Panduan Mendalam Niat dan Doa Puasa
Ibadah puasa, baik yang wajib maupun sunnah, merupakan salah satu pilar penting dalam praktik keagamaan seorang Muslim. Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari, tetapi sebuah proses penyucian diri, pengendalian hawa nafsu, dan upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di balik tindakan fisik menahan diri tersebut, terdapat dua elemen spiritual yang menjadi ruh dan penentu sahnya ibadah ini: niat dan doa. Niat adalah gerbang pembuka, pondasi yang membedakan antara kebiasaan dan ibadah, sedangkan doa adalah jembatan komunikasi yang menyambungkan hamba dengan Penciptanya sepanjang pelaksanaan ibadah tersebut. Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk niat dan doa dalam puasa, dari dasarnya yang paling fundamental hingga detail praktisnya dalam kehidupan sehari-hari.
Bab 1: Memahami Hakikat Niat dalam Ibadah Puasa
Setiap amal dalam Islam selalu diawali dengan niat. Niat adalah kompas yang mengarahkan tujuan sebuah perbuatan. Tanpa niat yang benar, sebuah amal sebesar gunung pun bisa menjadi sia-sia di hadapan Allah. Demikian pula dalam ibadah puasa, niat memegang peranan sentral yang tidak dapat ditawar lagi.
Definisi dan Kedudukan Niat
Secara bahasa (etimologi), kata niat (النية) berasal dari bahasa Arab yang berarti 'maksud', 'kehendak', atau 'tekad hati'. Secara istilah (terminologi) dalam syariat Islam, niat adalah kehendak yang terlintas di dalam hati untuk melakukan suatu perbuatan ibadah demi mendekatkan diri kepada Allah SWT. Niat bukanlah sekadar ucapan di lisan, melainkan sebuah getaran dan kesadaran penuh di dalam sanubari.
Landasan utama kewajiban niat dalam setiap ibadah adalah hadis masyhur yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
"Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)Hadis ini menjadi kaidah emas dalam fiqh Islam. Para ulama menyebutnya sebagai sepertiga ilmu Islam karena cakupannya yang sangat luas. Dalam konteks puasa, hadis ini menegaskan bahwa nilai puasa seseorang di sisi Allah sangat ditentukan oleh apa yang terbesit dalam hatinya. Apakah ia berpuasa karena ikut-ikutan, karena alasan kesehatan, atau murni karena menjalankan perintah Allah? Niatlah yang menjadi pembedanya.
Fungsi Krusial Niat dalam Puasa
Niat dalam ibadah puasa memiliki setidaknya dua fungsi utama yang sangat penting:
- Membedakan Ibadah dari Kebiasaan: Seseorang mungkin tidak makan dan minum dari pagi hingga sore karena sedang sibuk bekerja, menjalani program diet, atau karena alasan medis. Secara fisik, tindakannya sama dengan orang yang berpuasa. Namun, yang membedakan nilai perbuatannya di hadapan Allah adalah niat. Dengan berniat puasa karena Allah, maka aktivitas menahan lapar dan dahaga itu berubah dari sekadar kebiasaan atau kebutuhan duniawi menjadi sebuah ibadah yang bernilai pahala.
- Membedakan Jenis Ibadah Satu dengan Lainnya (Tamyiz): Ada berbagai macam jenis puasa dalam Islam: puasa wajib Ramadan, puasa qadha (pengganti), puasa nadzar (karena janji), puasa kaffarah (denda), dan berbagai puasa sunnah seperti Senin Kamis, Arafah, Asyura, dan lainnya. Niat berfungsi untuk menentukan (ta'yin) puasa spesifik mana yang sedang dikerjakan. Seseorang tidak bisa sekadar berniat "saya niat puasa hari ini" tanpa menentukan puasa apa yang ia maksud, terutama untuk puasa wajib.
Niat di Hati vs. Melafazkan di Lisan
Sebuah perdebatan klasik dalam fiqh adalah mengenai perlukah niat dilafazkan (talaffuzh binniyyah). Jumhur (mayoritas) ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa tempat niat adalah di dalam hati. Inilah yang menjadi rukunnya. Sebuah niat sudah dianggap sah meskipun tidak diucapkan sama sekali. Jika seseorang pada malam hari bertekad dalam hatinya, "Besok saya akan berpuasa Ramadan karena Allah," maka niatnya sudah sah.
Namun, para ulama dari mazhab Syafi'i dan sebagian ulama mazhab lain berpendapat bahwa melafazkan niat hukumnya sunnah (dianjurkan). Alasannya adalah lisan membantu menguatkan dan memantapkan apa yang ada di dalam hati. Ini dianggap sebagai sarana untuk memastikan bahwa hati benar-benar fokus dan sadar akan ibadah yang akan dilakukan. Praktik ini diqiyaskan (dianalogikan) dengan niat dalam ibadah haji, di mana talbiyah dilafazkan.
Penting untuk dipahami bahwa melafazkan niat bukanlah sebuah kewajiban. Jika seseorang merasa lebih mantap dengan melafazkannya, hal itu baik untuk dilakukan. Namun, jika tidak, cukup dengan tekad kuat di dalam hati. Yang terpenting adalah jangan sampai perdebatan ini membuat kita lupa akan esensi niat itu sendiri, yaitu keikhlasan dan kesungguhan hati menghadap Allah.
Bab 2: Waktu yang Tepat untuk Berniat Puasa
Penentuan waktu niat merupakan salah satu syarat sahnya puasa. Terdapat perbedaan aturan antara puasa wajib dan puasa sunnah, yang keduanya didasarkan pada petunjuk dari Rasulullah SAW.
Waktu Niat untuk Puasa Wajib
Untuk semua jenis puasa wajib—seperti puasa Ramadan, puasa qadha, puasa kaffarah, dan puasa nadzar—para ulama sepakat bahwa niat harus dilakukan pada malam hari sebelum fajar. Istilah fiqh untuk ini adalah tabyiitun niyyah, yang berarti "menginapkan niat".
Dasarnya adalah hadis dari Hafshah binti Umar radhiyallahu 'anha, bahwa Nabi SAW bersabda:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ
"Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya." (HR. An-Nasa'i, Tirmidzi, Abu Daud. Disahihkan oleh Al-Albani)Rentang waktu "malam hari" ini dimulai sejak terbenamnya matahari (waktu Maghrib) hingga sesaat sebelum terbitnya fajar shadiq (waktu Subuh). Jadi, seseorang bisa berniat setelah shalat Maghrib, setelah shalat Isya, setelah tarawih, atau saat hendak makan sahur. Waktu sahur seringkali menjadi momen yang paling ideal karena merupakan pengingat terakhir sebelum memulai puasa.
Satu Niat untuk Sebulan Ramadan?
Muncul pertanyaan, apakah niat puasa Ramadan harus diperbarui setiap malam, atau cukup satu kali niat di awal bulan untuk sebulan penuh? Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama:
- Jumhur Ulama (Syafi'i, Hanafi, Hanbali): Berpendapat bahwa niat harus diperbarui setiap malam. Mereka memandang setiap hari puasa Ramadan sebagai ibadah yang terpisah dan berdiri sendiri. Jika satu hari batal, tidak membatalkan hari lainnya. Oleh karena itu, setiap hari memerlukan niatnya sendiri.
- Mazhab Maliki: Berpendapat bahwa niat cukup dilakukan satu kali di awal Ramadan untuk sebulan penuh, dengan syarat tidak ada jeda yang membatalkan kesinambungan puasa (seperti sakit atau safar yang mengharuskannya berbuka). Mereka menganggap puasa Ramadan sebagai satu kesatuan ibadah yang berkesinambungan.
Dalam praktiknya, untuk kehati-hatian (ihtiyath), sangat dianjurkan untuk mengikuti pendapat jumhur ulama, yaitu memperbarui niat setiap malam. Namun, sebagai langkah antisipasi jika suatu saat kita lupa berniat di malam hari, tidak ada salahnya untuk sekaligus berniat untuk sebulan penuh di awal Ramadan, mengikuti pendapat mazhab Maliki sebagai cadangan. Dengan demikian, kita menggabungkan kehati-hatian dari kedua pendapat tersebut.
Waktu Niat untuk Puasa Sunnah
Berbeda dengan puasa wajib, terdapat kelonggaran untuk waktu niat pada puasa sunnah. Niat puasa sunnah boleh dilakukan pada siang hari, dengan syarat penting: orang tersebut belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa (seperti makan, minum, atau berhubungan suami istri) sejak terbit fajar.
Dalilnya adalah hadis dari Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau berkata:
Pada suatu hari, Nabi SAW masuk menemuiku lalu bertanya, "Apakah engkau punya sesuatu (makanan)?" Kami menjawab, "Tidak." Beliau bersabda, "Kalau begitu, aku berpuasa." (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW berniat puasa pada hari itu juga, setelah fajar terbit, karena tidak ada makanan untuk sarapan. Ini menjadi dasar kebolehan meniatkan puasa sunnah di siang hari. Batas waktunya menurut sebagian ulama adalah hingga sebelum matahari tergelincir ke barat (sebelum waktu Zuhur). Namun, pahala yang didapat dihitung sejak ia mulai berniat, bukan sejak fajar.
Kelonggaran ini merupakan rahmat dari Allah yang memudahkan hamba-Nya untuk meraih pahala puasa sunnah. Misalnya, seseorang bangun pagi tanpa rencana puasa, namun hingga menjelang siang ia belum makan dan minum, lalu tergerak hatinya untuk berpuasa Senin atau Kamis, maka ia bisa langsung berniat saat itu juga dan melanjutkan puasanya hingga Maghrib.
Bab 3: Kumpulan Lafaz Niat untuk Berbagai Jenis Puasa
Meskipun niat sejatinya ada di dalam hati, melafazkannya dapat membantu konsentrasi dan memantapkan tekad. Berikut adalah kumpulan lafaz niat untuk berbagai jenis puasa, lengkap dengan tulisan Arab, transliterasi Latin, dan terjemahannya.
1. Niat Puasa Wajib Bulan Ramadan
Niat ini dibaca setiap malam selama bulan Ramadan, idealnya saat sahur atau setelah shalat tarawih.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لِلّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin 'an adā'i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanati lillāhi ta'ālā. "Aku berniat puasa esok hari untuk menunaikan kewajiban bulan Ramadan tahun ini karena Allah Ta'ala."2. Niat Puasa Qadha Ramadan
Bagi yang memiliki utang puasa Ramadan karena uzur syar'i (sakit, haid, safar), wajib menggantinya di hari lain. Niatnya harus ditentukan secara spesifik sebagai puasa qadha.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin 'an qadhā'i fardhi syahri Ramadhāna lillāhi ta'ālā. "Aku berniat puasa esok hari untuk mengganti (qadha) kewajiban bulan Ramadan karena Allah Ta'ala."3. Niat Puasa Sunnah Senin Kamis
Puasa Senin dan Kamis adalah amalan rutin Rasulullah SAW. Keutamaannya antara lain karena pada dua hari ini amalan-amalan manusia diangkat dan dilaporkan kepada Allah SWT.
Niat Puasa Hari Senin
نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ اْلاِثْنَيْنِ سُنَّةً لِلّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma yaumil itsnaini sunnatan lillāhi ta'ālā. "Aku berniat puasa sunnah hari Senin karena Allah Ta'ala."Niat Puasa Hari Kamis
نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ الْخَمِيْسِ سُنَّةً لِلّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma yaumil khamīsi sunnatan lillāhi ta'ālā. "Aku berniat puasa sunnah hari Kamis karena Allah Ta'ala."4. Niat Puasa Sunnah Arafah (9 Zulhijah)
Puasa ini sangat dianjurkan bagi yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Keutamaannya dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
نَوَيْتُ صَوْمَ عَرَفَةَ سُنَّةً لِلّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma 'Arafata sunnatan lillāhi ta'ālā. "Aku berniat puasa sunnah Arafah karena Allah Ta'ala."5. Niat Puasa Sunnah Asyura (10 Muharram) dan Tasu'a (9 Muharram)
Puasa Asyura dapat menghapus dosa setahun yang telah lalu. Dianjurkan untuk berpuasa sehari sebelumnya, yaitu pada hari Tasu'a, untuk membedakan dengan kebiasaan kaum Yahudi.
Niat Puasa Tasu'a
نَوَيْتُ صَوْمَ تَاسُوعَاءَ سُنَّةً لِلّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma Tāsū'ā'a sunnatan lillāhi ta'ālā. "Aku berniat puasa sunnah Tasu'a karena Allah Ta'ala."Niat Puasa Asyura
نَوَيْتُ صَوْمَ عَاشُورَاءَ سُنَّةً لِلّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma 'Āsyūrā'a sunnatan lillāhi ta'ālā. "Aku berniat puasa sunnah Asyura karena Allah Ta'ala."6. Niat Puasa Sunnah Daud
Puasa Daud adalah puasa yang paling dicintai Allah, yaitu berpuasa sehari dan berbuka (tidak berpuasa) di hari berikutnya. Puasa ini melatih konsistensi dan pengendalian diri tingkat tinggi.
نَوَيْتُ صَوْمَ دَاوُدَ سُنَّةً لِلّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma Dāwūda sunnatan lillāhi ta'ālā. "Aku berniat puasa sunnah Daud karena Allah Ta'ala."7. Niat Puasa Sunnah 6 Hari di Bulan Syawal
Barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian melanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seakan-akan telah berpuasa setahun penuh.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ سِتَّةٍ مِنْ شَوَّالٍ سُنَّةً لِلّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin 'an sittatin min Syawwālin sunnatan lillāhi ta'ālā. "Aku berniat puasa esok hari dari enam hari bulan Syawal, sunnah karena Allah Ta'ala."8. Niat Puasa Nadzar
Puasa nadzar adalah puasa yang diwajibkan oleh seseorang atas dirinya sendiri karena sebuah janji atau kaul kepada Allah. Hukumnya menjadi wajib untuk ditunaikan.
نَوَيْتُ صَوْمَ النَّذْرِ لِلّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauman nadzri lillāhi ta'ālā. "Aku berniat puasa nadzar karena Allah Ta'ala."Bab 4: Doa-Doa Penting Seputar Ibadah Puasa
Jika niat adalah gerbangnya, maka doa adalah nafas dari ibadah puasa. Doa mengisi setiap momen, dari sahur hingga berbuka, menjadikan puasa lebih dari sekadar rutinitas fisik, tetapi sebuah dialog spiritual yang berkelanjutan dengan Sang Pencipta.
Doa Saat Berbuka Puasa
Waktu berbuka adalah salah satu momen paling membahagiakan bagi orang yang berpuasa dan merupakan salah satu waktu mustajab untuk berdoa. Terdapat beberapa riwayat doa berbuka puasa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Doa Versi Pertama (Populer)
Doa ini sangat populer di kalangan masyarakat. Meskipun sebagian ahli hadis menilai sanadnya lemah (dha'if), banyak ulama yang memperbolehkan pengamalannya karena isinya yang baik dan masuk dalam kategori fadhailul a'mal (amalan keutamaan).
اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Allāhumma laka shumtu wa bika ā-mantu wa 'alā rizqika afthartu, birahmatika yā arhamar rāhimīn. "Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka. Dengan rahmat-Mu, wahai Dzat yang Maha Pengasih di antara para pengasih."Doa Versi Kedua (Lebih Shahih)
Doa berikut ini memiliki sanad yang lebih kuat (derajatnya hasan) menurut para ahli hadis, diriwayatkan oleh Abu Daud. Dianjurkan untuk membaca doa ini setelah membatalkan puasa dengan kurma atau air.
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
Dzahabazh zhama'u wabtallatil 'urūqu, wa tsabatal ajru in syā Allāh. "Telah hilang rasa dahaga, dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan, insya Allah."Para ulama menjelaskan bahwa doa kedua ini lebih tepat dibaca setelah tegukan pertama air atau gigitan pertama kurma, karena lafaznya ("telah hilang dahaga") menunjukkan kondisi setelah berbuka. Adapun doa pertama bisa dibaca sebelum berbuka. Menggabungkan keduanya adalah pilihan yang baik: membaca doa pertama sebelum berbuka, lalu setelah membatalkan puasa membaca doa kedua.
Adab dan Doa Saat Sahur
Sahur bukanlah sekadar makan sebelum fajar. Rasulullah SAW menegaskan keberkahannya dalam sabda beliau, "Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur itu terdapat berkah." (HR. Bukhari dan Muslim). Tidak ada doa khusus yang diajarkan untuk dibaca saat makan sahur. Namun, waktu sahur itu sendiri adalah waktu yang sangat istimewa.
Waktu sahur berada di sepertiga malam terakhir, yaitu waktu di mana Allah SWT turun ke langit dunia, dan doa-doa hamba lebih mudah untuk diijabah. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memanfaatkan momen ini untuk memperbanyak doa, istighfar (memohon ampun), dan dzikir. Kita bisa memanjatkan doa apa saja, baik untuk kebaikan dunia maupun akhirat, untuk diri sendiri, keluarga, maupun kaum muslimin secara umum.
Keistimewaan Doa Orang yang Berpuasa
Salah satu anugerah terbesar bagi orang yang berpuasa adalah doanya yang mustajab. Rasulullah SAW bersabda bahwa ada tiga golongan yang doanya tidak akan ditolak, salah satunya adalah "orang yang berpuasa hingga ia berbuka." (HR. Tirmidzi). Ini berarti sepanjang hari dari fajar hingga maghrib, seorang yang berpuasa berada dalam kondisi di mana doanya didengar dan berpotensi besar untuk dikabulkan oleh Allah.
Oleh karena itu, jangan sia-siakan kesempatan emas ini. Basahi lisan dengan dzikir dan doa di sela-sela aktivitas harian. Membaca Al-Qur'an, beristighfar, bershalawat, dan memanjatkan doa-doa yang kita hafal adalah cara terbaik untuk mengisi waktu puasa, menjadikannya bukan sekadar ibadah fisik, melainkan perjalanan spiritual yang penuh makna.
Bab 5: Isu-Isu Penting Seputar Niat dan Doa Puasa
Dalam praktik sehari-hari, seringkali muncul beberapa pertanyaan dan keraguan seputar niat dan doa puasa. Memahami pandangan para ulama mengenai isu-isu ini dapat memberikan ketenangan dan keyakinan dalam beribadah.
Jika Lupa Berniat Puasa Ramadan di Malam Hari
Ini adalah masalah yang sering terjadi. Seseorang mungkin ketiduran, lupa, atau tidak sempat sahur sehingga tidak teringat untuk berniat. Bagaimana status puasanya? Berdasarkan hadis "tidak ada puasa bagi yang tidak berniat di malam hari", menurut pandangan jumhur ulama (Syafi'i, Maliki, Hanbali), puasa wajibnya pada hari itu tidak sah. Ia wajib menahan diri (imsak) dari makan dan minum hingga maghrib untuk menghormati bulan Ramadan, namun hari itu tetap dihitung sebagai utang dan harus di-qadha di kemudian hari.
Namun, ada pandangan dari mazhab Hanafi yang memberikan sedikit kelonggaran. Mereka berpendapat bahwa niat puasa Ramadan boleh dilakukan hingga pertengahan siang (sebelum waktu zawal/Zuhur), dengan syarat belum melakukan pembatal puasa. Pendapat ini biasanya tidak menjadi pegangan utama, namun bisa menjadi solusi dalam kondisi darurat. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, solusi terbaik adalah dengan berniat untuk sebulan penuh di awal Ramadan sebagai tindakan preventif mengikuti mazhab Maliki.
Menggabungkan Niat Puasa Wajib dan Sunnah
Bolehkah menggabungkan niat puasa qadha Ramadan dengan puasa sunnah, misalnya puasa Senin Kamis? Misalkan seseorang punya utang puasa dan ingin membayarnya di hari Senin. Bolehkah ia berniat puasa qadha sekaligus puasa sunnah Senin?
Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat:
- Sebagian ulama, terutama dari mazhab Syafi'i, berpendapat bahwa hal ini diperbolehkan. Orang tersebut mendapatkan pahala puasa wajib (qadha) yang menjadi niat utamanya, dan insya Allah juga mendapatkan pahala puasa sunnah karena bertepatan dengan hari yang dianjurkan. Mereka menganalogikannya dengan orang yang masuk masjid lalu shalat qabliyah, ia juga mendapatkan pahala shalat tahiyatul masjid.
- Sebagian ulama lain berpendapat bahwa ibadah wajib dan sunnah harus dipisahkan niatnya. Ibadah wajib membutuhkan niat yang murni dan spesifik. Jadi, sebaiknya ia fokus pada niat qadha. Meskipun begitu, ia tetap mendapatkan keutamaan karena berpuasa di hari Senin.
Pendapat yang lebih hati-hati adalah memfokuskan niat pada yang wajib (qadha). Namun, jika ingin menggabungkannya dengan harapan mendapatkan kedua pahala, banyak ulama yang memperbolehkannya.
Pentingnya Ikhlas: Ruh dari Setiap Niat dan Doa
Pada akhirnya, semua pembahasan teknis mengenai lafaz, waktu, dan hukum niat serta doa harus kembali pada pondasi utamanya: keikhlasan. Niat yang paling sempurna adalah yang bersih dari segala tujuan selain mengharap ridha Allah. Doa yang paling mustajab adalah yang lahir dari hati yang tulus, penuh harap, dan berserah diri sepenuhnya kepada-Nya.
Puasa adalah madrasah (sekolah) untuk melatih keikhlasan. Kita menahan lapar dan dahaga di saat tidak ada seorang pun yang melihat, hanya karena kita sadar bahwa Allah Maha Melihat. Kesadaran inilah yang harus kita bawa saat kita memantapkan niat di dalam hati dan menengadahkan tangan dalam doa. Semoga Allah SWT menerima setiap niat tulus kita, mengabulkan setiap doa baik kita, dan menjadikan ibadah puasa kita sebagai pemberat timbangan kebaikan di akhirat kelak. Aamiin.