Pengurusan jenazah merupakan salah satu kewajiban kolektif (fardhu kifayah) bagi umat Islam. Ia adalah penghormatan terakhir yang diberikan kepada saudara seiman yang telah kembali kepada Sang Pencipta. Proses ini, yang dikenal sebagai tajhiz al-janazah, mencakup serangkaian amalan mulia, mulai dari memandikan, mengafani, menyalatkan, hingga menguburkan. Di antara semua tahapan tersebut, proses memandikan jenazah menempati posisi yang sangat fundamental. Ini bukan sekadar tindakan membersihkan jasad secara fisik, melainkan sebuah ibadah agung yang sarat dengan makna spiritual dan membutuhkan landasan utama, yaitu niat yang tulus dan benar.
Niat menjadi pembeda antara sebuah kebiasaan dan ibadah. Ia adalah ruh dari setiap amalan. Tanpa niat yang lurus karena Allah Ta'ala, proses memandikan jenazah hanya akan menjadi rutinitas tanpa nilai pahala. Oleh karena itu, memahami secara mendalam tentang niat memandikan jenazah, baik lafalnya, maknanya, maupun waktu pengucapannya, adalah sebuah keniscayaan bagi siapa pun yang hendak melaksanakan tugas suci ini.
Kedudukan Niat dalam Ibadah Memandikan Jenazah
Dalam ajaran Islam, niat memegang peranan sentral. Segala perbuatan seorang Muslim dinilai berdasarkan apa yang terbesit di dalam hatinya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis yang masyhur, "Innamal a'malu binniyat," yang artinya, "Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya." Hadis ini menjadi kaidah umum yang berlaku untuk semua bentuk ibadah, termasuk dalam mengurus jenazah.
Ketika seseorang hendak memandikan jenazah, ia harus menanamkan dalam hatinya bahwa tindakan ini dilakukan semata-mata untuk menjalankan perintah Allah, sebagai bentuk ibadah dan pemenuhan hak seorang Muslim atas Muslim lainnya. Niat ini mengangkat proses pembersihan fisik menjadi sebuah ritual yang penuh berkah. Niat tersebut berfungsi untuk:
- Membedakan Ibadah dari Adat: Membersihkan tubuh adalah kegiatan yang biasa dilakukan. Namun, dengan niat, tindakan membersihkan jasad orang yang telah wafat berubah menjadi ibadah fardhu kifayah.
- Menentukan Tujuan Amalan: Niat menegaskan bahwa tujuan utama dari proses ini adalah untuk mencari ridha Allah, bukan untuk pamer, mencari pujian, atau sekadar menggugurkan kewajiban sosial di mata masyarakat.
- Menjadi Syarat Sah: Sebagian besar ulama berpendapat bahwa niat merupakan salah satu syarat sahnya ibadah, termasuk dalam memandikan jenazah. Tanpa niat yang terpatri di hati, maka proses tersebut bisa dianggap tidak sah secara syar'i.
Niat sesungguhnya bersemayam di dalam hati. Melafalkannya (talaffuzh) bukanlah sebuah keharusan mutlak, namun banyak ulama dari mazhab Syafi'i yang menganjurkannya. Tujuannya adalah untuk membantu lisan menguatkan apa yang telah ada di dalam hati, sehingga konsentrasi dan kekhusyukan dalam menjalankan ibadah ini menjadi lebih sempurna.
Lafal Niat Memandikan Jenazah yang Tepat
Lafal niat untuk memandikan jenazah dibedakan berdasarkan jenis kelamin jenazah, yaitu untuk jenazah laki-laki dan jenazah perempuan. Perbedaan ini terletak pada kata ganti (dhamir) yang digunakan dalam bahasa Arab. Berikut adalah lafal niat yang umum digunakan, lengkap dengan tulisan Arab, transliterasi, dan artinya.
1. Niat Memandikan Jenazah Laki-Laki
Ketika jenazah yang akan dimandikan adalah seorang laki-laki, baik anak-anak maupun dewasa, maka niat yang diucapkan adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ أَدَاءً عَنْ هَذَا الْمَيِّتِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitul ghusla adā'an ‘an hādzal mayyiti lillāhi ta‘ālā.
"Aku berniat memandikan jenazah laki-laki ini sebagai sebuah pelaksanaan (kewajiban) karena Allah Ta'ala."
Mari kita bedah makna dari setiap frasa dalam niat ini untuk pemahaman yang lebih dalam:
- Nawaitul ghusla: Aku berniat memandikan.
- Adā'an: Sebagai bentuk pelaksanaan atau penunaian sebuah kewajiban.
- ‘An hādzal mayyiti: Untuk jenazah laki-laki ini. Kata 'mayyit' secara spesifik merujuk pada jenazah berjenis kelamin laki-laki.
- Lillāhi ta‘ālā: Semata-mata karena Allah Ta'ala. Frasa ini adalah inti dari keikhlasan, menegaskan bahwa seluruh amalan ini dipersembahkan hanya kepada-Nya.
2. Niat Memandikan Jenazah Perempuan
Jika jenazah yang akan dimandikan adalah seorang perempuan, maka lafal niatnya sedikit berbeda pada kata gantinya.
نَوَيْتُ الْغُسْلَ أَدَاءً عَنْ هَذِهِ الْمَيِّتَةِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitul ghusla adā'an ‘an hādzihil mayyitati lillāhi ta‘ālā.
"Aku berniat memandikan jenazah perempuan ini sebagai sebuah pelaksanaan (kewajiban) karena Allah Ta'ala."
Perbedaan utamanya terletak pada frasa:
- ‘An hādzihil mayyitati: Untuk jenazah perempuan ini. Kata 'mayyitah' adalah bentuk feminin dari 'mayyit', yang secara khusus ditujukan untuk jenazah perempuan.
Waktu yang paling tepat untuk membulatkan niat di dalam hati adalah pada saat pertama kali air menyentuh bagian tubuh jenazah. Adapun melafalkannya dapat dilakukan sesaat sebelum memulai proses penyiraman air pertama.
Persiapan Krusial Sebelum Memandikan Jenazah
Sebelum memulai proses memandikan, persiapan yang matang adalah kunci agar seluruh rangkaian dapat berjalan lancar, khidmat, dan sesuai dengan tuntunan syariat. Persiapan ini mencakup tiga aspek utama: orang yang akan memandikan, tempat, dan peralatan yang dibutuhkan.
Syarat dan Adab Orang yang Memandikan
Tidak semua orang bisa memandikan jenazah. Ada beberapa kriteria dan adab yang harus dipenuhi oleh orang yang akan melaksanakan tugas mulia ini:
- Muslim, Berakal, dan Baligh: Ini adalah syarat dasar. Orang tersebut harus seorang Muslim yang mengerti tata cara yang benar, memiliki akal sehat, dan sudah cukup umur.
- Amanah dan Terpercaya: Orang yang memandikan jenazah haruslah seseorang yang dapat menjaga rahasia. Jika ia melihat ada aib atau kekurangan pada fisik jenazah, ia wajib menutupinya dan tidak menceritakannya kepada siapa pun. Ini adalah adab yang sangat ditekankan.
- Mengetahui Fikih Pengurusan Jenazah: Ia harus memiliki ilmu yang cukup tentang tata cara memandikan jenazah sesuai sunnah, mulai dari niat hingga langkah-langkah akhirnya.
- Prioritas Keluarga Terdekat: Yang paling utama untuk memandikan jenazah adalah anggota keluarga terdekat yang memenuhi syarat di atas. Misalnya, anak laki-laki untuk ayah, atau anak perempuan untuk ibu. Jika tidak ada, barulah kerabat lain atau orang lain yang dikenal saleh dan amanah.
- Kesesuaian Jenis Kelamin: Jenazah laki-laki dimandikan oleh laki-laki, dan jenazah perempuan dimandikan oleh perempuan. Pengecualian berlaku untuk suami-istri. Seorang suami boleh memandikan jenazah istrinya, dan sebaliknya, seorang istri boleh memandikan jenazah suaminya. Anak kecil yang belum memiliki batasan aurat yang jelas boleh dimandikan oleh laki-laki maupun perempuan.
Mempersiapkan Tempat Pemulasaraan
Tempat yang akan digunakan untuk memandikan jenazah juga harus dipersiapkan dengan baik untuk menjaga kehormatan jenazah dan kelancaran proses.
- Tempat Tertutup dan Terjaga: Pilihlah lokasi yang tersembunyi dari pandangan orang banyak. Tujuannya adalah untuk menjaga privasi dan aurat jenazah. Hanya orang-orang yang bertugas memandikan dan membantu saja yang boleh berada di lokasi.
- Tempat yang Bersih: Pastikan area tersebut bersih dari najis dan kotoran. Kebersihan tempat mencerminkan kesucian dari prosesi itu sendiri.
- Memiliki Saluran Air yang Baik: Proses memandikan membutuhkan banyak air. Pastikan ada sumber air bersih yang mengalir dan sistem pembuangan air yang lancar agar tidak tergenang.
- Posisi yang Lebih Tinggi: Jenazah sebaiknya diletakkan di atas balai atau tempat yang sedikit lebih tinggi dari lantai. Ini akan memudahkan proses penyiraman, pembersihan, dan pembalikan tubuh jenazah.
Peralatan yang Diperlukan
Menyiapkan semua peralatan sebelum memulai akan sangat membantu. Berikut adalah daftar peralatan yang umumnya dibutuhkan:
- Air Bersih yang Cukup: Gunakan air suci dan menyucikan (air mutlak), seperti air sumur atau air ledeng. Siapkan dalam jumlah yang cukup banyak.
- Tempat Pemandian Jenazah: Sebuah meja atau balai khusus yang dirancang agar air mudah mengalir ke bawah.
- Sarung Tangan: Sangat dianjurkan bagi orang yang memandikan untuk memakai sarung tangan (sebaiknya beberapa pasang) untuk menjaga kebersihan dan untuk membersihkan bagian aurat jenazah.
- Kain Penutup Aurat: Siapkan selembar kain yang tidak transparan untuk menutupi aurat jenazah (dari pusar hingga lutut) selama proses pemandian berlangsung.
- Sabun, Sampo, atau Pembersih Lainnya: Gunakan sabun cair atau batangan untuk membersihkan seluruh tubuh.
- Daun Bidara (Sidr): Sunnah untuk mencampurkan tumbukan daun bidara ke dalam air bilasan. Daun bidara dikenal memiliki efek membersihkan dan mewangikan. Jika tidak ada, bisa diganti dengan sabun biasa.
- Kapur Barus (Kamper): Tumbuk halus kapur barus dan campurkan pada air untuk siraman terakhir. Fungsinya adalah untuk memberikan wewangian dan mengawetkan tubuh jenazah untuk sementara waktu.
- Kapas: Digunakan untuk membersihkan lubang-lubang seperti hidung, telinga, mulut, dan qubul/dubur setelah selesai dimandikan.
- Handuk atau Kain Kering: Siapkan beberapa handuk besar yang bersih dan menyerap air untuk mengeringkan tubuh jenazah setelah selesai dimandikan.
- Gunting: Jika diperlukan untuk menggunting pakaian yang sulit dilepaskan dari tubuh jenazah.
Tata Cara Memandikan Jenazah Langkah demi Langkah
Setelah niat terpatri dalam hati dan semua persiapan telah selesai, proses memandikan jenazah dapat dimulai. Proses ini harus dilakukan dengan lemah lembut, penuh hormat, dan mengikuti urutan yang disunnahkan.
Langkah 1: Persiapan Awal pada Jenazah
Letakkan jenazah di atas tempat pemandian dengan posisi terlentang. Lepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhnya dengan hati-hati. Jika sulit, pakaian tersebut boleh digunting. Segera setelah pakaian dilepas, tutup aurat jenazah (area antara pusar dan lutut) dengan kain penutup yang telah disiapkan. Aurat ini tidak boleh terbuka sama sekali selama proses pemandian.
Langkah 2: Mengucapkan Niat dan Memulai Pembersihan
Orang yang bertugas sebagai kepala pemandi mengucapkan lafal niat (atau cukup di dalam hati) sesuai dengan jenis kelamin jenazah. Niat ini menjadi penanda dimulainya ibadah memandikan jenazah. Setelah itu, mulailah dengan membersihkan kotoran.
Kenakan sarung tangan, lalu bersihkan semua najis dan kotoran yang mungkin ada di tubuh jenazah. Dengan tangan kiri yang terbalut kain atau sarung tangan, bersihkan bagian qubul (kemaluan depan) dan dubur (kemaluan belakang). Lakukan ini dengan menyiramkan air sambil membersihkannya. Setelah itu, tekan perut jenazah secara perlahan untuk mengeluarkan sisa kotoran yang mungkin masih ada di dalamnya. Bersihkan kembali hingga bersih. Setelah selesai, ganti sarung tangan dengan yang baru untuk melanjutkan ke tahap berikutnya.
Langkah 3: Mewudhukan Jenazah
Setelah jenazah bersih dari najis, langkah selanjutnya adalah mewudhukannya sebagaimana wudhu untuk shalat. Caranya adalah sebagai berikut:
- Membasuh Wajah: Basuh seluruh wajah jenazah sambil berniat untuk mewudhukannya.
- Berkumur dan Istinsyaq: Untuk berkumur dan membersihkan hidung (istinsyaq), cukup dengan menggunakan jari yang dibasahi atau sepotong kain/kapas basah. Masukkan jari atau kain basah tersebut ke dalam mulut jenazah untuk membersihkan gigi dan rongga mulutnya, lalu lakukan hal yang sama untuk membersihkan lubang hidungnya. Jangan memasukkan air secara langsung ke mulut atau hidung.
- Membasuh Kedua Tangan: Basuh tangan kanan jenazah hingga siku sebanyak tiga kali, kemudian lanjutkan dengan tangan kiri hingga siku sebanyak tiga kali.
- Mengusap Kepala: Usap kepala jenazah dengan air, cukup sekali usapan.
- Membasuh Kedua Kaki: Terakhir, basuh kaki kanan hingga mata kaki sebanyak tiga kali, lalu kaki kiri hingga mata kaki sebanyak tiga kali.
Proses wudhu ini bertujuan untuk menyucikan jenazah dari hadas kecil, sebagai persiapan spiritual sebelum ia "menghadap" Tuhannya melalui shalat jenazah.
Langkah 4: Menyiram Seluruh Tubuh
Ini adalah inti dari proses memandikan. Penyiraman dilakukan dengan urutan yang sistematis dan dianjurkan dalam jumlah ganjil (tiga, lima, atau tujuh kali, sesuai kebutuhan).
- Siraman Pertama (Air Biasa): Mulailah dengan menyiram bagian kepala dan wajah. Jika jenazah memiliki rambut atau jenggot, bersihkan dengan sampo atau pembersih lainnya, lalu bilas. Kemudian, siram bagian tubuh sebelah kanan, mulai dari leher, bahu, tangan, dada, perut, paha, hingga ujung kaki. Setelah bagian depan kanan selesai, miringkan jenazah sedikit ke kiri untuk menyiram bagian punggung sebelah kanan. Lakukan hal yang sama untuk bagian tubuh sebelah kiri.
- Siraman Kedua (Air Sabun atau Daun Bidara): Ulangi proses penyiraman seperti langkah pertama, namun kali ini gunakan air yang telah dicampur dengan sabun atau tumbukan daun bidara. Gosok seluruh tubuh jenazah dengan lembut untuk membersihkan sisa kotoran dan daki. Pastikan semua lipatan tubuh seperti ketiak, selangkangan, dan belakang lutut juga dibersihkan.
- Siraman Ketiga (Air Bersih untuk Membilas): Lakukan sekali lagi penyiraman ke seluruh tubuh dengan air bersih untuk membilas sisa-sisa sabun hingga tuntas. Pastikan tidak ada busa sabun yang tertinggal.
Jika setelah tiga kali siraman jenazah dirasa masih belum bersih, proses dapat diulang menjadi lima kali, atau tujuh kali, hingga jenazah benar-benar bersih. Setiap hitungan (pertama, kedua, ketiga) mencakup penyiraman lengkap ke seluruh tubuh.
Langkah 5: Siraman Terakhir dengan Kapur Barus
Siraman yang terakhir adalah yang paling dianjurkan. Campurkan air bersih dengan sedikit serbuk kapur barus (kamper) yang telah dihaluskan. Siramkan air ini ke seluruh tubuh jenazah, sebagaimana urutan sebelumnya. Air kapur barus ini berfungsi sebagai pewangi alami dan membantu memperlambat proses pembusukan jasad.
Langkah 6: Mengeringkan Jenazah
Setelah semua proses penyiraman selesai, angkat jenazah dengan hati-hati dan keringkan seluruh tubuhnya menggunakan handuk yang bersih dan kering. Pastikan seluruh tubuh, termasuk rambut dan sela-sela jari, benar-benar kering. Hal ini penting agar kain kafan yang akan membungkusnya nanti tidak menjadi basah dan cepat rusak. Setelah kering, jenazah siap untuk dipindahkan ke tempat pengafanan.
Hal-Hal Penting yang Perlu Diperhatikan
Ada beberapa situasi khusus dan adab tambahan yang perlu menjadi perhatian selama dan sesudah proses memandikan jenazah.
- Menjaga Aib Jenazah: Ini adalah prinsip yang paling utama. Apapun kondisi fisik jenazah yang mungkin terlihat tidak baik (misalnya, ada bekas luka, warna kulit yang berubah, atau bau yang tidak sedap), orang yang memandikan wajib merahasiakannya. Menyebarkan aib jenazah adalah perbuatan yang sangat tercela.
- Jika Keluar Najis Lagi: Jika setelah selesai dimandikan atau bahkan setelah diwudhukan, dari kemaluan jenazah keluar lagi najis, maka cukup bersihkan najis tersebut pada area yang terkena saja. Tidak perlu mengulang mandi atau wudhunya dari awal. Cukup bersihkan, lalu sumbat lubang keluarnya najis tersebut dengan kapas untuk mencegahnya keluar lagi.
- Jenazah Syahid: Jenazah seorang Muslim yang meninggal sebagai syahid di medan perang (syahid dunia dan akhirat) tidak perlu dimandikan dan tidak perlu dishalatkan menurut pendapat mayoritas ulama. Mereka dikuburkan dengan pakaian yang melekat saat mereka gugur.
- Jenazah Bayi: Bayi yang lahir dalam keadaan meninggal atau meninggal setelah lahir tetap wajib dimandikan, dikafani, dan dishalatkan seperti jenazah orang dewasa.
Penutup: Sebuah Penghormatan Terakhir yang Penuh Makna
Memandikan jenazah, yang diawali dengan niat yang tulus, adalah sebuah ibadah yang agung. Ia bukan hanya tentang membersihkan jasad yang fana, tetapi juga tentang memuliakan seorang saudara seiman pada akhir perjalanannya di dunia. Setiap sentuhan lembut, setiap siraman air, dan setiap doa yang terucap adalah bentuk penghormatan, kasih sayang, dan pemenuhan hak yang telah ditetapkan oleh syariat.
Dengan memahami setiap detail, mulai dari persiapan, lafal niat yang benar, hingga tata cara yang sesuai sunnah, kita dapat melaksanakan amanah ini dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah Ta'ala menerima amalan kita, mengampuni dosa-dosa saudara kita yang telah wafat, dan menempatkan mereka di tempat terbaik di sisi-Nya. Amin ya Rabbal 'alamin.