I. Pengantar: Definisi dan Urgensi Penyamakan
Menyamak, atau penyamakan kulit, adalah sebuah proses kimiawi dan mekanis yang krusial, mengubah kulit mentah hewan yang rentan rusak dan membusuk menjadi material yang stabil, fleksibel, tahan air, dan awet, yang kita kenal sebagai kulit (leather). Tanpa proses penyamakan, kulit yang baru dilepas dari hewan akan mengalami dekomposisi cepat akibat serangan bakteri dan enzim, serta menjadi kaku dan rapuh ketika kering.
Inti dari proses menyamak terletak pada stabilisasi protein kolagen, yang merupakan komponen utama kulit. Dalam keadaan mentah, ikatan kolagen mudah diserang air dan panas. Penyamak (agen penyamak, seperti kromium atau tanin nabati) akan membentuk ikatan silang (cross-linking) dengan serat kolagen. Ikatan baru ini menghasilkan struktur yang jauh lebih stabil, tahan terhadap suhu tinggi (peningkatan titik didih), dan tidak dapat dibusukkan oleh mikroorganisme.
Sejak ribuan tahun lalu, teknik menyamak telah menjadi pilar penting peradaban manusia, menyediakan bahan untuk pakaian, tempat tinggal, alat transportasi, dan perkakas. Meskipun teknologi telah berkembang pesat, prinsip dasar penyamakan tetap sama: mengganti air yang terikat pada serat kolagen dengan zat penyamak yang permanen dan stabil.
Fungsi Utama Proses Penyamakan
Proses ini memiliki tiga fungsi utama yang harus dicapai oleh setiap penyamak, terlepas dari metode yang digunakan:
- Meningkatkan Stabilitas Termal: Meningkatkan suhu pengerutan (shrinkage temperature, Ts) kulit. Kulit mentah mengerut sekitar 60°C, sementara kulit samak krom bisa tahan hingga 100°C.
- Ketahanan Kimia dan Biologis: Membuat kulit tahan terhadap serangan bakteri, jamur, dan enzim pembusuk.
- Fleksibilitas dan Kekuatan: Mengubah kulit yang keras saat kering menjadi material yang lembut, lentur, dan kuat tarik.
II. Sejarah dan Perkembangan Awal Penyamakan
Menyamak adalah salah satu profesi tertua di dunia, dengan bukti-bukti penyamakan ditemukan pada situs arkeologi sejak masa Paleolitikum. Kebutuhan untuk mengawetkan sumber daya alam yang cepat membusuk mendorong inovasi awal yang cerdas.
Metode Primitif dan Tradisional
Penyamakan Otak dan Minyak
Salah satu metode tertua yang masih dipraktikkan oleh beberapa suku pribumi adalah penyamakan otak (brain tanning). Metode ini memanfaatkan kandungan lemak dan lesitin dalam otak hewan (yang secara alami cukup untuk menyamak kulit hewan tersebut) untuk melumasi dan melembutkan serat. Proses ini sangat padat karya dan menghasilkan kulit yang sangat lembut, sering kali digunakan untuk pakaian dan mokasin.
Fumigasi Asap
Penyamakan yang melibatkan pengasapan (fumigasi) juga umum, terutama di Amerika Utara. Asap mengandung aldehida dan kreosot yang bertindak sebagai pengawet ringan. Proses pengasapan memberikan warna coklat khas dan meningkatkan ketahanan air, meski tidak sepermanen penyamakan tanin.
Penyamakan Alum (Mineral Non-Permanen)
Penggunaan tawas (alum) dan garam telah dikenal sejak Mesir kuno. Proses ini disebut *tawing*. Meskipun menghasilkan kulit yang sangat putih dan lembut, penyamakan alum tidak permanen. Jika kulit tersebut dicuci atau direndam dalam air, bahan kimia akan larut, dan kulit akan kembali ke kondisi mentahnya. Oleh karena itu, tawing sering dianggap sebagai 'pengawetan' daripada 'penyamakan' sejati.
Zaman Tanin Nabati Kuno
Perkembangan signifikan terjadi dengan penemuan zat tanin (tannins) yang terdapat pada kulit kayu, daun, buah, dan akar tanaman. Bangsa Romawi, Yunani, dan peradaban di Asia telah menyempurnakan teknik penyamakan nabati. Proses ini memakan waktu yang sangat lama, bisa berbulan-bulan, di mana kulit direndam dalam larutan tanin dengan konsentrasi yang semakin meningkat. Hasilnya adalah kulit yang tebal, padat, dan sangat tahan lama, ideal untuk sol sepatu dan pelana kuda.
Diagram alir dasar yang menggambarkan transformasi kulit mentah melalui proses perendaman kimiawi.
III. Tahapan Persiapan Kulit Mentah (Beamhouse Operations)
Sebelum agen penyamak dapat berinteraksi secara efektif dengan kolagen, kulit harus dipersiapkan secara ekstensif. Tahapan ini, yang dikenal sebagai operasi *beamhouse* atau rumah kapur, adalah yang paling kritis dan paling banyak menghasilkan limbah padat dan cair.
1. Penggaraman dan Penyimpanan
Kulit yang baru dilepas dari hewan harus segera diawetkan untuk mencegah pembusukan. Metode paling umum adalah penggaraman (curing) menggunakan garam kering atau air garam (brine curing). Garam menarik air dari sel kulit dan menekan pertumbuhan bakteri. Kulit yang telah digarami dapat disimpan hingga berbulan-bulan sebelum diproses.
2. Perendaman (Soaking)
Tujuan: Mengembalikan kadar air kulit yang hilang selama penggaraman, membersihkan kulit dari kotoran, darah, dan garam berlebih.
- Proses: Kulit direndam dalam drum besar berisi air bersih. Kadang-kadang ditambahkan fungisida dan surfaktan untuk mempercepat proses pelepasan kotoran.
- Durasi: Biasanya 8 hingga 24 jam. Proses ini penting agar kulit mencapai hidrasi penuh sebelum langkah kimiawi selanjutnya.
3. Pengapuran (Liming)
Pengapuran adalah inti dari operasi *beamhouse*. Kulit direndam dalam larutan alkali kuat, biasanya Kalsium Hidroksida ($\text{Ca}(\text{OH})_2$) atau soda kaustik.
Fungsi Pengapuran:
- Hair Removal (Pencabutan Bulu): Larutan alkali melonggarkan ikatan folikel rambut ke dermis dan menghidrolisis protein non-kolagen (keratin) yang membentuk bulu.
- Pembukaan Serat (Fibre Opening): pH tinggi menyebabkan serat kolagen membengkak dan terpisah. Ini penting agar bahan penyamak nantinya dapat menembus seluruh ketebalan kulit secara merata.
- Penghilangan Protein Non-Kolagen: Menghilangkan sebagian besar protein globular yang tidak diinginkan dan lemak yang dapat menghambat penyerapan tanin.
Proses ini memakan waktu antara 1 hingga 7 hari, tergantung jenis kulit dan hasil akhir yang diinginkan. Dalam penyamakan modern, bahan kimia pembantu seperti natrium sulfida sering ditambahkan untuk mempercepat penghilangan bulu.
4. Penghilangan Kapur (Deliming) dan Pengikisan (Bating)
Setelah pengapuran, pH kulit sangat tinggi (sekitar 12), dan residu kapur harus dihilangkan. Langkah ini menggunakan asam lemah (seperti amonium sulfat) untuk menurunkan pH kulit secara bertahap.
- Deliming: Menghilangkan kelebihan kalsium hidroksida. Jika kapur tidak dihilangkan, dapat bereaksi dengan tanin dan menghasilkan noda atau kulit yang rapuh.
- Bating: Proses enzimatis menggunakan enzim proteolitik (biasanya pankreas babi atau bakteri buatan). Enzim ini mencerna protein residual non-kolagen yang mungkin masih ada, melembutkan kulit, dan meningkatkan fleksibilitas. Bating yang baik menghasilkan permukaan kulit yang sangat halus.
IV. Proses Inti Penyamakan (Tanning Proper)
Setelah kulit menjadi bersih, lembut, dan memiliki pH yang tepat, ia siap untuk tahap penyamakan. Ada dua metode utama yang mendominasi industri global: Penyamakan Kromium dan Penyamakan Nabati.
A. Penyamakan Kromium (Chrome Tanning)
Ditemukan pada pertengahan abad ke-19, penyamakan kromium kini menyumbang sekitar 80-90% dari produksi kulit dunia karena kecepatannya, fleksibilitasnya, dan kualitas kulit yang dihasilkan.
Mekanisme Kromium
Agen penyamak utama adalah Basic Chromium Sulfate (BCS), yang mengandung ion $\text{Cr}^{3+}$. Ion ini bermuatan positif dan berukuran sangat kecil. Ketika pH dikontrol dengan tepat, ion-ion kromium ini akan membentuk ikatan silang yang kuat dengan gugus karboksil (bermuatan negatif) pada serat kolagen.
Drum penyamakan modern, memastikan distribusi agen penyamak yang homogen di seluruh kulit.
Langkah-Langkah Utama Penyamakan Krom:
- Pickling (Pengasaman): Setelah *bating*, kulit memiliki pH netral atau sedikit basa. Untuk memastikan kromium dapat menembus kulit secara maksimal, pH harus diturunkan drastis (biasanya hingga 2.8 - 3.5) menggunakan asam (seperti asam sulfat) dan garam. Lingkungan asam ini juga menekan pembengkakan kulit yang tidak diinginkan.
- Tanning (Pemberian Kromium): Larutan BCS ditambahkan ke drum. Pada pH rendah ini, kromium terikat lemah.
- Basification (Peningkatan Kebasaan): Ini adalah langkah kunci. Alkali lemah (seperti natrium bikarbonat atau magnesium oksida) ditambahkan secara perlahan. Peningkatan pH ini menyebabkan kromium hidroksida berpolimerisasi dan membentuk ikatan silang yang kuat dan permanen dengan kolagen. Proses ini 'memfiksasi' kromium di dalam serat.
Hasil dari penyamakan krom adalah kulit basah berwarna biru kehijauan yang dikenal sebagai "wet blue." Kulit ini sangat tahan lama, lentur, tipis, dan ideal untuk pakaian, sarung tangan, dan interior otomotif.
B. Penyamakan Nabati (Vegetable Tanning)
Penyamakan nabati adalah metode tradisional yang menggunakan tanin, senyawa polifenol alami yang diekstrak dari berbagai sumber tumbuhan. Proses ini menghasilkan kulit yang tebal, keras, dan berwarna cokelat alami.
Sumber Tanin Nabati:
- Quebracho: Diperoleh dari kayu pohon di Amerika Selatan, menghasilkan tanin merah yang sangat kuat.
- Mimosa: Dari kulit kayu akasia, memberikan warna coklat muda.
- Kestanye (Chestnut): Memberikan warna yang dalam dan ketahanan air.
- Valonia dan Sumac: Sering digunakan untuk kulit dengan hasil akhir yang lebih lembut dan berwarna terang.
Mekanisme Nabati
Molekul tanin jauh lebih besar daripada ion kromium. Mereka masuk ke celah-celah serat kolagen dan membentuk ikatan hidrogen dan ikatan Van der Waals. Karena ukurannya, tanin juga secara fisik 'mengisi' ruang antar serat, membuat kulit lebih padat dan berat.
Langkah-Langkah Penyamakan Nabati:
- Perendaman Awal: Kulit (setelah *bating*) direndam dalam larutan tanin yang sangat lemah (disebut "tanin muda").
- Peningkatan Konsentrasi: Kulit dipindahkan secara bertahap ke bak perendaman dengan konsentrasi tanin yang semakin tinggi. Proses ini bisa memakan waktu 3 minggu hingga 3 bulan.
- Staking dan Pengepresan: Setelah penyerapan tanin selesai, kulit dikeringkan secara hati-hati, diolah dengan lemak (fatliquoring), dan kemudian diregangkan dan ditekuk (*staking*) untuk memastikan kelembutan.
Kulit nabati dikenal karena sifat penuaannya yang indah (*patina*) dan aroma kayu yang khas. Ini digunakan untuk barang mewah, sol sepatu berat, dan sabuk.
C. Metode Penyamakan Alternatif
- Penyamakan Aldehida: Menggunakan glutaraldehida. Menghasilkan kulit yang sangat lembut dan bisa dicuci (washable leather), sering digunakan untuk sarung tangan atau pakaian bayi.
- Penyamakan Sintetis (Syntans): Menggunakan polimer sintetis. Digunakan sebagai agen bantu dalam penyamakan krom atau nabati, atau sebagai penyamak tunggal untuk mendapatkan kulit berwarna putih terang.
- Penyamakan Bebas Logam (Zero-Waste Tanning): Metode yang sangat baru, sering menggunakan turunan titanium atau senyawa organik yang dapat terurai, sebagai respons terhadap tekanan lingkungan.
V. Operasi Paska-Penyamakan (Wet Finishing)
Tahap ini dimulai setelah penyamakan inti dan bertujuan untuk memberikan karakteristik fisik dan estetika yang diinginkan, seperti ketebalan, warna, kelembutan, dan ketahanan air.
1. Pengepresan dan Penipisan (Wringing and Splitting)
Kulit yang baru disamak memiliki kadar air tinggi. Pertama, kulit melewati mesin pengepres (*wringing machine*) untuk menghilangkan kelebihan air.
Kemudian, kulit seringkali harus dibagi ketebalannya (*splitting*). Kulit sapi tebal dapat dipecah menjadi beberapa lapisan:
- Lapisan Atas (Grain Layer): Lapisan paling kuat, digunakan untuk kulit berkualitas tinggi.
- Lapisan Tengah (Split Layer): Lapisan di bawah butiran yang bisa diubah menjadi suede, atau dilapisi dan diubah menjadi *bycast leather*.
2. Pewarnaan dan Pengisian (Retanning and Dyeing)
Retanning (Penyamakan Ulang)
Penyamakan ulang adalah pemberian agen penyamak tambahan (seringkali syntans, tanin nabati, atau polimer) untuk meningkatkan kepadatan, kelembutan, dan keseragaman kulit. Proses ini sangat menentukan 'rasa' kulit akhir.
Dyeing (Pewarnaan)
Kulit dimasukkan kembali ke dalam drum dengan pewarna anilin atau pigmen. Pewarnaan di drum memastikan warna menembus ke dalam lapisan kolagen (through-dyed), bukan hanya di permukaan.
3. Pelumasan Lemak (Fatliquoring)
Ini adalah langkah terpenting untuk menentukan kelembutan dan fleksibilitas kulit. Selama proses penyamakan dan pengeringan, serat kolagen cenderung saling menempel, yang akan menghasilkan kulit kaku. Pelumasan lemak melibatkan penambahan emulsi minyak dan lemak ke dalam kulit.
Minyak ini melapisi setiap serat kolagen, mencegahnya saling menempel saat kering, yang menghasilkan tekstur yang lentur dan lembut.
4. Pengeringan (Drying)
Setelah fatliquoring, kulit dikeringkan perlahan. Metode pengeringan bervariasi dan memengaruhi hasil akhir:
- Toggle Drying: Kulit direntangkan pada bingkai berlubang menggunakan penjepit (toggle) dan dikeringkan di ruangan berudara hangat.
- Vaksin Drying: Kulit diletakkan di atas piring logam panas dalam ruang vakum, menghasilkan kulit yang sangat rata.
- Hanging Drying: Dikeringkan dengan cara digantung, biasanya untuk kulit nabati tebal.
5. Pelunakan dan Peregangan (Staking)
Setelah kering, kulit menjadi sedikit kaku. Mesin *staking* menggunakan tindakan mekanis (menarik, menekuk, memukul) untuk memecah ikatan serat yang tersisa dan melunakkan kulit, meningkatkan hand feel.
VI. Finishing Kering dan Karakteristik Akhir
Tahap finishing memberikan penampilan visual akhir, sentuhan, dan perlindungan pada kulit.
1. Buffing (Pengampelasan)
Beberapa jenis kulit (terutama suede atau nubuck) diamplas menggunakan roda ampelas halus untuk menghasilkan permukaan berbulu yang lembut. Pengampelasan juga digunakan untuk menghilangkan cacat minor pada lapisan butiran (grain).
2. Coating dan Pewarnaan Permukaan
Sebagian besar kulit memerlukan lapisan penutup untuk perlindungan dan estetika. Lapisan ini bisa berupa:
- Aniline Finish: Pewarnaan transparan yang memungkinkan butiran alami kulit terlihat sepenuhnya. Hanya bisa digunakan pada kulit dengan kualitas butiran tertinggi.
- Semi-Aniline Finish: Mengandung sedikit pigmen untuk memberikan keseragaman warna sambil mempertahankan karakter alami.
- Pigmented Finish: Lapisan cat atau pigmen yang tebal, menutupi butiran alami kulit secara total. Ini menghasilkan warna yang seragam, tahan noda, dan tahan air, ideal untuk furnitur dan interior mobil.
3. Embossing dan Pressing
Untuk kulit yang lapisan butirannya rusak atau untuk membuat pola spesifik, kulit ditekan dengan pelat panas (embossing) untuk menciptakan tekstur tiruan (misalnya, pola buaya atau serat tertentu).
4. Pengukuran dan Klasifikasi
Langkah terakhir adalah pengukuran luas area kulit (biasanya dalam kaki persegi atau meter persegi) dan klasifikasi berdasarkan kualitas, cacat, dan hasil akhir. Ini menentukan nilai dan kegunaan akhir kulit tersebut.
VII. Jenis-Jenis Kulit Berdasarkan Hasil Penyamakan
Penamaan kulit didasarkan pada proses penyamakan dan finishing yang digunakan, yang menghasilkan material dengan sifat yang sangat berbeda.
A. Berdasarkan Metode Penyamakan
- Kulit Vegetal (Veg-Tan): Kulit samak nabati. Kaku, tebal, bentuknya kuat, dan mengembangkan patina yang kaya seiring waktu.
- Kulit Krom (Chrome-Tan): Kulit samak krom. Fleksibel, ringan, tahan air, dan tahan suhu tinggi.
- Kulit Kombinasi (Combination-Tan): Biasanya dimulai dengan penyamakan krom, kemudian diikuti dengan penyamakan ulang nabati. Mengambil keunggulan dari kedua metode: stabilitas krom dan kekakuan serta kemampuan patina nabati.
B. Berdasarkan Lapisan Butiran (Grain)
- Full Grain Leather: Lapisan kulit paling atas, tidak diamplas atau diubah. Mempertahankan semua karakter alami dan cacat (seperti bekas luka). Kulit kualitas tertinggi, paling tahan lama, dan mengembangkan patina terbaik.
- Top Grain Leather: Lapisan atas kulit di mana permukaan butirannya sedikit diamplas untuk menghilangkan cacat, kemudian ditambahkan lapisan penutup. Lebih lembut dan lebih seragam daripada Full Grain.
- Split Leather: Lapisan di bawah Top Grain. Digunakan untuk suede. Jika di-emboss dan dilapisi dengan poliuretan, disebut *Corrected Grain* atau *Bicasting Leather*.
C. Berdasarkan Finishing
- Suede: Dibuat dari lapisan split, memiliki tekstur lembut di kedua sisi. Tidak tahan air.
- Nubuck: Kulit Top Grain atau Full Grain yang permukaannya sangat sedikit diamplas, menghasilkan permukaan seperti beludru halus. Lebih kuat dari suede.
- Nappa Leather: Istilah umum untuk kulit yang sangat lembut, seringkali samak krom dengan lapisan *aniline* atau *semi-aniline*, digunakan untuk barang mewah.
VIII. Dampak Lingkungan dan Inovasi Berkelanjutan
Industri menyamak secara historis dikenal sebagai salah satu industri yang paling mencemari. Namun, inovasi dan regulasi ketat telah mendorong perubahan besar menuju proses yang lebih ramah lingkungan dan sirkular.
Tantangan Lingkungan Utama
Limbah Cair Kromium
Meskipun kromium yang digunakan (Cr III) tidak beracun dan esensial bagi tubuh, masalah muncul jika proses yang buruk menyebabkan oksidasi menjadi Kromium Heksavalen (Cr VI), yang sangat beracun dan karsinogenik. Limbah cair dari penyamakan krom juga memiliki tingkat Garam (NaCl), Sulfida, dan Alkalinitas yang tinggi.
Limbah Padat
Limbah padat seperti trim kulit, bulu, dan lumpur yang mengandung kapur menyumbang volume limbah yang besar. Pemanfaatan kembali produk sampingan ini menjadi sangat penting.
Penggunaan Air dan Energi
Proses penyamakan sangat intensif air, membutuhkan volume air yang besar untuk pencucian dan proses drum. Konsumsi energi tinggi diperlukan untuk memanaskan air dan menjalankan drum berputar serta mesin pengering.
Solusi dan Keberlanjutan Modern
Sistem Daur Ulang Kromium
Teknologi modern memungkinkan penyamakan untuk mendaur ulang atau memulihkan kromium dari limbah cair. Ini tidak hanya mengurangi pencemaran tetapi juga menghemat biaya bahan baku.
Penyamakan Bebas Air dan Penggunaan Drum Tertutup
Penggunaan drum modern yang memungkinkan kontrol yang sangat presisi terhadap air dan bahan kimia (meminimalkan rasio air-kulit) telah mengurangi konsumsi air secara signifikan.
Pemanfaatan Produk Sampingan (By-Products)
Industri telah menemukan cara kreatif untuk memanfaatkan limbah kulit:
- Pembuatan Gelatin dan Kolagen: Limbah kulit yang belum disamak dapat diolah menjadi gelatin atau kolagen untuk makanan, farmasi, atau kosmetik.
- Pupuk: Bulu yang dilepaskan dalam proses pengapuran dapat diubah menjadi pupuk kaya nitrogen.
- Produksi Biogas: Sisa-sisa organik dapat digunakan dalam reaktor anaerobik untuk menghasilkan biogas.
Peralihan menuju penyamakan nabati yang tersertifikasi ramah lingkungan atau penyamakan bebas logam (misalnya, menggunakan senyawa zirkonium atau aluminium) juga menjadi tren utama untuk memenuhi permintaan pasar yang sadar lingkungan.
IX. Masa Depan Industri Penyamakan
Industri menyamak terus beradaptasi dengan tantangan global, terutama terkait efisiensi sumber daya dan digitalisasi. Masa depan penyamakan akan didominasi oleh teknologi yang meminimalkan jejak ekologis sambil mempertahankan kualitas material.
Digitalisasi dan Otomasi
Penggunaan sensor dan sistem otomatis dalam drum penyamakan memungkinkan pengawasan real-time terhadap pH, suhu, dan konsentrasi bahan kimia. Ini memastikan bahwa setiap batch diolah secara optimal, mengurangi kesalahan manusia, dan meminimalkan penggunaan bahan kimia berlebih.
Peningkatan Kualitas Kulit dari Sumber Alternatif
Meskipun mayoritas kulit berasal dari ternak (sapi, domba, kambing), riset terus dilakukan pada penyamakan kulit ikan dan kulit reptil, serta kulit yang berasal dari daging yang tidak konvensional, untuk memaksimalkan pemanfaatan limbah dari industri pangan.
Riset Bahan Penyamak Baru
Fokus utama riset adalah pada pengembangan agen penyamak yang sepenuhnya organik, dapat terurai secara hayati, dan aman tanpa mengorbankan kualitas. Penyamakan berbasis TiO2 (Titanium Dioksida) dan polimer organik yang lebih canggih menawarkan stabilitas termal yang mendekati krom, namun dengan profil lingkungan yang jauh lebih baik.
“Menyamak adalah seni kuno yang terus berevolusi. Tantangannya bukan hanya membuat kulit yang indah dan tahan lama, tetapi juga memastikan bahwa transformasi tersebut dilakukan secara bertanggung jawab.”
Secara keseluruhan, proses menyamak adalah sintesis kompleks antara pengetahuan kimia, keterampilan mekanis, dan seni tradisional. Dari penggaraman awal hingga finishing akhir, setiap langkah adalah penentu terhadap karakteristik akhir material yang berharga ini. Peran penyamakan dalam ekonomi sirkular, sebagai cara terbaik untuk memanfaatkan produk sampingan dari industri daging, memastikan bahwa profesi ini akan terus menjadi fundamental bagi produksi material premium di masa depan.
Industri penyamakan kulit, sebagai mata rantai vital dalam pemanfaatan sumber daya alam, harus menjaga keseimbangan antara tradisi kualitas dan keharusan inovasi lingkungan. Melalui pemahaman mendalam terhadap setiap reaksi kimia dan mekanika yang terlibat, industri ini mampu menghasilkan kulit yang tidak hanya memenuhi standar fungsional dan estetika, tetapi juga memenuhi tuntutan etika global.
Analisis Mendalam Mengenai Pengepresan dan Penipisan Lanjutan
Setelah tahap *wet blue* (untuk krom) atau *wet veg* (untuk nabati), kulit masih terlalu tebal dan tidak seragam. Pengepresan, yang sering disebut *sammying*, menggunakan silinder bertekanan untuk mengurangi kadar air hingga sekitar 50%. Ini penting agar kulit dapat diolah lebih lanjut pada mesin penipis (*splitting machine*).
Mesin penipis adalah perangkat presisi tinggi yang menggunakan pisau pita horizontal. Penipisan ini sangat penting karena menentukan ketebalan akhir produk (misalnya, 0.8 mm untuk jaket, 3.0 mm untuk sol sepatu boot). Jika kulit dipecah menjadi *grain* dan *split*, maka nilai ekonominya meningkat, karena lapisan *split* dapat diolah menjadi suede atau bahan pelapis, sementara *grain* dijual dengan harga premium.
Optimasi Kimiawi dalam Retanning
Retanning bukanlah sekadar proses tambahan; ini adalah tahap penyesuaian yang vital. Penyamakan awal mungkin hanya memberikan stabilitas inti, tetapi retanning memberikan 'fill' (kepadatan) dan 'tightness' (kekencangan) yang diinginkan. Contohnya:
- Syntans Pengisi (Filling Syntans): Digunakan untuk kulit yang longgar di area perut, memberikan kepadatan yang seragam di seluruh permukaan.
- Resin: Polimer yang menempel pada serat, meningkatkan kekencangan butiran, yang sangat penting untuk kulit otomotif.
- Tanin Nabati dalam Krom: Sedikit penambahan tanin nabati pada kulit krom dapat meningkatkan ketebalan, daya tahan, dan memberikan sedikit kemampuan patina.
Faktor pH selama retanning harus diatur dengan cermat. Jika pH terlalu rendah, bahan kimia retanning tidak akan berpenetrasi dengan baik. Jika pH terlalu tinggi, zat-zat tersebut mungkin mengendap di permukaan kulit, menyebabkan hasil yang kaku dan rapuh.
Peran Lemak dalam Kualitas Akhir
Pelumasan lemak (Fatliquoring) adalah proses yang mengatur sifat mekanis kulit. Jenis minyak yang digunakan sangat memengaruhi hasil akhir:
- Minyak Hewani (Neatsfoot, Tallow): Memberikan hasil yang padat dan sedikit kaku.
- Minyak Laut (Marine Oils): Memberikan kelembutan tinggi dan sering digunakan untuk kulit pakaian.
- Minyak Sintetis: Menawarkan stabilitas yang sangat baik terhadap oksidasi dan suhu, sering digunakan pada kulit yang akan dicuci atau terkena panas.
Emulsi minyak harus stabil. Dalam drum, minyak diemulsikan dengan air menggunakan surfaktan, memungkinkan molekul minyak menembus jauh ke dalam ikatan kolagen. Jika emulsi pecah (break), minyak akan menempel hanya di permukaan, menghasilkan kulit yang berminyak di luar tetapi kaku di dalam.
Kontrol Suhu dalam Fatliquoring
Suhu air dalam drum sangat kritis, biasanya antara 50°C hingga 65°C. Suhu tinggi memastikan viskositas minyak rendah, memfasilitasi penetrasi mendalam. Namun, suhu tidak boleh melebihi suhu pengerutan (Ts) kulit yang telah disamak, atau kulit akan rusak.
Detail Proses Finishing: Mewujudkan Estetika
Finishing kering adalah langkah kosmetik yang mengubah kulit fungsional menjadi produk yang menarik. Mesin *plating* atau *hydraulic press* digunakan untuk memberikan kilap (gloss) atau tekstur matte. Tekanan dan panas yang tinggi diterapkan untuk 'mengunci' finishing pada permukaan kulit.
Sistem Lapisan Pelindung
Pelapis akhir modern menggunakan polimer akrilik, poliuretan, atau nitro-selulosa. Lapisan ini harus memberikan:
- Ketahanan Abrasi: Mencegah keausan akibat gesekan.
- Ketahanan Fleksibel: Lapisan tidak boleh retak saat kulit ditekuk (fleksibilitas yang sangat penting untuk jok mobil).
- Tahan Noda: Mencegah penetrasi cairan dan minyak.
- UV Resistance: Melindungi warna dari pemudaran akibat sinar matahari.
Penerapan lapisan bisa dilakukan melalui penyemprotan otomatis (spraying), roller coating (seperti pencetakan), atau curtain coating (untuk aplikasi yang sangat tebal dan seragam).
Aspek Kualitas dan Standarisasi
Industri penyamakan mematuhi standar kualitas internasional (misalnya, ISO) yang menguji parameter seperti kekuatan tarik, elongasi (pemuluran), ketahanan sobek, dan ketahanan terhadap gesekan basah dan kering. Pengujian ini memastikan bahwa kulit akan berfungsi sesuai peruntukannya, baik itu sepatu militer, interior pesawat, atau tas tangan mewah.
Kegagalan dalam proses penyamakan—misalnya, kurangnya penetrasi tanin, basifikasi yang tidak sempurna, atau pelumasan lemak yang buruk—dapat mengakibatkan kulit yang keras, mudah robek, atau cepat membusuk, menunjukkan betapa saling terkaitnya semua tahapan dalam rantai produksi ini.
Pemahaman mendalam tentang Cr III vs Cr VI
Salah satu kesalahpahaman terbesar dalam menyamak adalah bahaya kromium. Cr III, yang digunakan, adalah elemen yang stabil. Cr VI (Heksavalen) terbentuk ketika Cr III terpapar suhu tinggi (misalnya, saat kulit disimpan di tempat yang sangat panas atau saat pengeringan yang tidak terkontrol) dan bereaksi dengan oksidator seperti lemak yang tidak jenuh. Pengurangan risiko Cr VI modern melibatkan penggunaan lemak yang stabil terhadap oksidasi dan penambahan agen pereduksi pada tahap finishing.
Inovasi Proses "Wet White"
Sebagai alternatif terhadap "wet blue" (krom), penyamakan bebas logam sering menghasilkan "wet white." Kulit ini menggunakan penyamak berbasis aluminium atau aldehida. Keuntungan wet white adalah:
- Mudah diwarnai menjadi warna pastel yang terang (sulit dicapai dengan krom).
- Sisa-sisa kulitnya lebih mudah untuk diolah kembali menjadi gelatin tanpa perlu proses de-kromisasi.
- Profil lingkungannya secara umum lebih disukai di pasar tertentu, terutama untuk produk yang bersentuhan langsung dengan kulit sensitif (misalnya, alas kaki bayi).
Namun, kulit wet white biasanya memiliki suhu pengerutan yang sedikit lebih rendah daripada kulit krom dan memerlukan perhatian lebih besar selama pengeringan.
Pada akhirnya, industri penyamakan adalah cerminan dari kemampuan manusia untuk mengubah bahan biologis yang mudah rusak menjadi material yang keindahannya dapat bertahan melintasi generasi. Kesuksesan terletak pada penguasaan terhadap reaksi kimia mikroskopis yang terjadi di dalam serat kolagen, diimbangi dengan keahlian manual para pekerja yang mengoperasikan mesin raksasa di rumah penyamakan.