Negara serikat, atau sering disebut juga federasi, adalah salah satu bentuk organisasi negara yang paling kompleks dan menarik dalam studi ilmu politik. Konsep ini melibatkan pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat (federal) dan pemerintah daerah (negara bagian, provinsi, atau entitas sejenis) yang didasarkan pada konstitusi. Struktur ini dirancang untuk menyeimbangkan kebutuhan akan persatuan nasional dengan keinginan akan otonomi daerah, memungkinkan keberagaman budaya, ekonomi, dan politik untuk berkembang dalam kerangka kesatuan yang lebih besar.
Memahami negara serikat memerlukan penelusuran mendalam terhadap definisinya, prinsip-prinsip dasarnya, ciri-ciri uniknya, serta kelebihan dan kekurangannya. Artikel ini akan mengupas tuntas semua aspek tersebut, dilengkapi dengan contoh-contoh negara serikat di berbagai belahan dunia untuk memberikan gambaran yang komprehensif.
Gambar 1: Representasi visual hubungan antara pemerintah pusat dan negara bagian dalam sistem federal.
Secara etimologi, kata "federasi" berasal dari bahasa Latin "foedus," yang berarti perjanjian, aliansi, atau kesepakatan. Ini mengisyaratkan bahwa negara serikat terbentuk berdasarkan suatu ikatan sukarela atau konsensus antara beberapa entitas politik yang sebelumnya mungkin berdiri sendiri atau memiliki otonomi tertentu. Definisi formal negara serikat merujuk pada sebuah bentuk negara di mana kedaulatan dibagi antara pemerintah pusat dan unit-unit konstituen yang lebih kecil (negara bagian, provinsi, atau kanton).
Pembagian kedaulatan ini tidak berarti bahwa salah satu pihak memiliki kekuatan absolut atas yang lain, melainkan bahwa masing-masing memiliki wilayah kekuasaan yang sah dan independen sebagaimana diatur oleh konstitusi. Dengan kata lain, baik pemerintah pusat maupun pemerintah negara bagian memiliki wewenang untuk membuat dan menerapkan hukum dalam bidang-bidang tertentu yang menjadi kompetensi mereka, tanpa campur tangan dari pihak lain, kecuali jika diatur secara eksplisit dalam konstitusi.
Berbeda dengan negara kesatuan (uniter) di mana semua kekuasaan secara formal terpusat pada pemerintah nasional dan entitas subnasional hanyalah unit administratif yang kekuasaannya didelegasikan oleh pusat, dalam federasi, negara-negara bagian memiliki otonomi konstitusional. Otonomi ini bukan sekadar pemberian dari pusat yang bisa dicabut sewaktu-waktu, melainkan hak yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi federal.
Esensi dari negara serikat terletak pada konsep pemerintahan mandiri (self-rule) dan pemerintahan bersama (shared rule). Pemerintahan mandiri diwujudkan melalui otonomi yang dimiliki oleh unit-unit konstituen dalam mengelola urusan lokal mereka. Pemerintahan bersama tercermin dalam partisipasi unit-unit konstituen dalam proses pengambilan keputusan di tingkat federal, seringkali melalui lembaga legislatif bikameral di mana salah satu kamar (misalnya Senat atau Dewan Negara Bagian) mewakili kepentingan negara-negara bagian secara setara atau berdasarkan populasi.
Singkatnya, negara serikat adalah sistem pemerintahan di mana:
Definisi ini penting untuk membedakan federasi dari konfederasi, di mana unit-unit konstituen mempertahankan sebagian besar kedaulatan dan pemerintah pusat memiliki kekuasaan yang sangat terbatas, atau dari sistem desentralisasi dalam negara kesatuan, di mana otonomi daerah sepenuhnya tergantung pada kehendak pemerintah pusat.
Federalisme, sebagai ideologi di balik negara serikat, didasarkan pada beberapa prinsip fundamental yang memastikan pembagian kekuasaan yang seimbang dan fungsional. Prinsip-prinsip ini menjadi pilar utama yang menyangga seluruh struktur dan dinamika sebuah negara serikat.
Ini adalah prinsip inti federalisme. Kekuasaan pemerintah dibagi secara eksplisit oleh konstitusi antara dua atau lebih tingkatan pemerintahan, yaitu pemerintah federal (pusat) dan pemerintah negara bagian (daerah). Pembagian ini bukan sekadar delegasi administratif, melainkan pembagian kedaulatan yang fundamental. Konstitusi menetapkan secara jelas bidang-bidang kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan. Misalnya, pertahanan nasional, hubungan luar negeri, dan kebijakan moneter sering kali menjadi domain pemerintah federal, sementara pendidikan, kesehatan masyarakat, dan penegakan hukum lokal berada di bawah yurisdiksi negara bagian.
Dalam beberapa kasus, ada juga kekuasaan konkruen atau bersama, di mana kedua tingkatan pemerintahan dapat bertindak, seperti di bidang perpajakan atau lingkungan. Namun, biasanya konstitusi akan mengatur bagaimana konflik yurisdiksi di bidang ini diselesaikan, seringkali dengan memberikan supremasi kepada undang-undang federal jika ada konflik langsung dan sah dalam ranah kewenangan federal.
Pembagian kekuasaan ini memastikan bahwa tidak ada satu tingkatan pemerintahan pun yang dapat secara sepihak mengubah atau mengambil alih kekuasaan tingkatan lainnya. Ini adalah jaminan terhadap sentralisasi kekuasaan yang berlebihan dan melindungi otonomi unit-unit konstituen.
Dalam negara serikat, konstitusi adalah hukum tertinggi di negara tersebut. Semua hukum yang dibuat oleh pemerintah federal maupun negara bagian harus sesuai dengan konstitusi. Ini berarti bahwa konstitusi tidak hanya mendefinisikan pembagian kekuasaan tetapi juga membatasi kekuasaan kedua tingkatan pemerintahan. Konstitusi berfungsi sebagai wasit utama dalam setiap sengketa yurisdiksi antara pusat dan daerah. Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung seringkali diberi kewenangan untuk menafsirkan konstitusi dan memutuskan apakah suatu undang-undang sesuai dengan konstitusi.
Supremasi konstitusi ini juga berarti bahwa amandemen konstitusi federal biasanya memerlukan prosedur khusus yang melibatkan persetujuan dari kedua tingkatan pemerintahan, bukan hanya persetujuan dari pemerintah federal semata. Prosedur ini memberikan jaminan lebih lanjut bagi negara-negara bagian bahwa struktur federal tidak dapat diubah dengan mudah tanpa persetujuan mereka, yang pada gilirannya melindungi otonomi dan hak-hak mereka.
Unit-unit konstituen (negara bagian, provinsi, kanton) memiliki otonomi substansial dalam mengelola urusan internal mereka. Mereka memiliki konstitusi atau undang-undang dasar mereka sendiri, sistem pemerintahan mereka sendiri (legislatif, eksekutif, yudikatif), dan kewenangan untuk membuat kebijakan serta undang-undang yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi lokal, selama tidak bertentangan dengan konstitusi federal. Otonomi ini memungkinkan beragam masyarakat untuk mempertahankan identitas budaya, sosial, dan politik mereka sambil tetap menjadi bagian dari entitas nasional yang lebih besar.
Prinsip otonomi ini sangat penting untuk menciptakan pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan lokal. Dengan demikian, warga negara dapat merasa lebih terwakili dan memiliki suara yang lebih besar dalam keputusan-keputusan yang secara langsung memengaruhi kehidupan mereka sehari-hari.
Negara serikat tidak hanya tentang pembagian kekuasaan vertikal, tetapi juga tentang partisipasi horizontal. Unit-unit konstituen memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan di tingkat federal. Ini biasanya diwujudkan melalui sistem legislatif bikameral, di mana salah satu kamar (sering disebut Senat atau Dewan Federasi) secara khusus dirancang untuk mewakili kepentingan negara-negara bagian.
Dalam sistem seperti Amerika Serikat, setiap negara bagian, terlepas dari ukuran populasinya, memiliki jumlah perwakilan yang sama di Senat. Hal ini memberikan negara-negara bagian kecil kekuatan politik yang sebanding dengan negara-negara bagian besar dalam proses legislasi federal. Partisipasi ini memastikan bahwa kebijakan federal mempertimbangkan perspektif dan kebutuhan berbagai unit konstituen, sehingga memperkuat legitimasi dan penerimaan terhadap keputusan-keputusan di tingkat nasional.
Untuk memastikan penegakan konstitusi dan menyelesaikan sengketa antara pemerintah federal dan negara bagian, negara serikat mutlak memerlukan lembaga peradilan yang independen dan berwenang. Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penafsir utama konstitusi dan arbiter dalam konflik yurisdiksi.
Lembaga peradilan ini memastikan bahwa tidak ada tingkatan pemerintahan yang melampaui batas kekuasaannya dan bahwa hak-hak konstitusional kedua belah pihak dihormati. Keputusan-keputusan mereka mengikat dan diterima oleh semua pihak, menjamin stabilitas dan kepastian hukum dalam sistem federal.
Gambar 2: Simbol keseimbangan kekuasaan yang harus dipertahankan antara pemerintah pusat dan daerah dalam sistem federal.
Selain prinsip-prinsip dasar yang telah diuraikan, negara serikat memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari bentuk negara lain. Ciri-ciri ini merupakan manifestasi praktis dari filosofi federalisme dalam struktur pemerintahan.
Sebagaimana telah dijelaskan, ciri fundamental ini memastikan bahwa baik pemerintah federal maupun pemerintah negara bagian memiliki lingkup kekuasaan yang dijamin oleh konstitusi dan tidak dapat diubah secara sepihak. Konstitusi secara eksplisit mengalokasikan kewenangan tertentu kepada pemerintah pusat (kekuasaan enumerasi/tercatat), dan sisanya (kekuasaan residu) seringkali diberikan kepada negara bagian, atau sebaliknya. Kadang-kadang ada pula daftar kekuasaan bersama (konkuren) yang bisa dilaksanakan oleh kedua tingkatan.
Misalnya, di Amerika Serikat, Konstitusi secara spesifik mencantumkan kekuasaan Kongres AS (federal) seperti mencetak uang, menyatakan perang, dan mengatur perdagangan antarnegara bagian. Kekuasaan yang tidak didelegasikan ke federal atau dilarang bagi negara bagian, dicadangkan untuk negara bagian atau rakyat. Ini menciptakan kerangka hukum yang jelas untuk pembagian tanggung jawab dan otoritas.
Dalam negara serikat, terdapat setidaknya dua tingkatan pemerintahan—federal dan negara bagian—yang masing-masing memiliki kapasitas untuk membuat keputusan dan memberlakukan hukum bagi warganya sendiri, tanpa memerlukan persetujuan dari tingkatan pemerintahan yang lain dalam bidang kewenangannya. Keduanya adalah entitas yang berdaulat dalam lingkup yurisdiksi masing-masing. Warga negara di sebuah federasi tunduk pada hukum yang dibuat oleh kedua tingkatan pemerintahan ini. Misalnya, seorang warga negara bagian California di Amerika Serikat tunduk pada hukum California sekaligus hukum federal AS.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun berdaulat dalam lingkupnya, kedaulatan negara bagian tidaklah absolut dan harus tunduk pada supremasi konstitusi federal. Namun, kedaulatan ini jauh berbeda dari status pemerintah daerah dalam negara kesatuan yang hanya menjalankan delegasi kekuasaan dari pusat.
Konstitusi negara serikat hampir selalu merupakan dokumen tertulis yang memiliki status sebagai hukum tertinggi dan sulit untuk diubah (kaku). Kekakuan ini penting untuk melindungi pembagian kekuasaan dari perubahan yang impulsif atau sepihak. Prosedur amandemen konstitusi federal biasanya memerlukan mayoritas yang super, seringkali melibatkan persetujuan dari mayoritas negara bagian (misalnya, dua pertiga suara di Kongres federal dan ratifikasi oleh tiga perempat negara bagian, seperti di AS).
Kekakuan konstitusi ini berfungsi sebagai stabilisator, memberikan kepastian bagi kedua tingkatan pemerintahan bahwa kerangka kerja federal tidak akan mudah tergoyahkan oleh perubahan politik sesaat. Ini juga menjamin bahwa hak-hak dan otonomi negara bagian terlindungi dari potensi dominasi pemerintah federal.
Seperti yang sudah dibahas, keberadaan pengadilan federal yang independen sangat krusial. Lembaga ini bertindak sebagai penafsir konstitusi dan arbiter dalam perselisihan konstitusional antara tingkatan pemerintahan. Pengadilan tertinggi (biasanya Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi) memiliki wewenang untuk menyatakan suatu undang-undang atau tindakan pemerintah federal maupun negara bagian tidak konstitusional (judicial review), sehingga menjaga keseimbangan kekuasaan dan memastikan kepatuhan terhadap konstitusi.
Fungsi pengadilan independen ini mencegah salah satu tingkatan pemerintahan melampaui batas kewenangannya dan memastikan bahwa pembagian kekuasaan yang diamanatkan konstitusi ditegakkan secara objektif.
Ciri ini mencerminkan prinsip pemerintahan bersama. Biasanya, negara serikat memiliki sistem legislatif bikameral di mana salah satu kamar (misalnya Senat) didesain untuk memberikan representasi yang setara atau proporsional kepada negara-negara bagian, terlepas dari ukuran populasinya. Ini memungkinkan negara-negara bagian untuk menyuarakan kepentingan mereka dan memengaruhi pembuatan kebijakan di tingkat federal.
Sebagai contoh, di Jerman, Bundesrat (Dewan Federal) terdiri dari perwakilan pemerintah negara bagian (Länder), yang suaranya sering kali diinstruksikan oleh kabinet negara bagian mereka. Ini memastikan bahwa legislasi federal mempertimbangkan dampak terhadap negara bagian dan memerlukan persetujuan dari negara bagian dalam banyak kasus, terutama yang menyentuh kewenangan Länder.
Selain representasi legislatif, mekanisme partisipasi juga bisa berupa konsultasi formal antara pemerintah federal dan negara bagian, atau melalui perjanjian antarnegara bagian yang diatur dalam kerangka federal.
Dalam banyak negara serikat, warga negara memiliki status kewarganegaraan ganda: mereka adalah warga negara federal sekaligus warga negara dari negara bagian tempat mereka tinggal. Ini berarti mereka memiliki hak dan kewajiban yang diberikan oleh kedua tingkatan pemerintahan. Misalnya, mereka membayar pajak kepada pemerintah federal dan pemerintah negara bagian, serta mematuhi hukum dari kedua entitas tersebut. Meskipun identitas nasional seringkali mendominasi, identitas regional atau negara bagian juga merupakan bagian penting dari identitas warga.
Ciri ini memperkuat gagasan bahwa federasi adalah perpaduan antara kesatuan dan keberagaman, di mana individu memiliki ikatan dengan komunitas lokal mereka sekaligus dengan entitas nasional yang lebih besar.
Sistem negara serikat menawarkan sejumlah keunggulan yang signifikan, baik dalam hal tata kelola pemerintahan, perlindungan hak-hak minoritas, maupun responsivitas terhadap kebutuhan masyarakat yang beragam.
Salah satu kelebihan paling menonjol dari federalisme adalah kemampuannya untuk mengakomodasi keberagaman. Dalam negara-negara yang memiliki populasi besar dengan perbedaan etnis, budaya, bahasa, agama, atau ekonomi yang signifikan antarwilayah, sistem federal memungkinkan setiap daerah untuk mengadopsi kebijakan dan hukum yang paling sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai lokal mereka. Ini mengurangi risiko konflik yang mungkin timbul jika kebijakan seragam dipaksakan oleh pemerintah pusat kepada semua daerah.
Sebagai contoh, di India, yang memiliki puluhan bahasa dan ratusan kelompok etnis, sistem federal memungkinkan setiap negara bagian untuk menggunakan bahasa resmi mereka sendiri dan mengatur kurikulum pendidikan sesuai dengan konteks budaya lokal, tanpa mengabaikan identitas nasional India secara keseluruhan. Diversifikasi ini tidak hanya mencegah sentimen separatisme tetapi juga memperkaya tapestry budaya negara tersebut.
Negara serikat sering disebut sebagai "laboratorium demokrasi." Karena negara-negara bagian memiliki otonomi dalam membuat kebijakan di banyak bidang, mereka dapat mencoba pendekatan-pendekatan baru untuk mengatasi masalah sosial, ekonomi, atau lingkungan tanpa harus menunggu persetujuan dari pemerintah federal. Jika sebuah kebijakan berhasil di satu negara bagian, negara bagian lain atau bahkan pemerintah federal dapat mengadopsinya. Sebaliknya, jika kebijakan tersebut gagal, dampaknya terbatas pada satu negara bagian dan tidak menyebabkan krisis nasional.
Contoh klasik adalah reformasi kesejahteraan di Amerika Serikat, di mana beberapa negara bagian (seperti Wisconsin) menguji berbagai model sebelum akhirnya elemen-elemen sukses diadopsi dalam reformasi federal. Ini memungkinkan pembelajaran dan adaptasi kebijakan yang lebih cepat dan efisien, dibandingkan dengan sistem terpusat yang seringkali lambat dalam berinovasi.
Dengan adanya dua tingkatan pemerintahan atau lebih, federalisme secara inheren mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada warga negara. Masyarakat merasa lebih mudah untuk mengakses wakil-wakil mereka di tingkat negara bagian atau lokal, menyuarakan keluhan, dan memengaruhi kebijakan yang secara langsung memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Ini meningkatkan akuntabilitas pemerintah dan partisipasi warga dalam proses demokrasi.
Ketika kekuasaan didelegasikan ke tingkat yang lebih rendah, warga negara memiliki peluang lebih besar untuk terlibat dalam pemilihan umum lokal, menjadi bagian dari kelompok advokasi, atau bahkan mencalonkan diri untuk jabatan publik di tingkat negara bagian. Hal ini dapat meningkatkan rasa kepemilikan dan kepercayaan terhadap sistem politik.
Pembagian kekuasaan vertikal dalam federalisme bertindak sebagai salah satu bentuk check and balance yang kuat. Dengan membagi kedaulatan, federalisme mengurangi risiko konsentrasi kekuasaan yang berlebihan di tangan pemerintah pusat, yang bisa berujung pada otoritarianisme atau tiraninya mayoritas yang memaksakan kehendaknya pada minoritas regional. Negara-negara bagian menjadi benteng pertahanan terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah federal.
Prinsip ini sangat relevan dalam masyarakat yang memiliki kelompok-kelompok minoritas yang terdistribusi secara geografis. Federalisme memungkinkan kelompok-kelompok ini untuk membentuk mayoritas di wilayah mereka sendiri dan mengelola urusan mereka sesuai dengan nilai-nilai mereka, meskipun mereka adalah minoritas di tingkat nasional.
Untuk negara-negara dengan wilayah geografis yang luas dan populasi yang besar, sistem federal dapat membantu menjaga stabilitas politik. Mengelola wilayah yang luas dari satu pusat kekuasaan seringkali tidak efisien dan rentan terhadap ketidakpuasan regional. Federalisme memungkinkan administrasi yang lebih efisien dengan mendistribusikan tanggung jawab pemerintahan ke tingkat yang lebih mudah dikelola.
Misalnya, di Rusia atau Brasil, di mana wilayahnya sangat luas dan populasinya beragam, sistem federal memungkinkan pemerintah daerah untuk menangani masalah lokal secara lebih efektif, sehingga mengurangi beban pemerintah pusat dan mencegah potensi disintegrasi akibat tekanan regional.
Dengan adanya banyak tingkatan pemerintahan, warga negara memiliki lebih banyak titik akses untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah. Jika suatu kebijakan atau layanan tidak memuaskan di tingkat negara bagian, ada saluran untuk mengemukakan masalah tersebut kepada pemerintah negara bagian, atau bahkan kepada pemerintah federal jika ada pelanggaran konstitusi. Ini menciptakan lingkungan di mana setiap tingkatan pemerintahan merasa diawasi tidak hanya oleh tingkatan lain tetapi juga oleh publik.
Kompetisi antarnegara bagian untuk menarik investasi atau menyediakan layanan publik yang lebih baik juga dapat meningkatkan efisiensi dan inovasi, karena setiap negara bagian berupaya menunjukkan performa terbaiknya kepada warganya.
Meskipun memiliki banyak kelebihan, sistem negara serikat juga tidak luput dari kekurangan dan tantangan yang signifikan. Kompleksitas pembagian kekuasaan dan interaksi antar tingkatan pemerintahan dapat menimbulkan masalah tertentu.
Salah satu kritik utama terhadap federalisme adalah potensi duplikasi lembaga dan layanan. Dengan adanya pemerintah federal dan pemerintah negara bagian (masing-masing dengan badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif sendiri), seringkali terjadi tumpang tindih dalam fungsi dan birokrasi. Hal ini dapat menyebabkan inefisiensi, pemborosan sumber daya publik, dan kebingungan bagi warga negara mengenai tingkatan pemerintahan mana yang bertanggung jawab atas layanan tertentu.
Misalnya, di bidang kesehatan atau pendidikan, mungkin ada standar federal, standar negara bagian, dan bahkan standar lokal, yang semuanya memerlukan administrasi terpisah. Ini bisa memakan biaya lebih tinggi dibandingkan dengan sistem kesatuan yang lebih ramping.
Pembagian kekuasaan yang rumit dalam sistem federal secara inheren menciptakan potensi konflik yurisdiksi antara pemerintah pusat dan negara bagian. Perdebatan mengenai siapa yang memiliki wewenang untuk mengatur isu tertentu (misalnya, imigrasi, lingkungan, atau hak-hak sipil) bisa menjadi sumber ketegangan yang konstan. Konflik semacam ini seringkali berakhir di pengadilan, yang membutuhkan waktu dan sumber daya yang besar untuk diselesaikan.
Kasus-kasus di Mahkamah Agung Amerika Serikat, misalnya, seringkali membahas batas-batas kekuasaan federal versus negara bagian, yang menunjukkan bahwa garis pembagian kekuasaan tidak selalu jelas dan memerlukan interpretasi berkelanjutan.
Otonomi negara bagian, meskipun merupakan kelebihan, juga dapat menyebabkan ketidaksetaraan yang signifikan dalam kualitas layanan publik dan hak-hak warga negara. Negara bagian yang lebih kaya atau memiliki tata kelola yang lebih baik mungkin mampu menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur yang lebih unggul dibandingkan dengan negara bagian yang lebih miskin atau kurang efisien.
Ini berarti bahwa "kewarganegaraan" seseorang dapat sangat bergantung pada negara bagian tempat ia tinggal, menciptakan disparitas dalam akses terhadap peluang dan kualitas hidup. Sebagai contoh, standar pendidikan atau tunjangan kesejahteraan bisa sangat bervariasi dari satu negara bagian ke negara bagian lainnya, yang menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan kesetaraan nasional.
Kemampuan setiap negara bagian untuk membuat kebijakan sendiri dapat menyulitkan implementasi kebijakan nasional yang seragam atau koheren. Jika pemerintah federal ingin meluncurkan program besar atau menanggapi krisis nasional (seperti pandemi atau perubahan iklim), perbedaan kebijakan dan prioritas di antara negara-negara bagian dapat menghambat upaya tersebut atau menyebabkan respons yang tidak merata.
Misalnya, dalam penanganan pandemi, respons yang berbeda-beda di setiap negara bagian bisa memperlambat upaya penanggulangan secara keseluruhan dan membingungkan masyarakat mengenai pedoman yang harus diikuti. Hal ini menunjukkan bahwa federalisme terkadang dapat menghambat kemampuan negara untuk bertindak secara terpadu.
Dengan adanya dua atau lebih tingkatan pemerintahan, terkadang sulit bagi warga negara untuk mengidentifikasi siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas suatu masalah atau kegagalan kebijakan. Apakah masalah jalan rusak tanggung jawab pemerintah federal, negara bagian, atau kota? Apakah standar pendidikan rendah salah pemerintah pusat atau pemerintah negara bagian?
Kompleksitas ini dapat dimanfaatkan oleh politisi untuk saling menyalahkan antar tingkatan pemerintahan, sehingga mengurangi akuntabilitas secara keseluruhan. Warga negara mungkin merasa frustrasi dan bingung dalam mencari tahu siapa yang harus mereka tuntut pertanggungjawabannya.
Meskipun federalisme dirancang untuk mengakomodasi keberagaman dan mencegah separatisme, dalam beberapa kasus, ia justru dapat memicu atau memperkuat sentimen separatis. Dengan memberikan otonomi yang signifikan kepada unit-unit konstituen, federalisme dapat memperkuat identitas regional yang berbeda dari identitas nasional, terutama jika ada perbedaan etnis, bahasa, atau sejarah yang kuat. Jika perbedaan ini tidak dikelola dengan baik atau jika satu negara bagian merasa tidak adil diperlakukan oleh pemerintah federal, tuntutan untuk otonomi yang lebih besar atau bahkan kemerdekaan bisa muncul.
Contohnya adalah Quebec di Kanada atau Catalonia di Spanyol (meskipun Spanyol adalah negara kesatuan dengan otonomi tinggi, bukan federasi murni, namun kasusnya relevan dengan isu otonomi regional dan sentimen separatis). Federalisme harus memiliki mekanisme yang kuat untuk mengelola perbedaan dan membangun rasa kebersamaan nasional untuk mencegah disintegrasi.
Federalisme bukanlah konsep statis; ia telah berkembang dan beradaptasi sepanjang sejarah, mencerminkan kebutuhan dan tantangan zaman. Akar-akar federalisme modern dapat ditelusuri kembali ke abad ke-18, namun gagasan tentang pembagian kekuasaan sudah ada jauh sebelumnya dalam bentuk yang lebih sederhana.
Gagasan tentang beberapa entitas yang bekerja sama sambil mempertahankan identitasnya bukanlah hal baru. Liga-liga kota di Yunani kuno, seperti Liga Aetolian atau Liga Achaean, menunjukkan bentuk-bentuk awal kerjasama antarnegara kota. Mereka mempertahankan otonomi internal tetapi bersatu untuk tujuan pertahanan bersama. Di Eropa abad pertengahan, Kekaisaran Romawi Suci juga memiliki struktur yang sangat terdesentralisasi, di mana berbagai kerajaan, kadipaten, dan kota bebas mempertahankan otonomi yang signifikan di bawah kekaisaran nominal.
Namun, bentuk-bentuk ini lebih mirip konfederasi atau kekaisaran yang longgar daripada federasi modern dengan konstitusi tertulis yang membagi kekuasaan secara tegas. Kekuasaan pemerintah pusat biasanya lemah dan bergantung pada kerjasama sukarela dari unit-unit konstituen.
Transformasi paling signifikan dalam sejarah federalisme terjadi di Amerika Serikat. Setelah memenangkan kemerdekaan dari Inggris, 13 koloni yang baru merdeka pertama-tama membentuk konfederasi di bawah Artikel Konfederasi. Namun, sistem ini terbukti terlalu lemah, dengan pemerintah pusat yang tidak memiliki kekuatan untuk memungut pajak atau menegakkan hukum, yang menyebabkan kekacauan ekonomi dan politik.
Para Pendiri Amerika, terutama James Madison, Alexander Hamilton, dan John Jay (penulis The Federalist Papers), menyadari perlunya sistem pemerintahan yang lebih kuat namun tetap melindungi kebebasan individu dan otonomi negara bagian. Konvensi Konstitusi di Philadelphia pada tahun 1787 merancang sebuah konstitusi yang menciptakan bentuk pemerintahan baru: negara serikat. Konstitusi AS secara eksplisit membagi kekuasaan antara pemerintah federal dan negara bagian, menetapkan konstitusi sebagai hukum tertinggi, dan menciptakan sistem legislatif bikameral dengan perwakilan negara bagian di Senat.
Model Amerika ini menjadi prototipe bagi banyak federasi di seluruh dunia dan sering disebut sebagai "federalisme ganda" (dual federalism) pada awalnya, di mana batas antara kekuasaan federal dan negara bagian relatif jelas dan terpisah.
Setelah keberhasilan model Amerika, gagasan federalisme menyebar ke negara-negara lain, seringkali sebagai solusi untuk menyatukan wilayah yang luas dan beragam, atau untuk mengakhiri perselisihan internal. Contoh penting termasuk:
Pada periode ini, federalisme sering dilihat sebagai cara untuk menyatukan negara-negara baru atau memperkuat negara-negara yang sudah ada dengan menghormati identitas subnasional.
Sepanjang abad ke-20, terutama setelah Depresi Besar dan dua Perang Dunia, sifat federalisme mulai berubah. Konsep "federalisme ganda" (di mana pemerintah federal dan negara bagian memiliki yurisdiksi yang terpisah dan tidak tumpang tindih) mulai digantikan oleh "federalisme kooperatif" (cooperative federalism). Dalam model ini, batas antara kekuasaan federal dan negara bagian menjadi lebih kabur, dengan kedua tingkatan pemerintahan sering kali berkolaborasi dalam area kebijakan yang sama, seperti pembangunan infrastruktur, kesejahteraan sosial, atau lingkungan.
Pemerintah federal mulai memberikan hibah dan bantuan finansial kepada negara bagian untuk membiayai program-program tertentu, yang seringkali datang dengan syarat dan ketentuan federal. Ini meningkatkan pengaruh pemerintah federal terhadap kebijakan negara bagian. Model ini berkembang lebih lanjut menjadi "federalisme fiskal" (fiscal federalism) yang berfokus pada hubungan keuangan antar tingkatan pemerintahan.
Belakangan, muncul pula gagasan "federalisme baru" (new federalism), terutama di AS pada era Reagan, yang berupaya mengembalikan lebih banyak kekuasaan dan tanggung jawab kepada negara bagian. Namun, tren umum global cenderung menuju peningkatan interdependensi antara tingkatan pemerintahan.
Saat ini, federalisme terus berevolusi, menghadapi tantangan baru seperti globalisasi, perubahan iklim, terorisme, dan krisis ekonomi global, yang seringkali membutuhkan respons terkoordinasi dari semua tingkatan pemerintahan.
Federalisme bukan sistem yang monolitik; ia hadir dalam berbagai bentuk dan model, tergantung pada konteks sejarah, budaya, dan politik suatu negara. Para sarjana sering mengklasifikasikan federalisme berdasarkan sejauh mana kekuasaan dibagikan dan bagaimana hubungan antar tingkatan pemerintahan diatur.
Ini adalah model awal federalisme, yang sering digambarkan dengan metafora "kue berlapis" (layer cake). Dalam federalisme ganda, kekuasaan dan tanggung jawab pemerintah federal dan negara bagian dipisahkan secara ketat dan jelas. Masing-masing tingkatan memiliki yurisdiksi eksklusif atas bidang-bidang tertentu dan beroperasi secara independen tanpa tumpang tindih yang signifikan. Pemerintah federal menangani urusan nasional, sementara negara bagian mengurus urusan lokal.
Contoh klasik adalah Amerika Serikat pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, di mana peran pemerintah federal terbatas pada pertahanan, hubungan luar negeri, dan perdagangan antarnegara bagian, sementara pendidikan, kesehatan, dan penegakan hukum sebagian besar merupakan tanggung jawab negara bagian. Ada sedikit interaksi atau kolaborasi antara kedua tingkatan pemerintahan.
Berkembang pesat setelah Depresi Besar di Amerika Serikat, federalisme kooperatif adalah model di mana pemerintah federal dan negara bagian bekerja sama dan berbagi tanggung jawab dalam berbagai bidang kebijakan. Metafora yang sering digunakan adalah "kue marmer" (marble cake), menunjukkan bahwa kekuasaan dan tanggung jawab bercampur dan tumpang tindih.
Dalam model ini, pemerintah federal sering memberikan pendanaan (hibah bersyarat) kepada negara bagian untuk program-program yang dilaksanakan oleh negara bagian, namun dengan pedoman atau standar yang ditetapkan oleh federal. Hal ini memungkinkan pemerintah federal untuk memengaruhi kebijakan di bidang-bidang yang secara tradisional berada di bawah yurisdiksi negara bagian.
Contohnya termasuk program-program kesejahteraan sosial, pembangunan infrastruktur, dan lingkungan hidup, di mana kedua tingkatan pemerintahan memiliki peran yang saling melengkapi. Jerman adalah contoh lain dari federalisme kooperatif yang kuat, di mana negara bagian sering bertindak sebagai pelaksana undang-undang federal.
Jenis federalisme ini berfokus pada pembagian pendapatan dan pengeluaran antar tingkatan pemerintahan. Ini adalah aspek krusial dari federalisme kooperatif, di mana pemerintah federal sering mengumpulkan sebagian besar pajak dan kemudian mendistribusikannya kembali ke negara bagian melalui berbagai bentuk transfer dan hibah. Federalisme fiskal mencakup studi tentang bagaimana pendapatan dan beban publik dialokasikan antar tingkatan pemerintahan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial.
Tujuannya adalah untuk mengurangi ketidaksetaraan antarnegara bagian (misalnya, melalui hibah penyetaraan) dan untuk memastikan bahwa standar layanan publik minimum dapat dipertahankan di seluruh federasi. Namun, hal ini juga dapat meningkatkan ketergantungan negara bagian pada pemerintah federal dan memberikan pemerintah federal kekuatan untuk memengaruhi kebijakan negara bagian melalui "kekuatan dompet" (power of the purse).
Istilah "federalisme baru" digunakan terutama di Amerika Serikat, dimulai pada era pemerintahan Presiden Nixon dan kemudian ditekankan oleh Presiden Reagan. Ini adalah upaya untuk mengembalikan lebih banyak otonomi dan kekuasaan kepada negara bagian dari pemerintah federal. Kebijakan ini sering melibatkan pemberian "block grants" kepada negara bagian (dana federal yang dapat digunakan negara bagian dengan lebih banyak keleluasaan, tanpa terlalu banyak ketentuan federal) dan mengurangi peraturan federal yang mengikat negara bagian.
Tujuannya adalah untuk memberdayakan negara bagian agar lebih responsif terhadap kebutuhan lokal dan mengurangi ukuran serta campur tangan pemerintah federal. Namun, kritik terhadap federalisme baru sering menyoroti bahwa hal ini dapat memperburuk ketidaksetaraan antarnegara bagian karena negara bagian yang lebih miskin mungkin kesulitan menyediakan layanan yang sama tanpa dukungan federal yang ketat.
Jenis ini menyoroti dominasi cabang eksekutif (pemerintah) dalam hubungan antar tingkatan pemerintahan. Ini sering terjadi dalam sistem parlementer seperti Kanada, di mana para perdana menteri provinsi dan perdana menteri federal sering bernegosiasi dan membuat kesepakatan secara langsung, tanpa banyak keterlibatan legislatif. Keputusan-keputusan penting sering dibuat melalui konferensi antar pemerintah (federal-provinsi).
Federalisme eksekutif dapat menjadi efisien dalam pembuatan keputusan, tetapi juga dapat menimbulkan kritik karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas legislatif.
Dalam federalisme asimetris, unit-unit konstituen dalam sebuah federasi tidak semuanya memiliki status atau kekuasaan yang sama persis. Beberapa negara bagian mungkin diberikan otonomi atau hak-hak khusus yang lebih besar daripada yang lain, seringkali karena alasan sejarah, etnis, atau budaya yang unik. Hal ini dapat membantu mengakomodasi keberagaman yang sangat ekstrem atau merespons tuntutan dari wilayah minoritas yang kuat.
Contohnya adalah India, di mana beberapa negara bagian (seperti Jammu dan Kashmir, meskipun statusnya telah diubah) memiliki status khusus dengan tingkat otonomi yang lebih tinggi. Kanada juga menunjukkan aspek asimetris, dengan Quebec memiliki hak-hak bahasa dan budaya yang berbeda dari provinsi lain. Spanyol, meskipun bukan federasi formal, memiliki sistem "negara otonom" yang sangat asimetris.
Setiap jenis federalisme memiliki implikasi unik terhadap tata kelola, hubungan antar tingkatan pemerintahan, dan kehidupan warga negara. Pemilihan model federalisme yang tepat sangat tergantung pada konteks spesifik negara dan masyarakatnya.
Federalisme telah diterapkan di berbagai belahan dunia, membentuk struktur politik dari banyak negara besar dan beragam. Setiap federasi memiliki ciri khasnya sendiri, disesuaikan dengan sejarah, budaya, dan kebutuhan rakyatnya. Berikut adalah beberapa contoh penting:
Amerika Serikat adalah federasi tertua dan mungkin yang paling berpengaruh di dunia, menjadi model bagi banyak negara lain. Sistem federal AS didasarkan pada Konstitusi AS yang diratifikasi pada tahun 1788. Terdapat 50 negara bagian yang masing-masing memiliki konstitusi, legislatif, eksekutif, dan yudikatif sendiri. Kekuasaan pemerintah federal terbatas pada yang secara eksplisit didelegasikan oleh konstitusi (seperti pertahanan, hubungan luar negeri, percetakan uang, perdagangan antarnegara bagian), sementara kekuasaan residu dipegang oleh negara bagian.
Representasi negara bagian di tingkat federal dijamin melalui Senat, di mana setiap negara bagian, terlepas dari ukurannya, memiliki dua senator. Mahkamah Agung AS berperan penting dalam menafsirkan konstitusi dan menyelesaikan sengketa yurisdiksi antara federal dan negara bagian. Federalisme AS telah berkembang dari model ganda menjadi lebih kooperatif sepanjang abad ke-20, dengan peningkatan intervensi federal di bidang-bidang seperti kesejahteraan, pendidikan, dan lingkungan.
Kanada adalah federasi parlementer yang dibentuk pada tahun 1867. Terdiri dari sepuluh provinsi dan tiga wilayah (territories), Kanada memiliki pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan provinsi yang diatur oleh Undang-Undang Konstitusi. Provinsi-provinsi memiliki otonomi yang luas dalam bidang-bidang seperti pendidikan, kesehatan, dan hukum perdata. Salah satu fitur unik federalisme Kanada adalah sifat asimetrisnya, terutama terkait dengan Quebec, yang memiliki status linguistik dan budaya khusus.
Federalisme Kanada sering digambarkan sebagai "federalisme eksekutif" karena banyaknya negosiasi dan kesepakatan yang terjadi antara para perdana menteri federal dan provinsi. Hubungan federal-provinsi juga ditandai oleh transfer fiskal yang signifikan dari pemerintah federal ke provinsi untuk penyediaan layanan publik.
Republik Federal Jerman adalah federasi yang kuat, dibentuk setelah Perang Dunia II untuk mencegah sentralisasi kekuasaan dan untuk mengakomodasi identitas regional yang beragam. Terdiri dari 16 negara bagian (Länder), Jerman memiliki sistem federalisme yang sangat kooperatif. Länder memiliki otonomi substansial dalam bidang-bidang seperti pendidikan, budaya, dan administrasi kepolisian.
Karakteristik penting federalisme Jerman adalah peran Bundesrat (Dewan Federal), yang merupakan kamar kedua parlemen dan terdiri dari perwakilan pemerintah Länder. Bundesrat memiliki hak veto atas banyak undang-undang federal yang memengaruhi kepentingan Länder, memastikan partisipasi aktif negara bagian dalam pembuatan kebijakan federal. Sebagian besar undang-undang federal dilaksanakan oleh administrasi Länder, yang semakin memperkuat sifat kooperatif sistem ini.
India adalah federasi besar dan kompleks dengan lebih dari 1,4 miliar penduduk, ratusan kelompok etnis, dan puluhan bahasa resmi. Terdiri dari 28 negara bagian dan 8 wilayah persatuan (union territories), federalisme India diatur oleh konstitusi yang sangat rinci. Konstitusi membagi kekuasaan ke dalam daftar Union (federal), State (negara bagian), dan Concurrent (bersama).
Meskipun memiliki pembagian kekuasaan yang jelas, pemerintah pusat di India seringkali memiliki kekuatan yang dominan, terutama dalam situasi darurat atau jika ada konflik antarnegara bagian. India juga menampilkan aspek federalisme asimetris, dengan beberapa negara bagian sebelumnya memiliki status khusus. Fleksibilitas ini membantu mengelola keragaman luar biasa di India.
Persemakmuran Australia adalah federasi yang dibentuk pada tahun 1901, terdiri dari enam negara bagian dan beberapa wilayah (territories). Sistem federalnya mirip dengan Amerika Serikat dalam beberapa hal, dengan pembagian kekuasaan yang jelas dan konstitusi tertulis. Kekuasaan pemerintah federal terbatas pada yang tercantum dalam konstitusi (seperti pertahanan, imigrasi, perdagangan), sementara negara bagian memiliki kekuasaan residu.
Australia memiliki sistem parlementer, yang membedakannya dari AS. Hubungan fiskal antara federal dan negara bagian sangat penting, dengan pemerintah federal mengumpulkan sebagian besar pendapatan dan mendistribusikannya kembali melalui hibah. Mahkamah Tinggi Australia memiliki peran penting dalam menafsirkan konstitusi dan menyelesaikan sengketa federal.
Republik Federatif Brasil adalah federasi terbesar di Amerika Latin, terdiri dari 26 negara bagian dan satu distrik federal. Konstitusi Brasil memberikan otonomi yang signifikan kepada negara bagian, dan juga mengakui munisipalitas sebagai entitas federatif dengan otonomi yang substansial. Ini adalah fitur yang relatif tidak biasa, karena sebagian besar federasi hanya memiliki dua tingkatan pemerintahan utama.
Pembagian kekuasaan di Brasil sangat kompleks, dengan banyak kekuasaan bersama yang dibagi antara ketiga tingkatan pemerintahan. Federalisme fiskal juga menjadi aspek kunci, dengan transfer sumber daya dari federal ke negara bagian dan munisipalitas. Tantangan di Brasil sering berkaitan dengan ketidaksetaraan antarnegara bagian dan kebutuhan untuk mengelola wilayah yang sangat luas dan beragam secara demografis.
Federasi Rusia adalah negara terbesar di dunia berdasarkan luas wilayah, terdiri dari 85 subjek federal yang beragam, termasuk republik, krai, oblast, kota-kota federal, oblast otonom, dan okrug otonom. Struktur federal Rusia mencerminkan sejarah panjang dan keberagaman etnisnya.
Meskipun secara konstitusional merupakan federasi, dalam praktiknya, sistem Rusia telah menunjukkan kecenderungan sentralisasi yang kuat, terutama di bawah kepemimpinan yang dominan. Hubungan antara pusat dan subjek federal diatur oleh perjanjian dan konstitusi federal, namun dinamikanya sering kali bergeser tergantung pada kekuatan politik di Moskow. Beberapa subjek federal, terutama republik-republik, memiliki otonomi yang lebih besar dan hak untuk memiliki bahasa resmi mereka sendiri.
Konfederasi Swiss (secara resmi adalah federasi meskipun namanya "Konfederasi") adalah salah satu federasi tertua dan paling stabil di dunia. Terdiri dari 26 kanton, yang masing-masing memiliki otonomi besar, konstitusi sendiri, dan parlemen. Swiss adalah contoh federalisme di mana unit-unit konstituen (kanton) memiliki peran yang sangat kuat, sering disebut sebagai "federalisme kanton" atau "federalisme bawah-ke-atas".
Ciri khas Swiss adalah praktik demokrasi langsung yang luas, di mana warga memiliki hak untuk menginisiasi dan memveto undang-undang melalui referendum, baik di tingkat federal maupun kanton. Ini menambah lapisan akuntabilitas dan partisipasi yang unik pada sistem federalnya. Keberagaman bahasa (Jerman, Prancis, Italia, Romansh) dan budaya diakomodasi dengan sangat baik dalam struktur federal Swiss.
Gambar 3: Peta konseptual yang menunjukkan pembagian wilayah dalam negara serikat yang terpusat.
Untuk lebih memahami esensi negara serikat, penting untuk membandingkannya dengan negara kesatuan (unitary state), yang merupakan bentuk organisasi negara paling umum di dunia. Meskipun keduanya adalah bentuk negara modern, perbedaan mendasar terletak pada struktur kedaulatan dan pembagian kekuasaan.
Secara umum, negara serikat dipilih untuk mengelola keberagaman dan wilayah yang luas dengan mempertahankan persatuan, sementara negara kesatuan lebih disukai di negara-negara yang lebih homogen atau yang mengutamakan keseragaman dan sentralisasi kekuasaan untuk efisiensi dan kontrol.
Federalisme, seperti semua bentuk pemerintahan, terus menghadapi tantangan dan evolusi di era modern. Dinamika global dan perkembangan internal memaksa negara-negara serikat untuk terus beradaptasi dan menemukan solusi inovatif.
Meskipun menghadapi banyak tantangan, federalisme tetap relevan dan sering dianggap sebagai salah satu bentuk pemerintahan yang paling adaptif. Potensinya untuk mengakomodasi keberagaman, mendorong inovasi, dan mencegah konsentrasi kekuasaan menjadikannya pilihan yang menarik bagi banyak negara.
Masa depan federalisme kemungkinan akan melibatkan:
Federalisme adalah sebuah perjalanan yang berkelanjutan, bukan tujuan akhir. Negara-negara serikat harus terus-menerus menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi internal dan eksternal, memastikan bahwa struktur mereka tetap relevan dan efektif dalam melayani warganya.
Negara serikat adalah bentuk organisasi negara yang kompleks namun tangguh, dirancang untuk menyeimbangkan kebutuhan akan persatuan nasional dengan keinginan akan otonomi daerah. Dengan pembagian kekuasaan konstitusional antara pemerintah federal dan negara bagian, supremasi konstitusi, serta lembaga peradilan independen, federalisme menawarkan kerangka kerja yang unik untuk mengelola keberagaman dan mencegah sentralisasi kekuasaan yang berlebihan.
Meskipun memiliki kelebihan signifikan dalam hal responsivitas terhadap kebutuhan lokal, inovasi kebijakan, dan perlindungan hak-hak minoritas, federalisme juga menghadapi kekurangan seperti potensi duplikasi birokrasi, konflik yurisdiksi, dan ketidaksetaraan antarwilayah. Berbagai model federalisme telah berkembang, dari federalisme ganda yang terpisah hingga federalisme kooperatif dan asimetris yang lebih terintegrasi, mencerminkan adaptasi terhadap konteks yang berbeda.
Dari Amerika Serikat hingga India, Jerman hingga Kanada, negara-negara serikat di seluruh dunia menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip federalisme dapat diterapkan dan disesuaikan untuk mengatasi tantangan unik masing-masing negara. Di tengah dinamika global dan kompleksitas internal, federalisme akan terus menjadi subjek studi dan eksperimen yang relevan, berupaya mencapai tata kelola yang efektif, responsif, dan representatif bagi masyarakat yang semakin beragam.
Memahami negara serikat adalah kunci untuk memahami lanskap politik global modern dan bagaimana negara-negara besar dan beragam berupaya menyeimbangkan kekuatan, kebebasan, dan persatuan.