Mengurai Makna Menyengih: Psikologi, Budaya, dan Seni Komunikasi Non-Verbal

Tindakan menyengih, sebuah ekspresi wajah yang seringkali berada di antara senyum tulus dan seringai misterius, adalah salah satu elemen komunikasi non-verbal yang paling kompleks dan paling sering disalahpahami. Ia bukan sekadar mekanisme fisik mengangkat sudut bibir; ia adalah jendela menuju kondisi psikologis, isyarat sosial yang halus, dan bahkan peninggalan evolusioner. Dalam menganalisis fenomena ini, kita menemukan bahwa menyengih jauh melampaui kebahagiaan sederhana, merangkum emosi dari kemenangan tersembunyi, kecanggungan, hingga sarkasme yang tajam.

Ilustrasi Wajah Menyengih Ambigu Ekspresi Ambigu

Sebuah ilustrasi wajah yang menunjukkan ekspresi menyengih yang ambigu, tidak sepenuhnya bahagia namun juga tidak sepenuhnya sedih.

I. Definisi dan Mekanisme Fisik Menyengih

Secara terminologi, menyengih seringkali diartikan sebagai tersenyum dengan memperlihatkan gigi, seringkali dalam konteks yang menunjukkan rasa puas, ironi, atau sedikit rasa malu. Perbedaannya dengan senyum sejati (senyum Duchenne) terletak pada aktivasi otot wajah. Senyum Duchenne melibatkan otot orbicularis oculi (otot di sekitar mata), menghasilkan kerutan ‘kaki gagak’ yang menunjukkan ketulusan. Sebaliknya, menyengih, terutama yang bersifat sinis atau terpaksa, lebih didominasi oleh aktivasi zygomaticus major (otot yang menarik sudut bibir ke atas), namun seringkali tanpa keterlibatan penuh otot mata. Inilah yang membuat menyengih terasa lebih terkontrol dan kurang spontan.

A. Anatomi Otot Wajah dalam Tindakan Menyengih

Untuk memahami sepenuhnya bagaimana seseorang bisa menyengih, kita harus meninjau anatomi. Gerakan ini adalah hasil kerja sama yang rumit:

Ketika seseorang berupaya menahan tawa atau menunjukkan kepuasan diri yang tersembunyi, kontraksi otot-otot ini membentuk cengiran khas. Bentuk menyengih yang sinis, misalnya, dapat melibatkan otot-otot di satu sisi wajah lebih dominan daripada yang lain, menciptakan asimetri yang secara otomatis diinterpretasikan oleh otak penerima sebagai sinyal ketidakseimbangan emosional atau intensi tersembunyi. Ini bukan sekadar gerakan bibir, melainkan orkestrasi otot yang menciptakan narasi mikro tanpa kata.

B. Spektrum Ekspresi: Dari Tawa Tertahan hingga Seringai

Menyengih menempati posisi yang unik dalam spektrum ekspresi wajah manusia. Di satu ujung, terdapat tawa eksplosif yang tulus. Di ujung yang lain, terdapat ekspresi jijik atau marah. Menyengih berada di tengah, seringkali menjadi liminal state—keadaan batas. Ketika seseorang berusaha keras untuk tidak tertawa di situasi formal, mereka akan menyengih sebagai mekanisme pelepasan tekanan yang terinternalisasi. Fenomena ini menunjukkan adanya konflik internal: dorongan untuk berekspresi versus kebutuhan untuk menahan diri sesuai norma sosial. Kemampuan untuk menafsirkan nuansa dalam menyengih ini adalah keterampilan sosial yang penting; apakah ia berarti "Aku tahu sesuatu yang tidak kamu ketahui," atau "Aku sedang berusaha sopan meskipun situasinya lucu"?

II. Psikologi di Balik Tindakan Menyengih

Analisis psikologis menunjukkan bahwa menyengih adalah salah satu cara tubuh bernegosiasi dengan emosi yang ambigu atau tertekan. Ini adalah ekspresi yang jujur tentang ketidakjujuran, atau setidaknya, tentang informasi yang ditahan. Kita tidak menyengih ketika kita sedih, dan kita jarang menyengih ketika kita benar-benar kaget. Kita menyengih ketika ada elemen pemahaman tersembunyi, kontrol, atau superioritas situasional.

A. Superioritas dan Kepuasan Tersembunyi (The Grin of Contempt)

Salah satu fungsi psikologis paling umum dari menyengih adalah sinyal kepuasan diri atau superioritas. Ketika seseorang berhasil mengelabui orang lain, atau ketika mereka menyaksikan kegagalan kecil dari lawan yang tidak mereka sukai, respons pertama seringkali adalah menyengih. Ini adalah ekspresi kemenangan yang tidak memerlukan suara. Dalam teori komunikasi, ini diklasifikasikan sebagai leakage cue—isyarat bocoran—di mana emosi yang sebenarnya (kepuasan atau penghinaan) bocor keluar meskipun individu tersebut berusaha bersikap netral atau simpatik. Ini adalah bentuk komunikasi agresif pasif non-verbal.

Lebih jauh lagi, kepuasan diri yang diiringi dengan menyengih seringkali terkait dengan pelepasan dopamin yang diperkuat oleh ego. Seseorang menikmati momen tersebut, namun norma sosial melarang ekspresi kegembiraan yang berlebihan atas kemalangan orang lain. Oleh karena itu, otak memilih jalan tengah: senyum yang terkendali, menunjukkan gigi, namun tanpa kehangatan mata, mengisyaratkan "Aku senang, tetapi aku akan pura-pura tidak."

B. Menyengih sebagai Reaksi terhadap Kecanggungan Sosial (Awkward Grin)

Dalam situasi sosial yang canggung, menyengih berfungsi sebagai mekanisme penenangan diri dan peredam konflik. Ketika seseorang melakukan kesalahan kecil, atau berada di tengah-tengah keheningan yang awkward, mereka mungkin akan menyengih sambil menggelengkan kepala. Menyengih dalam konteks ini adalah permintaan maaf non-verbal instan, sebuah sinyal bahwa individu tersebut mengakui kekeliruan situasi tanpa harus mengucapkannya. Psikolog sosial menafsirkan ini sebagai appeasement display—tampilan penenangan—yang bertujuan untuk mengurangi potensi agresi atau penilaian negatif dari kelompok sosial.

C. Menyengih sebagai Indikator Ketidakpercayaan Diri

Ironisnya, meskipun sering diasosiasikan dengan superioritas, menyengih juga bisa menjadi indikator ketidaknyamanan atau ketidakpercayaan diri yang akut. Ketika seseorang dipuji secara berlebihan atau diminta melakukan sesuatu di luar zona nyaman mereka, mereka mungkin akan menyengih alih-alih tersenyum lebar. Menyengih ini adalah cara untuk menutupi rasa malu atau beban dari perhatian yang tidak diinginkan. Bibir ditarik, tetapi keseluruhan postur tubuh mungkin menunjukkan ketegangan, memberikan sinyal ganda yang membingungkan bagi pengamat yang kurang jeli.

Diagram Otot Wajah yang Menyebabkan Menyengih Fokus Otot Zygomaticus Major Area Kontraksi Menyebabkan Cengiran

Diagram sederhana yang menunjukkan kontraksi otot zygomaticus major yang bertanggung jawab menarik sudut bibir saat menyengih.

III. Menyengih dalam Konteks Sosial dan Budaya

Interpretasi terhadap menyengih sangat bergantung pada konteks budaya. Meskipun ekspresi wajah dasar seperti senyum dan marah diyakini universal, nuansa halus seperti menyengih dapat memiliki arti yang sangat berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Ekspresi ini, yang sering kali melibatkan ambiguitas, dapat menjadi alat komunikasi yang kuat dalam masyarakat yang menghargai kehalusan (high-context culture).

A. Menyengih di Budaya Asia (Konteks Kehormatan)

Dalam banyak budaya Asia Timur dan Tenggara, di mana menjaga kehormatan (face) sangat penting, menyengih seringkali digunakan sebagai pengganti ekspresi emosi yang lebih kuat. Jika seseorang merasa malu, mereka mungkin akan menyengih untuk menunjukkan bahwa mereka menyadari kesalahannya tetapi berusaha untuk tidak kehilangan ketenangan. Ini adalah bentuk pengalihan perhatian dari emosi negatif ke ekspresi yang lebih netral atau bahkan sedikit positif. Menyengih di sini bukan berarti kebahagiaan, melainkan sebuah filter sosial.

Di Jepang, misalnya, senyum atau cengiran dapat digunakan untuk menutupi rasa sakit atau duka. Seseorang yang baru saja mengalami kemalangan mungkin akan menyengih saat menyambut tamu, sebuah tindakan yang menunjukkan ketahanan dan keinginan untuk tidak membebani orang lain dengan emosi negatif. Menafsirkan menyengih dalam budaya ini membutuhkan pemahaman mendalam tentang tatemae (muka publik) versus honne (perasaan sejati).

B. Interpretasi di Budaya Barat (Konteks Individualisme)

Di budaya Barat, terutama yang lebih individualistis, menyengih seringkali diinterpretasikan lebih negatif. Ia cenderung diasosiasikan dengan:

  1. Sinisme atau Sarkasme: Sebuah indikasi bahwa apa yang dikatakan tidak sepenuhnya tulus atau mengandung ejekan tersembunyi.
  2. Seringai: Terkait erat dengan kejahatan atau niat buruk, terutama dalam media dan fiksi.
  3. Ketidakjujuran: Dalam wawancara atau interaksi formal, menyengih yang tidak disengaja sering diinterpretasikan sebagai pertanda adanya informasi yang disembunyikan.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa meskipun otot-otot yang bergerak sama, ‘kamus’ sosial yang kita gunakan untuk menerjemahkannya sangat bervariasi.

C. Mikroekspresi Menyengih dalam Negosiasi

Dalam dunia bisnis dan negosiasi, kemampuan untuk mendeteksi mikroekspresi menyengih dapat menjadi keuntungan besar. Jika lawan bicara Anda secara tidak sengaja menyengih setelah Anda mengajukan penawaran, itu mungkin mengindikasikan bahwa penawaran Anda jauh lebih baik daripada yang mereka harapkan, atau bahwa mereka berhasil mendapatkan sesuatu yang sangat menguntungkan. Mikroekspresi ini hanya berlangsung kurang dari seperlima detik, tetapi memberikan petunjuk penting tentang kondisi internal dan batas penerimaan mereka.

IV. Menyengih dalam Seni dan Literatur

Ekspresi menyengih memiliki sejarah panjang sebagai perangkat sastra dan visual yang kuat. Berbeda dengan senyum polos yang seringkali mudah dilupakan, menyengih meninggalkan kesan mendalam karena ambiguitas moralnya. Ia memaksa pembaca atau penonton untuk mempertanyakan motivasi karakter tersebut.

A. Grin di Dunia Fiksi: Simbol Kekacauan dan Misteri

Dalam literatur klasik dan modern, karakter yang terkenal karena kebiasaan menyengih mereka adalah karakter yang tidak dapat dipercaya atau memiliki dualitas moral. Ambil contoh Cheshire Cat dari Alice's Adventures in Wonderland. Cengirannya, yang dapat bertahan lama setelah tubuhnya menghilang, melambangkan kekacauan, ketidakpastian, dan misteri yang melekat pada dunia Wonderland. Menyengih dalam konteks ini adalah pengingat bahwa realitas tidak selalu seperti yang terlihat.

Selain itu, tokoh antagonis dalam cerita seringkali digambarkan menyengih saat merencanakan intrik. Menyengih bagi mereka adalah kepuasan pra-kemenangan, sebuah penegasan bahwa mereka memegang kendali atas nasib orang lain. Ekspresi ini segera mengkomunikasikan kepada audiens bahwa ada sesuatu yang jahat atau licik sedang terjadi di balik layar.

B. Studi Kasus: Menyengih dalam Film dan Teater

Aktor sering menggunakan menyengih untuk menyampaikan kompleksitas karakter tanpa kata-kata. Seorang aktor yang menggunakan menyengih yang lambat, misalnya, mungkin ingin menyampaikan bahwa karakternya sedang memproses rencana licik. Sebaliknya, menyengih yang cepat dan sedikit bergetar dapat menunjukkan kecemasan yang mendalam. Dalam seni pertunjukan, menyengih berfungsi sebagai jembatan emosional, menghubungkan narasi luar dengan gejolak batin karakter.

Wajah Menyengih Tersembunyi Tersembunyi Hanya Menyengih yang Terlihat

Ilustrasi wajah yang bagian atasnya tertutup, hanya memperlihatkan bagian mulut yang menyengih, menekankan aspek tersembunyi dari ekspresi tersebut.

V. Landasan Neurologis dan Evolusi Menyengih

Mengapa manusia, dan bahkan primata lainnya, memiliki kemampuan untuk menyengih? Jawabannya terletak pada evolusi sinyal sosial dan fungsi otak. Dalam studi primatologi, perilaku yang menyerupai menyengih (sering disebut bared-teeth display) memiliki dua makna utama yang tampaknya diwariskan dalam konteks manusia: ketakutan dan penenangan.

A. Menyengih sebagai Sinyal Ancaman Terbalik

Pada primata non-manusia, memperlihatkan gigi seringkali merupakan sinyal ancaman atau agresi. Namun, ketika sinyal ini dikombinasikan dengan tatapan mata yang dialihkan atau postur tubuh yang merendah, ia berubah menjadi sinyal kepatuhan atau permintaan maaf. Para ilmuwan evolusi percaya bahwa senyum dan menyengih manusia modern berevolusi dari sinyal ketakutan atau penyerahan diri ini. Ketika seorang manusia menyengih karena canggung, ia secara tidak sadar mengirimkan sinyal evolusioner, "Aku tidak bermaksud membahayakan, aku mengakui status superioritasmu dalam situasi ini."

B. Peran Otak dalam Memproses Menyengih

Penelitian neurologis menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) menunjukkan bahwa ketika kita melihat wajah yang menyengih, otak memprosesnya di area yang berbeda dibandingkan ketika melihat senyum tulus.

Fakta bahwa menyengih memicu aktivitas di area yang sensitif terhadap ambiguitas dan ancaman menunjukkan bahwa otak secara otomatis menganggapnya sebagai ekspresi yang memerlukan analisis lebih mendalam daripada senyum biasa. Kita harus bekerja lebih keras untuk menentukan apakah niat di baliknya baik atau buruk, sebuah tugas kognitif yang intensif.

C. Menyengih dalam Sindrom Neurologis Tertentu

Dalam kondisi neurologis tertentu, seperti sindrom Tourette atau cedera otak traumatik, ekspresi wajah bisa menjadi disinhibisi atau tidak disengaja. Penderita mungkin mengalami kejang otot wajah yang menghasilkan tampilan menyengih tanpa konteks emosional yang sesuai. Studi kasus ini menyoroti bahwa mekanisme fisik menyengih dapat dipicu secara murni mekanis, memperkuat gagasan bahwa meskipun ekspresi tersebut seringkali merupakan pilihan emosional, ia tetap terikat pada sirkuit motorik dasar di otak.

VI. Praktik dan Implikasi Komunikasi Lanjutan

Memahami fenomena menyengih adalah kunci untuk menjadi komunikator non-verbal yang lebih efektif. Baik dalam kehidupan pribadi, profesional, atau saat menganalisis interaksi politik, kesadaran akan sinyal yang diberikan oleh cengiran dapat mengubah interpretasi kita terhadap seluruh situasi.

A. Penggunaan Strategis Menyengih

Dalam persuasi, penggunaan menyengih yang strategis dapat membantu meredakan ketegangan atau membangun misteri. Seorang pembicara mungkin berhenti sejenak dan menyengih sebelum mengungkapkan kejutan besar. Menyengih ini berfungsi sebagai penahan, menciptakan antisipasi dan mengisyaratkan bahwa informasi yang akan datang adalah informasi yang menyenangkan atau mengejutkan. Namun, penggunaannya harus diatur dengan hati-hati; terlalu sering menyengih dapat membuat seseorang terlihat manipulatif atau tidak tulus.

B. Membedakan Menyengih dan Kebahagiaan Sejati

Kesalahan terbesar dalam interpretasi adalah menyamakan semua ekspresi bibir ke atas sebagai kebahagiaan. Kunci untuk membedakan senyum tulus dari menyengih yang tersembunyi adalah melihat mata. Senyum tulus (Duchenne) akan menghasilkan lipatan kecil (kerutan) di sudut luar mata. Jika seseorang menyengih dengan lebar, memperlihatkan gigi, tetapi area mata tetap datar dan dingin, ini adalah indikasi kuat bahwa emosi yang mendasarinya bukanlah kegembiraan yang tulus, melainkan kepuasan yang tertahan, rasa malu, atau ironi.

VII. Filsafat dan Eksistensi Menyengih

Di luar psikologi dan neurologi, menyengih juga memiliki tempat dalam filsafat, terutama yang berkaitan dengan ekspresi nihilisme dan absurditas. Tokoh-tokoh eksistensialis sering membahas bagaimana manusia merespons kontradiksi hidup—senyum adalah penerimaan, tetapi menyengih adalah pengakuan ironis terhadap kekonyolan keadaan.

A. Menyengih sebagai Respons terhadap Absurditas

Filsuf seperti Albert Camus mungkin melihat menyengih sebagai respons yang sempurna terhadap absurditas eksistensi. Ketika menghadapi makna hidup yang tidak ada, seseorang tidak tertawa, karena itu terlalu gembira; dan tidak menangis, karena itu terlalu putus asa. Sebaliknya, mereka menyengih—sebuah tanda bahwa mereka menyadari permainan kosmik dan memilih untuk menertawakannya, tetapi dengan nada pahit. Ini adalah cengiran yang bijaksana, yang datang dari kesadaran bahwa perjuangan adalah abadi, tetapi kemanusiaanlah yang memberikan makna melalui perjuangan itu sendiri.

Konsep ini sangat penting: menyengih adalah bahasa yang muncul ketika bahasa lain gagal. Ketika kata-kata tidak mampu menangkap nuansa ironi, atau ketika situasi terlalu konyol untuk ditanggapi secara serius, kita menyengih. Ekspresi ini adalah pengakuan diri bahwa kita memahami betapa anehnya dunia ini, dan kita memilih untuk meresponsnya dengan kejutan yang terkendali.

B. Epistemologi Menyengih: Pengetahuan dan Kontrol

Dalam konteks epistemologi (teori pengetahuan), menyengih menandakan adanya perbedaan pengetahuan. Orang yang menyengih adalah orang yang tahu lebih banyak daripada yang dia tunjukkan. Sinyal ini menunjukkan pemilikan informasi yang asimetris. Dalam sebuah diskusi, jika salah satu pihak tiba-tiba menyengih, itu segera mengubah dinamika kekuatan, karena pihak lain kini tahu bahwa ada variabel tersembunyi yang belum terungkap. Kekuatan dari menyengih bukanlah pada gerakannya, melainkan pada ketidakseimbangan informasi yang diisyaratkannya.

Ketika seorang anak menyengih setelah melakukan kenakalan, ia tidak hanya menunjukkan rasa puas, tetapi juga menegaskan, "Saya berhasil melakukan ini di bawah pengawasan Anda, dan saya tahu Anda tidak tahu seluruh ceritanya." Ekspresi ini adalah deklarasi otonomi dan kontrol personal atas narasi emosional dan faktual.

VIII. Analisis Mendalam Mengenai Varian Menyengih

Untuk benar-benar menguasai interpretasi komunikasi non-verbal, kita perlu memecah menyengih menjadi beberapa sub-kategori spesifik, masing-masing dengan karakteristik fisik dan psikologisnya sendiri.

A. The Sardonic Grin (Seringai Sardonic)

Seringai sardonic adalah menyengih yang paling gelap. Ia berasal dari rasa kepahitan yang dicampur dengan penghinaan ironis. Secara fisik, seringai ini seringkali asimetris dan melibatkan sedikit penurunan di sudut luar bibir yang lebih tinggi, memberikan kesan bahwa ekspresi itu 'tertarik' ke atas secara paksa. Ini adalah ekspresi yang sering muncul ketika seseorang menghadapi kesulitan besar yang telah mereka ramalkan atau ketika mereka menyadari ketidakadilan fundamental dalam sistem yang lebih besar. Ini adalah menyengih yang mengatakan, "Tentu saja ini terjadi; tidak ada yang lain yang diharapkan."

B. The Nervous Grin (Cengiran Gugup)

Cengiran gugup adalah ekspresi yang paling sering disalahpahami. Orang yang gugup menyengih bukan karena mereka bahagia, tetapi karena sistem saraf simpatik mereka terbebani. Ini sering disertai dengan gerakan tangan yang gelisah, postur tubuh yang kaku, dan tatapan mata yang cepat. Cengiran ini adalah upaya tubuh untuk meyakinkan orang lain bahwa semuanya baik-baik saja, bahkan ketika otak berteriak waspada. Ini adalah ekspresi penyamaran emosional. Penelitian psikofisiologi menunjukkan bahwa cengiran gugup meningkatkan tekanan darah tetapi menekan sinyal detak jantung yang menunjukkan kecemasan, mencoba menipu baik pengamat maupun diri sendiri.

C. The Mischievous Grin (Menyengih Nakal)

Ini adalah jenis menyengih yang paling ringan dan paling positif, meskipun masih mengandung unsur rahasia. Menyengih nakal terjadi ketika seseorang merencanakan kenakalan kecil atau ketika mereka berbagi rahasia yang lucu. Ini seringkali disertai dengan kedipan mata atau sedikit kemiringan kepala. Berbeda dengan seringai sardonic, menyengih nakal adalah simetris dan mata mungkin sedikit menyipit, meskipun kerutan Duchenne (kaki gagak) tidak selalu muncul. Ia menandakan kesamaan minat dan niat bermain-main yang tidak berbahaya.

IX. Menyengih dan Teknologi Digital

Dalam era komunikasi digital, menyengih telah mengalami metamorfosis yang menarik melalui penggunaan emoji dan emotikon. Emoji :) atau ikon yang menggambarkan cengiran sering digunakan untuk menggantikan nuansa ambigu yang sulit diungkapkan melalui teks semata. Namun, keterbatasan representasi digital seringkali gagal menangkap kedalaman ekspresi ini.

A. Keterbatasan Emotikon

Ketika seseorang mengirim teks yang berisi pernyataan sarkastik dan diikuti dengan emoji menyengih, mereka berusaha memindahkan ambiguitas non-verbal ke dalam bentuk digital. Namun, karena emoji bersifat statis, penerima kehilangan konteks penting seperti durasi, asimetri, dan gerakan mata. Akibatnya, menyengih digital seringkali ditafsirkan sebagai sinis padahal mungkin dimaksudkan sebagai lelucon ringan.

B. Menyengih dalam Budaya Meme

Budaya internet telah mengabadikan berbagai wajah menyengih sebagai meme yang menunjukkan kepuasan diri, manipulasi, atau kegagalan yang memalukan (cringe). Wajah-wajah meme ini menjadi kamus visual baru untuk menyampaikan jenis menyengih yang sangat spesifik, memungkinkan komunikasi cepat dan padat tentang kompleksitas emosional yang sebelumnya hanya bisa disampaikan melalui interaksi tatap muka. Meme 'Disaster Girl', misalnya, menggambarkan menyengih kepuasan di tengah kekacauan, mengkristalkan makna superioritas yang tersembunyi.

X. Kesimpulan: Kekuatan Ekspresi yang Penuh Nuansa

Menyengih adalah sebuah ekspresi wajah yang kaya, sebuah palet emosi yang melampaui kebahagiaan atau kesedihan. Ia adalah bahasa subteks, sebuah sinyal yang dirancang oleh evolusi untuk menavigasi kompleksitas interaksi sosial yang penuh dengan rahasia, ironi, dan ketidakpastian. Dari seringai sardonic yang sinis hingga cengiran gugup yang menenangkan, setiap variasi menyengih membawa informasi berharga tentang kondisi psikologis internal dan niat sosial seseorang.

Memahami kapan seseorang menyengih, dan yang lebih penting, mengapa mereka menyengih, adalah keterampilan esensial dalam dunia komunikasi. Tindakan sederhana ini—mengangkat sudut bibir dan memperlihatkan gigi—mempertahankan kekuatannya karena ia tetap berada di batas antara kebenaran yang diakui dan kebohongan sosial yang diperlukan. Menyengih adalah cerminan kompleksitas kemanusiaan itu sendiri: kita adalah makhluk yang secara konstan bernegosiasi antara apa yang kita rasakan dan apa yang kita tunjukkan kepada dunia.

Keunikan menyengih memastikan bahwa ia akan terus menjadi subjek penelitian, analisis sastra, dan perdebatan budaya. Selama manusia memiliki informasi yang ingin disembunyikan atau kepuasan yang ingin dipertahankan secara diam-diam, ekspresi yang ambigu dan kuat ini akan terus mendominasi ranah komunikasi non-verbal kita. Kita belajar untuk menyengih sejak dini, dan kita menghabiskan sisa hidup kita mencoba menguraikan apa artinya ketika orang lain melakukannya.

🏠 Kembali ke Homepage