Pesona Misterius Babirusa, Harta Karun Endemik Indonesia
Ilustrasi Hewan Babi Rusa dengan taringnya yang ikonik.
Di belantara hutan hujan tropis Wallacea, sebuah wilayah biogeografis unik di Indonesia, hiduplah seekor makhluk yang seolah melompat keluar dari lembaran buku prasejarah. Dengan penampilan yang eksotis dan misterius, hewan babi rusa (genus Babyrousa) menjadi salah satu ikon keanekaragaman hayati Nusantara yang paling memukau. Namanya sendiri merupakan perpaduan dua hewan yang familier, "babi" dan "rusa", sebuah julukan yang lahir dari ciri fisiknya yang paling menonjol: sepasang taring tajam yang mencuat ke atas, melengkung ke belakang hingga menyerupai tanduk rusa. Namun, hewan babi rusa lebih dari sekadar anomali biologis; ia adalah cerminan dari jutaan tahun evolusi terisolasi, sebuah mahakarya alam yang kini nasibnya berada di ujung tanduk.
Keunikan babi rusa tidak hanya terletak pada taringnya yang dramatis. Secara taksonomi, ia menempati cabang evolusi yang terpisah dari kerabat babinya di seluruh dunia. Perilakunya, sistem pencernaannya, hingga siklus reproduksinya menyimpan berbagai keistimewaan yang membedakannya dari famili Suidae lainnya. Hewan ini bukanlah sekadar babi hutan biasa. Ia adalah spesies kunci yang memegang peranan penting dalam ekosistemnya, sebagai penyebar biji dan penjaga kesehatan hutan. Menyelami dunia hewan babi rusa berarti membuka jendela menuju sejarah geologis kepulauan Sulawesi, memahami adaptasi ekstrem, dan menghadapi kenyataan pahit tentang tantangan konservasi di era modern. Artikel ini akan membawa Anda dalam perjalanan mendalam untuk mengenal setiap aspek dari hewan babi rusa, dari asal-usul namanya hingga perjuangannya untuk bertahan hidup.
Asal-Usul Nama dan Klasifikasi Ilmiah
Etimologi: Persilangan Imajinasi dan Realita
Nama "babirusa" berasal dari penggabungan dua kata dalam Bahasa Melayu dan Indonesia: "babi" dan "rusa". Penamaan ini tidak lahir dari klasifikasi ilmiah, melainkan dari pengamatan masyarakat lokal yang terpesona oleh penampilan babi rusa jantan. Taring atasnya yang tumbuh menembus moncong dan melengkung ke arah dahi mengingatkan mereka pada tanduk atau ranggah rusa. Imajinasi ini menciptakan sebuah nama hibrida yang sangat deskriptif dan melekat erat hingga kini. Di beberapa daerah di Sulawesi, masyarakat lokal memiliki sebutan lain, namun nama "babirusa" lah yang paling dikenal secara luas, baik di tingkat nasional maupun internasional. Nama ini secara sempurna menangkap esensi keanehan visual yang membuat hewan ini begitu istimewa.
Taksonomi dan Cabang Evolusi Tersendiri
Meskipun penampilannya menyerupai babi, klasifikasi ilmiah hewan babi rusa menempatkannya dalam posisi yang sangat unik dalam keluarga babi (Suidae). Selama bertahun-tahun, semua populasi babi rusa dianggap sebagai satu spesies tunggal. Namun, penelitian genetik dan morfologi yang lebih mendalam telah merevisi pandangan ini. Kini, para ilmuwan mengakui bahwa genus Babyrousa terdiri dari beberapa spesies berbeda, yang menyoroti keragaman yang lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya.
Berikut adalah klasifikasi ilmiah umum untuk genus Babirusa:
- Kerajaan: Animalia
- Filum: Chordata
- Kelas: Mammalia
- Ordo: Artiodactyla
- Famili: Suidae
- Subfamili: Babyrousinae
- Genus: Babyrousa
Poin paling krusial dalam klasifikasi ini adalah penempatannya dalam subfamili tersendiri, yaitu Babyrousinae. Ini menandakan bahwa babi rusa merupakan cabang evolusi yang sangat tua dan terpisah dari subfamili Suinae, yang mencakup hampir semua spesies babi dan babi hutan lain di dunia, seperti babi hutan Eurasia (Sus scrofa). Para ahli paleontologi meyakini bahwa garis keturunan babi rusa telah berpisah dari kerabat babi lainnya setidaknya 10 hingga 20 juta tahun yang lalu. Isolasi geografis di kepulauan Sulawesi dan sekitarnya memungkinkan mereka berevolusi secara independen, menghasilkan serangkaian adaptasi unik yang tidak ditemukan pada suid lain.
Spesies-Spesies dalam Genus Babyrousa
Hingga saat ini, para ilmuwan umumnya mengakui empat spesies babi rusa, meskipun status beberapa di antaranya masih menjadi subjek perdebatan. Perbedaan antarspesies ini terletak pada morfologi taring, ketebalan rambut, ukuran tubuh, dan tentu saja, sebaran geografisnya.
- Babirusa Sulawesi Utara (Babyrousa celebensis): Ini adalah spesies yang paling dikenal dan paling sering terlihat di kebun binatang di seluruh dunia. Habitatnya meliputi daratan utama bagian utara Sulawesi. Ciri khasnya adalah rambut tubuh yang sangat jarang atau hampir tidak ada, memperlihatkan kulit abu-abu keriputnya. Taring atas jantan pada spesies ini melengkung panjang ke belakang dalam busur yang anggun.
- Babirusa Kepulauan Togian (Babyrousa togeanensis): Ditemukan secara eksklusif di Kepulauan Togian di Teluk Tomini, Sulawesi. Spesies ini cenderung lebih besar ukurannya dibandingkan kerabatnya di daratan. Rambutnya lebih lebat dan berwarna lebih terang, mulai dari coklat keemasan hingga krem. Taring atas jantannya relatif lebih pendek, lebih ramping, dan seringkali berputar ke depan.
- Babirusa Maluku atau Babirusa Berambut (Babyrousa babyrussa): Spesies ini mendiami Pulau Buru dan Kepulauan Sula di Maluku. Seperti namanya, ciri utamanya adalah rambut tubuh yang lebat dan panjang, berwarna keemasan atau krem. Taringnya juga berbeda, di mana taring atas jantan relatif pendek, ramping, dan konvergen (cenderung bertemu di ujung). Ini adalah spesies pertama yang dideskripsikan secara ilmiah.
- Babirusa Bola Batu (Babyrousa bolabatuensis): Ini adalah spesies yang paling misterius dan sedikit diketahui. Statusnya masih diperdebatkan, apakah merupakan spesies penuh atau subspesies dari B. celebensis. Keberadaannya hanya diketahui dari sisa-sisa subfosil yang ditemukan di bagian selatan Sulawesi. Belum ada laporan penampakan yang terkonfirmasi secara ilmiah di zaman modern, sehingga status konservasinya sangat kritis, bahkan mungkin sudah punah.
Anatomi Unik: Adaptasi di Luar Kebiasaan
Misteri Taring yang Menantang Logika
Tidak ada pembahasan tentang hewan babi rusa yang lengkap tanpa mendalami fitur paling ikoniknya: taring. Berbeda dengan mamalia lain, babi rusa memiliki dua pasang taring yang menonjol. Pasangan pertama adalah taring bawah, yang seperti pada babi hutan lainnya, merupakan gigi taring (kaninus) rahang bawah yang tumbuh ke atas dan keluar dari mulut. Taring ini tajam dan berfungsi sebagai senjata dalam pertarungan antarjantan.
Keajaiban sesungguhnya terletak pada pasangan kedua, yaitu taring atas. Taring ini adalah gigi taring rahang atas yang pertumbuhannya sangat ekstrem. Alih-alih tumbuh ke bawah, taring ini tumbuh vertikal ke atas, menembus kulit dan tulang moncong, lalu melengkung tajam ke belakang menuju dahi dan mata. Pertumbuhan yang "salah arah" ini merupakan sebuah anomali biologis yang hanya dimiliki oleh babi rusa jantan. Babi rusa betina memiliki taring yang jauh lebih kecil atau bahkan tidak terlihat sama sekali.
Fungsi taring atas ini telah lama menjadi subjek perdebatan di kalangan ilmuwan. Beberapa teori telah diajukan:
- Alat Pertarungan: Teori awal menyebutkan taring ini digunakan untuk bertarung. Namun, struktur taring ini relatif rapuh dan posisinya tidak ideal untuk menusuk atau menyerang. Pengamatan perilaku menunjukkan bahwa dalam pertarungan, jantan lebih sering menggunakan taring bawah mereka yang lebih kuat. Taring atas lebih berfungsi sebagai perisai untuk melindungi wajah dan mata dari sabetan taring bawah lawan selama ritual pertarungan "mendorong" atau "mengunci".
- Seleksi Seksual dan Simbol Status: Teori yang paling diterima saat ini adalah bahwa taring atas merupakan hasil dari seleksi seksual. Taring yang besar, panjang, dan melengkung sempurna menjadi indikator kebugaran, kesehatan, dan genetika unggul seekor jantan. Betina kemungkinan besar lebih memilih untuk kawin dengan jantan yang memiliki taring paling impresif. Dengan demikian, taring ini lebih berfungsi sebagai ornamen visual penanda status dominasi daripada senjata praktis.
- Pelindung dari Tumbuhan: Ada juga hipotesis minor yang menyatakan taring ini membantu menyingkirkan vegetasi lebat saat hewan ini bergerak di hutan. Namun, teori ini kurang mendapat dukungan karena posisinya yang kurang efisien untuk fungsi tersebut.
Pertumbuhan taring ini terus berlanjut sepanjang hidup babi rusa. Jika tidak diasah atau patah secara alami, taring atas dapat terus melengkung hingga ujungnya menembus tulang tengkorak dan menyebabkan kematian. Fenomena ini, meskipun jarang terjadi di alam liar, menyoroti betapa ekstremnya adaptasi evolusioner yang dimiliki oleh hewan babi rusa.
Sistem Pencernaan yang Lebih Mirip Ruminansia
Keunikan babi rusa tidak berhenti di taringnya. Secara internal, sistem pencernaannya juga sangat berbeda dari babi pada umumnya. Babi dikenal sebagai hewan omnivora dengan perut tunggal yang sederhana, efisien dalam mencerna berbagai jenis makanan. Namun, babi rusa memiliki lambung yang lebih kompleks, dengan kantung-kantung tambahan yang memungkinkan terjadinya fermentasi oleh mikroba.
Struktur ini membuatnya lebih mirip dengan hewan ruminansia (seperti sapi atau rusa) daripada babi. Sistem pencernaan fermentatif ini memungkinkan babi rusa untuk secara efisien mengekstrak nutrisi dari makanan yang kaya serat, seperti daun, tunas, dan akar-akaran. Kemampuan ini memberikan keuntungan ekologis yang signifikan, memungkinkan mereka untuk bertahan hidup di habitat hutan di mana buah-buahan—makanan favorit babi lainnya—bersifat musiman dan tidak selalu tersedia. Adaptasi ini menunjukkan konvergensi evolusioner, di mana babi rusa mengembangkan solusi biologis yang serupa dengan kelompok hewan yang sama sekali berbeda untuk mengatasi tantangan diet yang serupa.
Morfologi Tubuh dan Adaptasi Fisik Lainnya
Secara umum, hewan babi rusa memiliki tubuh berbentuk tong dengan kaki yang relatif panjang dan ramping dibandingkan babi hutan lainnya. Struktur kaki ini membuat mereka menjadi pelari dan perenang yang andal, sebuah kemampuan penting untuk bertahan hidup di habitat hutan yang seringkali dilintasi sungai dan rawa. Kulit mereka tebal, berkerut, dan berwarna abu-abu kecoklatan. Seperti yang telah disebutkan, tingkat ketebalan rambut bervariasi antarspesies, dari hampir botak pada B. celebensis hingga berbulu lebat pada B. babyrussa. Ketiadaan rambut pada babi rusa Sulawesi Utara diduga merupakan adaptasi terhadap iklim hutan tropis yang panas dan lembap, membantu dalam proses termoregulasi atau pelepasan panas tubuh.
Habitat, Perilaku, dan Pola Hidup
Penghuni Hutan Hujan Tropis Wallacea
Habitat alami hewan babi rusa adalah hutan hujan tropis dataran rendah, terutama di daerah yang dekat dengan sumber air seperti sungai, danau, atau rawa-rawa. Mereka lebih menyukai vegetasi yang lebat dan rimbun, yang memberikan perlindungan dari predator dan panas matahari. Keberadaan mereka sangat terikat pada ekosistem hutan primer yang sehat. Mereka sering ditemukan di area berlumpur atau kubangan air, tempat mereka melakukan salah satu perilaku favoritnya: berkubang.
Sebaran geografisnya terbatas di beberapa pulau di Indonesia: Sulawesi, Kepulauan Togian, Kepulauan Sula, dan Pulau Buru. Setiap pulau atau kepulauan menjadi rumah bagi spesies atau subspesies yang berbeda, sebuah bukti nyata dari spesiasi alopatrik—proses di mana populasi yang terisolasi secara geografis berevolusi menjadi spesies yang berbeda.
Aktivitas Harian dan Pola Makan
Babirusa adalah hewan diurnal, yang berarti mereka paling aktif pada siang hari, terutama di pagi dan sore hari. Mereka menghabiskan sebagian besar waktu aktifnya untuk mencari makan atau foraging. Dengan menggunakan moncongnya yang sensitif dan kuat, mereka mengaduk-aduk tanah hutan atau lumpur untuk mencari makanan.
Meskipun sistem pencernaannya mampu mengolah serat, pola makan hewan babi rusa bersifat omnivora. Diet mereka sangat bervariasi tergantung pada musim dan ketersediaan sumber daya. Makanan utamanya meliputi:
- Buah-buahan: Mereka sangat menyukai buah-buahan yang jatuh dari pohon, seperti mangga hutan, nangka, dan berbagai jenis buah beri.
- Daun dan Tunas: Berkat perutnya yang unik, mereka dapat memakan daun, pucuk, dan tunas muda.
- Akar dan Umbi-umbian: Mereka menggunakan moncongnya untuk menggali akar dan umbi-umbian yang bergizi.
- Jamur: Jamur liar yang tumbuh di lantai hutan menjadi sumber nutrisi penting.
- Invertebrata: Cacing tanah, larva serangga, dan hewan kecil lainnya juga menjadi bagian dari menu mereka.
Peran mereka sebagai frugivora (pemakan buah) menjadikan mereka agen penyebar biji yang penting. Biji dari buah yang mereka makan akan dikeluarkan bersama kotoran di lokasi yang jauh dari pohon induk, membantu proses regenerasi hutan secara alami.
Perilaku Sosial dan Komunikasi
Struktur sosial babi rusa cukup fleksibel. Betina dan anak-anaknya cenderung hidup dalam kelompok kecil yang bisa terdiri dari beberapa ekor hingga lebih dari selusin individu. Kelompok ini dipimpin oleh betina dewasa yang dominan. Kehidupan berkelompok memberikan keuntungan dalam hal perlindungan terhadap predator dan efisiensi dalam mencari sumber makanan.
Sebaliknya, jantan dewasa cenderung hidup soliter atau menyendiri. Mereka hanya akan mendekati kelompok betina selama musim kawin. Para pejantan akan bersaing satu sama lain untuk mendapatkan hak kawin. Pertarungan antarjantan, yang dikenal sebagai ritual "boxing", melibatkan saling mendorong dengan moncong dan tubuh. Taring bawah yang tajam digunakan untuk melukai lawan, sementara taring atas yang melengkung berfungsi sebagai tameng pelindung. Pemenang dari pertarungan inilah yang akan mendapatkan kesempatan untuk kawin dengan para betina.
Komunikasi di antara babi rusa melibatkan berbagai macam vokalisasi, seperti geraman rendah, dengusan, dan pekikan. Mereka juga menggunakan komunikasi kimia melalui aroma. Babi rusa memiliki kelenjar aroma di dekat mata dan di kaki mereka, yang digunakan untuk menandai wilayah dan menyampaikan informasi tentang status reproduksi mereka.
Salah satu perilaku yang paling khas dan sering diamati adalah berkubang di lumpur. Aktivitas ini memiliki beberapa fungsi penting. Pertama, lumpur membantu mendinginkan suhu tubuh di iklim tropis yang panas. Kedua, lapisan lumpur yang mengering di kulit dapat melindungi mereka dari gigitan serangga dan parasit eksternal. Ketiga, kubangan lumpur seringkali menjadi titik pertemuan sosial, tempat individu-individu berinteraksi.
Siklus Hidup dan Reproduksi
Sistem Perkawinan dan Kehamilan
Musim kawin babi rusa dapat terjadi sepanjang tahun, meskipun puncaknya seringkali bergantung pada ketersediaan makanan, terutama musim buah. Setelah ritual pertarungan yang sengit, jantan dominan akan kawin dengan beberapa betina dalam kelompok (sistem poligini). Masa kehamilan atau gestasi pada babi rusa berlangsung selama sekitar 150 hingga 158 hari, atau sekitar lima bulan.
Keunikan dalam Kelahiran
Salah satu aspek reproduksi yang paling luar biasa dari hewan babi rusa adalah jumlah anak yang dilahirkan. Berbeda dengan hampir semua spesies babi lain yang dapat melahirkan selusin anak atau lebih dalam satu kali persalinan, induk babi rusa hampir selalu hanya melahirkan satu atau dua anak saja. Sangat jarang ditemukan kelahiran kembar tiga.
Fenomena ini diyakini terkait dengan anatomi unik induk babi rusa, yang hanya memiliki dua puting susu. Jumlah anak yang sedikit ini, meskipun membatasi laju pertumbuhan populasi, memungkinkan induk untuk menginvestasikan lebih banyak energi dan perhatian pada setiap anak, sehingga meningkatkan peluang kelangsungan hidup mereka di lingkungan yang keras. Anak babi rusa yang baru lahir juga berbeda dari anak babi hutan lainnya; mereka tidak memiliki pola garis-garis samar di tubuhnya, yang biasanya berfungsi sebagai kamuflase. Mereka lahir dengan warna kulit polos dan sudah dapat berjalan serta mengikuti induknya dalam beberapa jam setelah kelahiran.
Perawatan Induk dan Masa Pertumbuhan
Induk babi rusa adalah ibu yang sangat protektif. Sebelum melahirkan, ia akan membangun sarang sederhana dari tumpukan daun, ranting, dan vegetasi lainnya di tempat yang tersembunyi. Anak-anaknya akan disusui selama enam hingga delapan bulan, meskipun mereka sudah mulai mencoba makanan padat pada usia beberapa minggu. Mereka akan tetap berada di dekat induknya selama setidaknya satu tahun atau hingga induknya siap untuk melahirkan lagi. Ikatan yang kuat ini penting untuk mengajarkan anak-anak cara mencari makan, menghindari predator, dan berinteraksi sosial. Babi rusa mencapai kematangan seksual pada usia sekitar 1,5 hingga 2 tahun. Di alam liar, harapan hidup mereka diperkirakan sekitar 10-15 tahun, sementara di penangkaran, mereka dapat hidup hingga lebih dari 20 tahun.
Ancaman, Status Konservasi, dan Upaya Pelestarian
Pedang Bermata Dua: Perburuan dan Kehilangan Habitat
Meskipun memiliki penampilan yang garang, masa depan hewan babi rusa jauh dari kata aman. Semua spesies babi rusa menghadapi ancaman serius yang mendorong populasi mereka menuju kepunahan. International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah mengklasifikasikan Babirusa Sulawesi Utara (B. celebensis) dan Babirusa Kepulauan Togian (B. togeanensis) dalam kategori Rentan (Vulnerable), sementara Babirusa Maluku (B. babyrussa) berada dalam status Terancam (Endangered).
Ancaman utama yang mereka hadapi bersifat ganda dan saling terkait:
- Kehilangan Habitat: Ini adalah ancaman terbesar dan paling mendesak. Deforestasi yang masif di Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya untuk pembukaan lahan pertanian (terutama kelapa sawit), pertambangan, penebangan kayu ilegal, dan perluasan pemukiman manusia telah menghancurkan dan memecah belah habitat hutan mereka. Hutan yang terfragmentasi membuat populasi babi rusa terisolasi dalam kantong-kantong kecil, membatasi aliran gen, dan membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan.
- Perburuan Liar: Daging babi rusa dianggap sebagai makanan lezat di beberapa komunitas di Sulawesi, terutama di kalangan non-Muslim. Meskipun perburuan tradisional untuk subsisten telah berlangsung selama berabad-abad, meningkatnya populasi manusia dan akses yang lebih mudah ke dalam hutan melalui jalan-jalan penebangan telah mengubah perburuan menjadi skala yang lebih komersial dan tidak berkelanjutan. Babi rusa seringkali ditangkap menggunakan jerat atau diburu dengan anjing dan tombak. Tingkat reproduksi mereka yang sangat lambat (hanya satu atau dua anak per kelahiran) membuat populasi mereka sangat sulit untuk pulih dari tekanan perburuan yang tinggi.
Selain dua ancaman utama tersebut, konflik dengan manusia juga terkadang terjadi, meskipun babi rusa cenderung menghindari area pertanian. Namun, saat habitat mereka semakin menyempit, potensi konflik ini bisa meningkat.
Langkah-Langkah Menuju Penyelamatan
Menyadari gentingnya situasi, berbagai upaya konservasi telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal dan internasional, serta institusi penelitian. Upaya-upaya ini mencakup beberapa strategi kunci:
- Perlindungan Hukum dan Kawasan Konservasi: Hewan babi rusa dilindungi sepenuhnya oleh hukum Indonesia, yang melarang perburuan, penangkapan, dan perdagangan spesies ini. Penegakan hukum yang lebih kuat di lapangan menjadi kunci efektivitas peraturan ini. Selain itu, sebagian besar populasi babi rusa yang tersisa berada di dalam kawasan lindung, seperti taman nasional (contohnya Taman Nasional Bogani Nani Wartabone di Sulawesi Utara) dan cagar alam. Pengelolaan yang efektif dari kawasan-kawasan ini sangat vital untuk kelangsungan hidup mereka.
- Program Penangkaran (Ex-situ): Kebun binatang dan pusat konservasi di seluruh dunia memainkan peran penting dalam program penangkaran babi rusa. Program ini bertujuan untuk menjaga populasi cadangan yang sehat secara genetik di luar habitat alaminya. Jika suatu saat populasi di alam liar mencapai titik kritis, individu dari penangkaran dapat dilepasliarkan kembali ke habitat yang aman. Program ini juga berfungsi sebagai sarana edukasi yang kuat untuk meningkatkan kesadaran publik global tentang hewan unik ini.
- Penelitian dan Pemantauan: Penelitian berkelanjutan mengenai ekologi, perilaku, genetika, dan dinamika populasi babi rusa sangat diperlukan untuk merancang strategi konservasi yang lebih efektif. Pemantauan populasi di alam liar menggunakan teknik seperti kamera jebak (camera traps) membantu para konservasionis memahami tren populasi dan mengidentifikasi area-area prioritas untuk perlindungan.
- Pemberdayaan dan Edukasi Masyarakat: Upaya konservasi tidak akan berhasil tanpa dukungan dari masyarakat lokal yang hidup berdampingan dengan babi rusa. Program-program yang berfokus pada peningkatan kesadaran tentang status terancam babi rusa, pentingnya peran ekologisnya, dan pengembangan mata pencaharian alternatif yang berkelanjutan (seperti ekowisata) dapat membantu mengurangi tekanan perburuan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam melindungi satwa ini.
Penutup: Menjaga Warisan Evolusi yang Tak Ternilai
Hewan babi rusa adalah lebih dari sekadar keanehan alam. Ia adalah duta dari sebuah dunia yang terisolasi, sebuah bukti hidup dari kekuatan evolusi untuk menciptakan bentuk-bentuk kehidupan yang luar biasa. Taringnya yang melengkung bukan hanya ornamen, tetapi juga sebuah narasi tentang seleksi alam, perilaku sosial, dan jutaan tahun sejarah yang terukir dalam DNA-nya. Sistem pencernaannya yang unik menceritakan kisah adaptasi di lingkungan yang menantang, dan siklus hidupnya yang lambat menggarisbawahi kerapuhannya di hadapan perubahan yang cepat.
Sebagai salah satu harta karun hayati paling berharga milik Indonesia, nasib babi rusa sepenuhnya berada di tangan kita. Melindunginya berarti melindungi ekosistem hutan hujan Sulawesi yang kaya dan kompleks. Ini adalah tanggung jawab kita bersama—pemerintah, ilmuwan, masyarakat lokal, dan komunitas global—untuk memastikan bahwa suara dengusan dan penampakan makhluk purbakala ini tidak hilang selamanya dari belantara Nusantara. Menjaga babi rusa berarti menjaga sebuah warisan evolusi yang tak ternilai, sebuah simbol keajaiban alam yang harus terus ada untuk dikagumi oleh generasi-generasi yang akan datang.