Memahami niat adalah kunci kekhusyuan dalam beribadah.
Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh berkah dan ampunan. Salah satu amalan yang sangat dianjurkan untuk menghidupkan malam-malam Ramadan adalah sholat tarawih. Sholat sunnah ini memiliki keutamaan yang luar biasa, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, sebelum melaksanakannya, hal yang paling fundamental dan menjadi rukun utama adalah niat. Tanpa niat yang benar, sebuah ibadah bisa menjadi tidak sah. Artikel ini akan mengupas tuntas segala hal mengenai niat sholat tarawih beserta artinya, baik saat menjadi makmum, imam, maupun saat sholat sendirian (munfarid).
Niat merupakan pekerjaan hati yang menentukan tujuan dari suatu perbuatan. Dalam konteks ibadah, niat adalah pembeda antara satu ibadah dengan ibadah lainnya, dan pembeda antara ibadah dengan kebiasaan sehari-hari. Ia adalah ruh dari sebuah amalan. Oleh karena itu, memahami lafal, arti, dan hakikat niat sholat tarawih menjadi sangat penting agar ibadah kita diterima di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sebelum kita melangkah ke lafal niat sholat tarawih secara spesifik, penting untuk memahami kedudukan niat dalam syariat Islam. Niat (النية) secara bahasa berarti maksud atau kehendak. Secara istilah, para ulama mendefinisikannya sebagai "kehendak yang kuat di dalam hati untuk melakukan suatu perbuatan demi mendekatkan diri kepada Allah."
Dasar utama kewajiban niat dalam setiap amalan adalah hadis masyhur yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau karena seorang wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa nilai sebuah amalan, termasuk sholat tarawih, diukur dari niat yang terpatri di dalam hati. Apakah kita sholat tarawih karena ingin mencari ridha Allah, menghidupkan sunnah, dan mengharap ampunan-Nya, ataukah sekadar ikut-ikutan, karena tidak enak dengan tetangga, atau karena tujuan duniawi lainnya. Semua ini ditentukan oleh niat.
Dalam fiqih, niat memiliki beberapa fungsi krusial:
Meskipun tempat niat adalah di dalam hati dan cukup dengan menghadirkan maksud di dalam hati saat takbiratul ihram, para ulama, khususnya dari mazhab Syafi'i, menganjurkan untuk melafalkannya (talaffuzh binniyah). Tujuannya adalah untuk membantu lisan menguatkan apa yang ada di hati, sehingga lebih fokus dan mantap dalam memulai ibadah. Berikut adalah lafal-lafal niat sholat tarawih dalam berbagai kondisi.
Ini adalah niat yang paling umum diucapkan oleh mayoritas kaum muslimin saat melaksanakan sholat tarawih berjamaah di masjid atau mushala. Sebagai seorang makmum, penting untuk menyertakan niat mengikuti imam.
Ushalli sunnatat tarāwīhi rak‘atayni mustaqbilal qiblati adā’an ma’mūman lillāhi ta‘ālā.
Artinya: "Aku niat sholat sunnah tarawih dua rakaat menghadap kiblat, sebagai makmum, karena Allah Ta'ala."
Bagi seseorang yang bertindak sebagai imam dalam sholat tarawih berjamaah, lafal niatnya sedikit berbeda. Ia harus meniatkan dirinya untuk menjadi seorang imam.
Ushalli sunnatat tarāwīhi rak‘atayni mustaqbilal qiblati adā’an imāman lillāhi ta‘ālā.
Artinya: "Aku niat sholat sunnah tarawih dua rakaat menghadap kiblat, sebagai imam, karena Allah Ta'ala."
Satu-satunya perbedaan lafal niat imam dengan makmum terletak pada kata terakhir sebelum Lillāhi Ta‘ālā. Kata مَأْمُوْمًا (Ma’mūman) diganti dengan إِمَامًا (Imāman), yang berarti "sebagai seorang imam". Niat ini penting bagi imam agar ia mendapatkan pahala memimpin jamaah dan agar sholat jamaah tersebut sah. Seorang imam menanggung bacaan Al-Fatihah bagi makmum masbuq (yang terlambat) dan bertanggung jawab atas keseluruhan jalannya sholat.
Ada kalanya seseorang berhalangan untuk sholat tarawih berjamaah di masjid, misalnya karena sakit, safar, atau kondisi lainnya. Sholat tarawih tetap bisa dan sangat baik untuk dikerjakan di rumah secara sendirian (munfarid). Niatnya pun lebih sederhana.
Ushalli sunnatat tarāwīhi rak‘atayni mustaqbilal qiblati adā’an lillāhi ta‘ālā.
Artinya: "Aku niat sholat sunnah tarawih dua rakaat menghadap kiblat, karena Allah Ta'ala."
Dalam niat sholat sendirian, kata مَأْمُوْمًا (Ma’mūman) atau إِمَامًا (Imāman) dihilangkan. Hal ini karena sholat tersebut tidak terikat dengan jamaah, baik sebagai pengikut maupun pemimpin. Cukup dengan meniatkan sholat sunnah tarawih dua rakaat karena Allah Ta'ala, niat tersebut sudah sah dan sempurna.
Setelah memahami niat dengan baik, langkah selanjutnya adalah mengetahui tata cara pelaksanaannya. Sholat tarawih pada dasarnya sama seperti sholat sunnah lainnya, yang membedakan adalah jumlah rakaatnya yang banyak dan dilakukan khusus pada malam-malam bulan Ramadan.
Waktu pelaksanaan sholat tarawih adalah setelah sholat Isya hingga sebelum terbit fajar (masuk waktu Subuh). Waktu yang paling utama adalah di sepertiga malam terakhir, namun melaksanakannya di awal waktu secara berjamaah di masjid juga memiliki keutamaan yang besar karena syiar Islam dan meneladani praktik di zaman sahabat.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah rakaat sholat tarawih. Dua pendapat yang paling populer adalah 8 rakaat dan 20 rakaat, keduanya ditambah dengan 3 rakaat sholat witir. Keduanya memiliki dasar dan dalil yang kuat.
Kesimpulannya, kedua jumlah rakaat tersebut boleh diamalkan. Yang terpenting adalah melaksanakannya dengan ikhlas, khusyuk, dan tuma'ninah (tenang dan tidak tergesa-gesa).
Sholat tarawih dilaksanakan dengan salam pada setiap dua rakaat. Berikut adalah urutannya:
Ulangi langkah-langkah di atas hingga mencapai jumlah rakaat yang diinginkan (8 atau 20 rakaat). Setiap selesai dua rakaat, diakhiri dengan satu salam.
Di banyak masjid di Indonesia, terdapat tradisi berdzikir dan berdoa bersama di sela-sela sholat tarawih, biasanya setelah selesai empat rakaat (dua kali salam). Meskipun ini bukan bagian wajib dari sholat tarawih, amalan ini baik untuk mengisi waktu istirahat sejenak (asal dari kata tarawih adalah 'istirahat') dengan amalan yang bermanfaat.
Salah satu bacaan yang populer dibaca oleh bilal dan dijawab oleh jamaah adalah:
Bilal: صَلُّوْا سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ جَامِعَةَ رَحِمَكُمُ اللهُ
Jamaah: الصَّلَاةُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
Kemudian, setelah selesai empat rakaat, seringkali dibaca dzikir pujian kepada Allah. Salah satu lafal yang sering digunakan adalah:
Subhānal malikil quddūs.
Artinya: "Maha Suci Engkau, Raja Yang Maha Suci."
Ada juga yang menambahkan pujian lainnya. Setelah itu, seringkali dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh imam atau bilal. Salah satu doa yang masyhur dibaca adalah Doa Kamilin.
Doa ini berisi permohonan yang sangat lengkap, mencakup kebaikan iman, dunia, dan akhirat. Meskipun membaca doa ini bukanlah syarat sah tarawih, isinya sangat baik untuk diamalkan.
Artinya: "Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya, yang menunaikan kewajiban-kewajiban, yang memelihara sholat, yang menunaikan zakat, yang mencari apa yang ada di sisi-Mu, yang mengharap ampunan-Mu, yang berpegang teguh pada petunjuk, yang berpaling dari hal sia-sia, yang zuhud di dunia, yang berhasrat pada akhirat, yang ridha pada qadha, yang mensyukuri nikmat, yang sabar atas cobaan, dan yang berjalan di bawah panji junjungan kami Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam pada hari kiamat. Jadikan kami orang yang dapat mendatangi telaga (al-kautsar), yang masuk ke dalam surga, yang diselamatkan dari api neraka, yang duduk di atas dipan kemuliaan, yang menikah dengan bidadari, yang mengenakan pakaian dari sutra halus dan tebal, yang memakan makanan surga, yang meminum dari susu dan madu yang murni dengan gelas, cerek, dan piala dari sumber yang mengalir, bersama orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang saleh. Mereka itulah sebaik-baik teman. Itulah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. Ya Allah, jadikanlah kami pada malam bulan yang mulia dan penuh berkah ini termasuk orang-orang yang bahagia dan diterima amalnya, dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang celaka dan ditolak amalnya. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada junjungan kami Muhammad, serta seluruh keluarga dan sahabatnya, dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam."
Setelah selesai melaksanakan sholat tarawih, sangat dianjurkan untuk menutup rangkaian ibadah malam dengan sholat witir. Witir berarti ganjil. Sholat ini dilaksanakan dengan jumlah rakaat ganjil, minimal satu rakaat, dan umumnya tiga rakaat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jadikanlah akhir sholat malam kalian adalah sholat witir." (HR. Bukhari dan Muslim).
Sama seperti tarawih, niat sholat witir juga bervariasi tergantung kondisi.
Ushalli sunnatal witri tsalātsa raka‘ātin mustaqbilal qiblati adā’an ma’mūman lillāhi ta‘ālā.
Artinya: "Aku niat sholat sunnah witir tiga rakaat menghadap kiblat, sebagai makmum, karena Allah Ta'ala."
Ushalli sunnatal witri rak‘atan mustaqbilal qiblati adā’an ma’mūman lillāhi ta‘ālā.
Artinya: "Aku niat sholat sunnah witir satu rakaat menghadap kiblat, sebagai makmum, karena Allah Ta'ala."
(Catatan: Untuk imam, ganti "ma’mūman" menjadi "imāman". Untuk sholat sendiri, hilangkan kata tersebut).
Kesimpulannya, sholat tarawih adalah permata di malam-malam Ramadan. Memulainya dengan niat yang benar, baik di hati maupun terucap, adalah langkah pertama untuk meraih kekhusyukan dan pahala yang dijanjikan. Semoga Allah Ta'ala menerima seluruh amal ibadah kita di bulan yang suci ini, membersihkan dosa-dosa kita, dan menjadikan kita kembali kepada fitrah. Aamiin.