Sebuah representasi visual tentang koneksi spiritual melalui dzikir.
Dalam samudra kehidupan yang penuh dengan kesibukan, tantangan, dan hiruk pikuk duniawi, jiwa manusia seringkali merasa lelah, hampa, dan kehilangan arah. Di tengah badai tersebut, Islam menawarkan sebuah sauh yang kokoh, sebuah pelabuhan yang tenang, yaitu dzikir. Dzikir adalah esensi dari ibadah, detak jantung spiritualitas seorang muslim, dan jembatan yang menghubungkan hamba dengan Penciptanya. Namun, apa sebenarnya hakikat dzikir? Apakah ia sekadar untaian kata yang terucap di lisan, ataukah ia memiliki makna yang jauh lebih dalam dan luas?
Artikel ini akan mengupas secara komprehensif tentang makna dzikir, kedudukannya dalam ajaran Islam, manfaat luar biasa yang terkandung di dalamnya, serta bagaimana kita dapat menjadikannya sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Dzikir bukanlah ritual yang kaku, melainkan sebuah gaya hidup yang membawa ketenangan, kekuatan, dan cahaya ilahi ke dalam setiap aspek eksistensi kita.
Memahami Makna Dzikir Secara Mendalam
Untuk memahami dzikir secara utuh, kita perlu menelusurinya dari akar bahasa hingga implementasinya dalam terminologi syariat. Konsep ini jauh lebih kaya daripada sekadar pengucapan kalimat-kalimat tertentu.
1. Makna Etimologis dan Terminologis
Secara etimologi, kata "dzikir" (ذِكْر) berasal dari bahasa Arab, dari akar kata dzakara-yadzkuru-dzikran (ذَكَرَ - يَذْكُرُ - ذِكْرًا), yang memiliki arti dasar: mengingat, menyebut, mengenang, atau menyadari kehadiran. Dari makna bahasa ini saja, kita sudah dapat menangkap esensi bahwa dzikir adalah aktivitas mental dan spiritual yang berpusat pada kesadaran akan sesuatu. Dalam konteks Islam, "sesuatu" itu adalah Allah SWT.
Secara terminologis atau syar'i, dzikir adalah segala bentuk aktivitas, baik berupa ucapan lisan, gerakan hati, maupun perbuatan anggota badan, yang dilakukan dengan niat untuk mengingat, mengagungkan, memuji, dan menyucikan Allah SWT, serta menyadari kebesaran dan kehadiran-Nya. Definisi ini menunjukkan bahwa cakupan dzikir sangatlah luas. Ia tidak terbatas pada ucapan tasbih, tahmid, dan tahlil semata, melainkan mencakup seluruh spektrum kesadaran seorang hamba kepada Rabb-nya.
2. Tiga Dimensi Dzikir: Lisan, Hati, dan Perbuatan
Para ulama membagi dzikir ke dalam tiga tingkatan atau dimensi yang saling terkait dan menyempurnakan. Memahami ketiganya membantu kita melihat betapa dzikir dapat menjadi sebuah gaya hidup yang holistik.
a. Dzikir Lisan (Dzikr al-Lisan)
Ini adalah bentuk dzikir yang paling umum dikenal dan dipraktikkan. Dzikir lisan melibatkan pengucapan kalimat-kalimat thayyibah (kalimat-kalimat yang baik) dengan lidah. Contohnya antara lain:
- Tasbih (تَسْبِيْح): Mengucapkan "Subhanallah" (سُبْحَانَ الله), yang berarti Maha Suci Allah. Ini adalah pengakuan bahwa Allah terbebas dari segala kekurangan dan sifat yang tidak pantas bagi-Nya.
- Tahmid (تَحْمِيْد): Mengucapkan "Alhamdulillah" (اَلْحَمْدُ لِله), yang berarti segala puji bagi Allah. Ini adalah ekspresi syukur dan pengakuan bahwa segala nikmat dan kesempurnaan hanya milik Allah.
- Tahlil (تَهْلِيْل): Mengucapkan "Laa ilaha illallah" (لَا إِلٰهَ إِلَّا الله), yang berarti tiada Tuhan selain Allah. Ini adalah kalimat tauhid, inti dari akidah Islam, yang menafikan segala bentuk sesembahan selain Allah dan menetapkan keesaan-Nya.
- Takbir (تَكْبِيْر): Mengucapkan "Allahu Akbar" (اللهُ أَكْبَر), yang berarti Allah Maha Besar. Ini adalah pernyataan bahwa kebesaran Allah melampaui segala sesuatu yang dapat kita bayangkan.
- Istighfar (اِسْتِغْفَار): Mengucapkan "Astaghfirullah" (أَسْتَغْفِرُ الله), yang berarti aku memohon ampun kepada Allah. Ini adalah dzikir yang membersihkan jiwa dari noda dosa.
- Membaca Al-Qur'an: Tilawah Al-Qur'an adalah bentuk dzikir lisan yang paling utama, karena ia adalah firman Allah itu sendiri.
Dzikir lisan berfungsi sebagai pintu gerbang. Ia melatih lidah untuk senantiasa basah dengan menyebut nama-Nya, sehingga mencegah lisan dari perkataan yang sia-sia, ghibah (menggunjing), atau dusta. Namun, dzikir lisan akan menjadi kosong jika tidak disertai dengan dimensi berikutnya.
b. Dzikir Hati (Dzikr al-Qalb)
Inilah ruh dan hakikat dari segala dzikir. Dzikir hati adalah kesadaran batin yang terus-menerus terhubung dengan Allah. Ia adalah kondisi di mana hati selalu mengingat Allah, merenungkan kebesaran ciptaan-Nya, merasakan pengawasan-Nya (muraqabah), dan menghadirkan-Nya dalam setiap keadaan. Dzikir lisan tanpa kehadiran hati ibarat jasad tanpa ruh. Sebaliknya, dzikir hati adalah puncak kekhusyukan.
Dzikir hati mencakup:
- Tafakkur: Merenungkan ayat-ayat Allah, baik yang tertulis dalam Al-Qur'an (ayat qauliyah) maupun yang terbentang di alam semesta (ayat kauniyah). Melihat gunung, lautan, langit, atau bahkan detail terkecil pada sehelai daun, lalu hati merasakan keagungan Sang Pencipta.
- Muraqabah: Merasa senantiasa diawasi oleh Allah. Kesadaran ini mencegah seseorang dari perbuatan maksiat meskipun tidak ada manusia lain yang melihat.
- Mahabbah: Menumbuhkan rasa cinta yang mendalam kepada Allah, yang membuahkan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya dan ketaatan dalam menjalankan perintah-Nya.
- Khauf dan Raja': Memadukan rasa takut (khauf) akan azab-Nya dan harapan (raja') akan rahmat-Nya secara seimbang.
Ketika dzikir lisan dan dzikir hati bersatu, maka dzikir itu akan menjadi sangat kuat dan berpengaruh. Lisan menyebut nama-Nya, dan hati merasakan makna serta kehadiran-Nya. Inilah dzikir yang dapat menenangkan jiwa dan mengubah pribadi seseorang.
c. Dzikir Perbuatan (Dzikr al-Jawarih)
Ini adalah dimensi dzikir yang paling luas, yang mengubah seluruh hidup menjadi sebuah ibadah. Dzikir perbuatan berarti menjadikan setiap gerak-gerik anggota tubuh sebagai wujud ketaatan dan pengingat kepada Allah. Ketika seseorang melakukan suatu perbuatan karena Allah, maka perbuatan itu bernilai dzikir.
Contoh dzikir perbuatan:
- Shalat: Merupakan puncak dari kombinasi ketiga jenis dzikir. Ada gerakan tubuh (perbuatan), bacaan (lisan), dan kekhusyukan (hati).
- Mencari Nafkah: Seorang kepala keluarga yang bekerja keras dengan niat menafkahi keluarganya karena Allah, maka pekerjaannya adalah dzikir.
- Belajar dan Mengajar: Seseorang yang menuntut ilmu untuk menghilangkan kebodohan dan mendekatkan diri kepada Allah, maka proses belajarnya adalah dzikir.
- Berbuat Baik kepada Sesama: Menolong orang lain, bersedekah, tersenyum kepada saudara, semuanya bisa menjadi dzikir jika diniatkan untuk mencari ridha Allah.
- Menjauhi Maksiat: Menahan pandangan dari yang haram, menjaga telinga dari pendengaran yang buruk, dan menahan tangan dari perbuatan zalim adalah bentuk dzikir perbuatan yang sangat kuat.
Dengan demikian, dzikir adalah sebuah konsep yang integral. Ia dimulai dari lisan, diresapi oleh hati, dan diwujudkan dalam perbuatan. Seorang muslim yang sejati adalah ia yang menjadikan seluruh hidupnya sebagai arena untuk berdzikir kepada Allah SWT.
Kedudukan dan Keutamaan Dzikir dalam Islam
Dzikir menempati posisi yang sangat agung dalam Islam. Ia bukan sekadar amalan sampingan, melainkan pilar utama yang menopang bangunan keimanan seorang hamba. Keutamaannya ditegaskan berkali-kali dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
1. Perintah Berdzikir dalam Al-Qur'an
Allah SWT secara langsung memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa berdzikir. Perintah ini datang dalam berbagai konteks, menunjukkan urgensi dan fleksibilitasnya.
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku." (QS. Al-Baqarah: 152)
Ayat ini mengandung janji yang luar biasa. Allah, Sang Penguasa alam semesta, berjanji akan mengingat hamba-Nya yang kecil dan lemah, jika hamba tersebut mengingat-Nya. Ini adalah hubungan timbal balik yang paling mulia. Diingat oleh Allah berarti mendapat perhatian, rahmat, pertolongan, dan ampunan-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya." (QS. Al-Ahzab: 41)
Perintah di sini menggunakan kata "katsiran" (banyak), yang mengindikasikan bahwa dzikir bukanlah amalan yang dilakukan sesekali, melainkan harus menjadi kebiasaan yang konstan dan menyatu dengan napas kehidupan seorang mukmin.
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)
Ayat ini adalah diagnosis sekaligus resep ilahi untuk kegelisahan jiwa manusia. Di dunia modern yang penuh tekanan, stres, dan kecemasan, Allah menegaskan bahwa ketenangan sejati (thamani'nah) hanya bisa ditemukan dalam dzikrullah. Bukan pada harta, jabatan, atau hiburan duniawi, melainkan pada koneksi spiritual dengan Sang Pencipta.
2. Keutamaan Dzikir dalam Hadits Nabi Muhammad SAW
Rasulullah SAW, sebagai teladan utama, adalah orang yang paling banyak berdzikir. Lisan beliau tidak pernah kering dari menyebut nama Allah. Melalui sabda-sabdanya, beliau menjelaskan berbagai keutamaan dzikir yang luar biasa.
Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah SWT berfirman:
"Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di tengah keramaian, Aku akan mengingatnya di tengah keramaian yang lebih baik dari mereka (yaitu para malaikat)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini kembali menguatkan janji dalam QS. Al-Baqarah: 152, dengan tambahan kemuliaan yang lebih besar. Dzikir di hadapan manusia akan dibalas dengan penyebutan nama hamba tersebut di hadapan majelis para malaikat yang mulia.
Rasulullah SAW juga memberikan perumpamaan yang sangat menyentuh tentang pentingnya dzikir:
"Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabb-nya dan orang yang tidak berdzikir adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati." (HR. Bukhari)
Secara fisik, keduanya mungkin sama-sama berjalan, makan, dan bernapas. Namun secara spiritual, orang yang hatinya lalai dari mengingat Allah dianggap seperti mayat berjalan. Jiwanya kering, rapuh, dan tidak memiliki kehidupan sejati. Sebaliknya, orang yang senantiasa berdzikir memiliki jiwa yang hidup, subur, dan bercahaya.
Dalam hadits lain, beliau menyoroti kemudahan dan bobot amalan dzikir:
"Ada dua kalimat yang ringan di lisan, berat di timbangan (amal), dan dicintai oleh Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih): 'Subhanallahi wa bihamdihi, Subhanallahil 'azhim' (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Agung)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini memberikan motivasi luar biasa. Dengan amalan yang begitu mudah dan tidak memerlukan tenaga besar, seorang hamba bisa mendapatkan pahala yang sangat berat di akhirat kelak, sekaligus meraih cinta dari Allah SWT.
Manfaat dan Buah Dzikir dalam Kehidupan
Mengamalkan dzikir secara rutin dan tulus akan mendatangkan berbagai buah manis, baik di dunia maupun di akhirat. Manfaat ini tidak hanya bersifat spiritual, tetapi juga berdampak positif pada kesehatan mental, emosional, dan bahkan fisik.
1. Sumber Ketenangan Jiwa yang Hakiki
Seperti yang ditegaskan dalam QS. Ar-Ra'd: 28, manfaat utama dzikir adalah ketenangan hati (thuma'ninah). Ketika seseorang mengingat Allah Yang Maha Besar, Maha Kuasa, dan Maha Pengasih, maka segala masalah dunia terasa kecil. Hati yang terhubung dengan sumber segala kekuatan akan merasakan kedamaian yang tidak bisa diberikan oleh materi. Dzikir berfungsi sebagai perisai mental yang melindungi jiwa dari serangan kecemasan, ketakutan, dan kesedihan yang berlebihan.
2. Menghapus Dosa dan Kesalahan
Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Dzikir, khususnya istighfar, adalah mekanisme pembersihan yang disediakan oleh Allah. Dengan mengakui kesalahan dan memohon ampun, seorang hamba membersihkan catatan amalnya dan membuka lembaran baru. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa mengucapkan 'Subhanallahi wa bihamdihi' seratus kali dalam sehari, maka akan dihapuskan kesalahannya meskipun sebanyak buih di lautan." (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menunjukkan betapa besar rahmat Allah bagi mereka yang mau kembali dan mengingat-Nya.
3. Perisai dari Gangguan Setan
Setan senantiasa berusaha membisikkan was-was, keraguan, dan godaan ke dalam hati manusia. Dzikir adalah benteng paling kokoh untuk melindungi diri dari gangguan tersebut. Ketika hati dan lisan sibuk mengingat Allah, maka tidak ada ruang bagi setan untuk masuk. Dzikir pagi dan petang (Al-Ma'tsurat) secara khusus dianjurkan sebagai perlindungan diri dari segala keburukan, baik dari jin maupun manusia, sepanjang hari dan malam.
4. Memberatkan Timbangan Amal Kebaikan
Setiap ucapan dzikir dicatat sebagai amal saleh yang memiliki bobot besar di sisi Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits sebelumnya, kalimat seperti "Subhanallahi wa bihamdihi, Subhanallahil 'azhim" sangat berat timbangannya. Di hari perhitungan kelak, amalan-amalan ringan inilah yang mungkin akan menjadi penyelamat dan pemberat timbangan kebaikan kita.
5. Mendatangkan Cinta dan Ridha Allah
Aktivitas yang paling dicintai Allah adalah ketika hamba-Nya mengingat-Nya. Semakin sering seorang hamba berdzikir, semakin besar pula cinta Allah kepadanya. Cinta Allah adalah puncak dari segala pencapaian. Ketika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan membimbingnya, melindunginya, dan memberinya taufik untuk selalu berada di jalan kebaikan.
6. Membuka Pintu Rezeki dan Keberkahan
Dzikir, terutama istighfar dan syukur (tahmid), adalah kunci pembuka pintu rezeki. Dengan beristighfar, kita membersihkan diri dari dosa-dosa yang mungkin menjadi penghalang rezeki. Dengan bersyukur, kita mengundang nikmat Allah yang lebih banyak lagi, sebagaimana janji-Nya, "Jika kamu bersyukur, pasti akan Aku tambah (nikmat-Ku) untukmu." (QS. Ibrahim: 7). Rezeki di sini tidak hanya bermakna materi, tetapi juga kesehatan, keluarga yang harmonis, ilmu yang bermanfaat, dan waktu yang berkah.
7. Meningkatkan Kualitas Ibadah Lain
Orang yang terbiasa berdzikir akan lebih mudah mencapai kekhusyukan dalam shalatnya. Hati yang sudah terlatih untuk mengingat Allah di luar shalat akan lebih mudah fokus dan hadir ketika sedang berhadapan langsung dengan-Nya di dalam shalat. Dzikir sebelum, selama, dan sesudah ibadah lainnya akan menyempurnakan dan memperindah ibadah tersebut.
8. Menjaga Lisan dari Perkataan Buruk
Lidah adalah organ yang sangat fleksibel; jika tidak disibukkan dengan kebaikan, ia akan cenderung sibuk dengan keburukan. Dengan membiasakan lisan untuk berdzikir, kita secara otomatis mengurangi kesempatan untuk berkata sia-sia, mengumpat, berbohong, atau menyakiti orang lain. Dzikir adalah cara paling efektif untuk menjaga lisan.
Ragam Bacaan Dzikir dan Waktu Mengamalkannya
Islam memberikan panduan yang lengkap mengenai lafal-lafal dzikir serta waktu-waktu utama untuk mengamalkannya. Ada dzikir yang terikat waktu (muqayyad) dan ada yang bebas diamalkan kapan saja (muthlaq).
1. Dzikir Pagi dan Petang (Al-Ma'tsurat)
Ini adalah kumpulan doa dan dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah SAW untuk dibaca pada waktu pagi (setelah shalat Subuh hingga terbit matahari) dan petang (setelah shalat Ashar hingga terbenam matahari). Dzikir ini berfungsi sebagai perisai harian, memohon perlindungan, rahmat, dan ampunan untuk memulai dan mengakhiri hari. Beberapa bacaan intinya meliputi Ayat Kursi, tiga surat terakhir Al-Qur'an (Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas), serta Sayyidul Istighfar (rajanya istighfar).
2. Dzikir Setelah Shalat Fardhu
Rasulullah SAW tidak langsung beranjak pergi setelah selesai shalat wajib. Beliau mencontohkan untuk berdzikir terlebih dahulu. Rangkaian dzikir yang masyhur adalah membaca istighfar tiga kali, dilanjutkan dengan "Allahumma antas salaam...", kemudian membaca tasbih (33x), tahmid (33x), dan takbir (33x), lalu digenapkan menjadi seratus dengan membaca kalimat tahlil. Mengamalkan dzikir ini secara rutin memiliki keutamaan diampuni dosa-dosanya.
3. Dzikir Mutlak (Tidak Terikat Waktu)
Inilah lautan dzikir yang tak bertepi. Dzikir mutlak dapat diamalkan kapan saja, di mana saja (selama di tempat yang pantas), dan dalam kondisi apa pun—berdiri, duduk, maupun berbaring. Inilah yang dimaksud dengan "mengingat Allah sebanyak-banyaknya". Beberapa lafal dzikir mutlak yang utama adalah:
- Tasbih, Tahmid, Tahlil, Takbir: Empat kalimat ini disebut juga Al-Baqiyatush Shalihat (amalan kekal yang baik).
- Hauqalah: Ucapan "Laa hawla wa laa quwwata illa billah" (Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Kalimat ini adalah pengakuan total atas kelemahan diri dan keperkasaan Allah, dan disebut sebagai salah satu harta karun surga.
- Shalawat kepada Nabi: Mengucapkan "Allahumma shalli 'ala Muhammad" atau variasi lainnya. Bershalawat adalah bentuk cinta kepada Rasulullah SAW dan merupakan sebab turunnya rahmat Allah.
4. Dzikir dalam Situasi Khusus
Islam mengajarkan doa dan dzikir untuk hampir setiap aktivitas harian. Ada dzikir sebelum dan sesudah makan, saat masuk dan keluar rumah, saat hendak tidur dan bangun tidur, saat mengenakan pakaian, bahkan saat masuk dan keluar kamar mandi. Ini semua bertujuan agar setiap momen dalam hidup seorang muslim senantiasa terhubung dengan Allah dan bernilai ibadah.
Adab dan Penghalang dalam Berdzikir
Untuk mendapatkan manfaat maksimal dari dzikir, ada beberapa adab yang perlu diperhatikan. Sebaliknya, ada pula hal-hal yang dapat menjadi penghalang kekhusyukan.
Adab Berdzikir
- Ikhlas: Melakukan dzikir semata-mata karena Allah, bukan untuk pamer (riya') atau tujuan duniawi lainnya.
- Hudurul Qalb (Hadirnya Hati): Berusaha sekuat tenaga untuk menghadirkan hati, merenungkan makna dari setiap kalimat yang diucapkan.
- Tadharru' (Merendahkan Diri): Berdzikir dengan penuh rasa rendah diri, merasa butuh kepada Allah, dan mengakui keagungan-Nya.
- Suci: Dianjurkan untuk berada dalam keadaan suci dari hadas kecil dan besar, meskipun tidak menjadi syarat mutlak untuk dzikir mutlak.
- Memilih Waktu dan Tempat yang Tenang: Terutama untuk dzikir yang memerlukan konsentrasi, carilah tempat yang sunyi dan waktu yang lapang, seperti di sepertiga malam terakhir.
Penghalang Kekhusyukan Dzikir
- Dosa dan Maksiat: Hati yang kotor akibat maksiat akan sulit merasakan manisnya dzikir. Seperti cermin yang kusam, ia sulit memantulkan cahaya.
- Hati yang Lalai (Ghaflah): Terlalu sibuk dengan urusan dunia hingga melupakan akhirat akan membuat hati menjadi keras dan sulit untuk khusyuk.
- Tergesa-gesa: Melafalkan dzikir dengan cepat tanpa jeda dan tanpa penghayatan hanya akan menjadi aktivitas lisan yang kosong makna.
- Makanan dan Minuman Haram: Apa yang masuk ke dalam tubuh akan memengaruhi kondisi spiritual. Makanan yang haram atau syubhat akan menggelapkan hati.
Penutup: Dzikir Sebagai Gaya Hidup
Kesimpulannya, dzikir adalah lebih dari sekadar ritual. Ia adalah napas bagi ruh, cahaya bagi hati, dan kekuatan bagi jiwa. Dzikir adalah cara kita berkomunikasi secara konstan dengan Sang Pencipta, sumber segala kedamaian dan kebahagiaan. Ia adalah aktivitas yang mengubah kesadaran kita, dari yang tadinya berpusat pada dunia menjadi berpusat pada Allah.
Dengan memahami hakikatnya yang mencakup lisan, hati, dan perbuatan, kita dapat mulai menapaki jalan untuk menjadikan dzikir sebagai gaya hidup. Mari kita basahi lisan kita dengan asma-Nya, kita hidupkan hati kita dengan mengingat-Nya, dan kita hiasi perbuatan kita dengan ketaatan kepada-Nya. Karena pada akhirnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan menemukan ketenteramannya yang sejati, di dunia ini hingga di keabadian nanti.