Dalam ranah hukum perikatan, konsep novasi memegang peranan krusial sebagai salah satu cara hapusnya suatu perikatan sekaligus timbulnya perikatan baru. Novasi, atau pembaharuan utang, adalah suatu perjanjian antara kreditur dan debitur, atau antara pihak-pihak lain yang terkait, untuk menghapuskan suatu perikatan lama dan menggantikannya dengan perikatan baru. Proses ini bukan sekadar perubahan minor pada kontrak yang sudah ada, melainkan suatu tindakan hukum yang secara fundamental mengubah status hukum perikatan sebelumnya, menghapusnya, dan menciptakan suatu ikatan hukum yang sepenuhnya baru. Pemahaman mendalam tentang novasi sangat penting bagi praktisi hukum, pelaku bisnis, maupun individu yang terlibat dalam perjanjian, mengingat implikasinya yang luas terhadap hak dan kewajiban para pihak.
Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk novasi dalam hukum kontrak Indonesia. Kita akan membahas definisi novasi secara komprehensif, menelusuri dasar hukumnya, mengidentifikasi karakteristik fundamentalnya, serta menguraikan jenis-jenis novasi yang diakui dalam sistem hukum perdata kita. Selanjutnya, kita akan mendalami syarat-syarat sahnya novasi, prosedur pelaksanaannya, hingga menganalisis akibat hukum yang ditimbulkannya. Perbandingan novasi dengan konsep hukum lain seperti cessie dan subrogasi juga akan disajikan untuk memperjelas perbedaan dan mencegah kekeliruan interpretasi. Akhirnya, artikel ini akan membahas keuntungan, kerugian, tantangan praktis, serta studi kasus penerapan novasi dalam berbagai skenario bisnis dan hukum.
Pengertian Novasi: Esensi Pembaharuan Perikatan
Secara etimologis, kata "novasi" berasal dari bahasa Latin "novatio," yang berarti pembaharuan. Dalam konteks hukum perikatan, novasi adalah suatu perjanjian yang bertujuan untuk menghapuskan suatu perikatan lama yang telah ada antara para pihak dan menggantinya dengan perikatan baru. Perikatan baru ini dapat berisi perubahan pada objek perikatan (novasi objektif), perubahan pada pihak debitur (novasi subjektif pasif), atau perubahan pada pihak kreditur (novasi subjektif aktif).
Undang-Undang yang mengatur novasi di Indonesia adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), khususnya dalam Pasal 1413 sampai dengan Pasal 1424. Pasal 1413 KUHPerdata secara eksplisit menyebutkan:
"Pembaharuan utang terjadi apabila:
- Seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru bagi kreditur yang menggantikan utang lama yang telah dihapuskan.
- Seorang debitur baru menggantikan debitur lama, yang dibebaskan oleh kreditur.
- Seorang kreditur baru menggantikan kreditur lama, terhadap siapa debitur dibebaskan dari perikatannya."
Dari rumusan pasal ini, terlihat jelas bahwa inti dari novasi adalah adanya niat untuk menghapus perikatan lama (animus novandi) dan secara bersamaan menciptakan perikatan baru. Tanpa niat ini, perubahan-perubahan dalam perikatan mungkin hanya dianggap sebagai amandemen atau variasi dari perikatan yang sama, bukan novasi yang menghapuskan perikatan lama.
Novasi bukan sekadar modifikasi atau penyesuaian terhadap syarat-syarat perikatan yang sudah ada. Jika hanya ada modifikasi, perikatan lama akan tetap eksis dengan penyesuaian tertentu. Namun, dalam novasi, perikatan lama benar-benar lenyap, beserta segala hak-hak aksesorisnya (seperti jaminan, penalti, dan bunga) kecuali disepakati lain secara tegas oleh para pihak. Ini menunjukkan betapa fundamentalnya efek hukum yang ditimbulkan oleh novasi.
Karakteristik Utama Novasi
Untuk memahami novasi lebih dalam, penting untuk mengidentifikasi karakteristik utamanya:
- Adanya Perikatan Lama dan Baru: Novasi selalu melibatkan dua perikatan, yaitu perikatan lama yang akan dihapus dan perikatan baru yang akan menggantikannya. Perikatan lama harus sah secara hukum agar dapat dihapus melalui novasi.
- Niat untuk Menghapus (Animus Novandi): Ini adalah elemen paling penting. Harus ada kehendak yang jelas dan tidak diragukan lagi dari para pihak untuk menghapuskan perikatan yang lama dan menggantinya dengan yang baru. Niat ini tidak boleh diasumsikan dan sering kali harus dinyatakan secara eksplisit.
- Klausul Pembaharuan (A Liquidating Clause): Meskipun tidak selalu wajib tertulis, dalam praktiknya, adanya klausul yang secara tegas menyatakan penghapusan perikatan lama dan pembentukan perikatan baru sangat dianjurkan untuk menghindari sengketa penafsiran.
- Konsensus (Kesepakatan Para Pihak): Seperti halnya kontrak pada umumnya, novasi harus didasarkan pada kesepakatan bebas para pihak yang cakap hukum. Tidak ada pihak yang dapat dipaksa untuk melakukan novasi.
- Efek Hapusnya Perikatan Lama: Dengan lahirnya perikatan baru, perikatan lama secara otomatis hapus. Konsekuensinya, segala hak dan kewajiban yang melekat pada perikatan lama, termasuk jaminan-jaminan (borgtocht, gadai, hipotik), ikut hapus, kecuali jika secara tegas diperjanjikan untuk dipertahankan atau dialihkan ke perikatan baru.
Dasar Hukum Novasi dalam KUHPerdata
Dasar hukum utama novasi di Indonesia terdapat dalam Buku Ketiga KUHPerdata, khususnya mulai Pasal 1413 hingga Pasal 1424. Mari kita telusuri pasal-pasal ini untuk memahami kerangka hukum novasi:
- Pasal 1413 KUHPerdata: Pasal ini adalah inti dari novasi, yang telah kita kutip sebelumnya, menguraikan tiga bentuk utama novasi (objektif, subjektif pasif, dan subjektif aktif).
- Pasal 1414 KUHPerdata: Menegaskan bahwa novasi tidak dapat disimpulkan; kehendak untuk itu harus ternyata dari akta. Ini menekankan pentingnya animus novandi dan bahwa niat tersebut harus dinyatakan dengan jelas, tidak boleh hanya diasumsikan dari perubahan-perubahan kecil.
- Pasal 1415 KUHPerdata: Memberikan pengecualian terkait jaminan. Hak-hak istimewa dan hipotek yang melekat pada perikatan lama tidak beralih ke perikatan baru, kecuali jika secara tegas diperjanjikan oleh para pihak. Ini adalah konsekuensi penting dari hapusnya perikatan lama.
- Pasal 1416 KUHPerdata: Mengatur tentang novasi subjektif pasif (penggantian debitur). Dalam kasus ini, kreditur harus menyatakan membebaskan debitur lama secara tegas. Ini memastikan bahwa debitur lama tidak akan terikat lagi setelah novasi.
- Pasal 1417 KUHPerdata: Menyatakan bahwa penanggung (borg) tidak terikat pada perikatan baru jika tidak menyetujuinya. Ini melindungi penjamin yang tidak terlibat dalam novasi.
- Pasal 1418 KUHPerdata: Menjelaskan bahwa jika penanggung untuk debitur baru jatuh bangkrut atau tidak mampu membayar, kreditur tidak dapat menuntut kembali kepada debitur lama, kecuali ia telah dengan tegas mencadangkan hak itu.
- Pasal 1419 KUHPerdata: Mengatur mengenai jika debitur menyuruh seorang lain untuk membayar utangnya, hal itu tidak mengakibatkan novasi, kecuali jika kreditur dengan tegas menyatakan membebaskan debitur lama dari utangnya.
- Pasal 1420 KUHPerdata: Berkenaan dengan pemberian surat utang baru yang mengakui utang yang sudah ada. Hal ini tidak dianggap novasi, kecuali jika dengan tegas dinyatakan bahwa maksudnya adalah untuk menghapuskan perikatan lama.
- Pasal 1421 KUHPerdata: Menyatakan bahwa daluwarsa, tangkisan-tangkisan, dan eksepsi yang berlaku pada perikatan lama tidak beralih pada perikatan baru, kecuali jika diperjanjikan lain.
- Pasal 1422 KUHPerdata: Mengatur tentang novasi yang melibatkan pihak ketiga yang menjadi penjamin.
- Pasal 1423 dan 1424 KUHPerdata: Memberikan aturan umum tentang hapusnya perikatan dan bagaimana novasi berinteraksi dengan jenis hapusnya perikatan lainnya.
Dari pasal-pasal di atas, jelas bahwa KUHPerdata memberikan panduan yang cukup rinci mengenai novasi, dengan penekanan pada persetujuan tegas, niat yang jelas, dan konsekuensi terhadap hak-hak aksesori. Ini mencerminkan prinsip kehati-hatian dalam mengubah perikatan yang sudah ada.
Jenis-jenis Novasi
Berdasarkan Pasal 1413 KUHPerdata, novasi dapat dibedakan menjadi tiga jenis utama, masing-masing dengan karakteristik dan implikasi hukum yang berbeda:
1. Novasi Objektif (Novatio Obiectiva)
Novasi objektif terjadi ketika objek perikatan atau kausa (dasar) perikatan diubah. Dalam jenis novasi ini, subjek perikatan (kreditur dan debitur) tetap sama, namun isi atau dasar perikatan diubah sedemikian rupa sehingga perikatan lama dianggap hapus dan digantikan oleh perikatan baru. Perubahan ini harus bersifat substansial, bukan sekadar modifikasi kecil.
Contoh novasi objektif:
- Perubahan Objek Perikatan: A memiliki utang Rp 100 juta kepada B. Mereka kemudian sepakat bahwa A tidak perlu membayar uang tersebut, melainkan akan menyerahkan sebidang tanah senilai Rp 100 juta kepada B sebagai pelunasan utang. Di sini, kewajiban membayar uang (perikatan lama) digantikan dengan kewajiban menyerahkan tanah (perikatan baru).
- Perubahan Kausa Perikatan: C berutang kepada D sejumlah Rp 50 juta karena pembelian barang. Mereka kemudian sepakat bahwa utang Rp 50 juta tersebut bukan lagi berasal dari pembelian barang, melainkan sebagai pinjaman uang dengan bunga. Meskipun jumlahnya sama, dasar hukum kewajiban (kausa) berubah, sehingga perikatan lama hapus dan perikatan baru muncul.
- Perubahan Syarat-syarat Pokok: E berutang kepada F dan harus membayar dalam 3 bulan. Mereka sepakat untuk mengubahnya menjadi kewajiban membayar secara angsuran selama 12 bulan dengan bunga yang berbeda, serta menambahkan jaminan baru. Jika perubahan ini dimaksudkan untuk menghapus perikatan lama dan membentuk perikatan baru, maka ini adalah novasi objektif.
Kunci dari novasi objektif adalah bahwa meskipun para pihak (kreditur dan debitur) tetap sama, hak dan kewajiban utama yang menjadi substansi perikatan mengalami perubahan fundamental yang disepakati untuk menghapus perikatan sebelumnya.
2. Novasi Subjektif Pasif (Novatio Subiectiva Passiva)
Novasi subjektif pasif terjadi ketika terjadi penggantian debitur. Dalam kasus ini, debitur lama dibebaskan dari kewajibannya, dan debitur baru mengambil alih kewajiban tersebut kepada kreditur. Penting untuk dicatat bahwa penggantian ini harus dengan persetujuan kreditur. Ada dua bentuk utama novasi subjektif pasif:
a. Expromissio
Expromissio adalah bentuk novasi subjektif pasif di mana seorang pihak ketiga, atas inisiatifnya sendiri atau atas persetujuan kreditur, mengambil alih utang dari debitur lama, tanpa ada perintah atau persetujuan dari debitur lama. Dalam expromissio, perjanjian terjadi antara kreditur dan debitur baru, dan debitur lama dibebaskan. Debitur lama mungkin bahkan tidak mengetahui adanya novasi ini, meskipun dalam praktiknya persetujuannya seringkali diminta untuk menghindari potensi masalah di kemudian hari.
Contoh Expromissio: X berutang Rp 50 juta kepada Y. Z (pihak ketiga, misalnya teman atau kerabat X) datang kepada Y dan menawarkan untuk mengambil alih utang X. Y setuju, dan Z kini menjadi debitur baru, sementara X dibebaskan dari utangnya. Perjanjian terjadi antara Y dan Z, tanpa X harus terlibat langsung dalam negosiasi tersebut.
b. Delegasi (Delegatio)
Delegasi adalah bentuk novasi subjektif pasif di mana penggantian debitur terjadi atas perintah atau inisiatif dari debitur lama. Debitur lama (delegans) menunjuk atau mendelegasikan seorang debitur baru (delegatus) untuk mengambil alih utangnya kepada kreditur (delegataris). Proses ini memerlukan persetujuan dari ketiga belah pihak: debitur lama, debitur baru, dan kreditur. Kreditur harus secara tegas membebaskan debitur lama.
Contoh Delegasi: Perusahaan P berutang Rp 1 miliar kepada Bank Q. Perusahaan P menjual sebagian asetnya kepada Perusahaan R. Dalam perjanjian jual beli aset, Perusahaan P memerintahkan Perusahaan R untuk mengambil alih utangnya kepada Bank Q. Bank Q menyetujui, dan Perusahaan R setuju untuk menjadi debitur baru. Setelah novasi, Perusahaan P dibebaskan dari utangnya kepada Bank Q, dan Perusahaan R menjadi debitur yang baru. Di sini, terjadi perjanjian antara P, Q, dan R.
Perbedaan antara expromissio dan delegasi terletak pada inisiatif penggantian debitur. Pada expromissio, inisiatif datang dari debitur baru atau kreditur. Pada delegasi, inisiatif datang dari debitur lama.
3. Novasi Subjektif Aktif (Novatio Subiectiva Activa)
Novasi subjektif aktif terjadi ketika terjadi penggantian kreditur. Dalam hal ini, kreditur lama dibebaskan dari haknya untuk menuntut pembayaran dari debitur, dan kreditur baru mengambil alih hak tersebut. Penggantian kreditur ini juga harus dengan persetujuan dari debitur. Tanpa persetujuan debitur, pengalihan hak piutang mungkin akan jatuh pada mekanisme lain seperti cessie atau subrogasi, bukan novasi.
Contoh Novasi Subjektif Aktif: Bapak A memiliki piutang Rp 75 juta dari Bapak B. Bapak A ingin piutang tersebut dialihkan kepada Ibu C. Bapak A, Bapak B, dan Ibu C kemudian sepakat bahwa Bapak B akan berutang kepada Ibu C sejumlah Rp 75 juta, dan pada saat yang sama, utang Bapak B kepada Bapak A dihapuskan. Jadi, Bapak B kini berutang kepada Ibu C, dan Bapak A tidak lagi memiliki hak atas piutang tersebut. Perjanjian ini melibatkan ketiga belah pihak.
Penting untuk diingat bahwa persetujuan debitur adalah elemen kunci di sini. Jika debitur tidak menyetujui penggantian kreditur, maka yang terjadi bukanlah novasi, melainkan kemungkinan besar adalah cessie (pengalihan piutang) atau subrogasi, yang memiliki konsekuensi hukum yang berbeda.
Syarat-syarat Sah Novasi
Agar suatu novasi dianggap sah dan mengikat secara hukum, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat ini mengacu pada syarat-syarat umum sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, ditambah dengan syarat-syarat khusus novasi.
1. Kesepakatan Para Pihak (Konsensus)
Seperti perjanjian pada umumnya, harus ada kesepakatan kehendak yang bebas dan tanpa paksaan dari semua pihak yang terlibat dalam novasi. Dalam novasi objektif, ini berarti kreditur dan debitur harus sepakat. Dalam novasi subjektif pasif, kreditur dan debitur baru harus sepakat, dan jika delegasi, debitur lama juga harus sepakat. Dalam novasi subjektif aktif, kreditur lama, kreditur baru, dan debitur harus sepakat. Kesepakatan ini harus mencakup niat untuk menghapus perikatan lama dan membentuk perikatan baru.
2. Kecakapan Hukum Para Pihak
Semua pihak yang terlibat dalam novasi harus cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian. Ini berarti mereka harus dewasa dan tidak berada di bawah pengampuan, serta tidak dilarang oleh undang-undang untuk membuat perjanjian tertentu. Jika salah satu pihak tidak cakap, novasi tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar).
3. Adanya Suatu Hal Tertentu
Objek perikatan baru harus jelas dan tertentu, atau setidaknya dapat ditentukan. Ini berarti hak dan kewajiban yang muncul dari perikatan baru harus dapat diidentifikasi secara spesifik. Dalam novasi objektif, objek yang baru harus jelas apa adanya.
4. Adanya Causa (Sebab) yang Halal
Sebab dari perikatan baru harus halal, yaitu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum. Jika causa tidak halal, novasi tersebut batal demi hukum (nietig van rechtswege).
5. Adanya Perikatan Lama yang Sah
Novasi bertujuan untuk menghapus perikatan lama. Oleh karena itu, perikatan lama yang akan dihapus haruslah perikatan yang sah secara hukum dan belum hapus karena sebab lain (misalnya, pembayaran atau daluwarsa). Jika perikatan lama batal demi hukum, maka tidak ada yang dapat dinovasi. Jika perikatan lama dapat dibatalkan, novasi mungkin tetap sah, namun dengan risiko tertentu.
6. Niat untuk Menghapus Perikatan Lama (Animus Novandi)
Ini adalah syarat khusus dan terpenting dalam novasi, sebagaimana diisyaratkan oleh Pasal 1414 KUHPerdata. Niat untuk menghapus perikatan lama dan menggantinya dengan yang baru harus dinyatakan secara tegas atau setidaknya dapat disimpulkan secara mutlak dari tindakan para pihak yang tidak menyisakan keraguan. Tanpa animus novandi yang jelas, suatu perubahan perikatan hanya akan dianggap sebagai modifikasi atau amandemen, dan bukan novasi yang menghapuskan perikatan lama. Pembuktian animus novandi seringkali menjadi titik sengketa utama dalam kasus-kasus novasi.
Pentingnya Animus Novandi:
- Mencegah Kesalahpahaman: Tanpa niat yang jelas, pihak-pihak mungkin memiliki ekspektasi yang berbeda mengenai status perikatan lama.
- Menentukan Hapusnya Hak Aksesori: Keberadaan animus novandi yang jelas akan menentukan apakah jaminan, bunga, penalti, dan hak-hak aksesori lainnya dari perikatan lama ikut hapus atau tidak.
- Dasar Hukum: Pasal 1414 KUHPerdata secara eksplisit mewajibkan kejelasan niat ini.
Dalam praktiknya, untuk memenuhi syarat animus novandi, sangat disarankan untuk menuangkan kesepakatan novasi dalam suatu akta tertulis yang secara eksplisit menyatakan bahwa perikatan lama dihapus dan digantikan oleh perikatan baru, beserta segala konsekuensinya.
Prosedur Pelaksanaan Novasi
Meskipun KUHPerdata tidak mengatur prosedur novasi secara formalitas yang ketat, dalam praktiknya, pelaksanaan novasi biasanya mengikuti langkah-langkah berikut untuk memastikan kepastian hukum:
- Identifikasi Kebutuhan Novasi: Para pihak mengidentifikasi alasan atau kebutuhan untuk melakukan novasi (misalnya, restrukturisasi utang, penggantian pihak karena merger/akuisisi, atau perubahan objek/syarat perikatan yang signifikan).
- Negosiasi dan Kesepakatan Awal: Para pihak yang terlibat (kreditur, debitur, dan/atau pihak ketiga baru) bernegosiasi dan mencapai kesepakatan awal mengenai perubahan yang akan dilakukan, jenis novasi, dan niat untuk menghapus perikatan lama.
- Penyusunan Perjanjian Novasi: Kesepakatan tersebut dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis (akta novasi). Dokumen ini sangat krusial dan harus memuat hal-hal sebagai berikut:
- Identitas lengkap para pihak yang terlibat.
- Deskripsi jelas mengenai perikatan lama yang akan dihapus (nomor kontrak, tanggal, para pihak, objek).
- Pernyataan tegas mengenai animus novandi, yaitu niat untuk menghapus perikatan lama dan membentuk perikatan baru.
- Deskripsi lengkap mengenai perikatan baru yang akan terbentuk, termasuk objek, subjek, syarat-syarat, dan ketentuan-ketentuan yang baru.
- Pernyataan mengenai hapusnya atau berlanjutnya hak-hak aksesori (jaminan, penalti, bunga, dll.) dari perikatan lama. Jika ada jaminan yang dipertahankan, perlu diatur ulang bagaimana jaminan tersebut akan berlaku untuk perikatan baru.
- Tanggal efektif novasi.
- Klausul lain yang relevan seperti pilihan hukum, penyelesaian sengketa, dan sebagainya.
- Penandatanganan Perjanjian Novasi: Perjanjian novasi ditandatangani oleh semua pihak yang bersepakat. Untuk kepastian hukum yang lebih tinggi, seringkali akta novasi dibuat di hadapan notaris (akta otentik). Hal ini memberikan kekuatan pembuktian sempurna dan menghindari sengketa mengenai keabsahan tanda tangan atau isi perjanjian.
- Pemberitahuan kepada Pihak Terkait (jika perlu): Tergantung pada jenis novasi, mungkin diperlukan pemberitahuan kepada pihak ketiga yang berkepentingan (misalnya, penjamin, lembaga keuangan, atau otoritas terkait) mengenai perubahan perikatan ini.
- Pembaruan Administrasi: Para pihak perlu memperbarui catatan administrasi internal mereka untuk mencerminkan status perikatan yang baru dan menghapus perikatan yang lama.
Meskipun Pasal 1414 KUHPerdata hanya menyebutkan "akta," yang bisa berarti akta di bawah tangan, pembuatan akta otentik sangat disarankan, terutama untuk novasi yang melibatkan nilai besar atau kompleksitas tinggi, guna meminimalisir risiko hukum di kemudian hari.
Akibat Hukum Novasi
Novasi memiliki implikasi hukum yang signifikan bagi para pihak, yang secara fundamental mengubah landscape hak dan kewajiban mereka. Akibat hukum utama novasi adalah:
1. Hapusnya Perikatan Lama
Ini adalah konsekuensi paling fundamental dari novasi. Begitu novasi terjadi secara sah, perikatan lama secara otomatis dianggap hapus dan tidak berlaku lagi. Ini berarti hak dan kewajiban yang timbul dari perikatan lama tidak dapat lagi dituntut atau dilaksanakan.
2. Timbulnya Perikatan Baru
Seiring dengan hapusnya perikatan lama, secara simultan timbul perikatan baru yang menggantikannya. Perikatan baru inilah yang akan mengikat para pihak dan menjadi dasar hukum bagi hak dan kewajiban mereka ke depan. Ketentuan-ketentuan dalam perikatan baru akan sepenuhnya mengatur hubungan hukum tersebut.
3. Hapusnya Hak-Hak Aksesori (Jaminan)
Pasal 1415 KUHPerdata secara eksplisit menyatakan bahwa hak-hak istimewa dan hipotek yang melekat pada perikatan lama tidak beralih ke perikatan baru, kecuali jika secara tegas diperjanjikan oleh para pihak. Ini berarti jaminan-jaminan seperti gadai, hipotek, fidusia, hak tanggungan, serta penjaminan (borgtocht) yang melekat pada perikatan lama akan ikut hapus bersama perikatan lama. Jika para pihak ingin jaminan tersebut tetap ada untuk perikatan baru, harus ada perjanjian ulang atau penetapan baru secara eksplisit. Hal ini sangat penting karena seringkali menjadi sumber kesalahpahaman atau kelalaian yang berujung pada kerugian, terutama bagi kreditur.
Contoh Konsekuensi Jaminan:
- Jika Debitur A berutang kepada Kreditur B dengan jaminan hak tanggungan atas tanah. Kemudian mereka melakukan novasi objektif, mengubah objek utang. Jika tidak ada perjanjian yang jelas mengenai jaminan, maka hak tanggungan atas tanah tersebut bisa dianggap hapus bersama perikatan lama. Untuk itu, perlu dibuat akta pemberian hak tanggungan baru atau perjanjian pengikatan jaminan yang baru untuk perikatan yang baru.
- Jika dalam novasi subjektif pasif, Debitur Lama memiliki penjamin (borg). Jika penjamin tersebut tidak menyetujui atau terlibat dalam novasi, maka ia tidak terikat pada perikatan baru dan kewajibannya untuk menjamin Debitur Lama akan hapus, sesuai Pasal 1417 KUHPerdata.
4. Pengaruh terhadap Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa atau jangka waktu kedaluwarsa tuntutan hukum untuk menagih perikatan lama akan hapus dan akan dimulai kembali berdasarkan perikatan baru, kecuali jika diperjanjikan lain (Pasal 1421 KUHPerdata). Ini bisa menjadi keuntungan bagi debitur jika daluwarsa perikatan lama hampir berakhir, atau kerugian jika perikatan baru menetapkan jangka waktu daluwarsa yang lebih panjang.
5. Pengaruh terhadap Eksepsi dan Tangkisan
Eksepsi (tangkisan) yang dapat diajukan oleh debitur terhadap perikatan lama tidak dapat diajukan lagi terhadap perikatan baru, kecuali jika diperjanjikan lain (Pasal 1421 KUHPerdata). Misalnya, jika debitur memiliki eksepsi mengenai cacat kehendak pada perikatan lama, eksepsi tersebut tidak secara otomatis berlaku untuk perikatan baru. Ini menunjukkan bahwa perikatan baru adalah entitas hukum yang terpisah dari perikatan lama.
6. Risiko Bagi Kreditur dalam Novasi Subjektif Pasif (Pasal 1418 KUHPerdata)
Dalam novasi subjektif pasif, jika debitur baru kemudian jatuh bangkrut atau tidak mampu membayar, kreditur tidak dapat menuntut kembali kepada debitur lama, kecuali jika kreditur secara tegas mencadangkan hak tersebut pada saat novasi. Ini adalah risiko besar bagi kreditur jika tidak berhati-hati dalam menilai solvabilitas debitur baru.
Secara keseluruhan, novasi adalah instrumen hukum yang sangat powerful, mampu "membersihkan" suatu hubungan hukum dari perikatan lama dan membangun fondasi baru. Namun, kekuatannya juga datang dengan tanggung jawab besar bagi para pihak untuk memastikan semua detail dan konsekuensi hukum telah dipertimbangkan dan diatur dengan cermat dalam perjanjian novasi.
Perbedaan Novasi dengan Konsep Serupa
Seringkali, novasi disamakan atau dikacaukan dengan konsep hukum lain yang juga melibatkan perubahan dalam perikatan, seperti cessie, subrogasi, atau amandemen kontrak. Padahal, terdapat perbedaan fundamental yang memiliki implikasi hukum yang sangat berbeda. Memahami perbedaan ini adalah kunci untuk memilih instrumen hukum yang tepat dan menghindari sengketa di kemudian hari.
1. Novasi vs. Cessie (Pengalihan Piutang)
Cessie adalah pengalihan hak tagih (piutang) dari kreditur lama (cedent) kepada kreditur baru (cessionaris). Dalam cessie, hanya terjadi perubahan subjek aktif (kreditur), tetapi perikatan itu sendiri tetap sama. Perikatan lama tidak dihapuskan, dan perikatan baru tidak terbentuk. Debitur tetap berutang atas dasar perikatan yang sama, hanya kepada pihak yang berbeda.
Perbedaan Utama:
- Konsensus Debitur: Dalam cessie, persetujuan debitur tidak mutlak diperlukan untuk sahnya pengalihan piutang (cukup pemberitahuan). Dalam novasi subjektif aktif, persetujuan debitur adalah syarat mutlak, bahkan inti dari novasi itu sendiri.
- Perikatan Lama: Dalam cessie, perikatan lama tetap ada dan terus berlaku, hanya krediturnya yang berubah. Dalam novasi, perikatan lama hapus dan digantikan perikatan baru.
- Hak Aksesori: Dalam cessie, hak-hak aksesori seperti jaminan ikut beralih bersama piutang, kecuali diperjanjikan lain. Dalam novasi, hak-hak aksesori hapus, kecuali diperjanjikan secara tegas untuk dipertahankan atau dibentuk ulang.
- Dasar Hukum: Cessie diatur dalam Pasal 613 KUHPerdata, sedangkan novasi diatur dalam Pasal 1413 KUHPerdata dan seterusnya.
| Fitur | Novasi Subjektif Aktif | Cessie |
|---|---|---|
| Konsensus Debitur | Wajib dan Inti | Tidak Wajib, Cukup Pemberitahuan |
| Status Perikatan Lama | Hapus dan diganti perikatan baru | Tetap ada, hanya kreditur berubah |
| Hak Aksesori | Hapus, kecuali diperjanjikan ulang | Ikut beralih secara otomatis |
| Niat Utama | Menciptakan perikatan baru | Mengalihkan piutang lama |
2. Novasi vs. Subrogasi (Penggantian Kreditur)
Subrogasi adalah penggantian kreditur oleh pihak ketiga yang membayar utang debitur. Pihak ketiga ini kemudian menggantikan kedudukan kreditur lama dan berhak menuntut pembayaran dari debitur. Subrogasi dapat terjadi secara konvensional (perjanjian) atau legal (undang-undang).
Perbedaan Utama:
- Niat: Dalam subrogasi, niatnya adalah pihak ketiga mengambil alih hak tagih kreditur lama setelah melakukan pembayaran. Tidak ada niat untuk menghapus perikatan lama secara substansial. Dalam novasi, niat utamanya adalah menghapus perikatan lama dan menciptakan yang baru.
- Perikatan Lama: Dalam subrogasi, perikatan lama tetap hidup, hanya krediturnya yang berganti. Dalam novasi, perikatan lama hapus.
- Sifat: Subrogasi seringkali bersifat aksesoris terhadap pembayaran, sementara novasi adalah perjanjian pokok yang berdiri sendiri.
- Hak Aksesori: Dalam subrogasi, hak-hak aksesori (jaminan) ikut beralih secara otomatis kepada kreditur baru. Dalam novasi, hak aksesori hapus kecuali diperjanjikan ulang.
- Dasar Hukum: Subrogasi diatur dalam Pasal 1400-1402 KUHPerdata.
| Fitur | Novasi Subjektif Aktif | Subrogasi |
|---|---|---|
| Niat Utama | Menciptakan perikatan baru | Mengambil alih hak setelah pembayaran |
| Status Perikatan Lama | Hapus dan diganti perikatan baru | Tetap ada, hanya kreditur berubah |
| Hak Aksesori | Hapus, kecuali diperjanjikan ulang | Ikut beralih secara otomatis |
| Peran Debitur | Persetujuan wajib | Tidak wajib setuju, cukup tahu |
3. Novasi vs. Perubahan/Amandemen Kontrak
Amandemen atau perubahan kontrak adalah penyesuaian terhadap satu atau beberapa klausul dalam suatu kontrak yang sudah ada, tanpa menghapuskan kontrak tersebut secara keseluruhan. Kontrak lama tetap berlaku, hanya saja dengan syarat-syarat yang diperbarui.
Perbedaan Utama:
- Sifat Perubahan: Novasi melibatkan perubahan fundamental yang menghapus perikatan lama. Amandemen melibatkan perubahan inkremental pada perikatan yang sama.
- Niat: Dalam novasi, ada niat tegas (animus novandi) untuk menghapus dan mengganti. Dalam amandemen, niatnya adalah untuk melanjutkan perikatan yang sama dengan penyesuaian.
- Status Perikatan Lama: Dalam novasi, perikatan lama lenyap. Dalam amandemen, perikatan lama tetap eksis.
- Hak Aksesori: Dalam novasi, hak aksesori hapus kecuali diperjanjikan ulang. Dalam amandemen, hak aksesori umumnya tetap melekat pada perikatan yang diamandemen.
Misalnya, jika hanya batas waktu pembayaran utang diperpanjang, itu adalah amandemen. Tetapi jika utang uang diubah menjadi kewajiban menyerahkan barang, dengan niat menghapus utang uang, itu adalah novasi objektif.
Memahami perbedaan-perbedaan ini sangat krusial dalam praktik hukum. Kesalahan dalam mengidentifikasi apakah suatu tindakan adalah novasi atau bukan dapat berakibat fatal, terutama terkait dengan hapusnya jaminan atau keberlakuan hak-hak tertentu.
Keuntungan dan Kerugian Novasi
Novasi, sebagai instrumen hukum yang kuat, memiliki sisi positif dan negatif bagi para pihak yang terlibat. Analisis pro dan kontra ini penting sebelum memutuskan untuk melakukan novasi.
Keuntungan Novasi
- Fleksibilitas dalam Restrukturisasi Utang: Novasi memungkinkan fleksibilitas yang besar dalam merestrukturisasi utang atau perjanjian. Debitur dan kreditur dapat mengubah jenis kewajiban, jangka waktu, bunga, bahkan mengganti pihak yang bertanggung jawab, sesuai dengan kondisi finansial atau strategis yang baru.
- Penyelesaian Sengketa Potensial: Jika terdapat ketidakjelasan atau potensi sengketa dalam perikatan lama, novasi dapat menjadi cara untuk menghapus perikatan yang bermasalah dan menggantinya dengan perikatan baru yang lebih jelas dan disepakati bersama.
- Manajemen Risiko: Bagi debitur lama dalam novasi subjektif pasif (delegasi atau expromissio), novasi memberikan kejelasan bahwa ia dibebaskan sepenuhnya dari kewajiban, sehingga mengurangi risiko tuntutan di masa depan.
- Optimalisasi Keuangan: Perusahaan dapat menggunakan novasi untuk mengelola portofolio utang mereka, misalnya dengan mengganti utang berbiaya tinggi dengan utang baru yang lebih efisien atau sesuai dengan arus kas.
- Penyesuaian terhadap Kondisi Pasar: Dalam lingkungan bisnis yang dinamis, novasi memungkinkan perjanjian disesuaikan dengan perubahan kondisi pasar atau regulasi tanpa harus membatalkan semua kesepakatan dari awal.
- Penyederhanaan Hubungan Hukum: Dengan menghapus perikatan lama yang mungkin kompleks atau bercabang, novasi dapat menyederhanakan hubungan hukum menjadi satu perikatan baru yang lebih ringkas.
Kerugian dan Risiko Novasi
- Hapusnya Jaminan secara Otomatis: Ini adalah risiko terbesar, terutama bagi kreditur. Jika tidak diperjanjikan secara tegas, semua jaminan (hak tanggungan, fidusia, gadai, borgtocht) yang melekat pada perikatan lama akan hapus. Membangun kembali jaminan untuk perikatan baru bisa memakan waktu dan biaya.
- Kehilangan Hak-Hak Istimewa: Selain jaminan, hak-hak istimewa atau preferensi yang mungkin dimiliki kreditur pada perikatan lama juga dapat lenyap.
- Risiko Solvabilitas Debitur Baru: Dalam novasi subjektif pasif (penggantian debitur), kreditur mengambil risiko jika debitur baru kemudian tidak mampu membayar. Tanpa perjanjian khusus, kreditur tidak dapat menuntut kembali kepada debitur lama.
- Kompleksitas Pembuktian Animus Novandi: Jika niat untuk novasi tidak dinyatakan secara tegas dan jelas, dapat timbul sengketa di kemudian hari mengenai apakah yang terjadi adalah novasi atau sekadar amandemen. Pembuktian niat ini bisa sulit.
- Biaya Transaksi: Novasi, terutama jika melibatkan pembuatan akta notaris dan pengikatan jaminan baru, dapat menimbulkan biaya administrasi dan hukum yang signifikan.
- Potensi Penundaan: Membutuhkan persetujuan dari semua pihak yang terlibat dapat memperlambat proses, terutama jika ada banyak pihak atau negosiasi yang rumit.
- Ketidakpastian Hukum (jika tidak dirancang dengan baik): Jika perjanjian novasi tidak disusun dengan cermat, dapat menimbulkan ambiguitas atau celah hukum yang berujung pada sengketa dan kerugian.
Mengingat keuntungan dan kerugian ini, sangat penting bagi para pihak untuk melakukan uji tuntas (due diligence) yang menyeluruh dan berkonsultasi dengan penasihat hukum sebelum memutuskan untuk melakukan novasi. Perencanaan yang matang dapat memaksimalkan keuntungan dan memitigasi risiko.
Studi Kasus dan Aplikasi Novasi dalam Praktik
Novasi bukanlah sekadar konsep teoritis, melainkan sering diterapkan dalam berbagai skenario praktis di dunia bisnis dan hukum. Berikut adalah beberapa contoh penerapannya:
1. Restrukturisasi Utang Perusahaan
Salah satu aplikasi paling umum adalah dalam restrukturisasi utang perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Bank atau kreditur lain mungkin setuju untuk mengubah jadwal pembayaran, mengurangi tingkat bunga, atau bahkan mengubah jenis utang (misalnya, dari utang pinjaman menjadi utang konversi saham) untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk pulih. Jika perubahan ini cukup fundamental dengan niat menghapus utang lama dan menggantikannya dengan utang baru, maka ini adalah novasi objektif.
Contoh: Sebuah perusahaan manufaktur memiliki utang jatuh tempo sebesar Rp 50 miliar kepada beberapa bank. Karena pandemi, perusahaan kesulitan membayar. Bank-bank dan perusahaan sepakat untuk menghapus utang lama dan menggantikannya dengan utang baru yang memiliki tenor lebih panjang (misalnya 10 tahun), grace period 2 tahun, dan bunga yang lebih rendah, serta penambahan jaminan baru. Ini adalah contoh novasi objektif berskala besar.
2. Merger dan Akuisisi (M&A)
Dalam transaksi merger atau akuisisi, terutama ketika terjadi akuisisi saham, pihak pembeli mungkin ingin perusahaan target (yang menjadi anak perusahaan) atau pihak ketiga mengambil alih utang-utang tertentu dari penjual atau pihak terkait lainnya. Jika kreditur setuju untuk membebaskan debitur lama (penjual) dan menerima debitur baru (pembeli atau anak perusahaannya), ini adalah novasi subjektif pasif (delegasi).
Contoh: Perusahaan A mengakuisisi seluruh saham Perusahaan B. Perusahaan A memiliki utang signifikan kepada Bank X. Sebagai bagian dari restrukturisasi pasca-akuisisi, Perusahaan B (sekarang di bawah kendali A) sepakat untuk mengambil alih utang A kepada Bank X, dan Bank X setuju membebaskan A. Ini adalah novasi subjektif pasif.
3. Perubahan Kemitraan atau Kepemilikan Bisnis
Ketika anggota kemitraan atau pemegang saham kunci dalam suatu bisnis berubah, utang atau piutang yang sebelumnya melekat pada individu atau entitas lama dapat dinovasi ke entitas baru atau individu yang masuk. Hal ini untuk memastikan kelangsungan operasi dan kepastian hukum bagi pihak ketiga.
Contoh: Sebuah firma hukum "X, Y & Z" berutang pada pemasok. Partner Y memutuskan pensiun dan digantikan oleh Partner A. Firma yang sekarang menjadi "X, A & Z" dan pemasok sepakat bahwa utang lama dihapus dan utang baru akan menjadi kewajiban firma "X, A & Z". Ini bisa menjadi novasi subjektif pasif, tergantung pada struktur hukum firma dan bagaimana utang tersebut diakui.
4. Proyek Konstruksi atau Pembiayaan Proyek
Dalam proyek-proyek besar yang melibatkan banyak pihak (pemilik proyek, kontraktor utama, sub-kontraktor, bank pemberi pinjaman), seringkali terjadi novasi. Misalnya, jika kontraktor utama diganti di tengah proyek, perikatan dengan pemilik proyek dan sub-kontraktor mungkin perlu dinovasi untuk mencerminkan kontraktor utama yang baru.
Contoh: Sebuah perusahaan developer (pemilik proyek) awalnya menunjuk Kontraktor P untuk membangun apartemen. Karena masalah kinerja, Kontraktor P digantikan oleh Kontraktor Q. Untuk memastikan kelanjutan proyek, Developer dan Kontraktor Q setuju bahwa Kontraktor Q mengambil alih seluruh kewajiban Kontraktor P dan Developer membebaskan Kontraktor P. Ini adalah novasi subjektif pasif.
5. Pengalihan Perjanjian Sewa-Menyewa
Jika penyewa dalam suatu perjanjian sewa ingin mengalihkan hak dan kewajibannya kepada pihak ketiga, ini bisa dilakukan melalui novasi subjektif pasif. Pemberi sewa harus setuju untuk membebaskan penyewa lama dan menerima penyewa baru.
Contoh: Perusahaan M menyewa gedung perkantoran dari Tuan S. Perusahaan M ingin pindah dan mengalihkan sisa masa sewa kepada Perusahaan N. Jika Tuan S setuju membebaskan Perusahaan M dan menerima Perusahaan N sebagai penyewa baru, dengan segala hak dan kewajiban sewa yang sama, ini adalah novasi subjektif pasif.
Melalui studi kasus ini, kita dapat melihat bahwa novasi adalah alat yang serbaguna dan adaptif dalam hukum perikatan, memungkinkan para pihak untuk merespons perubahan keadaan sambil tetap mempertahankan kepastian hukum dalam hubungan kontraktual mereka.
Tantangan dan Risiko dalam Pelaksanaan Novasi
Meskipun novasi menawarkan solusi yang fleksibel untuk restrukturisasi perikatan, pelaksanaannya tidak selalu tanpa hambatan. Ada beberapa tantangan dan risiko yang perlu diwaspadai:
1. Pembuktian Animus Novandi yang Kurang Tegas
Seperti yang telah dibahas, niat untuk menghapus perikatan lama (animus novandi) adalah elemen kunci novasi. Jika niat ini tidak dinyatakan secara eksplisit dan jelas dalam perjanjian, terutama jika hanya ada perubahan kecil atau amandemen, bisa timbul sengketa di kemudian hari. Pengadilan mungkin sulit menentukan apakah para pihak memang berniat untuk menghapuskan perikatan lama atau hanya memodifikasinya.
Mitigasi: Selalu gunakan bahasa yang eksplisit dalam perjanjian novasi yang menyatakan "para pihak dengan ini sepakat untuk menghapuskan perikatan [sebutkan perikatan lama secara detail] dan menggantinya dengan perikatan baru ini."
2. Kelalaian Pengaturan Jaminan dan Hak Aksesori
Risiko hapusnya jaminan secara otomatis adalah jebakan umum dalam novasi. Kreditur seringkali lupa atau mengabaikan untuk secara tegas memperjanjikan pengalihan atau pembentukan jaminan baru untuk perikatan baru. Akibatnya, mereka kehilangan perlindungan jaminan yang sebelumnya ada.
Mitigasi: Perjanjian novasi harus memiliki klausul yang sangat jelas mengenai status jaminan. Apakah jaminan lama dipertahankan, dialihkan, atau diperlukan pembuatan jaminan baru? Jika diperlukan jaminan baru, proses pembuatannya harus segera dilakukan.
3. Penilaian Solvabilitas Debitur Baru yang Tidak Akurat (Novasi Subjektif Pasif)
Dalam novasi subjektif pasif, kreditur membebaskan debitur lama dan bergantung pada debitur baru. Jika penilaian kreditur terhadap solvabilitas debitur baru ternyata keliru, dan debitur baru kemudian gagal bayar, kreditur akan menanggung kerugian karena tidak dapat menuntut kembali kepada debitur lama, kecuali hak tersebut secara tegas dicadangkan.
Mitigasi: Lakukan uji tuntas finansial yang mendalam terhadap debitur baru. Pertimbangkan untuk mencadangkan hak untuk menuntut debitur lama jika debitur baru gagal bayar, meskipun ini mungkin bertentangan dengan semangat novasi yang membebaskan debitur lama.
4. Keterlibatan Pihak Ketiga
Novasi seringkali melibatkan lebih dari dua pihak, terutama dalam novasi subjektif. Memastikan bahwa semua pihak yang relevan (termasuk penjamin, sub-kontraktor, atau entitas terkait lainnya) memberikan persetujuan mereka, memahami implikasinya, dan menandatangani perjanjian dapat menjadi tantangan logistik dan negosiasi.
Mitigasi: Buat daftar pihak-pihak yang harus terlibat dan pastikan komunikasi yang efektif serta persetujuan yang terdokumentasi dengan baik dari semuanya.
5. Implikasi Perpajakan
Beberapa jenis novasi, terutama yang melibatkan pengalihan aset atau perubahan struktur kepemilikan, dapat memiliki implikasi perpajakan yang signifikan (misalnya, pajak penghasilan, PPN, bea balik nama). Para pihak harus memahami kewajiban pajak yang mungkin timbul.
Mitigasi: Konsultasikan dengan penasihat pajak sebelum melaksanakan novasi yang kompleks.
6. Penafsiran Hukum yang Berbeda
Meskipun KUHPerdata mengatur novasi, masih ada ruang untuk interpretasi yang berbeda, terutama dalam kasus-kasus yang tidak secara persis sesuai dengan contoh standar. Ini bisa berujung pada sengketa dan litigasi.
Mitigasi: Selalu gunakan penasihat hukum yang berpengalaman dalam perancangan perjanjian novasi untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum dan meminimalkan ambiguitas.
Dengan perencanaan yang cermat, komunikasi yang jelas, dan bantuan hukum yang memadai, banyak dari tantangan dan risiko ini dapat dikelola atau dihindari, sehingga novasi dapat menjadi alat yang efektif untuk mencapai tujuan bisnis atau hukum yang diinginkan.
Peran Penting Notaris dalam Novasi
Meskipun novasi dapat dilakukan melalui akta di bawah tangan (perjanjian biasa), dalam praktiknya, untuk mencapai tingkat kepastian hukum tertinggi dan meminimalisir risiko sengketa, seringkali perjanjian novasi dibuat dalam bentuk akta otentik di hadapan Notaris. Ada beberapa alasan mengapa peran Notaris sangat penting dalam konteks novasi:
- Kekuatan Pembuktian Sempurna: Akta Notaris (akta otentik) memiliki kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat. Ini berarti apa yang tercantum dalam akta Notaris dianggap benar sampai terbukti sebaliknya di pengadilan. Dalam kasus sengketa novasi, akta otentik sangat mempermudah pembuktian adanya animus novandi dan syarat-syarat lainnya.
- Verifikasi Identitas dan Kewenangan Para Pihak: Notaris bertanggung jawab untuk memverifikasi identitas dan kewenangan para pihak yang menandatangani perjanjian. Ini mencegah klaim bahwa salah satu pihak tidak sah atau tidak berwenang untuk melakukan novasi.
- Memastikan Kepatuhan Hukum: Notaris, sebagai pejabat umum, memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa perjanjian yang dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Notaris akan memeriksa apakah syarat-syarat sahnya perjanjian, termasuk syarat-syarat khusus novasi, telah terpenuhi.
- Mencegah Kesalahan Teknis: Dalam merancang akta novasi, Notaris akan memastikan bahwa semua elemen penting, seperti deskripsi perikatan lama dan baru, pernyataan animus novandi yang tegas, dan pengaturan jaminan, tercantum dengan benar dan tidak menimbulkan ambiguitas.
- Penyimpanan Akta: Notaris menyimpan minuta akta otentik sebagai arsip negara, yang dapat diakses kembali jika salinan perjanjian hilang atau dibutuhkan di kemudian hari.
- Mempermudah Pendaftaran (jika diperlukan): Jika novasi melibatkan pengalihan atau pembaharuan jaminan yang memerlukan pendaftaran (misalnya Hak Tanggungan atau Fidusia), akta otentik yang dibuat oleh Notaris akan mempermudah proses pendaftaran tersebut.
Dengan demikian, meskipun tidak wajib, membuat perjanjian novasi di hadapan Notaris sangat dianjurkan untuk memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dan mengurangi potensi risiko di kemudian hari. Notaris tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga menjamin keotentikan dan keabsahan perjanjian sesuai hukum yang berlaku.
Kesimpulan
Novasi, atau pembaharuan utang, adalah salah satu instrumen hukum yang paling penting dan fleksibel dalam hukum perikatan, memungkinkan para pihak untuk secara fundamental mengubah hubungan kontraktual mereka dengan menghapus perikatan lama dan membentuk perikatan baru. Diatur dalam Pasal 1413 hingga Pasal 1424 KUHPerdata, novasi dibedakan menjadi tiga jenis: novasi objektif (perubahan objek/kausa), novasi subjektif pasif (penggantian debitur melalui expromissio atau delegasi), dan novasi subjektif aktif (penggantian kreditur).
Elemen krusial dari novasi adalah adanya niat yang tegas dan tidak diragukan lagi untuk menghapus perikatan lama (animus novandi), bukan sekadar memodifikasinya. Ketiadaan niat ini dapat mengubah suatu tindakan menjadi sekadar amandemen kontrak, bukan novasi, dengan implikasi hukum yang sangat berbeda, terutama terkait dengan nasib hak-hak aksesori seperti jaminan.
Meskipun menawarkan keuntungan dalam restrukturisasi, manajemen risiko, dan penyelesaian sengketa, novasi juga membawa risiko signifikan. Hapusnya jaminan secara otomatis, risiko solvabilitas debitur baru dalam novasi subjektif pasif, dan kompleksitas pembuktian animus novandi adalah beberapa tantangan utama yang harus dihadapi. Oleh karena itu, perencanaan yang matang, dokumentasi yang cermat, dan konsultasi dengan penasihat hukum menjadi sangat penting dalam setiap proses novasi.
Pemahaman yang komprehensif mengenai novasi, perbedaannya dengan konsep serupa seperti cessie dan subrogasi, serta prosedur pelaksanaannya, akan membekali para pihak untuk memanfaatkan alat hukum ini secara efektif dan menghindari jebakan potensial. Dengan demikian, novasi tetap menjadi pilar dalam dinamika hukum kontrak, yang memungkinkan adaptasi dan evolusi hubungan hukum dalam dunia yang terus berubah.