Ilustrasi ayam betutu yang dibungkus dan siap santap.
Ayam Betutu, sebuah mahakarya kuliner dari Pulau Dewata, telah lama menjadi simbol kekayaan rasa dan tradisi memasak Bali. Namun, di balik cita rasa pedas, gurih, dan aromatik yang memanjakan lidah, terdapat spektrum harga yang sangat bervariasi. Memahami harga Ayam Betutu tidak sekadar mengetahui nominal rupiah yang harus dibayarkan, melainkan menganalisis berbagai faktor ekonomi, logistik, dan budaya yang membentuk nilai jualnya di pasar domestik maupun internasional. Fluktuasi harga ini bergantung pada lokasi, metode pengolahan, serta target pasar yang dituju oleh penjual.
Artikel ini akan mengupas tuntas segala aspek yang memengaruhi penetapan harga jual Ayam Betutu. Dari Betutu yang dijual di warung kaki lima sederhana di Gianyar, hingga sajian premium di restoran mewah kawasan Seminyak, setiap perbedaan harga memiliki justifikasi yang kuat. Analisis mendalam diperlukan untuk memberikan panduan komprehensif kepada konsumen, memastikan bahwa nilai yang dibayarkan sebanding dengan kualitas dan pengalaman yang didapatkan.
Penentuan harga sebuah hidangan kompleks seperti Ayam Betutu melibatkan perhitungan biaya yang sangat rinci. Hidangan ini berbeda dari makanan cepat saji; ia memerlukan investasi waktu, keterampilan, dan bahan baku berkualitas tinggi. Ketika kita membahas harga Ayam Betutu, kita harus mempertimbangkan tiga pilar utama: bahan baku, biaya operasional, dan lokasi penjualan.
Faktor fundamental yang paling memengaruhi biaya adalah jenis dan ukuran ayam yang digunakan. Mayoritas penjual otentik Betutu menggunakan ayam kampung (ayam petelur tua) atau bebek (Bebek Betutu), yang memiliki tekstur daging lebih liat dan rasa lebih kaya setelah proses masak yang panjang, dibandingkan ayam broiler. Ayam kampung, yang umumnya dipelihara secara tradisional, memiliki harga beli per kilogram yang lebih tinggi dan ketersediaan yang lebih terbatas.
Variasi Ukuran dan Dampak Harga:
Biaya yang timbul dari pengadaan ayam yang sehat dan sesuai standar rasa tradisional merupakan komponen terbesar dalam struktur penetapan harga Ayam Betutu. Peningkatan harga pakan ternak atau fluktuasi pasokan ayam kampung secara langsung akan menaikkan harga jual di tingkat konsumen.
Kompleksitas Bumbu Genep menentukan kualitas rasa dan biaya bahan baku.
Ayam Betutu mendapatkan ciri khasnya dari Bumbu Genep, campuran rempah-rempah yang sangat kaya dan membutuhkan banyak bahan baku (sekitar 15-20 jenis rempah). Biaya rempah-rempah, seperti kunyit, jahe, lengkuas, kencur, cabai, terasi, dan minyak kelapa, adalah kontributor biaya signifikan lainnya. Rempah yang segar dan berkualitas tinggi, terutama yang diperoleh langsung dari petani lokal di Bali, akan memengaruhi harga jual Ayam Betutu menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan bumbu bubuk atau rempah yang kualitasnya standar.
Penggunaan bumbu genep dalam jumlah royal dan kualitas terbaik menjamin kedalaman rasa yang tidak bisa ditiru. Ketika pedagang memilih untuk tidak mengkompromikan kualitas bumbu, misalnya menggunakan terasi udang premium atau cabai rawit dengan tingkat kepedasan tertentu, biaya bahan baku akan melonjak. Kenaikan harga bumbu ini secara langsung terefleksi dalam harga akhir yang dibebankan kepada konsumen, membenarkan selisih harga antara Betutu "ekonomis" dan Betutu "otentik premium".
Proses memasak Ayam Betutu secara tradisional adalah investasi waktu dan energi yang masif. Metode otentik melibatkan pemanggangan dalam sekam padi (Betutu Gilimanuk) atau pengukusan yang sangat lama (hingga 8 jam) untuk memastikan daging empuk sempurna dan bumbu meresap hingga ke tulang. Lamanya proses ini meningkatkan biaya operasional dalam dua aspek:
Restoran yang menggunakan metode modern (pressure cooker atau oven cepat) dapat mengurangi biaya operasional dan waktu masak, memungkinkan mereka menawarkan harga yang lebih kompetitif. Namun, hidangan yang dihasilkan sering kali kehilangan tekstur dan aroma khas Betutu yang dimasak lambat (slow-cooked), sehingga konsumen yang mencari keaslian bersedia membayar harga premium untuk metode tradisional.
Lokasi geografis dan jenis tempat usaha adalah variabel paling dinamis yang memengaruhi harga Ayam Betutu di Indonesia. Harga yang ditetapkan di pusat turis padat di Bali akan jauh berbeda dengan harga di kota kecil di Jawa atau di area perumahan Jakarta.
Bali adalah barometer utama penentuan harga. Di sini, harga sangat terstratifikasi berdasarkan zona pariwisata:
A. Area Wisata Kelas Atas (Seminyak, Nusa Dua, Canggu): Di kawasan ini, Betutu dijual di restoran atau bistro dengan biaya sewa tempat yang sangat tinggi, pelayanan premium, dan atmosfer eksklusif. Harga Ayam Betutu utuh bisa mencapai Rp 180.000 hingga Rp 250.000. Harga ini mencakup biaya overhead (sewa, gaji staf yang lebih tinggi, pemasaran, dan presentasi makanan). Porsi individu di area ini biasanya mulai dari Rp 65.000.
B. Area Wisata Domestik/Menengah (Ubud, Denpasar, Kuta): Restoran populer dan warung makan legendaris yang melayani wisatawan domestik dan lokal. Kualitas otentik dijaga, namun biaya overhead lebih terkendali. Harga ayam utuh berkisar antara Rp 120.000 hingga Rp 170.000. Restoran terkenal seperti Betutu Gilimanuk atau Betutu Men Tempeh menetapkan harga berdasarkan reputasi dan volume penjualan, mempertahankan keseimbangan antara kualitas dan aksesibilitas harga.
C. Area Lokal/Pedalaman (Gianyar, Karangasem): Di warung makan tradisional yang melayani penduduk lokal, harga Betutu jauh lebih rendah. Ayam utuh bisa didapatkan mulai dari Rp 85.000 hingga Rp 110.000. Meskipun kualitas rasanya tetap otentik, biaya operasional yang minimal (seringkali usaha keluarga) memungkinkan penetapan harga yang lebih terjangkau.
Lokasi sangat menentukan strata harga jual.
Ketika Ayam Betutu dipasarkan di luar Bali, faktor biaya logistik dan pengadaan bahan baku menjadi sangat krusial. Restoran Bali di kota-kota besar menghadapi biaya operasional yang sangat tinggi, terutama untuk sewa tempat dan gaji karyawan. Selain itu, rempah-rempah khas Bali terkadang harus didatangkan langsung, menambah biaya transportasi yang substansial.
Di Jakarta, misalnya, harga Ayam Betutu utuh rata-rata berada di kisaran Rp 160.000 hingga Rp 220.000. Peningkatan harga ini tidak hanya menutupi biaya logistik, tetapi juga mencerminkan harga yang bersedia dibayar oleh konsumen perkotaan untuk pengalaman kuliner eksotis. Warung Betutu di Jakarta harus bersaing dengan beragam pilihan kuliner lainnya, sehingga mereka perlu berinvestasi lebih banyak pada marketing dan standar kebersihan yang tinggi, yang lagi-lagi, meningkatkan biaya dan harga jual.
Inovasi dalam industri Betutu adalah Betutu beku atau kemasan vakum yang dijual sebagai oleh-oleh. Konsep ini memperkenalkan faktor biaya baru: konservasi dan kemasan. Harga untuk produk oleh-oleh sering kali lebih tinggi per kilogram dibandingkan Betutu yang dimakan di tempat, namun menawarkan kenyamanan transportasi dan masa simpan yang lebih lama.
Proses vakum (penghilangan udara) dan pengemasan kedap udara memerlukan mesin dan material plastik khusus, yang menambah komponen biaya yang tidak ada pada penjualan Betutu makan di tempat. Selain itu, Betutu oleh-oleh biasanya diproduksi dalam volume besar, memerlukan biaya penyimpanan dingin (cold storage) dan distribusi yang lebih terstruktur. Rata-rata harga Betutu utuh dalam kemasan vakum di Bali berkisar antara Rp 140.000 hingga Rp 190.000, mencerminkan nilai tambah dari aspek kepraktisan dan jaminan kualitas selama perjalanan.
Gerai oleh-oleh yang berlokasi di bandara atau terminal transportasi memiliki biaya sewa yang fantastis. Hal ini memaksa harga jual produk di area tersebut melambung tinggi. Walaupun isinya sama, Ayam Betutu yang dibeli di toko bandara bisa memiliki selisih harga 20-30% lebih mahal dibandingkan Betutu yang dibeli langsung di dapur produksinya di kota. Konsumen membayar untuk kenyamanan dan lokasi strategis. Ini adalah contoh klasik bagaimana biaya overhead lokasi premium secara signifikan memengaruhi harga jual akhir.
Seringkali, konsumen dihadapkan pada dua pilihan: Ayam Betutu dan Bebek Betutu. Meskipun proses masaknya hampir identik, perbedaan bahan baku menimbulkan disparitas harga yang signifikan.
Bebek memiliki harga beli mentah yang secara konsisten lebih tinggi daripada ayam, terutama bebek petelur dewasa yang menghasilkan daging lebih berlemak dan beraroma khas. Selain itu, waktu pengolahan bebek cenderung lebih lama untuk menghilangkan bau amis dan mencapai tingkat keempukan yang diinginkan. Oleh karena itu, rata-rata harga Bebek Betutu adalah 30% hingga 50% lebih mahal daripada Ayam Betutu dengan ukuran yang sebanding. Jika Ayam Betutu utuh dijual Rp 130.000, maka Bebek Betutu utuh kemungkinan besar dijual antara Rp 170.000 hingga Rp 210.000.
Keputusan konsumen untuk memilih bebek didorong oleh preferensi rasa dan kesediaan membayar untuk tingkat kemewahan kuliner yang lebih tinggi, yang diakui oleh pasar sebagai produk premium.
Seorang juru masak (chef) Betutu otentik di Bali memerlukan keahlian khusus yang diwariskan secara turun-temurun. Keterampilan ini mencakup pengetahuan mendalam tentang Bumbu Genep, seni mengikat ayam agar bumbu tidak keluar saat dikukus, dan kemampuan mengendalikan panas saat pemanggangan. Kualitas keterampilan ini merupakan aset tak berwujud yang mahal.
Usaha Betutu yang dijalankan oleh master chef atau keluarga yang sudah terkenal keahliannya dapat menetapkan harga Betutu yang lebih tinggi, karena konsumen tidak hanya membeli makanan, tetapi juga keahlian dan warisan budaya yang terjamin. Sebaliknya, usaha baru yang menggunakan juru masak yang kurang berpengalaman mungkin harus berkompetisi dengan menawarkan harga yang lebih rendah hingga mereka membangun reputasi.
Biaya penggajian tenaga kerja yang terampil, ditambah dengan pelatihan dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsistensi rasa, semuanya berkontribusi pada peningkatan struktur harga. Pedagang yang berinvestasi pada pelatihan berkelanjutan dan mempertahankan kualitas rasa yang konsisten berhak membebankan harga premium kepada pelanggan setia mereka.
Dalam dunia kuliner, reputasi adalah mata uang. Merek Ayam Betutu yang sudah melegenda dan memiliki antrean panjang setiap hari (misalnya, beberapa nama besar di Gilimanuk atau Kuta) dapat mempertahankan harga jual yang tinggi tanpa perlu berkompetisi berdasarkan harga. Konsumen percaya pada kualitas dan konsistensi merek tersebut, menjadikan harga sebagai refleksi dari nilai jaminan kualitas.
Branding Premium: Restoran yang mengasosiasikan Ayam Betutu mereka dengan pengalaman bersantap mewah (misalnya, menyajikan dalam setting yang indah dengan musik tradisional) menjual bukan hanya makanan, tetapi juga pengalaman. Dalam kasus ini, harga Ayam Betutu mencakup porsi yang besar untuk biaya suasana (ambience), pelayanan kelas atas, dan citra merek yang dibangun melalui investasi pemasaran yang mahal.
Sebaliknya, warung baru yang belum memiliki reputasi harus menggunakan strategi harga penetrasi pasar (penawaran harga lebih rendah) untuk menarik pelanggan dan membangun basis penggemar. Setelah reputasi terbentuk dan permintaan meningkat, barulah mereka dapat menyesuaikan harga mereka ke tingkat yang mencerminkan biaya produksi otentik.
Stabilitas harga sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas pertanian di Indonesia. Cabai rawit, salah satu bahan utama Bumbu Genep, sering mengalami kenaikan harga drastis karena faktor musim atau gagal panen. Ketika harga cabai melonjak, pedagang Betutu dihadapkan pada dua pilihan sulit: menyerap kenaikan biaya (mengurangi margin keuntungan) atau menaikkan harga jual kepada konsumen. Mayoritas memilih yang kedua untuk menjaga keberlangsungan usaha.
Kenaikan harga minyak goreng, bumbu, bawang merah, dan bawang putih, yang semuanya merupakan komponen vital dalam pembuatan bumbu, secara kolektif meningkatkan biaya operasional. Pedagang yang menggunakan bumbu dalam jumlah banyak (ciri khas Betutu otentik) akan lebih rentan terhadap inflasi bahan baku ini, dan secara otomatis, ini akan mendorong harga jual Betutu menjadi lebih tinggi. Konsumen harus memahami bahwa harga Betutu yang naik seringkali merupakan respons langsung terhadap tekanan inflasi pada sektor pertanian.
Ketika pariwisata Bali sedang ramai, permintaan terhadap Ayam Betutu meningkat tajam. Peningkatan permintaan ini, terutama dari wisatawan asing yang tidak sensitif terhadap harga lokal (price inelasticity), memberikan peluang bagi pedagang di kawasan wisata untuk menaikkan harga mereka. Harga yang ditetapkan seringkali diukur berdasarkan nilai tukar mata uang asing, bukan hanya biaya produksi lokal.
Sebaliknya, pada masa sepi turis, beberapa pedagang mungkin menurunkan harga mereka atau menawarkan promosi untuk menarik pelanggan lokal dan menjaga arus kas tetap berjalan. Oleh karena itu, harga Ayam Betutu di Bali dapat berfungsi sebagai indikator sederhana kesehatan industri pariwisata di pulau tersebut. Investasi yang dilakukan pedagang untuk menarik pasar internasional (menu multibahasa, layanan prima) juga ditambahkan ke dalam struktur harga yang lebih tinggi.
Dalam era kesadaran kesehatan yang meningkat, restoran yang berinvestasi besar dalam standar kebersihan, sanitasi dapur, dan sertifikasi kesehatan (seperti sertifikasi Halal atau standar kebersihan lokal) harus membebankan biaya tambahan ini kepada konsumen. Mengelola dapur yang bersih, menggunakan peralatan modern, dan memastikan penanganan makanan yang higienis memerlukan biaya tambahan pada listrik, air, dan peralatan pembersih. Konsumen yang mencari jaminan kebersihan dan keamanan pangan seringkali bersedia membayar sedikit lebih mahal untuk Betutu dari tempat yang memiliki reputasi kebersihan terjamin. Ini adalah elemen tersembunyi yang ikut mendikte harga final Ayam Betutu.
Usaha Betutu yang beroperasi dalam skala besar (high volume) sering kali mampu menegosiasikan harga bahan baku yang lebih rendah dari pemasok (economies of scale). Pembelian ayam, bumbu, dan bahan bakar dalam jumlah besar mengurangi biaya per unit produksi mereka. Efisiensi ini memungkinkan mereka untuk menawarkan harga yang relatif lebih stabil dan terkadang lebih rendah dibandingkan dengan warung kecil yang hanya mampu membeli bahan baku dalam jumlah terbatas.
Namun, usaha kecil (low volume) seringkali mengandalkan kualitas bumbu yang diolah secara manual dan pengawasan yang lebih ketat, yang dapat meningkatkan kualitas rasa, meskipun biaya per unitnya lebih tinggi. Konsumen harus memilih apakah mereka memprioritaskan harga murah dari produksi massal atau kualitas premium dari produksi skala kecil yang lebih mahal.
Di banyak restoran, terutama yang berlokasi di area pariwisata, harga Ayam Betutu yang tercantum di menu belum termasuk Pajak Restoran (PB1) dan Service Charge. Penambahan 10% untuk PB1 dan 5% hingga 10% untuk biaya layanan (service charge) dapat meningkatkan total biaya akhir sebesar 15% hingga 20%. Konsumen harus selalu memeriksa bagian bawah menu atau struk pembayaran untuk memahami apakah harga yang tertera adalah harga bersih (nett price) atau harga sebelum pajak (exclusive of tax).
Perbedaan harga yang terlihat di warung makan pinggir jalan (yang umumnya memasukkan pajak dan biaya layanan ke dalam harga jual) dengan restoran mewah (yang mencantumkan pajak secara terpisah) harus menjadi perhatian saat membandingkan harga Ayam Betutu di berbagai lokasi.
Perbedaan harga juga dapat dijelaskan melalui struktur modal bisnis. Warung Betutu sederhana yang menggunakan modal kecil dan menjalankan operasi keluarga memiliki biaya modal yang sangat rendah. Mereka hanya perlu menutupi biaya bahan baku dan sedikit upah. Ini memungkinkan mereka menetapkan harga yang sangat kompetitif.
Sebaliknya, restoran modern yang berinvestasi dalam desain interior yang mahal, dapur profesional, pendingin ruangan, dan sistem pemesanan digital memiliki kewajiban untuk memulihkan investasi modal yang besar ini. Biaya amortisasi investasi awal ini dimasukkan ke dalam harga jual setiap porsi Ayam Betutu. Dengan demikian, ketika Anda membayar harga premium, sebagian dari uang tersebut dialokasikan untuk menutupi investasi pada infrastruktur fisik dan pengalaman bersantap yang lebih nyaman.
Secara ringkas, harga Ayam Betutu adalah fungsi multi-variabel yang dipengaruhi oleh kualitas ayam, keroyalan bumbu genep, durasi dan metode memasak (tradisional vs. modern), lokasi geografis, biaya operasional, reputasi merek, dan strategi pengemasan.
Kisaran harga umum (rata-rata) di Bali dan kota besar Indonesia adalah sebagai berikut:
Untuk mendapatkan nilai terbaik saat membeli Ayam Betutu, konsumen disarankan untuk:
Memahami dinamika harga ini memungkinkan konsumen untuk menghargai Ayam Betutu bukan hanya sebagai makanan lezat, tetapi sebagai sebuah produk ekonomi yang kompleks, sarat akan tradisi, dan merupakan cerminan dari ekosistem kuliner Bali yang kaya dan berharga.
***
Untuk benar-benar memahami mengapa harga Ayam Betutu dapat mencapai tingkat tertentu, kita harus mendekomposisi biaya Bumbu Genep. Bumbu ini adalah jantung Betutu, dan kualitasnya bergantung pada kuantitas dan kesegaran rempah. Biaya pengadaan rempah-rempah segar memerlukan investasi harian yang signifikan. Misalnya, perbandingan biaya antara pembelian kunyit batangan segar yang harus diolah, versus bubuk kunyit siap pakai, memiliki selisih yang mencolok. Penggunaan bahan segar meningkatkan intensitas rasa, tetapi juga meningkatkan biaya tenaga kerja untuk proses pengupasan dan pengulekan yang memakan waktu.
Rata-rata, untuk satu ekor Ayam Betutu berukuran 1.5 kg, dibutuhkan minimal 300 hingga 400 gram Bumbu Genep yang sudah dihaluskan. Jika harga rata-rata gabungan dari 15 jenis rempah tersebut adalah Rp 50.000 per kilogram bahan mentah (belum termasuk cabai dan minyak), maka biaya bumbu untuk satu ekor ayam saja sudah mencapai sekitar Rp 15.000 hingga Rp 20.000. Angka ini mungkin terlihat kecil, tetapi ketika digabungkan dengan biaya ayam (sekitar Rp 45.000 hingga Rp 60.000 per ekor), biaya bahan baku langsung sudah mencapai sekitar Rp 60.000 hingga Rp 80.000. Seluruh biaya tambahan lainnya adalah untuk operasional, tenaga kerja, margin, dan overhead.
Ketidakpastian pasokan rempah-rempah akibat musim hujan atau kekeringan juga menjadi risiko biaya yang harus diantisipasi oleh penjual. Untuk memitigasi risiko ini, beberapa pedagang Betutu memilih untuk membeli rempah dalam jumlah besar saat harga sedang stabil, yang memerlukan investasi awal yang signifikan dalam penyimpanan. Biaya penyimpanan ini, termasuk pengawetan agar rempah tetap segar, ditambahkan ke dalam struktur harga jangka panjang. Hal ini menjamin konsistensi rasa, namun dengan mengorbankan sedikit peningkatan harga jual kepada konsumen.
Sebuah Betutu premium tidak hanya dijual mahal karena lokasi. Ia dijual mahal karena jaminan kualitas yang berkelanjutan. Jaminan ini meliputi:
Pemasaran yang berfokus pada narasi otentisitas dan kualitas unggul ini membantu merek premium mempertahankan harga mereka di atas pesaing, karena pelanggan bersedia membayar untuk kisah di balik produk dan jaminan kesehatan serta etika di baliknya.
Efisiensi rantai pasok memainkan peran besar dalam meminimalkan atau memaksimalkan harga. Produsen Betutu yang memiliki jaringan distribusi sendiri (misalnya, memiliki kendaraan pendingin untuk mengirim produk beku ke Jakarta) dapat mengontrol biaya logistik mereka. Namun, jika mereka mengandalkan jasa kurir pihak ketiga untuk pengiriman jarak jauh, biaya ini dapat menjadi substansial, terutama jika pengiriman harus dilakukan dalam suhu terkontrol.
Misalnya, biaya pengiriman Ayam Betutu utuh dari Bali ke Jakarta melalui layanan kilat berpendingin dapat mencapai Rp 50.000 hingga Rp 100.000 per paket. Biaya logistik ini harus ditanggung oleh pembeli atau diintegrasikan ke dalam harga jual produk oleh-oleh tersebut, menjadikan Betutu yang dijual secara daring di luar Bali secara inheren lebih mahal daripada yang dijual di pulau asalnya.
Untuk tetap relevan, beberapa restoran Betutu melakukan inovasi. Misalnya, menawarkan Betutu yang sudah di-fillet (tanpa tulang) atau menawarkan varian rasa seperti Betutu kurang pedas untuk pasar anak-anak atau non-pecinta pedas. Proses inovasi ini memerlukan riset dan pengembangan (R&D) yang melibatkan biaya uji coba dan penyesuaian resep, yang pada akhirnya ditambahkan ke dalam struktur harga jual Ayam Betutu yang dimodifikasi tersebut.
Adaptasi menu ini juga mencakup penawaran paket nasi Betutu yang lengkap dengan lauk pauk pendamping (sayur urap, kacang, sambal matah). Semakin lengkap paket pendamping, semakin tinggi harga yang harus dibayarkan, karena setiap komponen tambahan memiliki biaya bahan baku dan persiapan sendiri.
Bagi pedagang yang berorientasi pada wisatawan asing, terutama yang berada di area seperti Kuta atau Seminyak, penetapan harga sering kali secara tidak langsung dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing utama (USD, AUD, EUR). Ketika Rupiah melemah, harga dalam Rupiah bisa dinaikkan untuk mempertahankan nilai mata uang asing yang diinginkan. Meskipun Betutu adalah produk lokal, keterkaitan dengan ekonomi pariwisata global menjadikannya sensitif terhadap fluktuasi moneter, yang selanjutnya menjelaskan variasi dalam penetapan harga di berbagai restoran.
Secara keseluruhan, harga Ayam Betutu adalah refleksi dari sebuah ekosistem mikroekonomi yang kompleks. Harga bukan sekadar angka, melainkan representasi dari tenaga kerja yang sabar, kualitas rempah yang melimpah, warisan budaya yang dipertahankan, dan lokasi strategis. Konsumen yang mencari pengalaman otentik harus siap membayar biaya yang mencerminkan investasi waktu 8 jam memasak, penggunaan Bumbu Genep yang mahal, dan biaya operasional di lokasi premium. Setiap kenaikan harga pada Ayam Betutu, baik yang terjadi di warung kaki lima maupun restoran mewah, memiliki dasar ekonomi yang kuat dan merupakan cerminan dari tantangan dan keindahan mempertahankan salah satu hidangan ikonik Indonesia.
Pemahaman ini membantu kita menghargai bahwa ketika kita menikmati Ayam Betutu, kita sedang mengonsumsi sebuah produk yang nilai jualnya dibangun di atas fondasi tradisi, bukan semata-mata biaya bahan mentah.