Panduan Mendalam Sholat Isya Jamak Takhir

Memahami Niat, Syarat, dan Tata Cara Pelaksanaan yang Benar

Ilustrasi Masjid di Waktu Malam
Ilustrasi waktu malam hari, saat pelaksanaan sholat Isya.

Agama Islam adalah agama yang penuh dengan kemudahan dan kasih sayang. Allah SWT, dengan segala kebijaksanaan-Nya, tidak pernah membebani hamba-Nya di luar batas kemampuannya. Salah satu wujud nyata dari kemurahan-Nya adalah adanya rukhsah, atau keringanan, dalam menjalankan ibadah. Keringanan ini bukanlah bentuk kelonggaran untuk bermalas-malasan, melainkan sebuah solusi syar'i bagi umat-Nya yang berada dalam kondisi tertentu, seperti dalam perjalanan (safar), sakit, atau kondisi darurat lainnya. Di antara bentuk rukhsah yang paling sering kita jumpai adalah sholat jamak, yaitu menggabungkan dua sholat fardhu dalam satu waktu.

Sholat jamak terbagi menjadi dua jenis utama: jamak taqdim dan jamak takhir. Jamak taqdim berarti menggabungkan dua sholat dan melaksanakannya di waktu sholat yang pertama. Sebaliknya, jamak takhir adalah menggabungkan dua sholat dan melaksanakannya di waktu sholat yang kedua. Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk sholat Isya jamak takhir, yaitu menggabungkan sholat Maghrib dengan sholat Isya dan melaksanakannya di waktu Isya. Pembahasan akan mencakup dari dasar pemahaman rukhsah, dalil-dalil yang melandasinya, syarat sah yang harus dipenuhi, lafadz niat yang benar, hingga panduan tata cara pelaksanaannya secara langkah demi langkah.

Memahami Makna Rukhsah dalam Ibadah

Sebelum melangkah lebih jauh ke dalam pembahasan niat dan tata cara sholat jamak takhir, sangat penting untuk membangun fondasi pemahaman yang kokoh mengenai konsep rukhsah. Secara bahasa, rukhsah (رخصة) berarti keringanan, kemudahan, atau izin. Dalam istilah fiqih, rukhsah adalah perubahan hukum dari yang sulit menjadi lebih mudah karena adanya suatu uzur atau halangan, namun hukum asalnya (azimah) tetap berlaku bagi mereka yang tidak memiliki uzur.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 185:

"...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu..."

Ayat ini menjadi prinsip dasar bahwa ajaran Islam dibangun di atas kemudahan, bukan kesulitan. Rukhsah adalah manifestasi dari prinsip ini. Contoh-contoh rukhsah dalam ibadah sangatlah banyak, antara lain:

  • Tayammum: Diperbolehkannya bersuci dengan debu yang suci sebagai pengganti wudhu atau mandi wajib ketika tidak ada air atau tidak dapat menggunakan air karena sakit.
  • Sholat Qashar: Meringkas jumlah rakaat sholat fardhu yang empat rakaat (Dzuhur, Ashar, Isya) menjadi dua rakaat bagi seorang musafir.
  • Berbuka Puasa: Diperbolehkannya tidak berpuasa di bulan Ramadhan bagi orang yang sakit atau dalam perjalanan jauh, dengan kewajiban menggantinya di hari lain.
  • Sholat Jamak: Menggabungkan pelaksanaan sholat Dzuhur dengan Ashar, atau Maghrib dengan Isya.

Adanya rukhsah menunjukkan betapa Islam adalah agama yang dinamis dan relevan di setiap waktu dan kondisi. Keringanan ini bertujuan agar seorang Muslim tetap dapat menunaikan kewajiban utamanya, yaitu sholat, tanpa merasa terbebani secara berlebihan ketika menghadapi situasi-situasi khusus. Mengambil rukhsah ketika syaratnya terpenuhi justru merupakan bentuk ketaatan dan pengakuan atas kemurahan Allah SWT. Sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya Allah menyukai hamba-Nya mengambil rukhsah (keringanan) yang diberikan-Nya, sebagaimana Dia membenci hamba-Nya melakukan perbuatan maksiat."

Oleh karena itu, memandang sholat jamak sebagai ibadah "kelas dua" atau hanya untuk orang yang malas adalah sebuah kekeliruan. Sholat jamak adalah fasilitas syar'i yang sah dan dianjurkan untuk diambil ketika seorang hamba memenuhi kriteria dan syarat yang telah ditetapkan oleh syariat.

Dalil dan Landasan Hukum Sholat Jamak

Praktik sholat jamak, baik taqdim maupun takhir, memiliki landasan yang kuat dari hadits-hadits shahih Rasulullah SAW. Para ulama dari berbagai mazhab fiqih telah membahas dalil-dalil ini secara mendalam untuk merumuskan hukum dan ketentuannya.

Hadits-hadits Pokok tentang Sholat Jamak

Salah satu hadits yang menjadi rujukan utama adalah hadits yang diriwayatkan oleh Mu'adz bin Jabal RA, yang menceritakan kebiasaan Rasulullah SAW saat dalam perjalanan Perang Tabuk:

"Dari Mu’adz bin Jabal RA, ia berkata: 'Kami keluar bersama Rasulullah SAW pada Perang Tabuk. Beliau biasa melaksanakan sholat Dzuhur dan Ashar secara jamak, serta Maghrib dan Isya secara jamak. Suatu hari, beliau mengakhirkan sholat Dzuhur, kemudian beliau keluar dan sholat Dzuhur dan Ashar secara jamak. Kemudian beliau masuk, lalu keluar lagi setelah itu dan sholat Maghrib dan Isya secara jamak'." (HR. Muslim)

Hadits ini secara eksplisit menunjukkan bahwa Rasulullah SAW terkadang mengakhirkan sholat yang pertama (Dzuhur) untuk digabungkan dengan sholat yang kedua (Ashar), yang merupakan praktik jamak takhir. Demikian pula beliau melakukannya untuk sholat Maghrib dan Isya.

Dalil lain yang sangat populer adalah hadits dari Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

"Rasulullah SAW pernah menjamak antara sholat Dzuhur dan Ashar, serta antara Maghrib dan Isya di Madinah, bukan karena takut, bukan karena safar (perjalanan), dan bukan pula karena hujan." Kemudian Ibnu Abbas ditanya, "Apa maksud beliau melakukan hal itu?" Ibnu Abbas menjawab, "Beliau ingin agar tidak memberatkan umatnya." (HR. Muslim)

Hadits Ibnu Abbas ini memicu diskusi yang luas di kalangan para ulama. Mayoritas ulama (jumhur) berpendapat bahwa hadits ini menunjukkan adanya kebolehan menjamak sholat karena adanya suatu hajat atau kesulitan yang mendesak, meskipun tidak sedang dalam perjalanan atau hujan lebat. Namun, mereka menegaskan bahwa praktik ini tidak boleh dijadikan kebiasaan rutin. Ini membuka pintu bagi keringanan dalam situasi modern, seperti seorang dokter yang sedang melakukan operasi bedah yang panjang, seorang mahasiswa yang menghadapi ujian penting, atau seseorang yang terjebak kemacetan lalu lintas yang luar biasa parah.

Pandangan Empat Mazhab

Para imam mazhab memiliki pandangan yang sedikit berbeda dalam menafsirkan dalil-dalil ini, terutama terkait sebab-sebab yang memperbolehkan sholat jamak.

  • Mazhab Syafi'i dan Maliki: Umumnya membatasi kebolehan jamak hanya pada kondisi safar (perjalanan jauh) dan hujan lebat (khususnya untuk jamak taqdim di masjid). Mereka sangat ketat dalam persyaratan jarak minimal perjalanan.
  • Mazhab Hanbali: Memiliki pandangan yang lebih luas. Selain safar dan hujan, mereka memperbolehkan jamak karena sakit, wanita yang menyusui atau mengalami istihadhah (pendarahan di luar haid), dan karena adanya uzur atau hajat mendesak lainnya yang menyulitkan pelaksanaan sholat pada waktunya, selama tidak dijadikan kebiasaan.
  • Mazhab Hanafi: Mazhab ini memiliki pandangan yang paling berbeda. Mereka tidak memperbolehkan jamak hakiki (menggabungkan dua sholat dalam satu waktu). Mereka menafsirkan hadits-hadits tentang jamak sebagai jamak shuri (jamak secara bentuk, bukan hakikat). Maksudnya, seseorang melaksanakan sholat yang pertama (misalnya Maghrib) di akhir waktunya, dan begitu selesai, waktu sholat kedua (Isya) langsung masuk, lalu ia segera melaksanakan sholat Isya di awal waktunya. Meskipun secara praktik terlihat berurutan, masing-masing sholat tetap dilakukan dalam rentang waktunya sendiri. Namun, pandangan jumhur ulama adalah jamak hakiki diperbolehkan.

Meskipun terdapat perbedaan pandangan, ada kesepakatan umum di antara mayoritas ulama bahwa sholat jamak takhir antara Maghrib dan Isya adalah sah dan diperbolehkan bagi seorang musafir yang memenuhi syarat.

Syarat dan Ketentuan Sahnya Sholat Isya Jamak Takhir

Agar sholat jamak takhir yang kita laksanakan sah dan diterima, terdapat beberapa syarat penting yang harus dipenuhi. Kelalaian dalam memenuhi salah satu syarat ini dapat menyebabkan ibadah tersebut tidak sah. Syarat-syarat tersebut adalah:

1. Niat Jamak Takhir di Waktu Sholat Pertama

Ini adalah syarat yang paling krusial dan seringkali terlewatkan. Seseorang yang hendak melakukan jamak takhir (misalnya, menggabungkan Maghrib ke waktu Isya) wajib berniat di dalam hatinya untuk mengakhirkan sholat Maghrib tersebut saat waktu Maghrib masih ada. Niat ini harus terbesit di hati sebelum waktu sholat Maghrib habis.

Mengapa ini penting? Karena jika seseorang tidak berniat untuk menjamak takhir saat waktu Maghrib masih berlangsung, lalu waktu Maghrib habis begitu saja, maka ia dianggap telah meninggalkan sholat Maghrib pada waktunya. Status sholat Maghribnya menjadi qadha, bukan jamak. Para ulama, khususnya dari mazhab Syafi'i, sangat menekankan hal ini.

Bentuk niatnya sederhana, cukup dengan berazam di dalam hati, misalnya, "Saya berniat akan melaksanakan sholat Maghrib nanti di waktu Isya secara jamak takhir." Niat ini harus ada selama waktu sholat Maghrib masih tersisa, meskipun hanya cukup untuk melaksanakan sholat itu sendiri.

2. Adanya Sebab (Uzur) yang Memperbolehkan Jamak

Sholat jamak adalah rukhsah yang terikat dengan sebab. Tidak boleh seseorang menjamak sholat hanya karena keinginan atau kemalasan. Sebab-sebab yang disepakati oleh mayoritas ulama antara lain:

  • Safar (Perjalanan): Ini adalah sebab yang paling utama dan disepakati oleh semua ulama (kecuali Hanafi yang menafsirkannya sebagai jamak shuri). Perjalanan yang dimaksud adalah perjalanan jauh yang tujuannya bukan untuk maksiat. Para ulama berbeda pendapat mengenai jarak minimalnya, namun banyak yang mengacu pada jarak sekitar 85-90 kilometer. Status musafir ini harus masih melekat saat ia melaksanakan sholat jamak tersebut.
  • Sakit (Maridh): Penyakit yang jika seseorang memaksakan diri sholat pada waktunya akan menambah parah sakitnya atau menyebabkan kesulitan yang sangat berat. Misalnya, pasien yang sulit bergerak atau kesulitan menjaga wudhu dalam waktu lama.
  • Hujan Lebat, Angin Kencang, atau Cuaca Ekstrem: Uzur ini umumnya lebih berlaku untuk jamak taqdim bagi jamaah di masjid, di mana cuaca ekstrem menyulitkan mereka untuk pulang dan kembali lagi ke masjid untuk sholat berikutnya. Namun, dalam beberapa kasus, ini bisa menjadi alasan untuk jamak takhir jika kondisi darurat terjadi di waktu sholat pertama.
  • Hajat Mendesak (Menurut Sebagian Ulama): Sebagaimana didasarkan pada pemahaman hadits Ibnu Abbas, beberapa ulama (terutama mazhab Hanbali) memperbolehkan jamak karena adanya keperluan yang sangat mendesak dan tidak bisa ditinggalkan, asalkan tidak dijadikan kebiasaan.

3. Tertib (Berurutan) dalam Pelaksanaan

Untuk sholat jamak takhir Maghrib dan Isya, apakah wajib mendahulukan sholat Maghrib baru kemudian sholat Isya? Mayoritas ulama berpendapat bahwa menjaga urutan (tertib) adalah sunnah mu'akkadah (sangat dianjurkan). Artinya, sangat baik untuk melaksanakan sholat Maghrib 3 rakaat terlebih dahulu, baru kemudian sholat Isya 4 rakaat (atau 2 rakaat jika diqashar).

Meskipun demikian, sebagian ulama memperbolehkan jika urutannya terbalik (Isya dulu baru Maghrib), karena pelaksanaannya sudah berada di dalam waktu sholat Isya. Namun, untuk kehati-hatian dan mengikuti praktik yang paling umum, sangat disarankan untuk tetap menjaga urutan sholat sesuai aslinya: Maghrib, lalu Isya.

4. Status Uzur Masih Berlangsung

Syarat penting lainnya adalah sebab atau uzur yang membolehkan jamak harus masih ada hingga dimulainya sholat yang kedua. Sebagai contoh, seorang musafir yang berniat menjamak takhir Maghrib dan Isya. Ia harus masih dalam status perjalanan (belum sampai di tempat tujuan dan menjadi mukim) ketika ia memulai sholat Isya. Jika ia tiba di rumahnya sebelum memulai sholat Isya, maka gugurlah haknya untuk menjamak. Dalam kasus ini, ia harus sholat Maghrib (yang statusnya menjadi qadha karena telah lewat waktu tanpa uzur yang sah pada akhirnya) dan kemudian sholat Isya pada waktunya.

Lafadz Niat Sholat Isya Jamak Takhir

Niat adalah rukun sholat yang letaknya di dalam hati. Melafalkan niat (talaffuzh) hukumnya sunnah menurut sebagian ulama (seperti mazhab Syafi'i) dengan tujuan untuk membantu hati lebih fokus dan memantapkan apa yang diniatkan. Berikut adalah lafadz niat untuk sholat Maghrib dan Isya yang dilaksanakan secara jamak takhir.

1. Niat Sholat Maghrib (Dijamak dengan Isya)

أُصَلِّى فَرْضَ المَغْرِبِ ثَلَاثَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا مَعَ العِشَاءِ جَمْعَ تَأْخِيْرٍ لِلهِ تَعَالَى

Usholli fardhol maghribi tsalaatsa raka'aatin majmuu'an ma'al 'isyaa'i jam'a ta'khiirin lillaahi ta'aalaa.

Artinya: "Aku sengaja sholat fardhu Maghrib tiga rakaat, dijamak bersama Isya dengan jamak takhir, karena Allah Ta'ala."

2. Niat Sholat Isya (Dijamak dengan Maghrib)

أُصَلِّى فَرْضَ العِشَاءِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا مَعَ المَغْرِبِ جَمْعَ تَأْخِيْرٍ لِلهِ تَعَالَى

Usholli fardhol 'isyaa'i arba'a raka'aatin majmuu'an ma'al maghribi jam'a ta'khiirin lillaahi ta'aalaa.

Artinya: "Aku sengaja sholat fardhu Isya empat rakaat, dijamak bersama Maghrib dengan jamak takhir, karena Allah Ta'ala."

3. Niat Sholat Isya Jamak Takhir Sekaligus Qashar (Bagi Musafir)

Jika Anda seorang musafir, Anda mendapatkan keringanan tambahan yaitu qashar (meringkas) sholat Isya dari 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Sholat Maghrib tidak bisa diqashar. Maka, niat sholat Isya-nya menjadi:

أُصَلِّى فَرْضَ العِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعًا مَعَ المَغْرِبِ جَمْعَ تَأْخِيْرٍ لِلهِ تَعَالَى

Usholli fardhol 'isyaa'i rak'ataini qasran majmuu'an ma'al maghribi jam'a ta'khiirin lillaahi ta'aalaa.

Artinya: "Aku sengaja sholat fardhu Isya dua rakaat secara qashar, dijamak bersama Maghrib dengan jamak takhir, karena Allah Ta'ala."

Perlu diingat kembali, yang paling utama adalah niat di dalam hati yang mencakup tiga unsur: (1) Sengaja melakukan sholat, (2) Menyebutkan jenis sholatnya (Maghrib atau Isya), dan (3) Menyebutkan status fardhunya. Tambahan keterangan jamak, qashar, dan takhir berfungsi untuk memperjelas dan memantapkan niat di hati.

Panduan Lengkap Tata Cara Pelaksanaan Sholat Isya Jamak Takhir

Setelah memahami konsep, dalil, syarat, dan niat, kini saatnya kita membahas panduan praktis pelaksanaan sholat Maghrib dan Isya dengan cara jamak takhir. Berikut adalah langkah-langkahnya secara berurutan:

  1. Berniat di Waktu Maghrib: Saat waktu Maghrib tiba dan Anda berada dalam kondisi yang memperbolehkan jamak (misalnya dalam perjalanan), tanamkan niat di dalam hati bahwa Anda akan melaksanakan sholat Maghrib nanti di waktu Isya. Ini adalah kunci sahnya jamak takhir.
  2. Tunggu Hingga Masuk Waktu Isya: Lanjutkan aktivitas Anda hingga waktu sholat Isya tiba. Pastikan Anda sudah yakin bahwa waktu Maghrib telah habis dan waktu Isya telah masuk.
  3. Bersuci: Ambil air wudhu dengan sempurna sebagaimana biasanya.
  4. Azan dan Iqamah: Disunnahkan untuk mengumandangkan azan sekali saja di awal, lalu iqamah untuk sholat yang pertama (Maghrib). Setelah selesai sholat Maghrib, berdiri lagi dan iqamah kembali untuk sholat Isya. Ini adalah cara yang paling afdhal. Boleh juga dengan satu azan dan dua iqamah, atau cukup dengan iqamah untuk masing-masing sholat jika sholat sendirian.
  5. Melaksanakan Sholat Maghrib:
    • Berdiri menghadap kiblat.
    • Lafalkan niat sholat Maghrib jamak takhir (seperti di atas) atau cukup niatkan di dalam hati.
    • Lakukan takbiratul ihram "Allahu Akbar".
    • Laksanakan sholat Maghrib sebanyak tiga rakaat lengkap dengan rukun dan sunnahnya, persis seperti sholat Maghrib biasa.
    • Duduk tasyahud akhir, lalu akhiri dengan salam ke kanan dan ke kiri.
  6. Langsung Berdiri untuk Sholat Isya: Setelah salam dari sholat Maghrib, jangan diselingi dengan zikir yang panjang, berbicara, atau aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan sholat. Disunnahkan untuk segera berdiri untuk melaksanakan sholat Isya demi menjaga kesinambungan (muwalat), meskipun syarat muwalat pada jamak takhir tidak seketat pada jamak taqdim.
  7. Iqamah untuk Sholat Isya: Kumandangkan iqamah sekali lagi untuk memulai sholat Isya.
  8. Melaksanakan Sholat Isya:
    • Berdiri kembali.
    • Niatkan di dalam hati untuk sholat Isya empat rakaat (atau dua rakaat jika diqashar) secara jamak takhir.
    • Lakukan takbiratul ihram.
    • Laksanakan sholat Isya sebanyak empat rakaat (atau dua rakaat jika qashar) lengkap dengan rukun dan sunnahnya.
    • Duduk tasyahud akhir dan akhiri dengan salam.
  9. Zikir dan Doa: Setelah selesai salam dari sholat Isya, barulah Anda bisa berzikir dan berdoa sebagaimana zikir setelah sholat fardhu pada umumnya. Zikir dan doa dilakukan setelah kedua sholat selesai ditunaikan.

Perbandingan Jamak Taqdim dan Jamak Takhir

Untuk memantapkan pemahaman, penting untuk mengetahui perbedaan mendasar antara dua jenis sholat jamak ini. Memilih antara taqdim dan takhir seringkali bergantung pada kemudahan dan kondisi yang dihadapi.

Aspek Perbandingan Jamak Taqdim Jamak Takhir
Waktu Pelaksanaan Dilaksanakan pada waktu sholat yang pertama (Dzuhur-Ashar di waktu Dzuhur, Maghrib-Isya di waktu Maghrib). Dilaksanakan pada waktu sholat yang kedua (Dzuhur-Ashar di waktu Ashar, Maghrib-Isya di waktu Isya).
Niat Jamak Niat untuk menjamak harus dilakukan pada saat takbiratul ihram sholat yang pertama (contoh: niat jamak saat sholat Maghrib). Niat untuk mengakhirkan sholat pertama harus dilakukan saat waktu sholat pertama masih ada. Niat jamaknya sendiri dilakukan saat akan sholat.
Tertib (Urutan) Wajib. Harus mendahulukan sholat pertama baru sholat kedua (Maghrib dulu, baru Isya). Tidak sah jika dibalik. Sangat Dianjurkan (Sunnah Mu'akkadah). Sebaiknya tetap berurutan (Maghrib dulu, baru Isya), namun sah menurut sebagian ulama jika terbalik.
Muwalat (Kesinambungan) Wajib. Tidak boleh ada jeda yang lama antara sholat pertama dan kedua. Setelah salam sholat pertama, harus segera iqamah dan memulai sholat kedua. Dianjurkan (Sunnah). Syarat kesinambungan lebih longgar karena pelaksanaannya sudah berada di waktu sholat kedua. Namun tetap dianjurkan untuk tidak diselingi aktivitas lain.
Mana yang Lebih Utama (Afdhal)? Tergantung kondisi. Jika seorang musafir berhenti di suatu tempat pada waktu Maghrib dan akan melanjutkan perjalanan, taqdim lebih utama. Jika seorang musafir memulai perjalanan sebelum Maghrib dan diperkirakan tiba di tujuan setelah masuk waktu Isya, takhir lebih utama dan lebih mudah. Pilihan didasarkan pada kemudahan (al-aysar).

Tanya Jawab Seputar Sholat Isya Jamak Takhir (FAQ)

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait praktik sholat jamak takhir beserta jawabannya berdasarkan pandangan para ulama.

T: Bolehkah menjamak Maghrib-Isya karena terjebak macet parah?

J: Ini kembali kepada penafsiran hadits Ibnu Abbas tentang menjamak tanpa sebab safar atau hujan. Sebagian ulama, terutama dari kalangan mazhab Hanbali, memperbolehkannya jika kemacetan tersebut benar-benar luar biasa dan menyebabkan seseorang yakin akan kehilangan waktu sholat Maghrib seluruhnya. Kesulitan (masyaqqah) yang dihadapi setara dengan kesulitan dalam safar. Namun, ini tidak boleh dijadikan kebiasaan setiap kali macet. Jika macetnya rutin dan bisa diprediksi, seseorang harus berusaha mengatur jadwalnya untuk bisa sholat pada waktunya.

T: Saya lupa berniat untuk jamak takhir di waktu Maghrib. Apakah jamak saya tetap sah?

J: Menurut pendapat yang paling kuat (khususnya mazhab Syafi'i dan Maliki), jamak takhirnya tidak sah. Sholat Maghrib yang Anda lakukan di waktu Isya dianggap sebagai sholat qadha, dan Anda berdosa karena sengaja menunda sholat dari waktunya tanpa niat rukhsah. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengingat dan menanamkan niat ini di hati selagi waktu Maghrib masih ada.

T: Saya seorang musafir dan sholat jamak takhir di belakang imam yang mukim (tidak menjamak). Bagaimana caranya?

J: Anda tidak bisa melakukan jamak takhir secara berjamaah penuh dalam kasus ini. Solusinya ada beberapa: (1) Anda menunggu imam selesai sholat Isya, lalu Anda sholat Maghrib sendiri, kemudian sholat Isya sendiri. (2) Anda bisa mengikuti sholat Isya berjamaah dengan niat sholat Isya. Setelah selesai, Anda sholat Maghrib sendirian (statusnya menjadi qadha). Pilihan terbaik jika ingin menjamak adalah mencari jamaah musafir lain atau sholat sendiri (munfarid).

T: Apakah pahala sholat jamak sama dengan sholat tepat waktu?

J: Sholat yang paling utama (afdhal) adalah yang dilaksanakan pada awal waktunya. Namun, ketika seseorang memiliki uzur syar'i, mengambil rukhsah jamak adalah hal yang dianjurkan dan dicintai Allah. Dalam kondisi ini, ia tidak berdosa dan insya Allah mendapatkan pahala penuh karena ia menjalankan syariat sesuai dengan kondisinya. Mengambil rukhsah adalah bentuk ketaatan, bukan mengurangi nilai ibadah.

T: Berapa lama batas seorang musafir boleh menjamak sholat?

J: Para ulama berbeda pendapat. Pendapat yang populer adalah jika seorang musafir berniat untuk tinggal di suatu tempat selama lebih dari empat hari (tidak termasuk hari datang dan pulang), maka sejak ia tiba, ia sudah berstatus sebagai mukim dan tidak boleh lagi menjamak atau mengqashar sholat. Jika niat tinggalnya empat hari atau kurang, atau tidak tahu pasti kapan akan pulang, maka ia boleh terus mengambil rukhsah safar.

🏠 Kembali ke Homepage