Panduan Lengkap Sujud Sahwi
Shalat adalah tiang agama dan merupakan ibadah yang paling utama bagi seorang Muslim. Dalam pelaksanaannya, kita dituntut untuk khusyuk dan fokus sepenuhnya kepada Allah SWT. Namun, sebagai manusia biasa, kita tidak luput dari sifat lupa dan keliru. Terkadang, di tengah-tengah shalat, muncul keraguan tentang jumlah rakaat, terlupa melakukan salah satu gerakan, atau bahkan tanpa sadar menambah gerakan. Islam, sebagai agama yang penuh rahmat dan kemudahan, memberikan solusi untuk menambal kekurangan-kekurangan tersebut tanpa harus mengulang shalat dari awal. Solusi itu adalah Sujud Sahwi.
Artikel ini akan membahas secara mendalam dan komprehensif segala hal yang berkaitan dengan Sujud Sahwi, mulai dari pengertian, hukum, dalil, sebab-sebab pelaksanaannya, hingga yang paling penting, yaitu pembahasan tentang niat sujud sahwi, tata cara, dan bacaannya. Pemahaman yang benar tentang Sujud Sahwi adalah bekal penting untuk menjaga kesempurnaan shalat kita.
Memahami Makna dan Hakikat Sujud Sahwi
Sebelum melangkah lebih jauh, penting bagi kita untuk memahami apa sebenarnya Sujud Sahwi itu. Secara etimologi, istilah "Sujud Sahwi" berasal dari dua kata dalam bahasa Arab. Sujud (السجود) yang berarti meletakkan dahi ke tanah sebagai bentuk ketundukan dan penghambaan, dan Sahwi (السهو) yang berarti lupa atau lalai. Jadi, secara harfiah, Sujud Sahwi adalah sujud yang dilakukan karena lupa.
Secara terminologi fiqih, Sujud Sahwi didefinisikan sebagai dua sujud yang dilakukan oleh orang yang sedang shalat (mushalli) untuk menutupi atau memperbaiki kecacatan dalam shalatnya yang disebabkan oleh kelupaan, baik berupa penambahan (ziyadah), pengurangan (naqs), ataupun keraguan (syak). Sujud ini merupakan bentuk rahmat dari Allah SWT, yang memberikan kemudahan bagi hamba-Nya agar shalat mereka tetap sah dan diterima meskipun terjadi sedikit kekeliruan akibat sifat dasar manusia yang pelupa.
Sujud Sahwi bukan tanda shalat yang buruk, melainkan sebuah mekanisme perbaikan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW sebagai wujud kasih sayang Allah kepada umat-Nya.
Hukum dan Landasan Syariat Sujud Sahwi
Para ulama sepakat bahwa hukum melaksanakan Sujud Sahwi adalah Sunnah Mu'akkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan dan hampir mendekati wajib. Hal ini didasarkan pada banyaknya hadits shahih yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW sendiri pernah melakukannya dan memerintahkannya kepada para sahabat ketika mereka mengalami kelupaan dalam shalat.
Di antara dalil-dalil utama yang menjadi landasan disyariatkannya Sujud Sahwi adalah:
-
Hadits Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu
Rasulullah SAW bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia shalat, tiga ataukah empat rakaat, maka buanglah keraguan dan ambillah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia shalat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan shalatnya. Lalu jika ternyata shalatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan." (HR. Muslim) -
Hadits Dzul Yadain yang masyhur
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, "Nabi SAW pernah shalat Zhuhur atau Ashar bersama kami, lalu beliau salam setelah dua rakaat. Dzul Yadain lalu bertanya kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, apakah shalat dipersingkat atau engkau yang lupa?' Nabi SAW menjawab, 'Aku tidak lupa dan shalat tidak dipersingkat.' Beliau lalu bertanya kepada para sahabat, 'Apakah benar yang dikatakan Dzul Yadain?' Mereka menjawab, 'Benar.' Maka beliau pun maju, menyempurnakan sisa shalatnya, kemudian salam, lalu beliau sujud dua kali setelah salam." (HR. Bukhari dan Muslim). -
Hadits Abdullah bin Buhainah radhiyallahu 'anhu
Beliau menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah bangkit berdiri pada rakaat kedua dalam shalat Zhuhur dan lupa melakukan tasyahud awal. Beliau terus melanjutkan shalatnya. Ketika hampir menyelesaikan shalat, para makmum menanti beliau salam. Namun, beliau bertakbir dalam keadaan duduk, lalu sujud dua kali sebelum salam, kemudian beliau salam. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits-hadits di atas, jelaslah bahwa Sujud Sahwi memiliki landasan syariat yang kuat dan merupakan bagian dari tuntunan ibadah shalat yang diajarkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW.
Fokus Utama: Perihal Niat Sujud Sahwi
Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah, "Apakah Sujud Sahwi memerlukan niat khusus?" dan "Bagaimana lafaz niat sujud sahwi?". Ini adalah pembahasan yang sangat penting karena niat adalah ruh dari setiap amalan.
Kedudukan Niat dalam Sujud Sahwi
Sebagaimana ibadah lainnya, Sujud Sahwi juga harus didasari oleh niat. Niat adalah maksud atau kehendak di dalam hati untuk melakukan suatu perbuatan karena Allah SWT. Tanpa niat, sebuah gerakan sujud hanyalah aktivitas fisik tanpa nilai ibadah. Para ulama sepakat bahwa niat untuk melakukan Sujud Sahwi itu wajib, berdasarkan kaidah umum dari hadits yang sangat populer:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Niat ini berfungsi untuk membedakan antara sujud biasa (seperti sujud tilawah atau sujud dalam shalat) dengan Sujud Sahwi yang memiliki tujuan spesifik, yaitu untuk menambal kekurangan dalam shalat.
Apakah Niat Harus Dilafazkan?
Ini adalah titik perbedaan pendapat di kalangan ulama. Jumhur (mayoritas) ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa niat tempatnya di dalam hati. Melafazkan niat (talaffuzh binniyyah) bukanlah suatu keharusan dan tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Niat yang terbetik di dalam hati seseorang sesaat sebelum ia melakukan takbir untuk sujud sahwi sudah dianggap cukup dan sah. Hati sudah menghendaki untuk melakukan sujud karena lupa dalam shalat, dan kehendak itulah yang disebut niat.
Sementara itu, sebagian ulama dari mazhab Syafi'i berpendapat bahwa melafazkan niat hukumnya sunnah. Tujuannya adalah untuk membantu lisan menguatkan apa yang ada di dalam hati, sehingga konsentrasi menjadi lebih mantap. Namun, mereka juga setuju bahwa yang menjadi rukun adalah niat di dalam hati, bukan lafaz di lisan.
Kesimpulannya, tidak ada lafaz niat sujud sahwi yang baku dan diwajibkan. Yang terpenting adalah adanya kehendak dan kesadaran di dalam hati untuk melakukan dua sujud sebagai pengganti kesalahan dalam shalat. Jika seseorang ingin melafazkannya secara lirih untuk memantapkan hati, misalnya dengan mengucapkan dalam hati atau lisan, "Saya niat melakukan sujud sahwi karena Allah Ta'ala", hal itu tidak dilarang, tetapi tidak boleh dianggap sebagai suatu kewajiban.
Kapan Waktu Menghadirkan Niat?
Niat untuk melakukan Sujud Sahwi dihadirkan di dalam hati tepat sebelum melakukan gerakan sujud yang pertama. Ketika imam atau seseorang yang shalat sendiri bertakbir (mengucapkan "Allahu Akbar") untuk turun sujud, pada saat itulah niatnya harus sudah terpasang di dalam hati. Ini sejalan dengan prinsip umum niat dalam ibadah yang harus menyertai awal perbuatan (muqaranah).
Sebab-Sebab Disunnahkannya Sujud Sahwi
Secara garis besar, para ulama mengelompokkan sebab-sebab dilakukannya Sujud Sahwi menjadi tiga kategori utama. Memahami ketiga kategori ini akan membantu kita mengidentifikasi kapan kita perlu melakukan Sujud Sahwi.
1. Ziyadah (Penambahan)
Ziyadah berarti melakukan penambahan gerakan (rukun fi'li) atau rakaat dalam shalat secara tidak sengaja. Jika penambahan ini dilakukan dengan sengaja, maka shalatnya batal. Namun, jika karena lupa, maka shalatnya tetap sah dan ditutup dengan Sujud Sahwi.
- Menambah Rakaat: Contohnya, seseorang shalat Zhuhur lima rakaat karena lupa. Jika ia baru sadar setelah salam, ia wajib langsung melakukan Sujud Sahwi. Jika ia sadar di tengah-tengah rakaat kelima, ia harus segera duduk tasyahud dan kemudian salam, lalu melakukan Sujud Sahwi.
- Menambah Rukun Fi'li: Contohnya, melakukan ruku' dua kali atau sujud tiga kali dalam satu rakaat karena lupa. Shalatnya tidak batal, dan ia dianjurkan melakukan Sujud Sahwi di akhir shalat.
- Salam sebelum shalat sempurna: Seperti dalam hadits Dzul Yadain, di mana Nabi SAW salam pada rakaat kedua shalat Zhuhur. Ini termasuk dalam kategori penambahan, karena beliau menambahkan salam di tengah shalat. Solusinya adalah menyempurnakan shalat lalu sujud sahwi setelah salam.
2. Naqs (Pengurangan)
Naqs berarti meninggalkan atau mengurangi salah satu bagian dari shalat. Pengurangan ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu meninggalkan rukun dan meninggalkan sunnah ab'adh.
-
Meninggalkan Rukun Shalat: Rukun adalah tiang penyangga shalat yang jika ditinggalkan, sengaja maupun tidak, shalatnya tidak sah. Contoh rukun: takbiratul ihram, berdiri bagi yang mampu, membaca Al-Fatihah, ruku', i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan tasyahud akhir.
Cara memperbaikinya: Jika seseorang lupa melakukan satu rukun (misalnya ruku'), dan ia teringat sebelum sampai pada rukun yang sama di rakaat berikutnya, maka ia harus segera kembali ke rukun yang tertinggal itu dan melanjutkan shalat dari sana. Kemudian di akhir shalat ia melakukan Sujud Sahwi. Jika ia baru teringat setelah sampai pada rukun yang sama di rakaat berikutnya, maka rakaat yang tidak lengkap tadi dianggap batal dan rakaat yang sedang ia jalani sekarang menggantikan rakaat yang batal tersebut. Ia tinggal menambah satu rakaat lagi di akhir, lalu melakukan Sujud Sahwi. -
Meninggalkan Sunnah Ab'adh: Sunnah Ab'adh adalah amalan sunnah yang sangat dianjurkan, yang jika ditinggalkan karena lupa, dianjurkan untuk diganti dengan Sujud Sahwi. Jika ditinggalkan dengan sengaja, shalatnya tetap sah namun ia kehilangan keutamaan besar. Yang termasuk Sunnah Ab'adh antara lain:
- Tasyahud Awal.
- Duduk untuk Tasyahud Awal.
- Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW pada Tasyahud Awal.
- Membaca shalawat kepada keluarga Nabi pada Tasyahud Akhir.
- Doa Qunut pada shalat Subuh dan shalat Witir di separuh akhir Ramadhan.
Adapun jika yang ditinggalkan adalah Sunnah Hai'at (sunnah-sunnah ringan seperti membaca doa iftitah, membaca tasbih saat ruku' dan sujud lebih dari sekali, mengangkat tangan saat takbir), maka tidak perlu melakukan Sujud Sahwi.
3. Syak (Keraguan)
Syak adalah kondisi ragu-ragu dan tidak bisa menentukan mana yang benar, misalnya ragu tentang jumlah rakaat. Kaidah utama dalam menghadapi keraguan adalah "membangun di atas keyakinan."
- Ragu Jumlah Rakaat: Contohnya, seseorang ragu apakah ia sudah shalat tiga atau empat rakaat. Maka, ia harus mengambil jumlah yang paling sedikit (paling yakin), yaitu tiga rakaat. Kemudian ia menyempurnakannya dengan menambah satu rakaat lagi, lalu melakukan Sujud Sahwi sebelum salam. Ini sesuai dengan petunjuk dalam hadits Abu Sa'id Al-Khudri yang telah disebutkan sebelumnya.
- Pengecualian: Jika keraguan tersebut muncul setelah selesai shalat, maka tidak perlu dihiraukan, kecuali jika ada bukti yang sangat kuat. Begitu pula bagi orang yang sering was-was, ia dianjurkan untuk tidak terlalu mempedulikan keraguannya agar tidak menjadi bulan-bulanan setan.
Tata Cara Pelaksanaan Sujud Sahwi yang Benar
Terdapat sedikit perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai waktu pelaksanaan Sujud Sahwi, apakah sebelum salam atau sesudah salam. Kedua pendapat ini sama-sama kuat karena bersandar pada hadits-hadits shahih dari Rasulullah SAW.
Pendapat Pertama: Sujud Sahwi Dilakukan Sebelum Salam
Pendapat ini dipegang oleh Mazhab Syafi'i dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Mereka berargumen bahwa sujud ini adalah bagian dari shalat untuk menyempurnakannya, maka lebih utama dilakukan sebelum shalat itu diakhiri dengan salam. Tata caranya adalah sebagai berikut:
- Setelah selesai membaca tasyahud akhir, doa sebelum salam, dan sebelum mengucapkan salam.
- Bertakbir ("Allahu Akbar") lalu sujud seperti sujud biasa dalam shalat.
- Bangun dari sujud (duduk di antara dua sujud) sambil bertakbir.
- Bertakbir lagi lalu sujud untuk kedua kalinya.
- Bangun dari sujud kedua sambil bertakbir, kemudian langsung mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri tanpa perlu membaca tasyahud lagi.
Dalil utama mereka adalah hadits Abdullah bin Buhainah tentang lupa tasyahud awal, di mana Nabi SAW melakukan sujud sahwi sebelum salam. Juga hadits tentang keraguan jumlah rakaat yang memerintahkan sujud sebelum salam.
Pendapat Kedua: Sujud Sahwi Dilakukan Setelah Salam
Pendapat ini dipegang oleh Mazhab Hanafi dan Maliki. Mereka berdalil dengan hadits Dzul Yadain, di mana Nabi SAW melakukan sujud sahwi setelah beliau salam untuk menutupi kesalahan penambahan salam di tengah shalat. Tata caranya:
- Menyelesaikan shalat secara sempurna hingga mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri.
- Setelah salam, bertakbir ("Allahu Akbar") lalu sujud.
- Bangun dari sujud sambil bertakbir.
- Bertakbir lagi lalu sujud untuk kedua kalinya.
- Bangun dari sujud kedua, lalu duduk dan mengucapkan salam lagi ke kanan dan ke kiri untuk mengakhiri rangkaian sujud sahwi.
Jalan Tengah dan Pilihan yang Bijak
Beberapa ulama, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, mencoba menggabungkan kedua dalil tersebut. Mereka merinci bahwa waktu sujud sahwi tergantung pada penyebabnya:
- Jika penyebabnya adalah pengurangan (naqs), seperti lupa tasyahud awal atau ragu jumlah rakaat (yang pada hakikatnya mengambil yang kurang), maka sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Tujuannya adalah untuk menambal kekurangan tersebut sebelum shalat benar-benar berakhir.
- Jika penyebabnya adalah penambahan (ziyadah), seperti shalat lima rakaat atau salam sebelum waktunya, maka sujud sahwi dilakukan setelah salam. Tujuannya adalah sebagai "penghinaan" bagi setan yang telah berhasil menggoda untuk menambah-nambahi shalat.
Pendapat ini dianggap sangat baik karena mengakomodasi semua dalil yang ada. Namun, para ulama sepakat bahwa jika seseorang melakukan sujud sahwi sebelum atau sesudah salam dalam kondisi apapun, shalatnya tetap sah. Yang terpenting adalah melaksanakannya.
Bacaan Ketika Sujud Sahwi
Tidak ada bacaan khusus yang diajarkan oleh Rasulullah SAW untuk dibaca saat Sujud Sahwi. Oleh karena itu, bacaan yang diucapkan saat Sujud Sahwi adalah sama dengan bacaan sujud biasa dalam shalat.
Bacaan yang paling umum adalah:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى
Subhaana Rabbiyal A'laa
Artinya: "Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi."
Dibaca sebanyak tiga kali atau lebih dalam hitungan ganjil.
Meskipun demikian, ada sebagian ulama yang menganjurkan membaca doa tertentu yang maknanya sangat relevan dengan kondisi lupa. Doa ini tidak bersumber dari hadits marfu' (yang disandarkan langsung pada Nabi), namun merupakan ijtihad dan amalan sebagian ulama salaf. Doa tersebut adalah:
سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو
Subhaana man laa yanaamu wa laa yashuu
Artinya: "Maha Suci Dzat yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa."
Membaca doa ini tidak dilarang dan boleh-boleh saja sebagai bentuk pengagungan kepada Allah yang Maha Sempurna, sebagai kontras dari sifat lupa yang ada pada diri kita. Namun, mencukupkan diri dengan bacaan sujud yang biasa (Subhaana Rabbiyal A'laa) sudah lebih dari cukup dan sesuai dengan petunjuk yang lebih umum.
Studi Kasus dan Permasalahan Seputar Sujud Sahwi
Untuk memperdalam pemahaman, berikut beberapa kasus yang sering terjadi dalam shalat berjamaah.
1. Jika Imam Lupa, Apa yang Harus Dilakukan Makmum?
Makmum wajib mengikuti imam dalam segala gerakannya, termasuk dalam Sujud Sahwi. Jika imam melakukan Sujud Sahwi (baik sebelum atau sesudah salam), maka seluruh makmum wajib mengikutinya, meskipun makmum tersebut tidak merasa melakukan kesalahan atau bahkan tidak tahu apa kesalahan imam. Tidak mengikuti imam dalam hal ini dapat membatalkan shalat makmum.
2. Jika Makmum Lupa, Sementara Imam Tidak?
Jika seorang makmum melakukan kesalahan sendiri (misalnya lupa membaca tasbih ruku'), ia tidak perlu melakukan Sujud Sahwi. Shalatnya ditanggung oleh imam. Kesalahan makmum "melebur" dalam kebersamaan jamaah dan kesempurnaan shalat imam. Ia cukup mengikuti imam sampai selesai salam.
3. Bagaimana Jika Makmum Masbuq (Terlambat)?
Ini situasi yang memerlukan perhatian lebih.
- Jika imam sujud sahwi SEBELUM salam: Makmum masbuq wajib mengikuti imam sujud sahwi. Setelah imam salam, makmum tersebut tidak salam, melainkan langsung berdiri untuk menyempurnakan rakaatnya yang tertinggal. Setelah ia menyelesaikan shalatnya sendiri, ia tidak perlu mengulangi sujud sahwi lagi.
- Jika imam sujud sahwi SETELAH salam: Makmum masbuq tidak boleh ikut sujud sahwi bersama imam. Setelah imam mengucapkan salam yang pertama (salam utama shalat), makmum masbuq langsung berdiri untuk menyempurnakan rakaatnya. Setelah ia selesai tasyahud akhir di rakaat terakhirnya, ia kemudian melakukan sujud sahwi sendiri sebelum ia salam. Ini karena penyebab sujud sahwi imam terjadi saat makmum tersebut sedang bermakmum kepadanya.
4. Lupa Melakukan Sujud Sahwi dan Teringat Setelah Salam
Jika seseorang lupa melakukan Sujud Sahwi dan baru teringat sesaat setelah salam, selama rentang waktunya belum terlalu lama dan ia belum beranjak dari tempat shalatnya atau berbicara banyak, maka ia bisa langsung melakukan Sujud Sahwi (dengan cara sujud setelah salam) lalu salam lagi. Namun, jika ia sudah teringat setelah waktu yang lama atau setelah melakukan aktivitas lain, maka kewajiban Sujud Sahwi itu gugur dan shalatnya tetap dianggap sah, insya Allah.
Kesimpulan: Hikmah di Balik Sujud Sahwi
Sujud Sahwi lebih dari sekadar prosedur teknis untuk memperbaiki shalat. Ia mengandung hikmah yang sangat mendalam bagi seorang hamba. Pertama, ia adalah pengakuan akan kelemahan dan keterbatasan diri kita sebagai manusia yang tidak luput dari sifat lupa. Kedua, ia adalah bentuk pengagungan terhadap kesempurnaan Allah SWT, Dzat yang tidak pernah lalai dan tidak pernah lupa. Ketiga, ia mengajarkan kita tentang pentingnya tanggung jawab dan upaya untuk menyempurnakan ibadah kita sebaik mungkin.
Dengan memahami seluk-beluk Sujud Sahwi, termasuk filosofi di baliknya, hukum, sebab, tata cara, dan tentu saja perihal niat sujud sahwi yang menjadi landasannya, kita dapat lebih tenang dan percaya diri dalam melaksanakan shalat. Kita tahu bahwa ketika kekeliruan terjadi, Islam telah menyediakan jalan keluar yang penuh kemudahan dan rahmat. Semoga Allah SWT senantiasa menerima ibadah shalat kita dan mengampuni segala kekurangan di dalamnya.