Masjid Al-Aqsa Terletak di Mana? Mengupas Tuntas Jantung Kota Suci Yerusalem (Al-Quds)

Masjid Al-Aqsa terletak secara spesifik di Kota Tua Yerusalem (Al-Quds). Kompleks ini, yang dikenal umat Islam sebagai Al-Haram al-Sharif (Tanah Suci yang Mulia), merupakan salah satu situs paling sakral di dunia, tidak hanya bagi Muslim tetapi juga bagi Yahudi (yang mengenalnya sebagai Temple Mount). Lokasi geografisnya berada di bagian tenggara Kota Tua, di dalam tembok kuno yang membagi kota menjadi beberapa perempat bersejarah.

I. Penentuan Lokasi Geografis dan Administratif

Untuk memahami di mana Masjid Al-Aqsa berada, kita harus membedakan antara lokasi fisik, lokasi administratif, dan konteks geopolitiknya yang kompleks. Secara fisik, Masjid Al-Aqsa bukanlah sekadar satu bangunan, melainkan nama yang merujuk pada seluruh kompleks suci seluas 144.000 meter persegi (14,4 hektar) yang dikelilingi tembok, yang di dalamnya terdapat berbagai struktur penting, termasuk Kubah Batu (Dome of the Rock) yang ikonik.

A. Kota Tua Yerusalem: Jantung Sejarah

Kota Tua Yerusalem adalah wilayah bersejarah yang dikelilingi oleh tembok pertahanan yang dibangun oleh Sultan Ottoman, Suleiman Agung, pada abad ke-16. Kota Tua dibagi menjadi empat perempat utama: Perempat Muslim, Perempat Kristen, Perempat Armenia, dan Perempat Yahudi. Al-Haram al-Sharif, kompleks tempat Al-Aqsa berada, terletak dominan di Perempat Muslim, meskipun secara fisik ia merupakan entitas yang berdiri sendiri di sudut tenggara kota bertembok tersebut.

1. Koordinat dan Ketinggian

Secara geografis, Yerusalem terletak di pegunungan Yudea antara Laut Mediterania dan ujung utara Laut Mati. Al-Haram al-Sharif berada pada ketinggian sekitar 740 meter di atas permukaan laut, menjadikannya salah satu titik tertinggi di Kota Tua. Posisi ini memberikan signifikansi strategis dan visual sepanjang sejarah.

2. Kawasan Al-Quds Timur

Dalam konteks politik modern, Yerusalem secara keseluruhan terbagi menjadi Yerusalem Barat dan Yerusalem Timur. Masjid Al-Aqsa berada di Yerusalem Timur, yang diakui oleh komunitas internasional sebagai wilayah pendudukan sejak konflik di tahun 1967. Meskipun Israel mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya, status Yerusalem Timur, termasuk situs-situs suci seperti Al-Aqsa, tetap menjadi inti dari konflik Israel-Palestina yang berkepanjangan.

Ilustrasi Lokasi dan Tembok Kota AQSA Dinding Kota Tua (Ottoman) Haram al-Sharif / Temple Mount Yerusalem Timur

Ilustrasi lokasi Kompleks Al-Haram al-Sharif di dalam tembok bersejarah Kota Tua Yerusalem.

II. Kedudukan Masjid Al-Aqsa dalam Agama Islam

Signifikansi lokasi Masjid Al-Aqsa tidak dapat dipisahkan dari kedudukan spiritualnya. Nama 'Al-Aqsa' sendiri berarti 'yang terjauh', merujuk pada jaraknya dari Makkah pada masa awal Islam, sebelum kompleks ini menjadi pusat ibadah penting.

A. Kiblat Pertama (Qibla Awwal)

Selama periode awal kenabian di Makkah dan beberapa waktu setelah hijrah ke Madinah, Masjid Al-Aqsa adalah arah shalat (kiblat) bagi umat Islam. Status ini berlangsung sekitar 13 hingga 17 bulan sebelum arah kiblat dialihkan secara definitif ke Ka'bah di Makkah. Meskipun kiblat telah berganti, statusnya sebagai kiblat pertama memberikan kedudukan historis yang tak tertandingi.

B. Peristiwa Isra' Mi'raj

Lokasi ini menjadi sangat penting karena hubungannya dengan peristiwa Isra' Mi'raj (Perjalanan Malam dan Kenaikan) Nabi Muhammad SAW. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad melakukan perjalanan malam dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsa (Yerusalem) di atas Buraq. Setibanya di Al-Aqsa, beliau memimpin shalat bersama para nabi sebelumnya.

Dari batu suci yang kini dilindungi oleh Kubah Batu (Qubbat al-Sakhra) di dalam kompleks yang sama, Nabi kemudian naik ke langit (Mi'raj) untuk menerima perintah shalat lima waktu. Peristiwa ini secara permanen menempatkan Yerusalem sebagai salah satu dari Tiga Masjid Suci (Al-Haramain al-Sharifain) dalam Islam, bersama Masjidil Haram (Makkah) dan Masjid Nabawi (Madinah).

C. Tanah yang Diberkahi (Al-Ard Al-Mubarakah)

Al-Aqsa dan tanah di sekitarnya disebut dalam Al-Qur'an (Surah Al-Isra' ayat 1) sebagai "tanah yang Kami berkahi di sekelilingnya." Keberkahan ini merujuk pada kesuburan materi, namun yang lebih penting adalah keberkahan spiritual dan keberadaan para nabi yang beraktivitas di wilayah tersebut, menjadikannya pusat kenabian dan wahyu ilahi selama ribuan tahun.

III. Memahami Kompleks Al-Haram al-Sharif

Sering terjadi kerancuan antara penyebutan "Masjid Al-Aqsa" dengan Kubah Batu. Penting untuk diketahui bahwa Masjid Al-Aqsa (secara spesifik yang sering disebut Qibli Mosque, merujuk pada bangunan berkubah abu-abu di bagian selatan) adalah bagian dari kompleks yang jauh lebih besar yang disebut Al-Haram al-Sharif.

A. Batasan dan Dinding Kompleks

Kompleks ini berbentuk tidak teratur, menyerupai trapesium yang luas. Dinding-dindingnya berfungsi sebagai pagar pembatas dan sekaligus merupakan bagian dari tembok Kota Tua. Dinding barat kompleks ini adalah Tembok Ratapan (Western Wall), yang sangat sakral bagi umat Yahudi.

B. Masjid Al-Aqsa (Qibli)

Bangunan utama Masjid Al-Aqsa, sering disebut Masjid Qibli (selatan) karena menghadap kiblat. Struktur ini adalah masjid berkubah timah berwarna abu-abu yang mampu menampung ribuan jamaah. Bangunan ini mengalami kerusakan parah akibat gempa bumi dan serangan selama berabad-abad, namun telah dipugar berkali-kali oleh dinasti Umayyah, Abbasiyah, Fathimiyyah, Ayyubiyyah, hingga Mamluk.

1. Ruang Shalat Utama dan Mihrab

Ruang shalat utama memiliki tujuh lorong yang membentang dari utara ke selatan. Mihrab (ceruk penunjuk arah kiblat) yang ada saat ini merupakan hasil restorasi penting oleh Salahuddin al-Ayyubi setelah penaklukan Yerusalem dari Tentara Salib. Penggunaan kembali mimbar bersejarah yang dibakar pada insiden kontroversial merupakan titik fokus bagi pemeliharaan identitas Islam di situs tersebut.

2. Fondasi Kuno (Solomon’s Stables/Marwani Mosque)

Di bawah kompleks, khususnya di bagian tenggara, terdapat area substruktur yang besar. Selama periode Islam, area ini diubah menjadi tempat ibadah, dikenal sebagai Masjid Marwani atau Kadim al-Aqsa. Area ini juga dikenal secara historis sebagai Gudang Solomon (Solomon's Stables), yang mengacu pada struktur kuno yang berfungsi sebagai gudang atau ruang bawah tanah. Pembukaan ruang ini sebagai masjid oleh Waqf (badan pengelola Islam) merupakan pengembangan penting di abad modern untuk menampung jamaah yang melimpah.

C. Kubah Batu (Qubbat al-Sakhra)

Kubah Batu, meskipun sering disangka sebagai Masjid Al-Aqsa, adalah sebuah cagar (shrine) dan salah satu mahakarya arsitektur Islam paling awal dan paling indah. Kubahnya yang berlapis emas mengkilap menjadi simbol visual Yerusalem. Bangunan ini dibangun pada akhir abad ke-7 (sekitar 691-692 M) oleh Khalifah Umayyah, Abd al-Malik ibn Marwan, untuk melindungi batu suci yang dipercaya sebagai tempat Nabi Muhammad memulai Mi’raj.

1. Arsitektur dan Mosaik

Kubah Batu memiliki denah oktagonal (delapan sisi) yang unik, ditutupi dengan mosaik Bizantium yang menakjubkan dan kaligrafi Kufi kuno. Desainnya mencerminkan pengaruh Romawi dan Bizantium yang diadaptasi sepenuhnya menjadi gaya arsitektur Islam yang khas. Ubin keramik yang melapisi dinding luarnya diganti secara masif pada periode Ottoman.

D. Struktur Pendukung Lainnya

Kompleks Al-Haram al-Sharif dipenuhi dengan berbagai bangunan dan elemen penting lainnya, yang semuanya merupakan bagian dari "Masjid Al-Aqsa" dalam pengertian yang luas:

  1. Gerbang (Abwab): Kompleks ini memiliki lebih dari 10 gerbang yang masih berfungsi (misalnya Gerbang Mughrabi, Gerbang Rantai, Gerbang Raja Faisal, Gerbang Hutta), masing-masing memiliki sejarahnya sendiri dalam mengontrol akses.
  2. Kubah dan Kios (Qubbah and Kiosk): Terdapat banyak kubah kecil, seperti Kubah Rantai (Dome of the Chain) dan Kubah Nabi (Dome of the Prophet), yang berfungsi sebagai penanda sejarah dan tempat shalat tambahan.
  3. Madrasah: Banyak sekolah agama (madrasah) bersejarah yang dibangun Mamluk mengelilingi perimeter luar kompleks, seperti Madrasah Ashrafiyyah.
  4. Kolam dan Air Mancur (Sabils): Struktur air, seperti Sabils Qaitbay, yang digunakan jamaah untuk wudhu dan air minum.

IV. Kronologi Sejarah Lokasi Al-Aqsa (Dari Awal hingga Abad Pertengahan)

Lokasi fisik Masjid Al-Aqsa di dataran tinggi Moriah memiliki sejarah yang jauh melampaui masa Islam, yang menjelaskan mengapa wilayah ini begitu sensitif dan sakral bagi tiga agama monoteistik terbesar.

A. Periode Pra-Islam (Kuil dan Era Romawi)

Lokasi ini, yang dikenal oleh umat Yahudi sebagai Temple Mount (Har HaBayit), adalah tempat berdirinya Kuil Suci Yahudi.

1. Kuil Pertama (Kuil Sulaiman)

Didirikan menurut tradisi oleh Raja Salomo (Nabi Sulaiman AS). Kuil ini dihancurkan oleh bangsa Babilonia pada tahun 586 SM.

2. Kuil Kedua

Dibangun setelah pembuangan Babilonia dan diperluas secara besar-besaran oleh Raja Herodes. Kuil kedua ini dihancurkan oleh Kekaisaran Romawi di bawah Titus pada tahun 70 M. Setelah kehancuran, lokasi tersebut dibiarkan sebagai reruntuhan oleh Romawi, bahkan ketika kota diubah namanya menjadi Aelia Capitolina.

Pada abad ke-4, setelah Kekristenan menjadi agama resmi Romawi, situs tersebut tetap tidak terawat, dianggap oleh umat Kristen sebagai pemenuhan nubuat. Lokasi ini sebagian besar merupakan puing-puing ketika Islam tiba.

B. Kedatangan Islam dan Pendirian Awal

Penaklukkan Yerusalem oleh Muslim pada tahun 637 M di bawah Khalifah Umar bin Khattab menjadi titik balik bagi situs tersebut. Umar dikenal karena perlakuan adilnya kepada penduduk non-Muslim dan penghormatannya terhadap situs-situs suci.

1. Keputusan Khalifah Umar

Ketika Umar memasuki kota, ia mencari lokasi yang suci tersebut. Menurut laporan, ia menemukan situs itu kotor dan berantakan. Ia secara pribadi membersihkannya dan mendirikan sebuah masjid sederhana dari kayu dan batu di bagian selatan kompleks, di lokasi yang sama dengan Masjid Al-Aqsa (Qibli) saat ini. Struktur awal ini berfungsi sebagai tempat ibadah pertama di sana dalam tradisi Islam.

C. Era Dinasti Umayyah: Pembangunan Megah

Pembangunan Masjid Al-Aqsa dan Kubah Batu yang kita kenal saat ini sebagian besar berasal dari masa Dinasti Umayyah.

D. Periode Abad Pertengahan: Perebutan dan Restorasi

Sejarah selanjutnya dari Al-Aqsa ditandai dengan siklus kehancuran dan restorasi oleh berbagai kekuatan Muslim, serta periode pendudukan oleh Tentara Salib.

1. Era Tentara Salib (1099-1187 M)

Ketika Tentara Salib merebut Yerusalem, mereka mengubah kompleks Al-Haram al-Sharif. Kubah Batu diubah menjadi gereja (Templum Domini), dan Masjid Al-Aqsa (Qibli) diubah menjadi markas besar Ordo Kesatria Templar (The Knights Templar). Mereka memperkuat bangunan tersebut, bahkan menambah ruangan di bawah tanah.

2. Restorasi Ayyubiyyah

Setelah Salahuddin al-Ayyubi merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M, ia segera mengembalikan situs tersebut menjadi tempat ibadah Muslim. Salahuddin secara simbolis dan praktis membersihkan kompleks tersebut, dan yang paling terkenal adalah pemasangan kembali mimbar kayu berukir yang indah (Minbar Salahuddin), yang diproduksi di Aleppo dan diangkut ke Yerusalem.

3. Era Mamluk dan Ottoman

Dinasti Mamluk (abad ke-13 hingga ke-16) dan Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman, abad ke-16 hingga awal abad ke-20) memberikan kontribusi signifikan dalam konservasi dan penambahan arsitektur. Mamluk menambahkan madrasah, gerbang-gerbang mewah, dan menara-menara (minaret), sementara Ottoman memperbaiki ubin Kubah Batu dan mengelola sistem wakaf yang memastikan pemeliharaan situs tersebut.

Ilustrasi Arsitektur Islam Al-Aqsa Qubbat as-Sakhra Al-Aqsa Qibli Teras Kompleks Al-Haram al-Sharif

Perbedaan struktural antara Kubah Batu (Qubbat al-Sakhra) dan Masjid Al-Aqsa (Qibli) di dalam Al-Haram al-Sharif.

V. Analisis Mendalam Arsitektur Masjid Al-Aqsa Qibli

Masjid Al-Aqsa (Qibli), sebagai struktur shalat utama di kompleks, memiliki karakteristik arsitektur yang mencerminkan sejarah panjang pemugaran dan pengaruh budaya yang berbeda-beda, mulai dari Bizantium, Umayyah, hingga gaya Mamluk yang lebih konservatif.

A. Denah Lantai dan Kolom

Masjid ini awalnya dibangun oleh Al-Walid I sebagai struktur basilika besar. Struktur saat ini terdiri dari tujuh gang (atau nave) yang dibagi oleh deretan kolom. Denah ini mempertahankan gaya basilika, sebuah adaptasi yang lazim dalam arsitektur Umayyah yang banyak mengambil inspirasi dari gereja-gereja Kristen setempat setelah penaklukan. Kolom-kolomnya beragam; beberapa adalah kolom batu monolitik kuno yang diambil dari reruntuhan Romawi atau Bizantium, sementara yang lain dibangun dari batu berukir Mamluk. Keragaman ini menceritakan sejarah restorasi yang tiada henti.

B. Kubah dan Atap

Kubah Masjid Al-Aqsa yang kita lihat saat ini tidak setua Kubah Batu. Kubah ini terletak di atas area mihrab dan ditopang oleh pendukung yang kuat. Kubah tersebut berlapis timah dan memiliki warna abu-abu kebiruan. Di bagian dalamnya, kubah dihiasi dengan mosaik dan fresco yang indah, yang sebagian besar diperbarui pada era Yordania dan Waqf di abad ke-20. Pengerjaan kayu internal, terutama pada langit-langit, menunjukkan teknik khas Timur Tengah yang membutuhkan keahlian tinggi.

C. Mimbar dan Mihrab

Mihrab, ceruk semi-sirkular yang menunjukkan arah shalat, telah menjadi titik fokus arsitektural. Di sebelah mihrab berdiri mimbar (tempat khotbah). Mimbar yang terkenal, yang dibuat oleh Nuruddin Zangi dan dipasang oleh Salahuddin, dianggap sebagai mahakarya seni ukir kayu Islam. Sayangnya, mimbar bersejarah ini terbakar pada tahun 1969. Mimbar yang ada saat ini merupakan replika yang sangat teliti, dibuat dengan teknik tradisional di Yordania dan dipasang kembali pada tahun 2007. Keberadaan mimbar ini adalah simbol ketahanan identitas Islam.

D. Pintu dan Fasad

Fasad utara Masjid Al-Aqsa, yang merupakan pintu masuk utama dari kompleks teras di atas, adalah hasil kerja keras Umayyah dan kemudian diperindah oleh Fathimiyyah dan Mamluk. Fasad ini menampilkan lengkungan-lengkungan runcing dan dekorasi yang rumit, yang menunjukkan transisi arsitektur dari gaya Romawi akhir ke gaya Islam klasik. Terdapat lima gerbang besar di fasad utara ini.

1. Mosaik dan Kaligrafi

Mosaik emas dan kaca, meskipun kurang dominan dibandingkan di Kubah Batu, masih dapat ditemukan di beberapa area kubah dan transisi di dalam masjid. Kaligrafi Islam (ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis) digunakan secara ekstensif sebagai dekorasi utama, menekankan fungsi spiritual bangunan tersebut.

2. Ruang Subterranean (Marwani Mosque Detail)

Struktur bawah tanah di bagian tenggara sangat penting. Bagian ini terdiri dari serangkaian lengkungan berkubah batu besar yang berfungsi sebagai fondasi penahan tanah. Lengkungan ini mungkin berasal dari perluasan Kuil Herodes, tetapi telah diadaptasi. Ruang ini dulunya digunakan sebagai penyimpanan dan akses oleh Templar. Dalam beberapa dekade terakhir, ruang ini telah direnovasi menjadi Masjid Marwani, menyediakan ruang shalat yang sangat besar, menyoroti kemampuan kompleks Al-Aqsa untuk mengakomodasi populasi jamaah yang semakin besar.

VI. Status Hukum dan Pengelolaan Geopolitik Kompleks Al-Aqsa

Lokasi Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur menempatkannya pada persimpangan geopolitik yang sangat tegang. Status hukum dan pengelolaannya adalah inti dari perselisihan antara Israel, Palestina, dan Yordania.

A. Administrasi Wakaf Islam (Waqf)

Sejak ratusan tahun lalu, pengelolaan situs-situs suci Islam di Yerusalem, termasuk Al-Haram al-Sharif, diurus oleh sistem Wakaf (Islamic Endowment). Pasca-pendudukan Yerusalem Timur oleh Israel pada tahun 1967, status quo diberlakukan, yang secara umum menetapkan bahwa:

B. Peran Yordania

Perjanjian Damai Israel-Yordania (1994) secara eksplisit mengakui peran khusus Yordania sebagai penjaga situs-situs suci Muslim di Yerusalem. Yordania memberikan dukungan finansial dan administratif utama kepada Wakaf. Peran ini sangat penting karena menyediakan lapisan perlindungan internasional terhadap upaya perubahan status quo oleh pihak mana pun.

C. Konflik Status Quo

Meskipun status quo telah ditetapkan, pelaksanaannya sering menimbulkan ketegangan. Perdebatan utama berputar pada:

VII. Al-Aqsa Sebagai Simbol Identitas dan Ketahanan

Di luar peran keagamaannya, lokasi Al-Aqsa memiliki signifikansi politik dan budaya yang mendalam. Bagi jutaan orang Palestina dan umat Islam di seluruh dunia, Al-Aqsa adalah simbol utama identitas nasional, keberadaan, dan ketahanan.

A. Warisan Palestina di Quds

Masjid Al-Aqsa terletak di tengah-tengah Perempat Muslim di Kota Tua, yang merupakan pusat kehidupan, perdagangan, dan budaya Palestina di Yerusalem. Kehadiran fisik masjid dan aktivitas yang berlangsung di dalamnya adalah manifestasi nyata dari ikatan sejarah Palestina dengan kota Yerusalem (Al-Quds). Upaya untuk melindungi akses dan integritas Al-Aqsa seringkali menjadi penentu semangat perlawanan kultural dan politik.

B. Juru Kunci Sejarah

Meskipun Waqf mengelola kompleks tersebut, keluarga-keluarga Palestina tertentu telah memegang peran historis dalam mengurus kunci gerbang kompleks selama berabad-abad. Peran ini, meskipun seremonial, menekankan koneksi turun-temurun antara penduduk Yerusalem dan situs suci tersebut.

C. Titik Kumpul dan Persatuan

Masjid Al-Aqsa berfungsi sebagai titik kumpul utama bagi umat Islam dari berbagai latar belakang etnis dan nasional. Dalam momen-momen krisis atau selama bulan suci Ramadhan, puluhan hingga ratusan ribu jamaah berkumpul, mengubah kompleks menjadi lautan manusia yang mencerminkan persatuan umat Islam dalam mempertahankan kesucian situs tersebut.

Kesimpulan Lokasi Inti: Masjid Al-Aqsa (Al-Haram al-Sharif) terletak di Kota Tua Yerusalem. Secara spesifik, ia menempati dataran tinggi Moriah di sudut tenggara Kota Tua, yang secara politik berada di Yerusalem Timur. Ia adalah situs terpenting ketiga dalam Islam, sebuah titik sentral bagi sejarah dan geopolitik Timur Tengah.

VIII. Ancaman Modern terhadap Integritas Struktural dan Spiritual

Lokasi Al-Aqsa yang sangat bersejarah dan sensitif menjadikannya target risiko struktural dan politis. Konservasi situs ini merupakan tantangan monumental, melibatkan insinyur, arkeolog, dan diplomat dari berbagai negara.

A. Isu Air dan Fondasi

Yerusalem terletak di zona seismik aktif, dan struktur Al-Aqsa sangat tua. Lebih jauh lagi, sistem pembuangan air dan fondasi kuno di bawah kompleks menjadi perhatian utama. Penggalian arkeologi di sekitarnya, meskipun bertujuan untuk mengungkap sejarah, sering dikhawatirkan melemahkan fondasi bangunan berusia lebih dari seribu tahun tersebut. Konservator Yordania bekerja secara rutin untuk memantau retakan dan pergeseran tanah.

B. Konservasi Arsitektural Kubah Batu

Kubah Batu membutuhkan perawatan konstan. Lapisannya yang terbuat dari emas (yang didanai oleh berbagai negara Muslim, terutama Yordania) harus secara berkala diganti dan diperbaiki. Mosaik interior dan kaligrafi harus dilindungi dari kelembaban dan kerusakan serangga. Upaya ini menunjukkan komitmen berkelanjutan dari perwalian Yordania terhadap pemeliharaan situs tersebut.

IX. Peran Masjid Al-Aqsa dalam Perkembangan Kebudayaan Islam

Masjid Al-Aqsa bukan hanya sebuah lokasi ibadah, tetapi juga pusat intelektual yang sangat penting dalam sejarah Islam, terutama selama periode Ayyubiyah dan Mamluk. Lokasinya yang strategis menjadikannya persimpangan antara peradaban timur (Mesopotamia, Persia) dan barat (Mesir, Afrika Utara).

A. Kontribusi Ilmu Pengetahuan

Selama era Mamluk (1250–1517), Yerusalem menyaksikan puncak kemakmuran keilmuan. Banyak madrasah dan khanqah (tempat sufi) dibangun di sekitar kompleks Al-Aqsa. Ulama-ulama besar dari seluruh dunia Islam berdatangan untuk mengajar dan belajar di sana. Ini termasuk ahli fikih, hadis, dan astronomi. Madrasah Al-Ashrafiyyah, yang terletak di gerbang kompleks, dikenal sebagai salah satu institusi pendidikan paling prestisius di masanya, menunjukkan bahwa Al-Aqsa adalah pusat ilmu pengetahuan di samping fungsi keagamaannya.

B. Seni dan Kerajinan

Kebutuhan untuk merenovasi dan memperindah Al-Aqsa dan Kubah Batu setelah kerusakan (baik alami maupun karena konflik) memicu perkembangan kerajinan lokal. Seniman Yerusalem dan Damaskus dikenal ahli dalam mosaik, ukiran kayu (seperti yang terlihat pada mimbar), keramik, dan pengerjaan logam. Gaya dekorasi Yerusalem, terutama yang terlihat pada ubin di Kubah Batu dan kaligrafi yang menghiasi dinding Al-Aqsa, menjadi model yang diikuti di seluruh wilayah Syam (Levant).

1. Inovasi Kaligrafi dan Mosaik

Kaligrafi yang ditemukan di Kubah Batu, salah satu contoh tertua kaligrafi Kufi di arsitektur Islam, memberikan pandangan unik tentang bagaimana seni tulisan suci berkembang dari model awal ke gaya yang lebih kompleks dan dekoratif. Mosaik Umayyah yang sangat kaya, menampilkan pola-pola geometris dan tanaman tanpa figur hidup, menunjukkan transisi yang jelas dalam seni rupa dari pengaruh Bizantium ke ekspresi Islam murni.

X. Detail Spiritual dan Praktis di Al-Aqsa

Bagi jamaah yang datang ke Al-Aqsa, lokasi ini menawarkan pengalaman spiritual yang mendalam, terjalin erat dengan sejarah para nabi dan perjalanan Nabi Muhammad.

A. Nilai Shalat di Al-Aqsa

Dalam tradisi Islam, shalat di Masjid Al-Aqsa memiliki pahala yang sangat besar, dikisahkan setara dengan 500 kali shalat di masjid lain (selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi). Nilai pahala yang tinggi ini mendorong banyak Muslim, terutama dari Palestina dan diaspora, untuk melakukan perjalanan jauh (Rihlah) ke lokasi ini, meskipun harus menghadapi berbagai kesulitan dan pos pemeriksaan.

B. Berjalan Kaki di Kompleks

Kompleks Al-Haram al-Sharif adalah area terbuka yang luas dan berlapis. Jamaah sering melakukan ibadah tidak hanya di dalam Masjid Qibli, tetapi juga di teras terbuka (sahn) yang dikelilingi oleh barisan pohon cemara dan pohon zaitun. Shalat di area terbuka ini, di bawah pengawasan langsung Kubah Batu, dianggap sebagai bagian integral dari pengalaman beribadah di Al-Aqsa secara keseluruhan.

1. Gerbang al-Quds

Akses ke Kota Tua dan Al-Aqsa umumnya dilakukan melalui beberapa gerbang utama di tembok Ottoman. Gerbang al-Asbat (Gerbang Singa) dan Gerbang al-Khalil (Gerbang Jaffa) adalah yang paling sering digunakan. Bagi banyak jamaah, perjalanan melalui lorong-lorong sempit dan pasar (souq) Kota Tua sebelum mencapai kompleks itu sendiri adalah bagian dari ritual perjalanan suci.

C. Pengaruh Sufisme

Sufisme memiliki hubungan erat dengan Yerusalem, terutama pada periode Mamluk. Banyak Sufi besar mendirikan khanqah di dekat kompleks Al-Aqsa. Pengaruh mereka terlihat dalam penghormatan mendalam terhadap kesucian tempat tersebut dan praktik-praktik zikir (mengingat Allah) yang dilakukan oleh jamaah di berbagai sudut terpencil kompleks.

XI. Rekapitulasi Lokasi dan Signifikansi Multidimensi

Masjid Al-Aqsa terletak di salah satu titik paling krusial dan paling disengketakan di dunia. Keberadaannya di tengah-tengah benteng sejarah Yerusalem menjamin bahwa lokasi ini akan terus menjadi fokus perhatian global.

A. Tiga Kunci Lokasi

  1. Secara Faktual-Geografis: Terletak di Kota Tua Yerusalem (Al-Quds), di atas dataran tinggi Moriah.
  2. Secara Administratif-Politik: Berada di Yerusalem Timur yang diduduki, di bawah pengawasan internal Wakaf Islam (Yordania) dan pengawasan keamanan eksternal Israel.
  3. Secara Teologis-Spiritual: Masjid ketiga tersuci dalam Islam, lokasi kiblat pertama dan titik Mi'raj Nabi Muhammad, serta pusat kenabian bagi agama-agama Abrahamik.

B. Signifikansi yang Terus Berlanjut

Masjid Al-Aqsa adalah narasi hidup tentang ketahanan, iman, dan konflik. Keindahan arsitekturnya, kedalaman sejarahnya, dan kompleksitas politik yang mengelilinginya memastikan bahwa setiap sudut di dalam kompleks Al-Haram al-Sharif memiliki lapisan makna yang menunggu untuk diungkap. Lokasinya di jantung Kota Suci adalah pengingat abadi akan persilangan peradaban dan perjuangan untuk mempertahankan warisan suci.

XII. Eksplorasi Lebih Lanjut Mengenai Kubah Batu: Detail Arsitektur dan Simbolisme

Meskipun Al-Aqsa (Qibli) adalah masjid untuk shalat, Kubah Batu (Qubbat al-Sakhra) seringkali mendominasi pandangan visual. Penting untuk memahami detail arsitekturnya yang luar biasa, yang merupakan salah satu contoh arsitektur Islam tertua yang masih berdiri.

A. Fungsi sebagai Martyrium atau Cagar

Kubah Batu bukan dirancang sebagai masjid komunal (yang dilakukan oleh Al-Aqsa Qibli), melainkan sebagai martyrium atau cagar. Fungsinya adalah untuk melindungi dan memuliakan Batu Pondasi yang diyakini sebagai tempat suci yang penting dalam tradisi Yahudi, Kristen, dan Islam (terkait dengan pengorbanan Nabi Ibrahim dan Mi'raj Nabi Muhammad).

B. Desain Oktagonal yang Unik

Struktur ini didasarkan pada denah oktagonal yang sangat jarang untuk bangunan Islam, menunjukkan pengaruh kuat dari arsitektur gereja-gereja Bizantium dan Siria. Kubah kayu berlapis emas diletakkan di atas drum melingkar, yang didukung oleh dua baris pilar dan kolom. Desain ini memastikan cahaya alami membanjiri bagian dalam, menyoroti batu suci di tengahnya.

1. Simbolisme Angka Delapan

Penggunaan bentuk oktagonal sering diinterpretasikan sebagai simbol kosmologis, mewakili surga dan bumi, serta batas-batas yang sempurna. Penempatan Kubah Batu di lokasi tertinggi di kompleks tersebut menggarisbawahi posisinya sebagai titik temu antara dunia fisik dan spiritual.

C. Kaligrafi Frieze dan Pesan Politik

Dinding interior dan eksterior Kubah Batu awalnya ditutupi oleh inskripsi kaligrafi yang sangat penting. Kaligrafi interior, yang mencakup ayat-ayat Al-Qur'an (seperti Surah Yasin dan Al-Ikhlas) dan inskripsi dedikasi, tidak hanya berfungsi sebagai dekorasi tetapi juga sebagai pernyataan teologis dan politis yang kuat dari Kekhalifahan Umayyah. Inskripsi ini secara eksplisit menegaskan keesaan Allah dan kenabian Muhammad, seringkali dalam dialog dengan teologi Kristen yang dominan di Yerusalem pada masa itu.

1. Ubin Ottoman

Sementara bagian bawah Kubah Batu awalnya dihiasi dengan mosaik, pada masa Suleiman Agung (abad ke-16), mosaik luar diganti dengan ubin keramik berpolakan bunga yang indah (Iznik Tiles). Penggantian ini, meskipun mengubah tampilan asli Umayyah, telah menjadi ciri khas dan kontribusi abadi dari arsitektur Ottoman terhadap situs tersebut.

D. Kubah Rantai (Dome of the Chain)

Di sebelah Kubah Batu terdapat struktur kecil yang juga oktagonal, disebut Kubah Rantai. Struktur ini, yang juga berasal dari periode Umayyah atau mungkin lebih awal, tidak memiliki dinding dan hanya terdiri dari tiang-tiang penopang kubah. Diyakini struktur ini awalnya berfungsi sebagai ruang perbendaharaan Baitul Mal atau model arsitektural skala penuh untuk pembangunan Kubah Batu itu sendiri.

XIII. Lapisan Sejarah: Arkeologi di Bawah Kompleks

Lokasi Masjid Al-Aqsa adalah salah satu situs arkeologi terkaya di dunia, dengan berbagai lapisan peradaban yang tumpang tindih. Studi arkeologi di sekitar kompleks sangat dibatasi karena sensitivitas politik, namun beberapa area bawah tanah telah diakses.

A. Gerbang Kuno (Solomon’s Gates)

Tembok barat dan selatan kompleks menunjukkan sisa-sisa gerbang kuno yang terkubur, seperti Gerbang Warren dan Gerbang Barclay. Gerbang-gerbang ini menunjukkan bahwa struktur Kuil Herodes yang asli sangat besar, dengan sistem terowongan dan pintu masuk yang mengesankan. Temuan ini menegaskan kembali kedalaman sejarah yang terletak tepat di bawah pijakan Al-Aqsa saat ini.

B. Terowongan Tembok Barat

Di sepanjang Tembok Barat (Western Wall), terdapat serangkaian terowongan yang memungkinkan pandangan ke fondasi kuno kompleks. Terowongan ini mengungkapkan blok-blok batu raksasa (disebut 'megalith') dari era Kuil Herodes. Kehadiran fondasi ini di bawah Al-Aqsa adalah sumber utama ketegangan karena komunitas Yahudi menganggap fondasi ini sebagai peninggalan paling suci mereka.

C. Peran Reservoar Air

Di bawah kompleks, terdapat banyak gua dan reservoar air kuno yang digunakan untuk menampung air hujan bagi kebutuhan ritual di Kuil dan kemudian untuk kebutuhan jamaah Muslim. Jaringan saluran air dan reservoar ini adalah bukti teknik sipil kuno yang luar biasa, dan pengelolaannya saat ini menjadi bagian penting dari konservasi situs. Beberapa reservoar ini, seperti Sumur Roh, juga dikaitkan dengan legenda keagamaan.

XIV. Kontribusi Ottoman dan Konservasi di Abad ke-20

Setelah periode Mamluk yang kaya, Kesultanan Ottoman mengambil alih Yerusalem dan memainkan peran penting dalam mempertahankan status quo dan memperindah kompleks selama empat abad.

A. Renovasi Ottoman

Di bawah Ottoman, pemeliharaan situs dilakukan melalui sistem wakaf yang kuat. Kontribusi terbesar mereka adalah ubin keramik yang menggantikan mosaik luar Kubah Batu. Mereka juga membangun beberapa Sabils (air mancur umum) di dalam kompleks dan merenovasi gerbang serta minaret yang rusak.

1. Peran Sultan Suleiman Agung

Suleiman Agung dianggap sebagai pembangun besar Yerusalem. Selain membangun kembali tembok kota yang masih berdiri hingga saat ini, dia juga memastikan situs suci tetap terpelihara, menanamkan ubin Iznik yang indah yang menjadi salah satu ciri khas arsitektur Ottoman.

B. Era Modern dan Perwalian Yordania

Setelah jatuhnya Ottoman, dan melalui mandat Inggris, pengelolaan situs ini akhirnya dikembalikan kepada perwalian Islam. Pasca-konflik 1948 dan 1967, Yordania secara de facto dan de jure (melalui perjanjian damai) diakui sebagai penjaga situs-situs suci. Peran mereka meliputi:

Lokasi Al-Aqsa, yang tertanam begitu dalam di lapisan waktu dan keyakinan, tidak hanya mencakup batu dan mortir kuno, tetapi juga semangat abadi dari tiga peradaban yang bertemu dan berinteraksi di satu bukit kecil di tengah Kota Tua Yerusalem. Inilah mengapa pertanyaan "masjid al aqsa terletak di mana" selalu membawa jawaban yang jauh melampaui koordinat geografis.

🏠 Kembali ke Homepage