Ayam Kampung Unggul Balitbangtan (KUB) telah merevolusi peternakan ayam kampung di Indonesia. Dikenal karena laju pertumbuhannya yang lebih cepat, efisiensi pakan yang lebih baik, dan kemampuan produksi telur yang stabil, KUB menjadi pilihan utama peternak skala kecil hingga menengah. Namun, titik krusial dalam siklus budidaya adalah saat ayam mencapai usia 3 bulan, fase di mana ia mulai memiliki nilai ekonomis yang signifikan, baik untuk pasar daging premium maupun sebagai bibit calon indukan.
Analisis harga Ayam KUB umur 3 bulan tidak bisa dilakukan hanya dengan melihat harga jual di pasar lokal semata. Penentuan harga ini melibatkan kalkulasi biaya produksi yang kompleks, tingkat konversi pakan (FCR), manajemen risiko penyakit, hingga dinamika penawaran dan permintaan di tingkat regional. Artikel ini akan mengupas tuntas setiap aspek yang memengaruhi nilai jual KUB pada usia kritis ini, memberikan panduan bagi peternak untuk menetapkan harga yang kompetitif namun tetap menguntungkan.
Pada usia 90 hari, Ayam KUB idealnya telah mencapai bobot panen standar untuk ayam kampung pedaging, meskipun berat ini bervariasi tergantung genetik dan manajemen pakan. Bobot rata-rata KUB umur 3 bulan berkisar antara 0.9 kg hingga 1.2 kg per ekor, dengan potensi mencapai 1.5 kg jika menggunakan program pakan intensif yang kaya protein. Usia ini menandai akhir dari fase pertumbuhan cepat dan awal dari fase pemeliharaan (jika ditujukan sebagai indukan) atau fase pemanenan.
Faktor Konversi Pakan (FCR) adalah metrik vital yang sangat memengaruhi harga pokok produksi (HPP). Untuk KUB, FCR yang efisien pada 3 bulan biasanya berada di rentang 3.0 hingga 3.5, artinya dibutuhkan 3.0 hingga 3.5 kg pakan untuk menghasilkan 1 kg daging. Angka ini jauh lebih unggul dibandingkan ayam kampung biasa, dan keunggulan inilah yang menjustifikasi penetapan harga jual yang lebih tinggi.
KUB pada usia ini sudah menunjukkan diferensiasi seksual yang jelas. Jantan biasanya lebih besar, dengan jalu yang mulai tampak dan pertumbuhan jengger yang pesat. Betina sudah memasuki fase pra-pubertas. Jika KUB diposisikan sebagai calon indukan, nilai jualnya akan jauh lebih tinggi daripada KUB pedaging, karena peternak membeli potensi produktivitas telur di masa depan. Kematangan pada 3 bulan memungkinkan penjualan dengan klasifikasi bibit F1 atau F2 yang siap memasuki fase grower menuju produksi.
Daging KUB yang dipanen pada 3 bulan dikenal memiliki tekstur yang tidak terlalu alot (seperti ayam kampung dewasa) namun juga tidak terlalu lembek (seperti broiler). Karakteristik inilah yang dicari oleh pasar HORECA (Hotel, Restoran, Kafe) untuk hidangan premium ayam kampung. Tingginya permintaan pasar spesifik ini (daging yang kenyal namun tidak keras) menjadi basis kuat dalam penetapan harga jual eceran yang lebih tinggi.
Analisis nutrisi menunjukkan bahwa KUB cenderung memiliki kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan ayam ras komersial, menjadikannya pilihan sehat. Segmentasi pasar premium yang menghargai kualitas dan konsistensi tekstur ini secara langsung mendongkrak harga per kilogram KUB, yang seringkali mencapai 1.5 hingga 2 kali lipat harga ayam ras di tingkat peternak.
Manajemen kandang yang buruk, seperti kepadatan tinggi atau ventilasi yang minim, dapat menghambat pertumbuhan optimal. Pada usia 3 bulan, KUB membutuhkan ruang gerak yang cukup (sekitar 4-5 ekor per meter persegi) untuk meminimalkan stres dan memaksimalkan konsumsi pakan. Peternak yang berhasil mempertahankan bobot rata-rata di atas 1.1 kg pada usia ini biasanya telah menerapkan sistem pemeliharaan semi-intensif yang disiplin, yang pada akhirnya membenarkan harga jual premium.
Penentuan harga jual minimum yang menguntungkan harus selalu didasarkan pada perhitungan HPP yang akurat. Jika harga pasar berada di bawah HPP, peternak akan merugi. Perhitungan HPP KUB umur 3 bulan melibatkan beberapa variabel utama yang fluktuatif.
Pakan adalah komponen biaya terbesar. Kualitas dan jenis pakan sangat memengaruhi FCR, yang secara langsung berdampak pada HPP per kilogram. Kebutuhan pakan KUB dari DOC hingga 3 bulan (90 hari) dapat dibagi menjadi tiga fase kritis:
Total estimasi konsumsi pakan KUB hingga usia 3 bulan adalah antara 4.3 kg hingga 5.6 kg per ekor. Jika harga pakan rata-rata berada di kisaran Rp 7.000 hingga Rp 8.500 per kg, maka biaya pakan per ekor adalah sekitar Rp 30.000 hingga Rp 47.600. Fluktuasi harga pakan global dan lokal menjadi penentu utama pergerakan harga jual KUB di pasar.
Harga DOC KUB berkisar antara Rp 8.000 hingga Rp 12.000 per ekor, tergantung pada suplai, strain, dan reputasi hatchery. Biaya ini adalah biaya tetap awal yang harus dibebankan pada setiap ekor yang dipanen. Pilihan DOC dari sumber yang terjamin kualitasnya (misalnya Balitbangtan atau mitra resminya) dapat menekan angka kematian (mortalitas) dan menjamin performa genetik yang optimal.
Program vaksinasi yang ketat sangat penting. KUB membutuhkan vaksin ND (Newcastle Disease) dan Gumboro. Biaya vaksin, vitamin, dan obat-obatan (termasuk antibiotik preventif atau kuratif) diperkirakan mencapai Rp 1.500 hingga Rp 3.000 per ekor, tergantung tingkat kesehatan flok dan outbreak penyakit di daerah tersebut.
DOC KUB membutuhkan pemanas (brooder) selama 2-4 minggu awal. Biaya listrik, gas, atau bahan bakar untuk pemanasan ini harus dialokasikan secara proporsional. Untuk budidaya 1000 ekor, biaya energi brooding bisa mencapai jutaan rupiah, yang jika dibagi per ekor, menambah sekitar Rp 500 hingga Rp 1.500 per ekor.
Meskipun peternakan skala kecil dikelola sendiri, biaya tenaga kerja harus tetap dihitung (opportunity cost). Untuk skala komersial, biaya pengawasan harian, pemberian pakan, dan pembersihan kandang berkontribusi signifikan pada HPP.
Biaya penyusutan kandang, tempat pakan, tempat minum, dan peralatan lain juga harus dimasukkan. Struktur kandang yang kokoh dan tahan lama (umur pakai 5-10 tahun) akan menurunkan biaya depresiasi per siklus produksi.
Dengan asumsi mortalitas 5% dan bobot panen rata-rata 1.1 kg pada usia 3 bulan, HPP per ekor (biaya pakan, DOC, obat) minimal dapat mencapai Rp 45.000 hingga Rp 60.000. Oleh karena itu, HPP per kilogram daging KUB (panen umur 3 bulan) berada di kisaran Rp 40.900 hingga Rp 54.500. Harga jual di bawah batas ini berisiko menyebabkan kerugian finansial, menuntut peternak untuk menetapkan margin keuntungan di atas angka tersebut.
Harga jual akhir yang akan diterima peternak sangat dipengaruhi oleh variabel eksternal yang tidak dapat dikendalikan dalam kandang. Pemahaman terhadap dinamika ini memungkinkan peternak untuk memilih waktu panen dan saluran distribusi yang paling menguntungkan.
Jika KUB dipanen pada usia 3 bulan untuk daging, harga akan didasarkan pada bobot hidup (per kg). Harga bobot hidup KUB di tingkat peternak seringkali berada di rentang Rp 55.000 hingga Rp 75.000 per kg. Harga tertinggi dicapai jika pasokan langsung didistribusikan ke pasar modern atau restoran yang membutuhkan sertifikasi kualitas.
KUB umur 3 bulan yang diseleksi untuk program pembibitan memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi per ekor, terlepas dari bobot badannya. Harga jual calon indukan (bibit F2) bisa mencapai Rp 70.000 hingga Rp 100.000 per ekor, karena peternak pembeli membayar potensi produksi telur selama 1-2 tahun ke depan. Jantan terpilih (pejantan unggul) bahkan bisa dihargai lebih tinggi lagi.
Pasar tradisional sering menawar harga KUB dekat dengan harga ayam kampung biasa, menuntut peternak untuk menjual dengan margin tipis. Sebaliknya, pasar premium (misalnya, toko organik, katering sehat, atau restoran mewah) siap membayar premi 15% hingga 30% lebih tinggi karena menghargai kualitas genetik KUB dan manajemen pemeliharaan yang baik (tanpa antibiotik/AGP, jika berlaku).
Permintaan terhadap ayam kampung, termasuk KUB, melonjak tajam menjelang hari raya besar (Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru). Lonjakan permintaan ini dapat menaikkan harga jual di tingkat peternak hingga 10%-20%. Peternak yang menjadwalkan panen KUB bertepatan dengan puncak musim permintaan dapat memaksimalkan keuntungan secara signifikan.
Sebaliknya, pada periode 'low season' (misalnya, setelah Idul Fitri), harga cenderung stagnan atau bahkan turun, memaksa peternak untuk menyimpan stok lebih lama (menambah biaya pakan) atau menjual di bawah harga optimal.
Infrastruktur dan jarak logistik sangat memengaruhi harga. Ayam KUB umur 3 bulan di wilayah sentra produksi (misalnya Jawa Barat dan Jawa Tengah) cenderung memiliki HPP dan harga jual yang lebih stabil. Di wilayah terpencil atau pulau-pulau di luar Jawa (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Timur), harga pakan dan transportasi meningkat drastis, menyebabkan HPP menjadi lebih tinggi, namun harga jual juga ikut melonjak karena minimnya suplai lokal.
Perkiraan Kisaran Harga Jual Bobot Hidup (Kg) KUB Umur 3 Bulan di Tingkat Peternak:
Perbedaan harga ini juga mencerminkan biaya margin risiko dan biaya pendingin rantai pasokan. Peternak harus selalu memantau harga acuan regional dan bernegosiasi berdasarkan rata-rata bobot yang seragam.
Mencapai bobot optimal (1.1 kg+) pada 3 bulan memerlukan manajemen nutrisi yang sangat presisi. Kegagalan dalam pemberian pakan yang benar di salah satu fase dapat memperpanjang masa panen dan menaikkan HPP secara eksponensial.
Minggu pertama hingga keempat adalah periode paling penting untuk membangun fondasi kerangka dan organ. KUB membutuhkan pakan tipe crumble atau mash yang mudah dicerna dengan kandungan protein kasar minimal 21%. Pada fase ini, peternak harus memastikan:
Setelah 4 minggu, Ayam KUB mulai menunjukkan pertumbuhan cepat. Pakan harus diubah secara bertahap ke formula grower (protein 18%-20%). Di sini, manajemen pakan harus fokus pada efisiensi.
Ini adalah fase di mana biaya pakan tertinggi dikeluarkan, tetapi juga fase penentuan bobot jual. Pakan finisher (16%-18% protein) diberikan dengan tujuan meningkatkan kepadatan otot dan menyelesaikan bobot akhir. Strategi yang sering diterapkan:
Asumsi: Bobot akhir 1.1 kg, FCR 3.3, Biaya pakan rata-rata Rp 8.000/kg.
Total Pakan = 100 ekor * 1.1 kg * 3.3 = 363 kg
Total Biaya Pakan = 363 kg * Rp 8.000 = Rp 2.904.000
Biaya Pakan per Kg Daging = Rp 8.000 * 3.3 = Rp 26.400
Angka Rp 26.400 ini hanya biaya pakan. Setelah ditambahkan biaya DOC, obat, dan operasional, total HPP per kg akan melonjak mencapai rentang Rp 45.000 hingga Rp 55.000, menegaskan pentingnya efisiensi FCR dan manajemen pakan yang ketat.
Harga ayam KUB umur 3 bulan yang paling optimal didapatkan bukan dari menunggu pasar, tetapi dari menciptakan pasar. Strategi pemasaran yang efektif akan mengubah KUB dari komoditas menjadi produk premium.
Untuk menjustifikasi harga premium (di atas Rp 70.000/kg), peternak harus menawarkan diferensiasi yang jelas. KUB yang dipelihara secara organik atau semi-organik (tanpa penggunaan Antibiotic Growth Promoter/AGP) dapat menarik segmen pasar kesehatan. Sertifikasi atau label "Ayam Kampung Sehat" atau "Bebas Residu" memungkinkan penetapan harga jual yang lebih tinggi.
Menjual langsung ke konsumen akhir memberikan margin tertinggi, tetapi volume penjualannya terbatas. Kemitraan dengan restoran yang berfokus pada masakan tradisional atau katering diet sehat menjamin pembelian volume besar dengan harga yang disepakati (kontrak harga), mengurangi risiko fluktuasi harga pasar mendadak.
Penjualan KUB umur 3 bulan dalam bentuk karkas utuh (sudah dipotong dan dibersihkan) memberikan nilai tambah yang meningkatkan harga jual per kg dibandingkan bobot hidup. Bahkan, mengolah KUB menjadi produk beku seperti 'ayam ungkep siap goreng' dapat meningkatkan margin hingga 40%-50%, karena konsumen membayar kemudahan dan penghematan waktu.
Penentuan harga juga dipengaruhi oleh kualitas fisik ayam saat dijual. KUB yang mengalami stres berlebihan sebelum panen akan menunjukkan kualitas karkas yang buruk (daging lebih gelap atau memar). Oleh karena itu, penanganan yang hati-hati saat penimbangan, puasa 8-12 jam sebelum panen (untuk mengosongkan saluran cerna, mengurangi berat kotoran dan potensi kontaminasi), adalah praktik wajib yang mendukung kualitas jual prima.
Kualitas karkas yang terjamin bersih dan segar adalah argumen utama dalam negosiasi harga jual eceran. Pasar bersedia membayar lebih untuk produk yang memerlukan proses minimal sebelum dimasak.
Setiap fluktuasi harga Ayam KUB umur 3 bulan dipicu oleh risiko operasional dan pasar. Mengelola risiko ini adalah kunci untuk mempertahankan margin keuntungan yang direncanakan.
Mortalitas tinggi adalah pembunuh utama keuntungan. Jika mortalitas melebihi 10% (di atas batas normal 5%), total HPP per ekor yang tersisa akan melonjak drastis karena biaya DOC dan pakan dari ayam yang mati harus dibebankan ke ayam yang hidup. Penyakit yang paling mengancam KUB hingga 3 bulan adalah Gumboro dan ND. Program biosekuriti ketat adalah investasi yang nilainya jauh melebihi biaya vaksinasi.
Penggunaan pakan berkualitas rendah (protein kurang, atau terkontaminasi jamur/aflatoksin) akan menyebabkan pertumbuhan terhambat (stunting). Jika KUB hanya mencapai 0.8 kg pada usia 3 bulan, peternak dipaksa memilih:
Harga jagung, bungkil kedelai, dan bahan baku pakan lainnya yang bergejolak sangat memengaruhi HPP. Strategi mitigasi termasuk pembelian pakan dalam volume besar saat harga sedang rendah (jika memungkinkan penyimpanan yang baik) atau menjajaki penggunaan pakan alternatif (fermentasi, maggot BSF) sebagai subsitusi parsial untuk menekan biaya input tanpa mengorbankan nutrisi.
Untuk pasar yang jauh, biaya pendingin (es atau mobil berpendingin) dan risiko kerusakan selama transportasi harus dihitung. Kegagalan rantai dingin dapat merusak seluruh panen dan menyebabkan kerugian total. Risiko logistik ini memaksa peternak di daerah terpencil untuk menetapkan harga jual yang lebih tinggi untuk menutupi biaya operasional ekstra.
Mengetahui posisi KUB di pasar jangka panjang membantu peternak membuat keputusan investasi yang bijak, terutama terkait penetapan harga KUB umur 3 bulan di masa depan.
Tren global menuju makanan organik, free-range, dan daging dengan kualitas superior terus meningkat. Ayam KUB, yang dianggap sebagai jembatan antara ayam kampung murni dan ayam ras efisien, diuntungkan dari tren ini. Proyeksi menunjukkan permintaan pasar terhadap daging KUB akan terus stabil, mendukung harga jual yang premium, asalkan kualitas genetik dan manajemen budidaya tetap terjaga.
Inovasi dalam formulasi pakan, sistem kandang tertutup (closed house) untuk KUB, dan pemanfaatan Internet of Things (IoT) dalam pemantauan lingkungan kandang akan terus meningkatkan efisiensi FCR dan menekan angka mortalitas. Peningkatan efisiensi ini akan membantu menurunkan HPP per kg, namun harga jual di pasar premium cenderung stabil, sehingga margin keuntungan peternak diharapkan meningkat.
Sebagai strain unggul hasil penelitian Balitbangtan, KUB memiliki dukungan pemerintah dalam hal ketersediaan bibit dan program kemitraan. Stabilitas suplai DOC KUB yang terstandar menjamin peternak dapat merencanakan siklus budidaya 3 bulan dengan risiko kegagalan bibit yang lebih kecil, yang pada gilirannya menjaga stabilitas harga jual di pasar.
KUB tidak hanya berhenti pada panen daging 3 bulan. Peternak dapat mengalihkan fokus dari daging ke telur. Betina yang lolos seleksi pada usia 3 bulan dapat dipertahankan hingga usia produksi (5-6 bulan) untuk menghasilkan Telur KUB yang memiliki harga jual lebih tinggi dibandingkan telur ayam ras. Keputusan diversifikasi ini menambah kompleksitas dalam penilaian nilai ekonomi KUB pada usia 3 bulan.
Jika peternak menjual 50% jantan (daging) dan mempertahankan 50% betina (telur), rata-rata pendapatan per flok akan lebih tinggi dibandingkan panen total untuk daging. Nilai ekonomi betina umur 3 bulan, yang memiliki potensi produksi 160-180 butir telur per tahun, secara intrinsik lebih tinggi daripada nilai dagingnya semata.
Asumsi: 1000 ekor flok. Bobot Jantan 1.2 kg. Harga Daging Rp 65.000/kg. Harga Calon Indukan Rp 85.000/ekor.
Total pendapatan kotor dari panen 3 bulan (campuran) = Rp 81.500.000. Model ini menunjukkan bahwa menjual KUB sebagai bibit calon indukan (terutama betina) pada usia 3 bulan memberikan pengembalian modal yang sangat kompetitif dibandingkan menjualnya murni sebagai daging.
Konversi Pakan (FCR) adalah barometer utama efisiensi peternakan KUB. Perbedaan FCR 0.2 poin saja (misalnya dari 3.3 menjadi 3.5) dapat menyebabkan perbedaan HPP ribuan rupiah per kilogram, yang sangat berpengaruh pada margin laba saat menjual KUB umur 3 bulan.
FCR teoritis yang dijanjikan oleh Balitbangtan (sekitar 3.0) sering kali sulit dicapai di lapangan karena banyak faktor: stres panas, kualitas air, dan manajemen kandang yang tidak sempurna. FCR aktual 3.3 hingga 3.5 pada usia 3 bulan dianggap bagus untuk peternakan semi-intensif.
Asumsi: Harga pakan Rp 8.000/kg
Perbedaan FCR dari 3.0 ke 3.6 menghasilkan perbedaan biaya pakan sebesar Rp 4.800.000 per ton daging KUB. Angka ini mutlak menentukan seberapa agresif peternak dapat bersaing di pasar dengan harga jual minimal.
Untuk mencapai FCR mendekati ideal, fokus utama harus diberikan pada:
Meskipun pakan adalah komponen biaya terbesar, investasi kecil pada suplemen nutrisi non-pakan dapat meningkatkan FCR secara signifikan. Contoh:
Ketika FCR berhasil dipertahankan pada level efisien, harga jual KUB umur 3 bulan memiliki margin keuntungan yang lebih tebal, bahkan saat harga pasar sedang stagnan.
Analisis ini membandingkan bagaimana lokasi budidaya memengaruhi HPP dan harga jual akhir KUB pada usia 3 bulan.
Keuntungan: Dekat dengan pasar konsumen premium (HORECA), biaya transportasi panen rendah, akses mudah ke DOC dan pakan berkualitas. Kekurangan: Harga lahan/sewa kandang tinggi, biaya tenaga kerja tinggi, dan persaingan ketat. HPP: Cenderung rendah dari sisi logistik pakan, tetapi tinggi dari sisi operasional (sewa/gaji). Harga Jual KUB 3 Bulan: Harga jual per kg bobot hidup seringkali bisa mencapai batas atas (Rp 70.000-Rp 78.000) karena permintaan yang tinggi untuk konsumsi langsung oleh restoran premium. Peternak urban cenderung menjual dalam bentuk karkas untuk memaksimalkan nilai tambah.
Keuntungan: Harga lahan/sewa rendah, potensi sumber pakan alternatif lokal (misalnya, limbah pertanian, maggot), lingkungan yang lebih sehat (udara bersih). Kekurangan: Biaya logistik pakan tinggi, sulit mengakses DOC unggul, dan jarak ke pasar premium jauh. HPP: Sangat tergantung pada ketersediaan pakan pabrikan. Jika pakan pabrikan harus diangkut jarak jauh, HPP pakan bisa naik 5%-10%. Harga Jual KUB 3 Bulan: Harga jual di tingkat peternak cenderung lebih rendah (Rp 58.000-Rp 65.000/kg) karena harus melalui beberapa lapisan perantara (tengkulak) untuk mencapai pasar kota, yang memotong margin keuntungan.
Peternak di wilayah rural harus fokus pada pengurangan biaya input (membuat pakan sendiri atau subsitusi 20-30% pakan dengan bahan lokal) untuk menjaga HPP agar tetap kompetitif. Sementara peternak urban harus fokus pada kualitas dan layanan ekstra (pengiriman, pemotongan bersertifikasi) untuk membenarkan harga jual premium.
Secara umum, harga jual KUB umur 3 bulan harus mencakup HPP ditambah margin keuntungan minimal 20%-35%. Jika HPP adalah Rp 50.000/kg, harga jual minimum harus di atas Rp 60.000/kg untuk memastikan keberlanjutan usaha.
Harga Ayam KUB umur 3 bulan adalah cerminan dari tiga faktor utama: kualitas genetik, efisiensi manajemen pakan (FCR), dan kecerdasan dalam penetrasi pasar.
Harga bobot hidup KUB pada usia 3 bulan secara umum berada di rentang Rp 55.000 hingga Rp 78.000 per kilogram di tingkat peternak, atau Rp 70.000 hingga Rp 100.000 per ekor jika dijual sebagai bibit calon indukan. Peternak yang berhasil mencapai bobot optimal (1.1-1.2 kg) dengan FCR rendah (di bawah 3.5) akan memiliki daya saing terbesar.
Untuk mengamankan harga jual yang menguntungkan, peternak diwajibkan untuk berinvestasi pada biosekuriti, memantau secara ketat harga pakan, dan yang terpenting, membangun saluran distribusi yang langsung menjangkau konsumen yang menghargai kualitas premium KUB. Siklus budidaya 3 bulan adalah investasi modal dan waktu yang besar, dan optimalisasi harga jual adalah langkah terakhir yang memastikan pengembalian investasi yang maksimal.
Dengan disiplin manajemen yang konsisten selama 90 hari, Ayam KUB akan memberikan hasil ekonomis yang jauh lebih stabil dan menguntungkan dibandingkan dengan ayam kampung biasa.
Untuk memastikan peternak memahami harga jual dalam konteks investasi, perlu diuraikan bagaimana HPP dan harga jual berkontribusi pada ROI dalam periode 3 bulan.
BEP adalah titik di mana total pendapatan sama dengan total biaya. Dengan HPP per kg sebesar Rp 50.000, peternak harus memastikan harga jual rata-rata (termasuk potongan dan biaya pemotongan) tidak kurang dari Rp 50.000. Setiap rupiah di atas BEP adalah keuntungan. Peternakan KUB harus bertujuan menetapkan harga jual minimal 20% di atas BEP.
BEP dihitung berdasarkan volume produksi yang harus dijual: \[ BEP\ Volume\ (Kg) = \frac{Biaya\ Tetap}{Harga\ Jual\ per\ Kg - Biaya\ Variabel\ per\ Kg} \]
Dalam skala 1000 ekor, biaya tetap mencakup depresiasi kandang, gaji pengawas, dan energi. Biaya variabel didominasi oleh pakan dan DOC. Manajemen yang baik menekan biaya variabel, yang membuat margin profit lebih besar, bahkan jika harga jual KUB umur 3 bulan tidak terlalu tinggi.
Asumsi Investasi Awal (1.000 ekor):
Asumsi Pendapatan (Panen Daging, 950 ekor hidup, 1.1 kg/ekor, Harga Jual Rp 65.000/kg):
Keuntungan Bersih = Rp 67.925.000 - Rp 43.920.000 = Rp 24.005.000
ROI = (Keuntungan Bersih / Total Biaya) * 100%
ROI = (Rp 24.005.000 / Rp 43.920.000) * 100% ≈ 54.6% dalam 3 bulan.
Angka ROI 54.6% ini menunjukkan mengapa harga jual KUB umur 3 bulan harus dipertahankan di level premium, karena margin keuntungan yang tinggi ini menutupi risiko mortalitas dan fluktuasi biaya pakan yang tak terhindarkan.
Jika harga pakan naik 10% (dari Rp 8.000 menjadi Rp 8.800), total biaya pakan naik menjadi Rp 32.912.000. Total HPP baru menjadi Rp 46.912.000. Keuntungan bersih turun menjadi Rp 21.013.000, dan ROI turun menjadi 44.8%. Sensitivitas ini menekankan bahwa harga jual KUB umur 3 bulan harus fleksibel dan disesuaikan segera setelah terjadi kenaikan harga input pakan.
Peternak harus memiliki sistem pelaporan biaya harian yang akurat. Keputusan untuk menjual pada harga tertentu pada usia 3 bulan harus didukung oleh data real-time mengenai HPP, bukan hanya mengikuti harga pasar yang fluktuatif tanpa dasar kalkulasi yang kuat.
Dalam beberapa kasus, harga jual Ayam KUB diatur oleh regulasi lokal atau nasional, terutama jika peternak terlibat dalam program kemitraan atau program penyaluran bibit bersubsidi. Meskipun Ayam KUB umumnya diperdagangkan bebas, pengetahuan mengenai standar minimum harga (HPP) sangat penting.
Pemerintah daerah atau asosiasi peternak sering mengeluarkan standar untuk kualitas karkas ayam kampung. KUB umur 3 bulan yang memenuhi standar Grade A (berat seragam, tidak ada memar, kesehatan terjamin) dapat dijual dengan harga premium. Harga jual akan terpukul jika kualitas karkas hanya mencapai Grade B atau C karena masalah penanganan atau penyakit sebelum panen.
Harga jual yang ditetapkan juga harus memperhitungkan biaya pajak penjualan, retribusi pasar, dan biaya administrasi lainnya. Peternak yang menjual dalam volume besar ke luar wilayahnya mungkin menghadapi biaya logistik antar-provinsi yang harus dimasukkan dalam HPP, yang pada akhirnya memengaruhi harga jual minimum yang layak.
Jika peternak menjual KUB melalui skema kemitraan, perjanjian harga harus adil. Regulasi memastikan bahwa harga beli oleh perusahaan inti (jika ada) tidak menekan harga jual KUB umur 3 bulan hingga di bawah HPP peternak plasma. Pemahaman akan kontrak kemitraan adalah kunci untuk mengamankan harga jual yang stabil dan menguntungkan.
Kualitas kesehatan pada bulan ketiga sangat menentukan kualitas karkas dan berat jual, yang merupakan basis penetapan harga jual KUB umur 3 bulan.
Pada usia 60-90 hari, KUB sering rentan terhadap penyakit metabolik jika manajemen pakan tidak seimbang (misalnya, kekurangan kalsium atau vitamin D). Kaki lemah (lameness) dapat terjadi, yang menyebabkan ayam tidak dapat mencapai tempat pakan atau minum, menghambat pertumbuhan, dan mengurangi bobot jual.
Meskipun vaksinasi inti dilakukan di fase brooding, banyak peternak menerapkan vaksinasi booster (penguat) ND pada usia 8-10 minggu untuk memastikan kekebalan optimal hingga panen. Biaya booster ini harus dimasukkan dalam HPP, tetapi manfaatnya (menekan mortalitas) jauh lebih besar daripada biayanya.
Seiring bertambahnya usia, volume kotoran meningkat drastis. Litter yang basah pada usia 3 bulan meningkatkan risiko koksidiosis, yang merusak usus dan menyebabkan FCR memburuk. Jika KUB sakit koksidiosis, pertumbuhannya terhenti, bobot jualnya anjlok, dan harga KUB umur 3 bulan menjadi tidak kompetitif.
Manajemen litter yang baik, termasuk penambahan kapur atau penggantian alas secara berkala, adalah faktor lingkungan krusial yang mendukung kesehatan prima dan, oleh karena itu, harga jual optimal.