini adalah peringatan keras bagi siapa saja yang meremehkan ancaman Allah.

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ

19. Wailuy yauma'iżil lil-mukażżibīn.

19. Celakalah pada hari itu bagi para pendusta.

Tafsir dan Penjelasan

Setelah menyajikan bukti dari sejarah, ayat refrein ini kembali ditegaskan. Jika di dunia saja para pendusta dibinasakan, maka betapa lebih celakanya nasib mereka di akhirat kelak.

أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ

20. Alam nakhluqkum mim mā'im mahīn.

20. Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina (mani)?

Tafsir dan Penjelasan

Argumen beralih dari sejarah ke penciptaan manusia. Allah mengingatkan manusia akan asal-usulnya yang sederhana, yaitu dari "maa'in mahiin" atau air yang hina (sperma). Ini adalah pengingat agar manusia tidak sombong dan menyadari bahwa Dzat yang mampu menciptakan mereka dari sesuatu yang begitu sederhana, tentu lebih mampu lagi untuk membangkitkan mereka kembali setelah menjadi tulang belulang.

فَجَعَلْنَاهُ فِي قَرَارٍ مَكِينٍ

21. Faja'alnāhu fī qarārim makīn.

21. Kemudian Kami letakkan ia dalam tempat yang kokoh (rahim),

Tafsir dan Penjelasan

Air yang hina itu kemudian ditempatkan di "qararin makin", sebuah tempat yang kokoh dan terlindungi, yaitu rahim seorang ibu. Di sanalah proses penciptaan yang luar biasa terjadi, di tempat yang aman dan terjaga, jauh dari gangguan luar.

إِلَىٰ قَدَرٍ مَعْلُومٍ

22. Ilā qadarim ma'lūm.

22. sampai waktu yang ditentukan,

Tafsir dan Penjelasan

Proses ini berlangsung hingga "qadarin ma'lum", suatu waktu atau ukuran yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah. Ini merujuk pada periode kehamilan, yang memiliki durasi spesifik yang telah Allah tetapkan. Semuanya berjalan dengan ketetapan yang sangat presisi.

فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُونَ

23. Faqadarnā fa ni'mal-qādirūn.

23. Lalu Kami tentukan (bentuknya), maka (Kamilah) sebaik-baik yang menentukan.

Tafsir dan Penjelasan

Allah menegaskan, "Lalu Kami tentukan (bentuk dan takdirnya)." Kata "qadarna" menunjukkan kekuasaan Allah dalam mengukur, membentuk, dan menentukan segala aspek penciptaan manusia, dari bentuk fisik hingga takdirnya. Kemudian Allah memuji diri-Nya, "Maka Kamilah sebaik-baik penentu," untuk menunjukkan kesempurnaan dan kehebatan-Nya dalam penciptaan.

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ

24. Wailuy yauma'iżil lil-mukażżibīn.

24. Celakalah pada hari itu bagi para pendusta.

Tafsir dan Penjelasan

Setelah bukti penciptaan yang begitu jelas, bagaimana mungkin ada yang masih mendustakan kekuasaan Allah untuk membangkitkan? Maka, kecelakaan besarlah bagi mereka yang melihat bukti pada dirinya sendiri namun tetap mengingkari.

أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ كِفَاتًا

25. Alam naj'alil-arḍa kifātā.

25. Bukankah Kami menjadikan bumi sebagai (tempat) berkumpul,

Tafsir dan Penjelasan

Argumen berlanjut ke penciptaan bumi. Allah bertanya, bukankah bumi ini dijadikan "kifata", yaitu tempat yang mengumpulkan atau menampung? Bumi menjadi tempat tinggal bagi seluruh makhluk.

أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا

26. Aḥyā'aw wa amwātā.

26. (untuk) yang hidup dan yang mati?

Tafsir dan Penjelasan

Fungsi bumi sebagai penampung berlaku untuk yang hidup (di atas permukaannya) dan yang mati (di dalam perutnya). Ini adalah isyarat halus tentang kebangkitan. Sebagaimana bumi menampung orang mati, maka dari situlah Allah akan mengeluarkan mereka kembali pada hari kebangkitan.

وَجَعَلْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ شَامِخَاتٍ وَأَسْقَيْنَاكُمْ مَاءً فُرَاتًا

27. Wa ja'alnā fīhā rawāsiya syāmikhātiw wa asqainākum mā'an furātā.

27. dan Kami jadikan di sana gunung-gunung yang tinggi lagi kokoh dan Kami beri minum kamu dengan air tawar?

Tafsir dan Penjelasan

Allah menyebutkan dua nikmat besar lainnya. Pertama, "rawasiya syamikhat", yaitu gunung-gunung yang tinggi menjulang dan kokoh, yang berfungsi sebagai pasak untuk menstabilkan bumi. Kedua, "ma'an furata", yaitu air yang tawar, segar, dan mudah diminum, yang merupakan sumber kehidupan. Semua ini adalah bukti nyata rahmat dan kekuasaan Allah yang terhampar di depan mata.

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ

28. Wailuy yauma'iżil lil-mukażżibīn.

28. Celakalah pada hari itu bagi para pendusta.

Tafsir dan Penjelasan

Setelah menikmati segala fasilitas di bumi, mulai dari tempat tinggal, gunung yang kokoh, hingga air yang segar, sungguh celaka bagi mereka yang masih mendustakan Sang Pencipta dan Pemberi nikmat tersebut.

Ayat 29 - 40: Gambaran Azab Bagi Para Pendusta

Bagian ini secara dramatis mengalihkan fokus kepada para pendusta di Hari Kiamat. Allah menggambarkan dengan detail siksaan dan kehinaan yang akan mereka alami sebagai balasan atas penolakan mereka di dunia.

انْطَلِقُوا إِلَىٰ مَا كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ

29. Inṭaliqū ilā mā kuntum bihī tukażżibūn.

29. (Dikatakan kepada mereka pada hari Kiamat), "Pergilah kamu mendapatkan apa (azab) yang dahulu kamu dustakan."

Tafsir dan Penjelasan

Ini adalah seruan yang penuh dengan penghinaan. Para malaikat penjaga neraka akan memerintahkan para pendusta untuk berjalan menuju azab neraka, azab yang selama ini mereka anggap dongeng dan mereka olok-olok di dunia. Perintah ini menandakan bahwa waktu penyesalan telah habis.

انْطَلِقُوا إِلَىٰ ظِلٍّ ذِي ثَلَاثِ شُعَبٍ

30. Inṭaliqū ilā ẓillin żī ṡalāṡi syu'ab.

30. Pergilah kamu mendapatkan naungan (asap api neraka) yang mempunyai tiga cabang,

Tafsir dan Penjelasan

Mereka diperintahkan menuju "naungan". Namun, ini adalah naungan yang ironis. Naungan ini adalah asap hitam pekat dari api neraka yang terpecah menjadi tiga kolom besar. Ini bukan naungan yang menyejukkan, melainkan naungan yang menambah penderitaan.

لَا ظَلِيلٍ وَلَا يُغْنِي مِنَ اللَّهَبِ

31. Lā ẓalīliw wa lā yugnī minal-lahab.

31. yang tidak melindungi dan tidak pula menolak dari jilatan api neraka.

Tafsir dan Penjelasan

Sifat naungan palsu ini diperjelas: "la zhalil", ia sama sekali tidak menyejukkan atau memberikan keteduhan. "wa la yughni min al-lahab", ia juga tidak mampu melindungi mereka sedikit pun dari jilatan api neraka yang menyala-nyala. Naungan ini hanya menambah kegelapan dan kesesakan.

إِنَّهَا تَرْمِي بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِ

32. Innahā tarmī bisyararin kal-qaṣr.

32. Sungguh, (neraka) itu menyemburkan bunga api (sebesar dan setinggi) istana.

Tafsir dan Penjelasan

Neraka digambarkan melemparkan bunga-bunga api ("syarar"). Namun, ukurannya tidak seperti bunga api di dunia. Setiap percikan apinya sebesar "al-qashr", yang bisa diartikan sebagai istana atau benteng yang besar. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya skala api neraka.

كَأَنَّهُ جِمَالَتٌ صُفْرٌ

33. Ka'annahụ jimālatun ṣufr.

33. Seakan-akan (bunga api) itu iring-iringan unta yang kuning.

Tafsir dan Penjelasan

Gambaran bunga api itu diperkuat lagi. Warnanya seperti "jimalatun shufr", yaitu unta-unta kuning atau kehitaman. Penggambaran ini digunakan agar orang-orang Arab pada masa itu dapat membayangkan sesuatu yang besar, banyak, berwarna gelap menakutkan, dan bergerak cepat, seperti kawanan unta yang berlari.

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ

34. Wailuy yauma'iżil lil-mukażżibīn.

34. Celakalah pada hari itu bagi para pendusta.

Tafsir dan Penjelasan

Setelah deskripsi azab yang begitu mengerikan, ancaman ini kembali diulang. Kecelakaan besarlah bagi mereka yang mendustakan peringatan ini dan harus menghadapi realitas yang mengerikan itu.

هَٰذَا يَوْمُ لَا يَنْطِقُونَ

35. Hāżā yaumu lā yanṭiqūn.

35. Inilah hari, (ketika) mereka tidak dapat berbicara,

Tafsir dan Penjelasan

Pada hari itu, mulut para pendusta akan terkunci. Mereka tidak akan mampu berbicara, membela diri, atau berdebat seperti yang biasa mereka lakukan di dunia. Rasa takut, syok, dan kehinaan membuat mereka bisu seribu bahasa.

وَلَا يُؤْذَنُ لَهُمْ فَيَعْتَذِرُونَ

36. Wa lā yu'żanu lahum faya'tażirūn.

36. dan tidak diizinkan kepada mereka untuk mengemukakan alasan agar mereka dimaafkan.

Tafsir dan Penjelasan

Kalaupun mereka ingin berbicara, mereka tidak diberi izin untuk itu. Tidak ada kesempatan lagi untuk meminta maaf, mengajukan alasan, atau mencari pembenaran. Pintu pengampunan dan negosiasi telah tertutup rapat. Keputusan sudah final.

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ

37. Wailuy yauma'iżil lil-mukażżibīn.

37. Celakalah pada hari itu bagi para pendusta.

Tafsir dan Penjelasan

Betapa celakanya nasib seseorang ketika ia tidak lagi memiliki kesempatan untuk berbicara, membela diri, atau bahkan sekadar meminta maaf. Inilah puncak dari kehinaan dan keputusasaan.

هَٰذَا يَوْمُ الْفَصْلِ ۖ جَمَعْنَاكُمْ وَالْأَوَّلِينَ

38. Hāżā yaumul-faṣl(i), jama'nākum wal-awwalīn.

38. Inilah hari keputusan; (ketika) Kami kumpulkan kamu dan orang-orang yang terdahulu.

Tafsir dan Penjelasan

Allah SWT berfirman secara langsung, menegaskan kembali bahwa inilah Hari Keputusan. Pada hari ini, "Kami kumpulkan kalian (umat Nabi Muhammad) bersama orang-orang terdahulu." Semua generasi manusia, dari awal hingga akhir, akan dikumpulkan di satu tempat untuk diadili secara serentak. Tidak ada seorang pun yang akan terlewat.

فَإِنْ كَانَ لَكُمْ كَيْدٌ فَكِيدُونِ

39. Fa'in kāna lakum kaidun fakīdūn.

39. Maka jika kamu punya tipu daya, maka lakukanlah (tipu daya) itu terhadap-Ku.

Tafsir dan Penjelasan

Ini adalah tantangan yang menunjukkan betapa tidak berdayanya mereka. Allah menantang mereka, "Jika kalian punya tipu daya atau strategi untuk melarikan diri dari azab-Ku, maka silakan coba lakukan." Tantangan ini bertujuan untuk memperlihatkan keputusasaan total mereka. Semua tipu daya yang mereka gunakan di dunia untuk melawan kebenaran kini tidak ada artinya sama sekali.

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّBينَ

40. Wailuy yauma'iżil lil-mukażżibīn.

40. Celakalah pada hari itu bagi para pendusta.

Tafsir dan Penjelasan

Kecelakaan besar bagi mereka yang pada akhirnya harus menghadapi Tuhan mereka dalam keadaan kalah telak, tanpa daya, dan tanpa harapan sedikit pun.

Ayat 41 - 50: Balasan Bagi Orang Bertakwa dan Peringatan Terakhir

Setelah menggambarkan penderitaan para pendusta, surah ini menyajikan sebuah kontras yang tajam dengan memaparkan kenikmatan yang akan diterima oleh orang-orang yang bertakwa. Bagian akhir ini ditutup dengan peringatan dan pertanyaan pamungkas kepada mereka yang masih ragu.

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي ظِلَالٍ وَعُيُونٍ

41. Innal-muttaqīna fī ẓilāliw wa 'uyūn.

41. Sungguh, orang-orang yang bertakwa berada dalam naungan (pepohonan) dan (di sekitar) mata air,

Tafsir dan Penjelasan

Berbeda dengan "naungan" tiga cabang dari asap neraka, orang-orang bertakwa ("al-muttaqin") akan berada dalam "zhilal", naungan yang sejati dan menyejukkan dari pepohonan surga. Mereka juga akan berada di dekat "'uyun", yaitu mata-mata air yang mengalirkan minuman yang lezat.

وَفَوَاكِهَ مِمَّا يَشْتَهُونَ

42. Wa fawākiha mimmā yasytahūn.

42. dan buah-buahan dari segala jenis yang mereka inginkan.

Tafsir dan Penjelasan

Mereka akan mendapatkan segala jenis buah-buahan. Frasa "mimma yasytahun" (dari apa yang mereka inginkan) menunjukkan bahwa keinginan mereka akan terpenuhi seketika. Apa pun yang terlintas di benak mereka akan langsung tersedia.

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

43. Kulū wasyrabū hanī'am bimā kuntum ta'malūn.

43. (Dikatakan kepada mereka,) "Makan dan minumlah dengan nikmat sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan."

Tafsir dan Penjelasan

Seruan kepada mereka adalah seruan kehormatan: "Makan dan minumlah dengan 'hani'an' (dengan penuh kenikmatan, tanpa efek samping)." Kenikmatan ini bukanlah pemberian cuma-cuma, melainkan "bima kuntum ta'malun", sebagai balasan atas amal saleh, kesabaran, dan ketakwaan yang telah mereka usahakan selama hidup di dunia.

إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

44. Innā każālika najzil-muḥsinīn.

44. Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Tafsir dan Penjelasan

Allah menegaskan bahwa balasan yang indah ini adalah standar-Nya dalam membalas "al-muhsinin", yaitu orang-orang yang berbuat ihsan. Ihsan adalah tingkatan tertinggi dalam beragama, yaitu beribadah seolah-olah melihat Allah, atau jika tidak bisa, meyakini bahwa Allah selalu melihatnya. Ini adalah janji bagi setiap orang yang berusaha memperbaiki amalnya.

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ

45. Wailuy yauma'iżil lil-mukażżibīn.

45. Celakalah pada hari itu bagi para pendusta.

Tafsir dan Penjelasan

Pengulangan ayat ini setelah penyebutan nikmat surga menjadi sangat kontras. Betapa celaka dan ruginya para pendusta yang menukar kenikmatan abadi ini dengan kesenangan dunia yang fana dan akhirnya harus menanggung azab yang pedih.

كُلُوا وَتَمَتَّعُوا قَلِيلًا إِنَّكُمْ مُجْرِمُونَ

46. Kulū wa tamatta'ū qalīlan innakum mujrimūn.

46. (Dikatakan kepada orang-orang kafir,) "Makan dan bersenang-senanglah kamu (di dunia) sebentar, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang berdosa."

Tafsir dan Penjelasan

Ayat ini kembali ditujukan kepada para pendusta saat mereka masih di dunia. Perintah "makan dan bersenang-senanglah" di sini bukanlah sebuah izin, melainkan sebuah ancaman dan ejekan. Allah seakan-akan mengatakan, "Silakan nikmati kesenangan duniawi kalian yang hanya 'qalilan' (sebentar dan sedikit) ini, karena kalian adalah para pendosa ('mujrimun') yang akan segera menghadapi akibatnya."

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ

47. Wailuy yauma'iżil lil-mukażżibīn.

47. Celakalah pada hari itu bagi para pendusta.

Tafsir dan Penjelasan

Celakalah bagi mereka yang tertipu oleh kesenangan dunia yang sementara dan melupakan kehidupan akhirat yang abadi.

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ارْكَعُوا لَا يَرْكَعُونَ

48. Wa iżā qīla lahumurka'ū lā yarka'ūn.

48. Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Rukuklah," mereka tidak mau rukuk.

Tafsir dan Penjelasan

Salah satu ciri utama mereka adalah kesombongan. Ketika mereka diajak untuk tunduk dan patuh kepada Allah ("ruku'"), mereka menolak. "Ruku'" di sini bisa berarti shalat secara khusus atau ketundukan kepada perintah Allah secara umum. Penolakan ini bersumber dari keangkuhan hati mereka.

وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِلْمُكَذِّبِينَ

49. Wailuy yauma'iżil lil-mukażżibīn.

49. Celakalah pada hari itu bagi para pendusta.

Tafsir dan Penjelasan

Celakalah bagi mereka yang karena kesombongannya menolak untuk tunduk kepada Penciptanya. Kesombongan inilah yang menjadi akar dari pendustaan mereka.

فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ

50. Fabi'ayyi ḥadīṡim ba'dahụ yu'minūn.

50. Maka kepada ajaran manakah selain (Al-Qur'an) ini mereka akan beriman?

Tafsir dan Penjelasan

Surah ini ditutup dengan sebuah pertanyaan retoris yang sangat kuat dan menggugat. Setelah semua bukti yang telah dipaparkan—sumpah-sumpah agung, gambaran kiamat, bukti sejarah, bukti penciptaan, deskripsi azab neraka, dan janji nikmat surga—jika mereka masih tidak mau beriman kepada Al-Qur'an ("hadits" di sini berarti firman atau ajaran), lalu kepada ajaran atau berita mana lagi yang lebih benar dan lebih meyakinkan yang mereka harapkan untuk bisa membuat mereka beriman? Pertanyaan ini menyiratkan bahwa tidak ada lagi kebenaran setelah Al-Qur'an. Ini adalah penutup yang final dan tak terbantahkan.

🏠 Kembali ke Homepage