Memaknai Duduk Antara Dua Sujud
Shalat adalah tiang agama, sebuah jembatan dialog antara hamba dengan Sang Pencipta. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya bukanlah sekadar ritual kosong, melainkan mengandung makna dan hikmah yang mendalam. Dari takbiratul ihram hingga salam, setiap detilnya adalah bentuk penghambaan dan permohonan. Di antara rangkaian gerakan agung tersebut, terdapat satu jeda singkat yang seringkali terlewatkan kekhusyukannya, yaitu duduk di antara dua sujud.
Gerakan ini, yang memisahkan antara sujud pertama dan sujud kedua dalam satu rakaat, adalah momen emas. Ia adalah sebuah perhentian, sebuah oase di tengah puncak ketundukan seorang hamba. Jika sujud adalah manifestasi tertinggi dari kerendahan diri, maka duduk di antara keduanya adalah saat di mana hamba yang hina ini mengangkat kepala sejenak untuk memohon segala kebaikan dari Tuhannya yang Maha Pemurah. Ini adalah posisi permohonan total, di mana kita meminta delapan hal paling esensial dalam kehidupan dunia dan akhirat. Memahami esensi dari duduk ini akan mengubah cara kita memandang shalat, dari sekadar kewajiban menjadi sebuah kebutuhan ruhani yang menenangkan.
Tata Cara Duduk di Antara Dua Sujud (Duduk Iftirasy)
Posisi duduk di antara dua sujud memiliki nama khusus dalam fiqih, yaitu duduk iftirasy. Kata iftirasy berasal dari bahasa Arab yang berarti "menghamparkan" atau "menjadikan alas". Hal ini merujuk pada cara kita menjadikan kaki kiri sebagai alas untuk diduduki. Menguasai postur yang benar bukan hanya tentang mengikuti sunnah, tetapi juga membantu kita mencapai tuma'ninah (ketenangan) yang sempurna, yang merupakan salah satu rukun shalat.
Berikut adalah rincian tata cara pelaksanaan duduk iftirasy sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
1. Bangkit dari Sujud
Setelah sujud pertama, bangkitlah dengan tenang seraya mengucapkan takbir (اللهُ أَكْبَرُ - Allahu Akbar). Jangan tergesa-gesa. Rasakan transisi dari posisi paling rendah (sujud) ke posisi duduk yang penuh harap.
2. Posisi Kaki
- Kaki Kiri: Kaki kiri dihamparkan di lantai dan menjadi tumpuan duduk. Telapak kaki kiri diletakkan di bawah pantat kiri.
- Kaki Kanan: Kaki kanan ditegakkan. Telapak kaki kanan dalam posisi berdiri dengan jari-jemarinya menekan ke lantai dan menghadap ke arah kiblat. Menegakkan jari-jari kaki kanan ini adalah bagian dari sunnah yang seringkali dilupakan.
3. Posisi Punggung dan Badan
Punggung harus dalam posisi tegak lurus. Hindari membungkuk atau terlalu condong ke belakang. Posisi punggung yang lurus membantu menjaga postur tubuh dan meningkatkan fokus. Tubuh rileks, tidak tegang, namun tetap dalam keadaan siaga dan hormat.
4. Posisi Tangan dan Jari
Kedua tangan diletakkan di atas kedua paha, dekat dengan lutut. Ada beberapa riwayat mengenai posisi jari:
- Jari-jari dirapatkan dan lurus menghadap kiblat, ujungnya sejajar dengan lutut.
- Tangan menggenggam lutut.
- Tangan kanan diletakkan di paha kanan dan tangan kiri di paha kiri, dengan jari-jari sedikit direnggangkan.
Semua pilihan ini memiliki dasar riwayatnya, dan seorang muslim dapat memilih mana yang paling membuatnya nyaman dan khusyuk.
5. Arah Pandangan
Sama seperti dalam gerakan shalat lainnya (selain saat tasyahud), pandangan mata dianjurkan untuk diarahkan ke tempat sujud. Ini membantu menjaga konsentrasi dan mencegah pikiran melayang ke mana-mana.
6. Tuma'ninah (Ketenangan)
Ini adalah kunci dari duduk di antara dua sujud. Tuma'ninah berarti berhenti sejenak hingga seluruh anggota badan berada pada posisi sempurna dan tenang. Tidak sah shalat seseorang jika dilakukan dengan terburu-buru, seperti gerakan ayam mematuk. Duduklah hingga setiap ruas tulang punggung kembali ke tempatnya. Ketenangan inilah yang memberikan ruang bagi hati dan lisan untuk memanjatkan doa dengan penuh penghayatan.
Bacaan Doa dan Makna Mendalamnya
Inti dari duduk di antara dua sujud adalah doa yang dipanjatkan. Doa ini begitu komprehensif, mencakup segala kebutuhan fundamental seorang manusia, baik untuk urusan duniawi maupun ukhrawi. Terdapat beberapa versi bacaan yang diriwayatkan dalam hadits, dan semuanya baik untuk diamalkan. Berikut adalah salah satu bacaan yang paling populer dan lengkap.
رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي، وَعَافِنِي، وَاعْفُ عَنِّي
Robbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa'nii, warzuqnii, wahdinii, wa'aafinii, wa'fu 'annii.
"Ya Tuhanku, ampunilah aku, sayangilah aku, cukupkanlah segala kekuranganku, angkatlah derajatku, berikanlah rezeki kepadaku, berilah aku petunjuk, berilah aku kesehatan, dan maafkanlah aku."
Doa ini adalah sebuah mahakarya permohonan. Mari kita bedah satu per satu makna dari setiap kalimatnya untuk meresapi kedalamannya.
1. Membedah Makna "Robbighfirlii" (رَبِّ اغْفِرْ لِي) - Ya Tuhanku, Ampunilah Aku
Permintaan pertama dan utama adalah ampunan (maghfirah). Mengapa? Karena kita menyadari bahwa sebagai manusia, kita adalah makhluk yang tak luput dari dosa dan kesalahan. Dosa adalah penghalang terbesar antara kita dengan Allah. Ia mengeruhkan hati, memberatkan langkah, dan menutup pintu-pintu rahmat. Dengan memulai doa dengan permohonan ampunan, kita seolah-olah sedang membersihkan wadah sebelum mengisinya dengan anugerah-anugerah lain.
Kata ghafara dalam bahasa Arab memiliki makna asal "menutupi". Saat kita meminta maghfirah, kita tidak hanya meminta agar dosa kita dimaafkan, tetapi juga memohon agar aib dan keburukan akibat dosa itu ditutupi oleh Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Ini adalah pengakuan total akan kelemahan diri dan kebergantungan mutlak kepada sifat Allah Al-Ghafur (Yang Maha Pengampun).
2. Membedah Makna "Warhamnii" (وَارْحَمْنِي) - Sayangilah Aku
Setelah memohon ampunan, kita meminta kasih sayang (rahmah). Ampunan adalah pembebasan dari hukuman, sedangkan kasih sayang adalah anugerah kebaikan setelahnya. Seseorang bisa saja diampuni kesalahannya, tetapi tidak lagi dicintai atau diperhatikan. Namun, kita memohon lebih dari itu kepada Allah. Kita ingin diampuni sekaligus disayangi.
Rahmah Allah adalah sumber dari segala kebaikan di alam semesta. Dengan kasih sayang-Nya, kita bisa beribadah, merasakan nikmat iman, mendapatkan kesehatan, dan menjalani hidup. Meminta rahmah berarti memohon agar Allah senantiasa melimpahkan kebaikan-Nya kepada kita, membimbing kita di setiap langkah, dan melindungi kita dari segala keburukan. Ini adalah permohonan agar kita selalu berada dalam naungan cinta dan perhatian-Nya, baik dalam suka maupun duka.
3. Membedah Makna "Wajburnii" (وَاجْبُرْنِي) - Cukupkanlah Kekuranganku
Kata jabr memiliki makna yang sangat kaya. Akar katanya berarti "memperbaiki sesuatu yang rusak atau patah", "menutupi kekurangan", atau "memaksa". Dari sini muncul sifat Allah Al-Jabbar. Dalam konteks doa ini, "wajburnii" adalah permohonan agar Allah memperbaiki segala kerusakan dalam hidup kita.
Ini mencakup banyak hal:
- Kerusakan Spiritual: Hati yang retak karena maksiat, iman yang goyah, atau semangat ibadah yang menurun. Kita memohon agar Allah menambal dan menguatkannya kembali.
- Kekurangan Materi: Kemiskinan, utang, atau kebutuhan hidup yang belum tercukupi. Kita memohon agar Allah mencukupi semuanya dari sisi yang tidak terduga.
- Kerapuhan Emosional: Kesedihan karena kehilangan, kekecewaan, atau luka batin. Kita memohon agar Allah menyembuhkan dan menguatkan jiwa kita.
- Kelemahan Fisik: Penyakit atau cacat. Kita memohon agar Allah memberikan kesembuhan dan kekuatan.
4. Membedah Makna "Warfa'nii" (وَارْفَعْنِي) - Angkatlah Derajatku
Ini adalah permohonan untuk peningkatan kualitas hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Manusia secara fitrah ingin menjadi lebih baik. Permintaan ini mencakup:
- Derajat di Sisi Allah: Peningkatan ketakwaan, kedekatan dengan Allah, dan tingginya kedudukan di surga kelak.
- Derajat di Mata Manusia: Kehormatan, kemuliaan, dan reputasi yang baik di tengah masyarakat, yang didasari oleh akhlak mulia, bukan karena kekayaan atau jabatan semata.
- Derajat dalam Ilmu dan Pemahaman: Memohon agar diberi pemahaman agama yang lebih dalam, ilmu yang bermanfaat, dan hikmah dalam menyikapi kehidupan.
Dengan meminta "warfa'nii", kita mengakui bahwa segala kemuliaan sejati hanya datang dari Allah. Kita tidak menyombongkan diri, melainkan memohon dengan rendah hati agar Dia mengangkat kita dari lembah kehinaan menuju puncak kemuliaan.
5. Membedah Makna "Warzuqnii" (وَارْزُقْنِي) - Berikanlah Aku Rezeki
Rezeki (rizq) seringkali disalahartikan sebatas harta dan uang. Padahal, konsep rezeki dalam Islam sangatlah luas. Saat kita mengucapkan "warzuqnii", kita memohon segala bentuk rezeki yang membawa kebaikan:
- Rezeki Harta yang Halal dan Berkah: Cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa harus terjerumus pada yang haram.
- Rezeki Kesehatan: Tubuh yang sehat untuk beribadah dan beraktivitas.
- Rezeki Ilmu yang Bermanfaat: Pengetahuan yang mendekatkan diri kepada Allah dan berguna bagi sesama.
- Rezeki Keluarga yang Sakinah: Pasangan yang shalih/shalihah dan anak-anak yang menjadi penyejuk mata.
- Rezeki Waktu Luang yang Produktif: Kesempatan untuk digunakan dalam ketaatan.
- Rezeki Iman dan Istiqamah: Ini adalah rezeki terbesar, yaitu nikmat untuk tetap berada di jalan Allah hingga akhir hayat.
Permintaan ini adalah pengakuan bahwa setiap tarikan napas dan setiap nikmat yang kita rasakan adalah murni pemberian dari Allah, Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki).
6. Membedah Makna "Wahdinii" (وَاهْدِنِي) - Berilah Aku Petunjuk
Hidayah atau petunjuk adalah anugerah paling berharga yang bisa dimiliki seorang hamba. Tanpa hidayah, ilmu yang banyak bisa menyesatkan, harta yang melimpah bisa melalaikan, dan kesehatan yang prima bisa digunakan untuk kemaksiatan. Kita memohon hidayah dalam dua bentuk:
- Hidayah Al-Irsyad: Petunjuk berupa ilmu dan pemahaman terhadap kebenaran. Kita meminta agar selalu ditunjukkan jalan yang lurus, mampu membedakan antara yang hak dan yang batil.
- Hidayah At-Taufiq: Petunjuk berupa kekuatan dan kemauan untuk mengamalkan kebenaran yang telah kita ketahui. Betapa banyak orang yang tahu kebenaran, tetapi tidak mampu atau tidak mau mengamalkannya.
Permintaan ini kita ulang setidaknya 17 kali sehari dalam Surah Al-Fatihah, dan kita tegaskan kembali dalam duduk di antara dua sujud. Ini menunjukkan betapa vitalnya hidayah dalam setiap detik kehidupan kita.
7. Membedah Makna "Wa'aafinii" (وَعَافِنِي) - Berilah Aku Kesehatan/Keselamatan
Kata 'afiyah memiliki makna yang lebih luas dari sekadar "sehat". 'Afiyah adalah keselamatan dan kesejahteraan yang menyeluruh, baik di dunia maupun di akhirat. Ia mencakup:
- Keselamatan Agama: Terhindar dari fitnah, syubhat, dan godaan yang dapat merusak keimanan.
- Keselamatan Jiwa: Terhindar dari penyakit hati seperti iri, dengki, sombong, dan was-was.
- Keselamatan Fisik: Terhindar dari penyakit, kecelakaan, dan segala macam mara bahaya.
- Keselamatan di Akhirat: Terhindar dari siksa kubur dan azab neraka.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa setelah keyakinan (iman), tidak ada karunia yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain 'afiyah. Ini adalah permohonan perlindungan total dari segala hal yang tidak kita inginkan.
8. Membedah Makna "Wa'fu 'annii" (وَاعْفُ عَنِّي) - Maafkanlah Aku
Mungkin timbul pertanyaan, mengapa ada permintaan maaf ('afwun) padahal di awal sudah ada permintaan ampunan (maghfirah)? Para ulama menjelaskan bahwa keduanya memiliki tingkatan yang berbeda. Maghfirah adalah "penutupan" dosa, sehingga kita tidak dihukum karenanya. Namun, catatan dosa itu mungkin masih ada. Sedangkan 'afwun berasal dari kata yang berarti "menghapus" atau "memusnahkan".
Ketika kita memohon 'afwun, kita meminta agar dosa kita dihapus bersih dari catatan amal, seolah-olah kita tidak pernah melakukannya. Ini adalah tingkat pemaafan yang lebih tinggi dan lebih sempurna. Ini adalah harapan agar kita bertemu Allah dalam keadaan suci, tanpa ada lagi jejak-jejak kesalahan di masa lalu. Permintaan ini menutup rangkaian doa dengan puncak harapan akan kemurahan Allah Al-'Afuww (Yang Maha Pemaaf).
Pentingnya Tuma'ninah dalam Duduk Antara Dua Sujud
Seperti yang telah disinggung, tuma'ninah adalah rukun shalat. Mengabaikannya dapat membatalkan shalat. Hal ini didasarkan pada hadits terkenal tentang "orang yang shalatnya buruk" (al-musii'u shalatuhu). Dalam hadits tersebut, seorang sahabat shalat dengan tergesa-gesa, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya mengulang shalatnya hingga tiga kali seraya bersabda, "Kembalilah dan shalatlah, karena sesungguhnya engkau belum shalat."
Kemudian, beliau mengajarkan tata cara shalat yang benar, dan salah satu penekanan utamanya adalah agar tenang dalam setiap gerakan, termasuk saat ruku', i'tidal, sujud, dan duduk di antara dua sujud. Beliau bersabda, "...kemudian sujudlah hingga engkau tenang (tuma'ninah) dalam sujudmu, kemudian bangkitlah (dari sujud) hingga engkau duduk dengan tenang (tuma'ninah)..."
Tuma'ninah bukan sekadar berhenti sejenak. Ia adalah kondisi di mana fisik dan batin menyatu dalam ketenangan. Secara fisik, anggota tubuh berhenti bergerak. Secara batin, hati fokus dan lisan melafalkan doa dengan tartil dan penuh penghayatan. Tanpa tuma'ninah, doa yang begitu indah tadi hanya akan menjadi rentetan kata tanpa ruh, terucap tanpa sempat direnungkan maknanya.
Kesalahan Umum yang Sering Terjadi
Dalam praktik sehari-hari, banyak kaum muslimin yang kurang memperhatikan kesempurnaan gerakan dan bacaan saat duduk di antara dua sujud. Beberapa kesalahan umum yang perlu dihindari antara lain:
- Terlalu Cepat (Tanpa Tuma'ninah): Ini adalah kesalahan yang paling fatal. Bangkit dari sujud hanya sekejap, sekadar "transit" sebelum langsung turun ke sujud kedua. Gerakan ini sering diibaratkan seperti ayam mematuk makanan.
- Posisi Duduk yang Tidak Sempurna: Tidak duduk di atas kaki kiri (iftirasy) atau tidak menegakkan telapak kaki kanan dengan jari menghadap kiblat.
- Punggung Membungkuk: Tidak menegakkan punggung sehingga posisi badan tidak stabil dan tidak tenang. - Membaca Doa Terlalu Cepat: Melafalkan doa dengan sangat cepat sehingga tidak jelas artikulasinya dan tidak ada jeda untuk meresapi maknanya.
- Tidak Membaca Doa Sama Sekali: Sebagian orang hanya duduk diam sejenak tanpa membaca doa apapun. Meskipun ada perbedaan pendapat ulama mengenai hukum membaca doa ini (antara wajib dan sunnah muakkadah), meninggalkannya berarti menyia-nyiakan kesempatan emas untuk memohon kepada Allah.
Kesimpulan: Sebuah Momen Emas untuk Refleksi dan Permohonan
Duduk di antara dua sujud bukanlah sekadar jeda atau gerakan transisi. Ia adalah sebuah rukun shalat yang memiliki kedudukan agung. Ia adalah momen istimewa di mana seorang hamba, setelah merendahkan dirinya di titik terendah (sujud), sejenak mengangkat kepala untuk berdialog dan memohon segala hajatnya kepada Sang Khalik.
Doa yang terkandung di dalamnya merangkum seluruh aspek kebutuhan manusia: pengampunan dosa (maghfirah), curahan kasih sayang (rahmah), perbaikan segala urusan (jabr), peningkatan derajat (rif'ah), kelapangan rezeki (rizq), petunjuk ke jalan yang lurus (hidayah), kesehatan dan keselamatan ('afiyah), serta pemaafan total ('afwun).
Dengan memahami tata cara yang benar, menghayati setiap kata dalam doanya, dan melaksanakannya dengan penuh tuma'ninah, kita dapat mengubah momen singkat ini menjadi salah satu bagian shalat yang paling berkesan dan transformatif. Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufik untuk dapat menyempurnakan shalat kita, menjadikan setiap gerakannya sebagai sumber ketenangan dan setiap doanya sebagai jalan terkabulnya segala harapan.