Panduan Terlengkap Bacaan Doa Iftitah dalam Shalat
Ilustrasi tangan mengangkat takbiratul ihram sebagai tanda dimulainya shalat.
Shalat adalah tiang agama, sebuah jembatan spiritual yang menghubungkan seorang hamba dengan Penciptanya. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya memiliki makna yang mendalam, dirancang untuk membangun kekhusyukan dan kesadaran penuh akan kebesaran Allah SWT. Salah satu bacaan sunnah yang sangat dianjurkan untuk memulai percakapan agung ini adalah doa iftitah. Doa ini, yang dibaca setelah takbiratul ihram dan sebelum Al-Fatihah, berfungsi sebagai mukadimah atau pembukaan yang penuh dengan sanjungan, pengagungan, dan permohonan kepada Allah.
Meskipun bukan rukun shalat, membaca doa iftitah memiliki keutamaan yang luar biasa. Ia ibarat seorang hamba yang hendak menghadap seorang Raja; ia tidak langsung menyampaikan permohonannya, melainkan memulainya dengan pujian dan sanjungan yang setinggi-tingginya. Inilah adab kita kepada Allah, Raja segala raja. Artikel ini akan mengupas secara mendalam berbagai macam bacaan doa iftitah yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, beserta makna, hukum, dan konteks membacanya, agar shalat kita menjadi lebih bermakna dan sempurna.
Memahami Makna dan Kedudukan Doa Iftitah
Sebelum kita menyelami ragam bacaannya, penting untuk memahami esensi dari doa iftitah itu sendiri. Apa sebenarnya doa iftitah, bagaimana hukumnya, dan kapan waktu yang tepat untuk membacanya? Pemahaman dasar ini akan menjadi fondasi bagi kita untuk mengamalkannya dengan lebih baik.
Apa Itu Doa Iftitah?
Secara etimologis, kata "iftitah" berasal dari bahasa Arab, yaitu dari akar kata fataha (فَتَحَ) yang berarti "membuka". Dengan demikian, doa iftitah secara harfiah berarti "doa pembuka". Ia adalah serangkaian zikir, pujian, dan doa yang dibaca untuk membuka ibadah shalat. Fungsinya adalah untuk mempersiapkan jiwa dan pikiran agar beralih dari kesibukan duniawi menuju fokus total kepada Allah SWT. Ia menjadi gerbang yang mengantarkan seorang Muslim dari alam materi ke alam spiritual, dari kelalaian menuju kesadaran akan kehadiran Ilahi.
Bayangkan doa iftitah sebagai sebuah prolog. Dalam sebuah karya sastra, prolog menetapkan suasana, memperkenalkan tema, dan mempersiapkan pembaca untuk cerita yang akan datang. Demikian pula doa iftitah dalam shalat. Ia menetapkan suasana kekhusyukan, memperkenalkan tema tauhid dan pengagungan Allah, serta mempersiapkan hati untuk dialog inti dengan-Nya melalui bacaan Al-Fatihah dan surah-surah lainnya. Melalui kalimat-kalimatnya, kita mengakui kelemahan diri, keagungan Allah, dan menyerahkan seluruh hidup dan mati kita hanya kepada-Nya.
Hukum Membaca Doa Iftitah
Para ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa membaca doa iftitah hukumnya adalah sunnah, bukan wajib. Artinya, seseorang akan mendapatkan pahala jika membacanya, namun shalatnya tetap sah jika ia tidak membacanya, baik karena lupa maupun sengaja. Meskipun demikian, sangat disayangkan jika kita melewatkan kesempatan untuk meraih keutamaan besar dari amalan yang ringan ini.
Mayoritas ulama, khususnya dari mazhab Syafi'i dan Hanbali, mengkategorikannya sebagai sunnah mu'akkadah atau sunnah yang sangat dianjurkan. Rasulullah ﷺ senantiasa membacanya dalam shalat-shalat beliau, baik shalat fardhu maupun sunnah. Ini menunjukkan betapa pentingnya amalan ini dalam menyempurnakan shalat.
Di sisi lain, dalam mazhab Maliki, terdapat pandangan yang menganggapnya makruh (tidak disukai) untuk dibaca dalam shalat fardhu, meskipun dianjurkan dalam shalat sunnah. Pandangan ini didasarkan pada argumen untuk menyegerakan membaca Al-Fatihah sebagai rukun utama. Namun, pandangan mayoritas ulama tetap menganjurkan pembacaannya karena banyaknya riwayat hadits yang shahih tentang praktik Rasulullah ﷺ. Mazhab Hanafi juga memandangnya sebagai sunnah. Perbedaan pandangan ini menunjukkan kekayaan khazanah fiqih Islam, namun esensinya tetap sama: doa iftitah adalah amalan mulia yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Kapan dan Bagaimana Doa Iftitah Dibaca?
Waktu yang tepat untuk membaca doa iftitah adalah setelah takbiratul ihram (mengangkat tangan sambil mengucapkan "Allahu Akbar") dan sebelum membaca ta'awudz ("A'udzubillahi minasy syaithanir rajim") dan surah Al-Fatihah. Ia dibaca dengan suara lirih (sirr), baik dalam shalat yang bacaannya dikeraskan (jahr) seperti Maghrib, Isya, dan Subuh, maupun dalam shalat yang bacaannya dilirihkan (sirr) seperti Dzuhur dan Ashar. Ini berlaku bagi imam maupun orang yang shalat sendirian (munfarid).
Bagi seorang makmum dalam shalat berjamaah, ia juga disunnahkan membacanya setelah imam selesai takbiratul ihram. Biasanya, ada jeda sejenak yang diberikan oleh imam sebelum memulai bacaan Al-Fatihah, yang memberi kesempatan bagi makmum untuk menyelesaikan doa iftitah. Namun, ada beberapa kondisi khusus yang akan kita bahas lebih lanjut nanti, terutama bagi makmum yang terlambat (masbuq).
Ragam Bacaan Doa Iftitah yang Shahih dari Rasulullah ﷺ
Salah satu keindahan ajaran Islam adalah fleksibilitasnya. Rasulullah ﷺ mengajarkan beberapa versi doa iftitah yang berbeda, masing-masing dengan keindahan dan kedalaman makna yang unik. Ini memberi kita pilihan dan mencegah kebosanan, sekaligus mengajarkan kita berbagai cara untuk memuji dan mengagungkan Allah. Berikut adalah beberapa bacaan doa iftitah yang paling populer dan shahih.Berbagai riwayat doa iftitah menunjukkan keluasan dalam beribadah.
Versi 1: Bacaan Paling Populer di Indonesia (Mazhab Syafi'i)
Ini adalah doa iftitah yang paling sering kita dengar dan diajarkan di banyak tempat. Bacaan ini menggabungkan pengagungan mutlak kepada Allah dengan penyerahan diri secara total.
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ.
Allahu akbar kabira, walhamdu lillahi kathira, wa subhanallahi bukratan wa ashila. Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharas samawati wal ardha hanifan musliman wa ma ana minal musyrikin. Inna shalati, wa nusuki, wa mahyaya, wa mamati, lillahi rabbil 'alamin. La syarika lahu wa bidzalika umirtu wa ana minal muslimin.
"Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah pada waktu pagi dan petang. Kuhadapkan wajahku kepada Zat yang menciptakan langit dan bumi dalam keadaan lurus dan berserah diri, dan aku bukanlah dari golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku diperintahkan dan aku termasuk golongan orang-orang muslim."
Tadabbur (Perenungan) Makna:
- "Allahu akbar kabira...": Bagian pertama ini adalah penegasan superlatif. Kita tidak hanya mengatakan Allah Maha Besar, tetapi Maha Besar dengan sebesar-besarnya. Pujian kita kepada-Nya tidak terhingga, dan kita menyucikan-Nya setiap saat, pagi dan petang. Ini adalah pengakuan awal akan keagungan-Nya yang tiada tara.
- "Wajjahtu wajhiya...": Ini adalah ikrar tauhid yang kuat. "Kuhadapkan wajahku" adalah metafora untuk menghadapkan seluruh eksistensi, perhatian, dan tujuan hidup kita hanya kepada Sang Pencipta. "Hanifan musliman" berarti kita melakukannya dalam keadaan lurus, tidak bengkok, dan pasrah sepenuhnya kepada kehendak-Nya. Kalimat "wa ma ana minal musyrikin" adalah deklarasi pembebasan diri dari segala bentuk syirik, baik yang besar maupun yang kecil.
- "Inna shalati...": Ini adalah puncak dari penyerahan diri. Kita mengikrarkan bahwa bukan hanya shalat kita, tetapi seluruh ritual ibadah (nusuk), seluruh hidup kita (mahyaya), dan bahkan kematian kita (mamati), semuanya dipersembahkan hanya untuk Allah. Ini adalah esensi dari penghambaan, di mana tidak ada satu pun aspek kehidupan yang terlepas dari pengawasan dan tujuan untuk mengabdi kepada-Nya.
- "La syarika lahu...": Kalimat penutup ini mengunci semua ikrar sebelumnya. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Inilah perintah yang kita terima, dan kita dengan bangga menyatakan, "wa ana minal muslimin" (dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri).
Versi 2: Bacaan Ringkas Penuh Kemuliaan (Mazhab Hanafi)
Doa iftitah ini lebih ringkas namun sarat dengan makna pengagungan. Bacaan ini sangat cocok bagi mereka yang baru belajar atau ketika waktu shalat terbatas, seperti saat menjadi makmum masbuq.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ
Subhanakallahumma wa bihamdika, wa tabarakasmuka, wa ta'ala jadduka, wa la ilaha ghairuk.
"Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu. Maha Berkah nama-Mu, Maha Tinggi keagungan-Mu, dan tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau."
Tadabbur (Perenungan) Makna:
- "Subhanakallahumma wa bihamdika": Kalimat ini menggabungkan dua bentuk zikir utama: tasbih (menyucikan Allah dari segala kekurangan) dan tahmid (memuji-Nya atas segala kesempurnaan). Kita memulai dengan menyucikan Allah, kemudian langsung mengiringinya dengan pujian.
- "Wa tabarakasmuka": Nama Allah itu penuh berkah. Menyebut nama-Nya mendatangkan kebaikan, ketenangan, dan pertolongan. Ini adalah pengakuan bahwa sumber segala keberkahan adalah dari Allah.
- "Wa ta'ala jadduka": "Jadduka" berarti keagungan, kemuliaan, atau kebesaran-Mu. Kita mengakui bahwa keagungan Allah itu Maha Tinggi, melampaui segala yang bisa dibayangkan oleh makhluk-Nya.
- "Wa la ilaha ghairuk": Kalimat tauhid yang menjadi inti ajaran Islam. Setelah semua pujian dan pengagungan, kita menutupnya dengan penegasan bahwa tidak ada satu pun yang layak disembah selain Allah. Ini adalah fondasi dari seluruh ibadah kita.
Versi 3: Doa Permohonan Ampunan yang Mendalam
Doa iftitah ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang apa yang beliau baca di antara takbir dan Al-Fatihah. Doa ini berisi permohonan yang sangat indah untuk dijauhkan dari dosa dan disucikan darinya.
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ
Allahumma ba'id baini wa baina khathayaya kama ba'adta bainal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqini min khathayaya kama yunaqqats tsaubul abyadhu minad danas. Allahummaghsilni min khathayaya bits tsalji wal ma'i wal barad.
"Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air, dan embun."
Tadabbur (Perenungan) Makna:
Doa ini menggunakan tiga metafora yang luar biasa kuat untuk menggambarkan proses pembersihan dosa:
- Penjauhan (Distance): Kita memohon agar Allah menjauhkan kita dari dosa sejauh timur dan barat. Ini adalah jarak terjauh yang bisa dibayangkan, melambangkan permohonan agar kita tidak hanya diampuni atas dosa yang telah lalu, tetapi juga dijaga agar tidak mendekati dosa di masa depan.
- Pembersihan (Purification): Dosa diibaratkan seperti noda pada kain putih. Kain putih sangat rentan terhadap kotoran dan nodanya terlihat sangat jelas. Kita memohon pembersihan total, hingga kembali suci seperti kain putih yang cemerlang tanpa noda sedikit pun.
- Pencucian (Washing): Kita meminta untuk "dicuci" dengan salju, air, dan embun. Ketiga elemen ini dikenal karena sifatnya yang dingin dan menyegarkan. Ini melambangkan pembersihan yang tidak hanya menghilangkan noda, tetapi juga menyejukkan jiwa dari panasnya api dosa dan memberikan kesegaran spiritual untuk memulai ibadah dengan hati yang bersih.
Versi 4: Doa Agung untuk Shalat Malam
Ini adalah doa iftitah yang panjang dan sangat indah, yang biasa dibaca oleh Nabi Muhammad ﷺ ketika beliau melaksanakan shalat tahajud. Doa ini penuh dengan pengakuan atas kekuasaan dan kebenaran mutlak milik Allah.
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ، وَوَعْدُكَ حَقٌّ، وَقَوْلُكَ حَقٌّ، وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ، وَمُحَمَّدٌ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ. اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ.
Allahumma lakal hamdu anta nuurus samawati wal ardhi wa man fihinna, wa lakal hamdu anta qayyimus samawati wal ardhi wa man fihinna, wa lakal hamdu antal haqqu, wa wa'duka haqqun, wa qauluka haqqun, wa liqa'uka haqqun, wal jannatu haqqun, wan naru haqqun, wan nabiyyuna haqqun, wa muhammadun haqqun, was sa'atu haqqun. Allahumma laka aslamtu, wa bika amantu, wa 'alaika tawakkaltu, wa ilaika anabtu, wa bika khashamtu, wa ilaika hakamtu, faghfirli ma qaddamtu wa ma akhkhartu, wa ma asrartu wa ma a'lantu, antal muqaddimu wa antal mu'akhkhiru, la ilaha illa anta.
"Ya Allah, bagi-Mu segala puji, Engkaulah cahaya langit dan bumi serta siapa saja yang ada di dalamnya. Bagi-Mu segala puji, Engkaulah penegak langit dan bumi serta siapa saja yang ada di dalamnya. Bagi-Mu segala puji, Engkau adalah Al-Haq (Kebenaran), janji-Mu benar, firman-Mu benar, pertemuan dengan-Mu benar, surga itu benar, neraka itu benar, para nabi itu benar, Muhammad itu benar, dan hari kiamat itu benar. Ya Allah, hanya kepada-Mu aku berserah diri, hanya kepada-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku bertawakal, hanya kepada-Mu aku kembali, dengan (nama)-Mu aku berdebat, dan hanya kepada-Mu aku berhukum. Maka ampunilah dosaku yang telah lalu dan yang akan datang, yang aku sembunyikan dan yang aku tampakkan. Engkaulah Yang Terdahulu dan Engkaulah Yang Terakhir. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau."
Tadabbur (Perenungan) Makna:
Doa ini adalah sebuah deklarasi iman yang komprehensif. Dimulai dengan pujian kepada Allah sebagai Cahaya dan Penegak alam semesta, menunjukkan bahwa tanpa-Nya, alam ini akan gelap dan runtuh. Kemudian dilanjutkan dengan persaksian atas semua pilar keimanan: Allah adalah Kebenaran Mutlak, janji-Nya pasti, surga dan neraka nyata, para nabi adalah utusan-Nya, dan hari kiamat pasti akan terjadi. Setelah meneguhkan iman, doa ini beralih ke penyerahan diri total. Setiap aspek kehidupan—keislaman, keimanan, tawakal, taubat, bahkan cara berinteraksi dengan orang lain—disandarkan sepenuhnya kepada Allah. Puncaknya adalah permohonan ampun yang menyeluruh, mengakui bahwa hanya Allah yang bisa mengampuni segala dosa, baik yang terlihat maupun tersembunyi.
Memilih Bacaan Iftitah dan Keutamaannya
Dengan adanya berbagai macam bacaan, muncul pertanyaan: mana yang harus kita pilih? Dan apa sebenarnya faedah yang kita dapatkan dari merenungi doa pembuka ini?
Bolehkah Mengganti-ganti Bacaan?
Sangat dianjurkan. Salah satu hikmah diajarkannya berbagai versi doa iftitah oleh Rasulullah ﷺ adalah agar kita tidak terjebak dalam rutinitas mekanis. Dengan mengganti-ganti bacaan, kita terdorong untuk lebih memperhatikan apa yang kita ucapkan. Setiap versi menawarkan perspektif yang berbeda dalam memuji Allah. Terkadang kita ingin memulai shalat dengan pengakuan tauhid yang total, di lain waktu kita mungkin merasa perlu memulai dengan permohonan ampun yang mendalam.
Mengamalkan sunnah ini—yaitu dengan menghafal dan menggunakan beberapa versi doa iftitah secara bergantian—dapat membantu menjaga dan meningkatkan kekhusyukan. Hal ini membuat shalat terasa lebih hidup, dinamis, dan personal. Ini adalah cara yang indah untuk meneladani Rasulullah ﷺ dalam seluruh aspek ibadah beliau.
Keutamaan dan Faedah Merenungi Doa Iftitah
Membaca doa iftitah bukan sekadar formalitas. Merenungi maknanya membawa banyak faedah spiritual yang mendalam, di antaranya:
- Membangun Kekhusyukan Sejak Awal: Shalat adalah momen sakral, dan doa iftitah berfungsi sebagai "tombol" untuk beralih dari mode duniawi ke mode ukhrawi. Dengan mengucapkan pujian dan sanjungan ini, kita secara sadar mengosongkan pikiran dari segala urusan di luar shalat dan memfokuskan hati sepenuhnya kepada Allah.
- Memperbarui Ikrar Tauhid: Hampir semua versi doa iftitah mengandung penegasan akan keesaan Allah dan penolakan terhadap syirik. Mengucapkannya di setiap awal shalat fardhu (minimal lima kali sehari) adalah cara yang efektif untuk terus-menerus memperbarui dan memperkuat fondasi iman kita.
- Merasa Rendah di Hadapan Allah: Kalimat-kalimat pengagungan seperti "Allahu Akbar Kabira" atau "Wa ta'ala jadduka" mengingatkan kita akan posisi kita sebagai hamba yang kecil dan lemah di hadapan Pencipta yang Maha Agung. Perasaan ini melahirkan kerendahan hati, yang merupakan kunci dari ibadah yang diterima.
- Memulai Ibadah dengan Permohonan Ampunan: Sebagaimana dalam versi "Allahumma ba'id baini", memulai shalat dengan meminta ampunan seolah-olah kita membersihkan wadah sebelum mengisinya dengan air yang jernih. Kita membersihkan diri dari dosa agar ibadah kita lebih murni dan layak dipersembahkan kepada Allah.
Konteks Khusus dalam Membaca Doa Iftitah
Meskipun sunnah, ada beberapa situasi di mana kita perlu menyesuaikan pembacaan doa iftitah, terutama dalam shalat berjamaah.
Doa Iftitah bagi Makmum Masbuq (yang Terlambat)
Seorang makmum yang terlambat bergabung dengan shalat berjamaah disebut masbuq. Hukum membaca doa iftitah bagi masbuq bergantung pada kondisi saat ia bergabung:
- Jika Bergabung Saat Imam Masih Berdiri (Qiyam) dan Ada Cukup Waktu: Jika seorang masbuq bergabung saat imam masih dalam posisi berdiri di rakaat pertama atau kedua (sebelum ruku'), dan ia memperkirakan masih ada cukup waktu untuk membaca doa iftitah (walaupun yang singkat) dan Al-Fatihah sebelum imam ruku', maka ia disunnahkan untuk membaca doa iftitah.
- Jika Bergabung Saat Imam Akan Ruku': Jika ia bergabung dan melihat imam akan segera ruku', maka ia harus mendahulukan yang wajib daripada yang sunnah. Dalam hal ini, ia harus meninggalkan doa iftitah dan langsung membaca Al-Fatihah secepat mungkin. Jika ia tidak sempat menyelesaikan Al-Fatihah sebelum imam ruku', ia harus segera mengikuti imam ruku', dan bacaan Al-Fatihahnya ditanggung oleh imam.
- Jika Bergabung Saat Imam Sedang Ruku' atau Sujud: Jika ia mendapati imam sudah dalam posisi ruku', sujud, atau duduk, maka ia harus langsung bertakbiratul ihram, kemudian mengikuti posisi imam saat itu tanpa membaca doa iftitah sama sekali. Dengan mendapatkan ruku' bersama imam, ia dianggap telah mendapatkan rakaat tersebut.
Prinsip utamanya adalah: rukun shalat (seperti membaca Al-Fatihah dan mengikuti gerakan imam) lebih diutamakan daripada sunnah (seperti membaca doa iftitah).
Doa Iftitah dalam Shalat Jenazah
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai pembacaan doa iftitah dalam shalat jenazah. Pendapat yang paling kuat dan dipegang oleh mayoritas ulama (termasuk mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hanbali) adalah tidak disunnahkan membaca doa iftitah dalam shalat jenazah. Alasannya, shalat jenazah pada dasarnya adalah doa untuk si mayit, sehingga dianjurkan untuk melakukannya dengan singkat dan fokus pada tujuan utamanya. Setelah takbir pertama, dianjurkan untuk langsung membaca ta'awudz, basmalah, dan surah Al-Fatihah.
Doa Iftitah adalah bisikan pertama seorang hamba, sebuah pengakuan agung yang membuka tirai percakapan dengan Sang Pencipta. Ia adalah kunci yang mempersiapkan hati, meluruskan niat, dan mengantarkan jiwa pada puncak kekhusyukan.
Sebagai penutup, doa iftitah adalah hadiah indah dari Rasulullah ﷺ kepada umatnya. Ia bukan sekadar rangkaian kata tanpa makna, melainkan sebuah pernyataan iman, penyerahan diri, dan permohonan yang mendalam. Dengan mempelajari, menghafal, dan merenungi berbagai versinya, kita tidak hanya memperkaya ibadah shalat kita, tetapi juga memperkuat hubungan kita dengan Allah SWT. Marilah kita berusaha untuk tidak pernah meninggalkan sunnah yang berharga ini, agar setiap shalat yang kita dirikan menjadi lebih sempurna, lebih khusyuk, dan lebih bermakna di hadapan-Nya.