Masjid, dalam ajaran Islam, bukan sekadar bangunan fisik tempat sujud. Ia adalah Baitullah, Rumah Allah, sebuah pusat spiritual, sosial, dan intelektual bagi komunitas Muslim. Kesucian dan kemuliaan masjid menuntut adab dan penghormatan khusus dari siapa pun yang memasukinya. Salah satu bentuk penghormatan tertinggi yang diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah dengan mendirikan sholat sunnah dua rakaat sebelum duduk. Sholat ini dikenal dengan sebutan Sholat Tahiyatul Masjid, yang secara harfiah berarti "sholat penghormatan kepada masjid".
Melaksanakan sholat ini merupakan cerminan dari kesadaran seorang hamba akan keagungan tempat ia berada. Ini adalah cara kita "menyapa" Rumah Allah, mengawali kehadiran kita dengan ibadah, dan memohon keberkahan sebelum melakukan aktivitas lainnya di dalam masjid. Namun, seperti halnya semua ibadah dalam Islam, sah dan diterimanya amalan ini sangat bergantung pada satu elemen fundamental, yaitu niat. Artikel ini akan mengupas tuntas segala hal yang berkaitan dengan niat sholat sunnah masjid, mulai dari lafalnya, pemaknaan mendalam, hingga hukum, tata cara, dan berbagai persoalan fikih yang melingkupinya.
Memahami Makna dan Kedudukan Niat dalam Ibadah
Sebelum kita menyelam lebih dalam ke lafal spesifik untuk sholat sunnah masjid, sangat penting untuk memahami esensi dari niat itu sendiri. Dalam terminologi Islam, niat (النية) adalah kehendak atau maksud di dalam hati untuk melakukan suatu perbuatan ibadah demi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Niat bukanlah sekadar ucapan di lisan, melainkan sebuah getaran jiwa yang menjadi pembeda antara sebuah kebiasaan (adat) dengan sebuah ibadah, serta pembeda antara satu jenis ibadah dengan ibadah lainnya.
Kedudukan niat begitu sentral sehingga Rasulullah SAW menjadikannya sebagai tolok ukur pertama dan utama bagi setiap amalan. Dalam hadis yang sangat masyhur yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari Umar bin Khattab RA, Nabi SAW bersabda:
"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan."
Hadis ini menegaskan bahwa nilai sebuah perbuatan di sisi Allah tidak diukur dari tampilan luarnya semata, tetapi dari apa yang terbesit di dalam hati pelakunya. Seseorang yang melakukan gerakan sholat tanpa niat yang benar, maka gerakannya hanya akan menjadi senam biasa yang tak bernilai pahala. Sebaliknya, perbuatan yang terlihat sepele bisa bernilai besar jika dilandasi dengan niat yang ikhlas karena Allah. Oleh karena itu, memastikan ketepatan dan keikhlasan niat sholat sunnah masjid adalah langkah awal yang tidak bisa ditawar.
Lafal Niat Sholat Sunnah Masjid (Tahiyatul Masjid)
Para ulama sepakat bahwa tempat niat adalah di dalam hati. Melafalkan niat (talaffuzh binniyyah) hukumnya sunnah menurut sebagian besar ulama mazhab Syafi'i, dengan tujuan untuk membantu memantapkan apa yang ada di dalam hati. Berikut adalah lafal niat sholat Tahiyatul Masjid yang umum diamalkan.
1. Niat dalam Bahasa Arab
أُصَلِّي سُنَّةً تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى
2. Transliterasi Latin
Ushallî sunnatan tahiyyatal masjidi rak’ataini lillâhi ta’âlâ.
3. Terjemahan dalam Bahasa Indonesia
"Aku niat sholat sunnah Tahiyatul Masjid dua rakaat karena Allah Ta'ala."
Membedah Makna di Balik Setiap Kata dalam Niat
Memahami arti dari setiap komponen lafal niat akan memperdalam kekhusyukan dan kesadaran kita saat melaksanakannya. Mari kita urai satu per satu:
- أُصَلِّي (Ushallî): Kata ini berarti "Aku sholat". Ini adalah sebuah pernyataan komitmen yang diikrarkan oleh seorang hamba di hadapan Rabb-nya. Saat mengucapkan ini di dalam hati, kita menegaskan bahwa gerakan yang akan kita lakukan bukanlah gerakan biasa, melainkan sebuah ritual ibadah sholat yang sakral.
- سُنَّةً (Sunnatan): Artinya "sebagai sebuah sunnah". Kata ini menjelaskan status hukum dari sholat yang akan dikerjakan. Ini membedakannya dari sholat fardhu (wajib) seperti sholat lima waktu. Dengan menyadari statusnya sebagai sunnah, kita mengerjakannya atas dasar cinta dan keinginan untuk mengikuti jejak Rasulullah SAW, bukan semata-mata karena kewajiban.
- تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ (Tahiyyatal masjidi): Inilah inti dari niat tersebut, yang berarti "penghormatan kepada masjid". Frasa ini secara spesifik menentukan jenis sholat sunnah yang dikerjakan. Ini membedakannya dari sholat sunnah lainnya seperti sholat rawatib (qabliyah/ba'diyah), sholat dhuha, atau sholat istikharah. Kita secara sadar meniatkan sholat ini sebagai adab dan etika dalam memasuki Rumah Allah.
- رَكْعَتَيْنِ (Rak’ataini): Artinya "dua rakaat". Ini menjelaskan jumlah rakaat yang akan dilaksanakan. Sholat Tahiyatul Masjid memang secara spesifik dilaksanakan sebanyak dua rakaat, tidak kurang dan tidak lebih dalam satu kali pelaksanaan.
- لِلّٰهِ تَعَالَى (Lillâhi ta’âlâ): Berarti "karena Allah Ta'ala". Ini adalah puncak dan fondasi dari keseluruhan niat. Frasa ini menegaskan keikhlasan, bahwa seluruh rangkaian ibadah dari awal hingga akhir ditujukan semata-mata untuk mencari ridha Allah, bukan untuk pujian manusia atau tujuan duniawi lainnya. Ini adalah penegasan tauhid dalam beramal.
Dasar Hukum dan Kedudukan Sholat Tahiyatul Masjid
Kekuatan anjuran untuk melaksanakan sholat sunnah ini bersumber langsung dari hadis Nabi Muhammad SAW. Landasan utamanya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah Al-Anshari RA, di mana Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
"Apabila salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah ia duduk hingga sholat dua rakaat." (HR. Bukhari dan Muslim)
Perintah "janganlah ia duduk" dalam hadis ini menunjukkan penekanan yang kuat. Berdasarkan hadis ini, para ulama fikih menyimpulkan hukum sholat Tahiyatul Masjid. Mayoritas ulama, termasuk dari mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hanbali, berpendapat bahwa hukumnya adalah sunnah mu'akkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan dan hampir tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. Meskipun tidak sampai pada derajat wajib yang membuat seseorang berdosa jika meninggalkannya, meninggalkannya dianggap sebagai suatu kerugian dan kurang menyempurnakan adab terhadap masjid.
Sementara itu, sebagian kecil ulama, seperti kalangan mazhab Zhahiri, berpendapat hukumnya wajib berdasarkan bentuk perintah larangan (janganlah duduk) dalam hadis tersebut. Namun, pendapat mayoritas lebih kuat karena ada riwayat lain yang menunjukkan adanya kelonggaran dalam beberapa situasi.
Tata Cara Pelaksanaan Sholat Sunnah Masjid
Pelaksanaan sholat Tahiyatul Masjid sangatlah sederhana dan tidak berbeda dengan sholat sunnah dua rakaat pada umumnya. Berikut adalah langkah-langkah pelaksanaannya secara rinci:
- Memasuki Masjid dengan Adab: Dimulai dengan melangkah menggunakan kaki kanan seraya membaca doa masuk masjid: "Allahummaftahli abwaaba rahmatika" (Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu).
- Menghadap Kiblat dan Berniat: Segera setelah masuk dan sebelum duduk, berdirilah menghadap kiblat. Mantapkan di dalam hati niat sholat sunnah masjid sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
- Takbiratul Ihram: Mengangkat kedua tangan sejajar telinga (bagi laki-laki) atau dada (bagi perempuan) sambil mengucapkan "Allahu Akbar". Pandangan mata tertuju ke tempat sujud.
- Membaca Doa Iftitah: Membaca doa iftitah yang dihafal. Ini hukumnya sunnah.
- Membaca Surat Al-Fatihah: Membaca surat Al-Fatihah secara lengkap dan tartil. Membaca Al-Fatihah adalah rukun sholat.
- Membaca Surat Pendek: Setelah Al-Fatihah, disunnahkan membaca surat atau beberapa ayat dari Al-Qur'an. Tidak ada ketentuan surat khusus, boleh membaca surat apa saja yang dihafal, seperti Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, atau Al-Kafirun.
- Rukuk: Mengangkat tangan untuk takbir, kemudian membungkuk untuk rukuk dengan tuma'ninah (tenang sejenak). Punggung lurus dan membaca tasbih rukuk minimal tiga kali.
- I'tidal: Bangkit dari rukuk sambil mengucapkan "Sami'allahu liman hamidah" dan setelah berdiri tegak membaca "Rabbana lakal hamdu". Lakukan dengan tuma'ninah.
- Sujud Pertama: Turun untuk sujud sambil bertakbir. Pastikan tujuh anggota sujud (dahi, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung kaki) menempel di lantai. Baca tasbih sujud minimal tiga kali dengan tuma'ninah.
- Duduk di Antara Dua Sujud: Bangkit dari sujud untuk duduk iftirasy sambil membaca doa "Rabbighfirli warhamni wajburni..." dengan tuma'ninah.
- Sujud Kedua: Kembali melakukan sujud kedua seperti sujud yang pertama.
- Bangkit ke Rakaat Kedua: Bangkit dari sujud untuk berdiri ke rakaat kedua sambil bertakbir. Lakukan rakaat kedua sama persis seperti rakaat pertama, dimulai dari membaca Al-Fatihah hingga sujud kedua.
- Tasyahud Akhir: Setelah sujud kedua di rakaat terakhir, duduk tawarruk dan membaca bacaan tasyahud akhir secara lengkap, termasuk shalawat Ibrahimiyah.
- Salam: Mengakhiri sholat dengan menoleh ke kanan sambil mengucapkan "Assalamualaikum wa rahmatullah", kemudian menoleh ke kiri dengan ucapan yang sama.
Dengan selesainya salam, maka selesailah pelaksanaan sholat Tahiyatul Masjid. Setelah itu, barulah seseorang dipersilakan untuk duduk, berdzikir, membaca Al-Qur'an, atau menunggu waktu sholat fardhu.
Kondisi Khusus dan Pengecualian Pelaksanaan
Meskipun sangat dianjurkan, terdapat beberapa kondisi dan situasi di mana seseorang tidak dituntut atau bahkan tidak dianjurkan untuk melaksanakan sholat Tahiyatul Masjid. Memahami pengecualian ini adalah bagian penting dari fikih ibadah agar kita tidak keliru dalam beramal.
1. Masuk Masjid Saat Sholat Jamaah Telah Dimulai atau Iqamah Dikumandangkan
Ini adalah kondisi yang paling sering ditemui. Jika seseorang masuk masjid dan mendapati sholat fardhu berjamaah sedang berlangsung atau iqamah baru saja dikumandangkan, maka ia tidak boleh mengerjakan sholat Tahiyatul Masjid. Ia wajib langsung bergabung dengan sholat berjamaah. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW:
"Jika iqamah sudah dikumandangkan, maka tidak ada sholat selain sholat wajib." (HR. Muslim)
Dalam kondisi ini, kewajiban mengikuti sholat fardhu berjamaah lebih diutamakan daripada melaksanakan sholat sunnah. Sholat fardhu yang ia ikuti tersebut secara otomatis sudah mencukupi sebagai bentuk penghormatan kepada masjid.
2. Masuk Masjid pada Waktu-Waktu Terlarang untuk Sholat
Terdapat beberapa waktu di mana kita dilarang untuk melaksanakan sholat sunnah mutlak. Waktu-waktu tersebut adalah:
- Setelah sholat Subuh hingga matahari terbit dan meninggi (sekitar 15 menit setelah terbit).
- Ketika matahari tepat berada di tengah-tengah langit (waktu istiwa') hingga tergelincir ke arah barat, kecuali pada hari Jumat.
- Setelah sholat Ashar hingga matahari terbenam.
Lalu, apakah larangan ini juga berlaku untuk sholat Tahiyatul Masjid? Di sinilah terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama (khilafiyah).
- Pendapat Pertama (Mazhab Syafi'i dan Hanbali): Tetap disunnahkan untuk melaksanakannya. Mereka berargumen bahwa Tahiyatul Masjid termasuk dalam kategori sholat sunnah dzawatul asbab (sholat yang memiliki sebab tertentu), yaitu sebab "masuk masjid". Menurut mereka, larangan sholat hanya berlaku untuk sholat sunnah mutlak (yang tanpa sebab). Dalil yang mereka gunakan adalah keumuman perintah dalam hadis Abu Qatadah ("Jika kalian masuk masjid..."), yang tidak membedakan waktu.
- Pendapat Kedua (Mazhab Hanafi dan Maliki): Hukumnya makruh (dibenci) untuk melaksanakannya pada waktu-waktu terlarang tersebut. Mereka berpegang pada keumuman hadis-hadis yang melarang sholat pada tiga waktu tersebut. Menurut mereka, larangan tersebut lebih kuat dan harus didahulukan. Dalam kondisi ini, sebagai ganti sholat, dianjurkan untuk membaca dzikir seperti "Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaaha illallah, wallahu akbar" sebanyak empat kali.
Kedua pendapat ini memiliki landasan yang kuat. Di Indonesia, yang mayoritas mengikuti mazhab Syafi'i, pendapat pertamalah yang lebih populer dan banyak diamalkan. Namun, menghormati pendapat kedua juga merupakan bagian dari kearifan dalam menyikapi perbedaan fikih.
3. Masuk Masjid Saat Khatib Sedang Berkhutbah Jumat
Bagaimana jika kita terlambat datang sholat Jumat dan masuk masjid saat khatib sedang menyampaikan khutbahnya? Apakah kita tetap sholat Tahiyatul Masjid atau langsung duduk mendengarkan?
Dalam kasus ini, terdapat hadis spesifik yang menjadi rujukan utama. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah RA, ia berkata:
"Sulaik Al-Ghathafani datang pada hari Jumat saat Rasulullah SAW sedang berkhutbah, lalu ia langsung duduk. Maka Rasulullah bertanya kepadanya, 'Wahai Sulaik, berdirilah dan sholatlah dua rakaat, dan ringankanlah (jangan dipanjangkan) sholatmu itu'." (HR. Muslim)
Hadis ini sangat jelas menunjukkan bahwa bahkan saat khutbah sedang berlangsung, anjuran untuk sholat Tahiyatul Masjid tetap berlaku. Namun, Nabi SAW memberikan catatan penting: "ringankanlah", artinya laksanakan dengan cepat, cukup memenuhi rukun dan wajibnya saja, misalnya dengan membaca surat-surat yang sangat pendek setelah Al-Fatihah, agar bisa segera kembali fokus mendengarkan khutbah. Mendengarkan khutbah Jumat adalah wajib, sehingga sholat sunnah tidak boleh sampai membuat kita kehilangan banyak bagian dari khutbah.
4. Lupa atau Tidak Tahu Lalu Terlanjur Duduk
Terkadang, karena lupa atau belum tahu hukumnya, seseorang masuk masjid dan langsung duduk. Apa yang harus ia lakukan? Para ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa jika jeda waktu duduknya tidak terlalu lama, ia disunnahkan untuk berdiri kembali dan melaksanakan sholat Tahiyatul Masjid. Namun, jika ia telah duduk dalam waktu yang lama, maka kesunnahan tersebut telah gugur.
5. Menggabungkan Niat Tahiyatul Masjid dengan Sholat Sunnah Lain
Ini adalah salah satu kemudahan dalam syariat Islam. Jika seseorang masuk masjid dan pada saat itu ia juga ingin melaksanakan sholat sunnah lain, seperti sholat sunnah qabliyah (sebelum sholat fardhu), maka ia bisa menggabungkan niatnya.
Caranya adalah dengan meniatkan sholat sunnah qabliyah, misalnya qabliyah Dzuhur, dan secara otomatis pahala Tahiyatul Masjid sudah termasuk di dalamnya. Menurut para ulama, sholat sunnah rawatib tersebut sudah cukup untuk mengisi hak masjid. Namun, jika ia ingin mendapatkan pahala yang lebih sempurna, ia bisa meniatkan keduanya secara bersamaan dalam hati: "Aku niat sholat sunnah qabliyah Dzuhur dan Tahiyatul Masjid dua rakaat karena Allah Ta'ala".
6. Masuk ke Masjidil Haram di Mekkah
Terdapat pengecualian khusus untuk Masjidil Haram. Bagi orang yang masuk ke Masjidil Haram dengan niat untuk melaksanakan umrah atau haji, maka "tahiyyah" atau penghormatannya bukanlah sholat, melainkan thawaf. Namun, jika ia masuk ke Masjidil Haram bukan untuk thawaf, misalnya hanya untuk sholat fardhu atau i'tikaf, maka ia tetap disunnahkan untuk melaksanakan sholat Tahiyatul Masjid seperti biasa.
Keutamaan dan Hikmah di Balik Sholat Tahiyatul Masjid
Setiap anjuran dalam syariat Islam pasti mengandung kebaikan dan hikmah yang mendalam. Begitu pula dengan sholat sunnah Tahiyatul Masjid. Melaksanakannya bukan sekadar rutinitas, tetapi sebuah amalan yang sarat dengan nilai-nilai spiritual.
- Bentuk Pengagungan terhadap Rumah Allah: Ini adalah hikmah yang paling utama. Dengan tidak langsung duduk dan memilih untuk sholat terlebih dahulu, kita menunjukkan pengagungan dan pemuliaan terhadap masjid sebagai Baitullah. Ini adalah adab seorang tamu yang menghormati tuan rumah.
- Menyambung Koneksi Spiritual: Saat memasuki masjid, pikiran kita mungkin masih terbawa urusan dunia. Sholat dua rakaat ini berfungsi sebagai "jembatan" yang mengalihkan fokus kita dari hiruk pikuk duniawi menuju kekhusyukan dan kesadaran akan kehadiran Allah SWT.
- Membuka Pintu Rahmat dan Keberkahan: Memulai setiap aktivitas di masjid dengan ibadah adalah cara terbaik untuk mengundang rahmat dan keberkahan dari Allah. Kita memohon agar waktu yang kita habiskan di masjid menjadi waktu yang berkualitas dan bernilai pahala.
- Mengikuti Sunnah Nabi SAW: Melaksanakan sholat ini adalah bukti cinta dan ketaatan kita kepada Rasulullah SAW. Setiap kali kita mengikuti sunnahnya, kita semakin dekat dengannya dan berharap mendapatkan syafaatnya kelak.
- Menambah Pundi-Pundi Pahala: Setiap gerakan dalam sholat, dari takbir hingga salam, dicatat sebagai amal kebaikan. Dua rakaat yang mungkin terasa ringan ini bisa menjadi tambahan berat bagi timbangan amal kita di akhirat.
- Melatih Disiplin dan Konsistensi: Membiasakan diri untuk selalu sholat Tahiyatul Masjid setiap kali masuk masjid akan membentuk karakter disiplin dalam beribadah. Ini melatih kita untuk tidak meremehkan amalan-amalan sunnah yang tampak kecil.
Penutup: Sebuah Ajakan untuk Menghidupkan Sunnah
Sholat Tahiyatul Masjid adalah sebuah amalan yang ringan, singkat, namun memiliki makna dan dampak spiritual yang sangat besar. Ia adalah cerminan adab, pengagungan, dan kerinduan seorang hamba saat memasuki Rumah Rabb-nya. Memahami secara mendalam tentang niat sholat sunnah masjid beserta seluk-beluk fikihnya akan membuat kita melaksanakannya dengan lebih mantap dan penuh kesadaran.
Marilah kita bertekad untuk tidak lagi meremehkan amalan mulia ini. Jadikanlah ia sebagai sebuah kebiasaan yang melekat setiap kali kaki kita melangkah masuk ke dalam masjid. Semoga dengan menghidupkan sunnah ini, Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat-Nya, memberkahi setiap langkah kita, dan menerima kita sebagai tamu-tamu-Nya yang mulia di rumah-Nya yang suci.