Di tengah hiruk pikuk kehidupan yang sering kali sarat tekanan, kebutuhan akan hal-hal yang mampu mengocak, yang sanggup memicu ledakan tawa, menjadi sebuah keniscayaan. Tawa bukan sekadar respons fisiologis yang terjadi ketika kita mendengar lelucon; ia adalah katup pelepas, bahasa universal, dan fondasi penting dalam interaksi sosial serta kesehatan mental manusia. Memahami esensi dari sesuatu yang mengocak berarti menyelami kompleksitas pikiran, budaya, dan bahkan biologi tubuh kita. Sejak peradaban paling purba, manusia telah mencari dan menciptakan sumber-sumber kegelian, membuktikan bahwa komedi, dalam segala bentuknya, adalah salah satu kebutuhan primer non-fisik yang paling mendasar dan tak terelakkan.
Eksplorasi ini akan membawa kita menelusuri bagaimana mekanisme tawa bekerja, mengapa ketidaksesuaian adalah raja dalam dunia humor, dan bagaimana seni mengocak telah berevolusi dari ritual kuno hingga menjadi industri hiburan multi-miliar dolar. Kita akan melihat bahwa daya pikat dari sesuatu yang benar-benar lucu—sesuatu yang betul-betul mengocak perut—melampaui batas bahasa, ras, dan usia, menyatukan kita dalam momen kegembiraan kolektif yang singkat namun powerful.
Sebelum membahas filosofinya, penting untuk memahami tawa dari sudut pandang ilmiah. Ketika sebuah konten atau situasi berhasil mengocak kita, serangkaian reaksi kimia dan fisiologis terjadi secara instan. Tawa dimulai di sistem limbik otak, terutama melibatkan amigdala dan hipokampus, bagian yang bertanggung jawab atas emosi dan ingatan. Stimulasi yang diterima oleh otak (seperti mendengar punchline atau melihat situasi absurd) akan memicu pelepasan endorfin, hormon alami yang berfungsi sebagai pereda nyeri dan peningkat suasana hati.
Proses mengocak secara biologis adalah hasil dari relaksasi mendadak. Teori relief, salah satu teori humor paling awal, menyatakan bahwa humor adalah cara untuk melepaskan energi saraf yang tegang atau tertekan. Ketika ketegangan mental terakumulasi, momen tawa berfungsi sebagai pelepasan katarsis, membersihkan sistem saraf dari beban tersebut. Inilah mengapa komedi sering kali sangat efektif setelah periode stres atau kecemasan yang panjang. Konten yang mengocak tidak hanya menyenangkan, tetapi juga secara fundamental memulihkan fungsi tubuh.
Reaksi fisik yang ditimbulkan oleh sesuatu yang amat mengocak melibatkan kontraksi diafragma yang kuat, peningkatan detak jantung, dan perubahan pola pernapasan. Dalam momen tawa yang intens, kita bahkan mungkin merasa 'kehilangan napas' atau 'sakit perut', yang merupakan bukti nyata dari kerja keras otot-otot internal. Peningkatan aliran oksigen ke otak yang disebabkan oleh tawa yang riang juga meningkatkan kewaspadaan dan fungsi kognitif setelah tawa mereda. Singkatnya, otak kita memprogram diri untuk mencari hal yang mengocak karena ia tahu bahwa hasil akhirnya adalah peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan.
Fenomena ini juga terkait erat dengan sistem kekebalan tubuh. Penelitian telah menunjukkan bahwa tawa yang dihasilkan oleh materi yang mengocak dapat menurunkan kadar hormon stres seperti kortisol, sekaligus meningkatkan jumlah sel pembunuh alami (Natural Killer cells), yang berperan penting dalam melawan penyakit. Oleh karena itu, mencari hiburan yang benar-benar mengocak adalah bentuk pengobatan preventif yang alami dan menyenangkan. Keampuhan dari momen kegelian ini sering kali diremehkan, padahal dampaknya sangat mendalam dan multifaset dalam menjaga keseimbangan internal individu.
Filosofi humor modern sebagian besar didominasi oleh Teori Ketidaksesuaian (Incongruity Theory). Inti dari teori ini adalah bahwa sesuatu dianggap mengocak ketika terjadi pergeseran atau kejutan antara apa yang kita harapkan dan apa yang sebenarnya kita terima. Otak kita terus-menerus memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya; ketika prediksi ini dilanggar dengan cara yang tidak mengancam, hasilnya adalah tawa.
Dalam konteks yang mengocak, ketidaksesuaian sering kali dieksekusi melalui teknik-teknik seperti misdirection atau penggabungan dua konsep yang sama sekali tidak relevan. Misalnya, sebuah lelucon observasional yang mendadak melompat ke wilayah absurd. Momen ketika kita menyadari bahwa ada 'kesalahan' logis dalam narasi, dan menyadari bahwa kesalahan tersebut disengaja untuk tujuan hiburan, adalah momen kunci terjadinya tawa. Konten yang benar-benar sukses dalam mengocak adalah konten yang mengelola ekspektasi penonton dengan sangat cermat, hanya untuk merobohkannya di detik terakhir.
Meskipun Ketidaksesuaian adalah teori dominan, sejarah filsafat juga menawarkan dua pilar utama lainnya yang menjelaskan mengapa kita mencari dan menikmati hal-hal yang mengocak:
Dipopulerkan oleh filsuf seperti Plato dan Thomas Hobbes, teori ini menyatakan bahwa kita tertawa ketika kita merasa superior atau lebih baik daripada objek lelucon. Humor yang mengocak dalam konteks ini seringkali bersifat mengejek (seperti humor sarkasme atau slapstick yang menampilkan seseorang tersandung). Tawa muncul dari rasa bangga sesaat atas 'kecerdasan' atau 'kesempurnaan' diri kita dibandingkan subjek yang ditertawakan. Meskipun teori ini sering dikritik karena sifatnya yang berpotensi merendahkan, ia menjelaskan banyak bentuk humor politik atau satir yang bertujuan untuk meruntuhkan tokoh otoritas atau mengolok-olok kebodohan.
Seperti yang disinggung di bagian biologis, teori ini, yang dikembangkan oleh Sigmund Freud, berfokus pada fungsi katarsis tawa. Humor yang mengocak adalah saluran aman untuk melepaskan pikiran terlarang, agresi yang terpendam, atau kecemasan sosial. Lelucon tentang hal-hal tabu atau topik yang membuat stres seringkali sangat mengocak karena memberikan izin sosial untuk sejenak mengabaikan batasan atau norma yang menekan. Energi mental yang diinvestasikan dalam menahan pikiran tabu dilepaskan dalam bentuk tawa yang riang dan terkadang histeris. Materi yang mengocak berfungsi sebagai pembersih jiwa, menghilangkan racun mental yang terakumulasi dari batasan sosial sehari-hari.
Kombinasi dari ketiga teori ini—Ketidaksesuaian (kejutan kognitif), Keunggulan (superioritas sosial), dan Pelepasan (katarsis emosional)—menciptakan spektrum tak terbatas dari materi yang mampu mengocak. Seorang komedian ulung mampu menggabungkan ketiga elemen ini dalam satu bit pementasan, menghasilkan tawa yang berlapis dan berkelanjutan.
Dunia komedi dan humor sangat luas, menawarkan berbagai genre yang masing-masing menggunakan teknik unik untuk mengocak penontonnya. Memahami nuansa dari genre-genre ini membantu kita menghargai kerumitan seni komedi.
Ini mungkin bentuk humor yang paling mudah diterima dan sering kali paling mengocak karena sifatnya yang universal. Humor observasional mengambil situasi sehari-hari—antrean di supermarket, perilaku di media sosial, atau kebiasaan keluarga yang aneh—dan mempresentasikannya kembali dengan lensa yang dibesar-besarkan atau ironis. Kekuatan utamanya terletak pada validasi: penonton tertawa karena mereka berkata, "Itu benar-benar saya!" Momen kognitif 'Aha!' ini adalah komponen kunci dari mengapa humor ini berhasil mengocak. Keberhasilan komedian observasional bergantung pada kemampuan mereka melihat hal-hal kecil yang luput dari perhatian kebanyakan orang, lalu menyajikan ketidaksesuaian kecil itu sebagai kejutan besar.
Satire adalah humor yang mengocak dengan tujuan. Ia menggunakan humor, ironi, atau hiperbola untuk mengkritik kebodohan, kekurangan, atau korupsi. Satire sangat bergantung pada Teori Keunggulan; kita tertawa karena kita merasa superior terhadap sistem atau individu yang disatirkan, sekaligus mendapatkan pelepasan dari frustrasi kolektif terhadap subjek tersebut. Ironi adalah alat utama dalam satire, di mana makna yang dimaksudkan adalah kebalikan dari yang dikatakan. Menghasilkan satire yang benar-benar mengocak membutuhkan kecerdasan tingkat tinggi dan pemahaman mendalam tentang isu-isu sosial yang sedang terjadi. Ketika satire mengenai sasaran, ia tidak hanya memicu tawa, tetapi juga provokasi yang mendorong refleksi sosial.
Slapstick adalah bentuk humor fisik yang berfokus pada kecelakaan, kejatuhan, atau kekerasan yang berlebihan namun tidak mengancam (seperti tertimpa piano atau terpeleset di kulit pisang). Meskipun sering dianggap sebagai bentuk komedi yang lebih rendah, slapstick adalah salah satu teknik yang paling murni dan paling universal mengocak, melintasi batas bahasa. Ini bekerja karena adanya Ketidaksesuaian visual yang ekstrem—tubuh manusia yang seharusnya berfungsi normal tiba-tiba melakukan gerakan yang tidak terduga dan absurd—namun disajikan dalam kerangka yang aman, memicu pelepasan tawa yang murni dan tanpa filter intelektual.
Dampak dari kekonyolan fisik yang mengocak ini juga mencakup aspek terapeutik, di mana melepaskan diri sejenak dari kekakuan postur sosial dan merayakan kekacauan kecil yang diperagakan mampu memberikan relaksasi otot dan mental yang signifikan. Tawa yang dihasilkan dari slapstick murni seringkali paling nyaring dan paling tidak terkontrol.
Humor absurd adalah jenis yang paling bergantung pada Ketidaksesuaian. Humor ini secara radikal menolak logika dan realitas. Ia sering melibatkan premis yang aneh, dialog yang tidak masuk akal, dan resolusi yang sama sekali tidak memuaskan. Apa yang membuat humor absurd mengocak adalah upaya otak kita untuk menemukan makna dalam kekacauan, dan ketika upaya itu gagal total, responsnya adalah tawa. Ini adalah tawa atas kekalahan logika. Bentuk humor yang mengocak ini menantang penonton untuk melepaskan kebutuhan akan narasi yang terstruktur dan sekadar menikmati kekonyolan murni. Ini adalah bentuk komedi yang paling modern, sering kali muncul sebagai respons terhadap kompleksitas dan irasionalitas dunia kontemporer.
Apa yang dianggap mengocak sangat bervariasi tergantung pada konteks budaya, sosial, dan sejarah. Humor berfungsi sebagai penanda sosial yang kuat, membantu mengidentifikasi anggota kelompok dan batasan-batasan internal. Komedi yang mengocak dalam satu komunitas bisa jadi tidak dipahami atau bahkan dianggap ofensif di komunitas lain. Variasi ini membuktikan bahwa humor bukanlah sekadar reaksi pribadi, melainkan konstruksi sosial yang dipelajari dan diwariskan.
Dalam skala sosial, kemampuan untuk mengocak orang lain adalah keterampilan interpersonal yang sangat dihargai. Tawa kolektif, yang dipicu oleh sesuatu yang benar-benar mengocak, berfungsi sebagai mekanisme ikatan yang kuat. Ketika sekelompok orang tertawa bersama, terjadi pelepasan oksitosin, sering disebut sebagai 'hormon cinta', yang meningkatkan rasa percaya dan kedekatan. Ini menjelaskan mengapa humor digunakan secara ekstensif dalam proses pacaran, negosiasi bisnis, dan pembangunan tim. Momen yang mengocak bersama menciptakan memori positif yang mengikat individu dalam jangka panjang.
Ritual berbagi hal yang mengocak, mulai dari lelucon lisan yang diwariskan hingga meme digital yang dibagikan secara viral, membentuk identitas subkultur. Humor tertentu menjadi semacam "bahasa kode" yang hanya dipahami oleh mereka yang berada di dalam lingkaran tersebut, memperkuat rasa inklusivitas dan superioritas (merujuk pada Teori Keunggulan) terhadap dunia luar yang tidak memahami kegelian tersebut.
Tantangan terbesar dalam seni mengocak adalah menentukan batas antara lucu dan menyinggung. Humor yang efektif harus mengandung elemen bahaya (agar memicu pelepasan/relief), tetapi harus dilakukan dalam kerangka yang aman (agar memicu Ketidaksesuaian yang non-mengancam). Ketika humor melintasi batas menjadi sesuatu yang dianggap menindas, responsnya bukan lagi tawa, tetapi kemarahan atau rasa sakit. Batasan ini terus bergeser seiring perubahan norma sosial dan sensitivitas budaya.
Fenomena 'terlalu cepat' juga seringkali menjadi faktor penentu apakah sesuatu mengocak atau tidak. Komedi tragedi, misalnya, hanya bisa bekerja setelah waktu yang cukup lama berlalu, memungkinkan ketegangan emosional mereda dan memberi ruang bagi Pelepasan. Jika peristiwa traumatis masih segar, upaya untuk mengocaknya akan dianggap prematur dan kejam, karena fungsi relief belum dapat diterapkan secara efektif.
Oleh karena itu, praktisi seni mengocak, terutama para komedian, harus menjadi pengamat masyarakat yang tajam, terus-menerus menguji sejauh mana mereka dapat mendorong batas tanpa kehilangan penonton atau melanggar perjanjian sosial mendasar bahwa humor, pada intinya, harus membawa kesenangan, bukan penderitaan yang nyata.
Abad digital telah merevolusi cara materi yang mengocak diproduksi, dikonsumsi, dan disebarkan. Kedatangan internet dan media sosial menciptakan ruang bagi komedi yang hiper-spesifik, cepat, dan bersifat kolaboratif. Alat utama dalam komedi digital saat ini adalah meme—sebuah unit budaya yang cepat menyebar, sering kali berbasis visual, dan dibangun di atas konsep Ketidaksesuaian yang cepat dan mudah dicerna.
Meme modern seringkali sangat mengocak karena mereka memanfaatkan berbagai lapisan referensi budaya (inside jokes digital). Sebuah gambar sederhana dapat memuat referensi ke film lama, tren viral minggu lalu, dan komentar politik. Tawa yang dihasilkan dari meme adalah tawa Keunggulan kognitif: tawa karena kita 'mengerti' semua referensi tersembunyi tersebut, sedangkan orang lain mungkin hanya melihat gambar yang aneh. Kecepatan penyebaran meme memastikan bahwa referensi yang mengocak menjadi usang dengan cepat, memaksa budaya digital untuk terus-menerus menciptakan sumber kegelian baru.
Selain meme, platform video pendek seperti TikTok telah membangkitkan kembali komedi fisik (slapstick) dan komedi karakter dalam format mikro. Para kreator berpacu untuk menemukan premis baru yang mampu mengocak penonton hanya dalam 15 hingga 60 detik. Format ini menuntut kompresi humor yang ekstrem, di mana setup dan punchline harus terjadi nyaris bersamaan, menghasilkan momen kegelian yang intens dan berulang-ulang, yang dirancang khusus untuk membuat pengguna terus menggulir dan berbagi.
Meskipun komedi digital berkembang pesat, stand-up comedy tetap menjadi bentuk seni yang paling murni dalam menyampaikan sesuatu yang mengocak. Stand-up adalah pertarungan satu lawan satu antara komedian dan penonton, di mana komedian harus secara instan menciptakan, menguji, dan memvalidasi materi yang mengocak. Proses ini menuntut empati yang tinggi, karena komedian harus membaca suasana hati kolektif dan menyesuaikan tingkat Ketidaksesuaian atau Pelepasan yang mereka tawarkan.
Keahlian seorang komedian stand-up dalam mengocak adalah memadukan narasi pribadi (humor observasional) dengan kritik sosial (satire), seringkali diakhiri dengan tawa katarsis (relief). Mereka menggunakan jeda, intonasi, dan bahasa tubuh untuk mengelola ketegangan penonton secara mikro, menciptakan serangkaian kejutan kecil yang terus menerus memicu gelak tawa. Momen ketika seluruh ruangan pecah dalam tawa yang mengocak adalah demonstrasi paling nyata dari kekuatan kolektif komedi.
Dampak dari hal-hal yang mengocak tidak hanya berhenti pada momen tawa itu sendiri. Memiliki selera humor yang sehat dan secara rutin terpapar pada konten yang lucu memberikan manfaat kesehatan dan psikologis yang signifikan, menjadikannya komponen penting dalam kehidupan yang seimbang.
Tawa yang intens dan mengocak bertindak seperti latihan fisik ringan. Saat kita tertawa, detak jantung meningkat, yang diikuti oleh fase relaksasi yang dalam. Pembuluh darah yang semula tegang akan mengendur. Secara berkala mengalami momen mengocak telah terbukti meningkatkan fungsi endotelium (lapisan dalam pembuluh darah), yang membantu mengatur aliran darah. Dokter dan ahli terapi kini semakin sering merekomendasikan 'terapi humor' sebagai pelengkap pengobatan untuk pasien dengan penyakit kronis, menunjukkan bahwa kegelian adalah alat medis yang ampuh.
Proses mental yang terjadi ketika kita memahami sebuah lelucon yang mengocak—khususnya lelucon yang mengandalkan Ketidaksesuaian—membutuhkan pemikiran lateral (berpikir di luar kotak). Untuk memahami kejutan dalam sebuah punchline, otak harus dengan cepat beralih konteks. Latihan mental ini meningkatkan fleksibilitas kognitif. Lingkungan kerja yang mendorong humor dan hal-hal yang mengocak sering kali menghasilkan tim yang lebih kreatif dan lebih baik dalam memecahkan masalah, karena mereka terbiasa berinteraksi dengan ide-ide yang tampaknya bertentangan.
Sebuah lelucon yang kompleks dan benar-benar mengocak menuntut pendengarnya untuk memegang dua atau lebih premis yang bertentangan secara simultan, dan kemudian tiba-tiba menyatukannya di titik tawa. Kemampuan untuk mengelola ambiguitas inilah yang juga menjadi kunci dalam inovasi dan penemuan ilmiah. Dengan demikian, menikmati humor yang cerdas bukan hanya hiburan, tetapi juga stimulasi otak yang serius.
Humor yang mengocak adalah alat mediasi yang sangat efektif dalam konflik interpersonal. Ketika situasi menjadi tegang, sedikit humor yang tepat waktu dapat meredakan ketegangan, memberikan pelepasan (Relief) yang dibutuhkan, dan memungkinkan pihak-pihak yang berkonflik melihat situasi dari perspektif yang berbeda (Ketidaksesuaian). Mengubah pandangan yang kaku menjadi sesuatu yang mengocak memungkinkan penyelesaian masalah yang lebih cepat dan kurang emosional. Namun, penggunaan humor dalam konflik memerlukan kehati-hatian: humor harus ditujukan pada situasi, bukan pada individu, agar tidak memicu Teori Keunggulan yang negatif.
Meskipun kebutuhan akan sesuatu yang mengocak bersifat abadi, cara kita mencarinya terus berubah. Tantangan terbesar bagi komedian dan kreator konten hari ini adalah bagaimana tetap relevan dan mengocak dalam dunia yang semakin terfragmentasi dan hypersensitif.
Di masa lalu, komedi seringkali beroperasi di bawah asumsi bahwa semua batasan dapat dilewati demi tawa. Saat ini, masyarakat menuntut pertanggungjawaban yang lebih tinggi dari para pelawak. Materi yang dianggap mengocak oleh satu generasi mungkin dianggap menyinggung atau diskriminatif oleh generasi berikutnya. Ini memaksa para praktisi komedi untuk menjadi lebih cerdas, beralih dari humor berbasis target (Keunggulan yang merendahkan) menuju humor observasional dan absurd (Ketidaksesuaian yang aman).
Komedi yang sukses di masa depan adalah komedi yang mampu mengocak dengan memprovokasi pemikiran tanpa harus melukai atau meremehkan kelompok marginal. Ini adalah evolusi penting, di mana humor yang mengocak harus datang dari kecerdasan struktural, bukan dari kemudahan stereotip. Tantangan ini sebenarnya mendorong bentuk-bentuk komedi baru yang lebih inventif dan berlapis, menjauh dari humor yang malas.
Internet telah menjadikan humor sebagai komoditas global. Komedian dari Indonesia dapat mengocak penonton di Amerika, dan sebaliknya. Namun, ini juga berarti bahwa komedian harus menyeimbangkan materi lokal yang sangat spesifik (yang mungkin sangat mengocak di pasar asalnya) dengan tema-tema universal yang melintasi budaya. Komedi yang berhasil melintasi batas seringkali mengandalkan visual, emosi, dan premis universal, seperti frustrasi terhadap teknologi atau absurditas birokrasi, yang merupakan sumber daya tak terbatas dari hal-hal yang mengocak di mana pun.
Seni mengocak tidak hanya berlaku bagi para profesional panggung; itu adalah kemampuan yang dapat diasah oleh siapa pun untuk meningkatkan kualitas hidup dan interaksi sosial. Mengembangkan selera humor berarti mengembangkan kemampuan untuk melihat Ketidaksesuaian dan menyajikannya dalam format yang menyenangkan.
Langkah pertama untuk menjadi pribadi yang lebih mengocak adalah meningkatkan kemampuan observasi. Perhatikan hal-hal kecil yang aneh, perilaku manusia yang kontradiktif, dan kegagalan kecil dalam sistem. Sumber utama dari materi yang mengocak adalah kontradiksi antara apa yang harus terjadi dan apa yang sebenarnya terjadi. Misalnya, bagaimana seseorang berusaha tampil serius, tetapi lingkungan sekitar terus-menerus merusak citra tersebut—ini adalah inti dari komedi observasional yang kuat.
Selain observasi, penting untuk melatih keberanian untuk mengambil risiko humoris. Seringkali, apa yang mengocak adalah ketidaksempurnaan atau kegagalan kita sendiri. Menggunakan humor yang diarahkan pada diri sendiri (self-deprecating humor) adalah cara yang luar biasa untuk membangun ikatan dan menunjukkan kerentanan, yang secara instan membuat kita lebih disukai. Humor semacam ini menggunakan Teori Keunggulan, tetapi diarahkan pada diri sendiri, sehingga orang lain merasa nyaman tertawa bersamamu, bukan tertawa kepadamu.
Terakhir, untuk terus menikmati dan menghasilkan hal-hal yang mengocak, kita harus terus terpapar pada beragam jenis komedi. Menonton, membaca, dan mendengarkan berbagai genre humor—dari satire politik yang tajam hingga komedi surealis yang aneh—akan melatih otak untuk mengenali pola-pola Ketidaksesuaian yang berbeda. Semakin banyak pola humor yang kita pahami, semakin fleksibel dan luas pula selera humor kita, dan semakin mudah kita menemukan momen-momen yang mengocak dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan untuk tertawa, dan untuk membuat orang lain tertawa, adalah sebuah seni hidup yang tak ternilai harganya, sebuah hadiah yang terus memberi pelepasan, keunggulan, dan kejutan kognitif yang kita butuhkan untuk melalui kompleksitas keberadaan.
Dari catatan filosofis kuno hingga meme yang beredar cepat di platform digital, pencarian terhadap sesuatu yang mengocak telah menjadi denyut nadi konstan dalam sejarah manusia. Tawa adalah pengingat bahwa meskipun dunia seringkali serius dan menuntut, ada ruang aman di mana logika bisa diabaikan dan ketegangan bisa dilepaskan. Kekuatan humor untuk memecah kebekuan, membangun jembatan, dan menyembuhkan luka fisik maupun emosional menjadikan seni mengocak sebagai salah satu warisan budaya terpenting yang harus terus kita pelihara. Kegelian, dalam intensitasnya yang tertinggi, adalah konfirmasi bahwa kita masih hidup, masih terhubung, dan masih mampu menemukan cahaya dalam kegelapan.
Mari kita terus mencari, merayakan, dan berbagi hal-hal yang benar-benar mengocak. Karena di setiap gelak tawa yang lepas, tersembunyi sebuah kebijaksanaan kuno: bahwa kehidupan, dengan segala absurditasnya, paling baik dihadapi dengan senyum lebar dan perut yang sakit karena tawa. Inilah esensi abadi dari komedi yang tak lekang oleh waktu, yang selalu berhasil kembali ke inti terdalam manusia, memicu reaksi yang universal dan sangat diperlukan: tawa yang riang, lepas, dan benar-benar mengocak.
—TAMAT—