Doa Witir dan Keagungannya
Di penghujung malam, setelah jiwa lelah beraktivitas seharian, seorang hamba berdiri menghadap Rabb-nya. Dalam kesunyian yang syahdu, ia menunaikan shalat witir, sebuah ibadah penutup yang penuh makna. Shalat witir bukan sekadar rangkaian gerakan dan bacaan, melainkan sebuah dialog intim, sebuah pengakuan atas kelemahan diri dan pengagungan atas kebesaran Ilahi. Puncak dari dialog ini terangkum dalam sebait doa yang indah, yang dikenal sebagai doa witir atau doa qunut witir. Doa ini adalah mahkota bagi ibadah malam, sebuah permohonan komprehensif yang mencakup segala aspek kehidupan dunia dan akhirat.
Memahami doa witir berarti menyelami samudra makna yang terkandung di dalamnya. Setiap kalimatnya adalah untaian mutiara hikmah, mengajarkan kita bagaimana seharusnya seorang hamba meminta, memuji, dan berserah diri kepada Sang Pencipta. Artikel ini akan mengajak kita untuk menjelajahi setiap sudut dari doa agung ini, mulai dari bacaannya yang fasih, terjemahannya yang menyentuh hati, hingga penjelasan mendalam tentang setiap permohonan yang kita panjatkan. Dengan demikian, doa witir tidak lagi menjadi rutinitas tanpa ruh, melainkan menjadi sumber kekuatan, ketenangan, dan cahaya penunjuk jalan dalam mengarungi kehidupan.
Memahami Kedudukan Shalat Witir Sebagai Wadah Doa
Sebelum kita menyelam lebih jauh ke dalam lautan makna doa witir, sangat penting untuk memahami terlebih dahulu konteks ibadah yang menjadi wadahnya, yaitu shalat witir. Shalat witir secara harfiah berarti shalat yang ganjil. Nama ini merujuk pada jumlah rakaatnya yang selalu ganjil, bisa satu, tiga, lima, tujuh, dan seterusnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah itu Witir (ganjil) dan Dia mencintai yang ganjil.” Hadis ini mengisyaratkan betapa istimewanya ibadah ini di sisi Allah Ta'ala.
Hukum dan Waktu Pelaksanaan
Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum shalat witir adalah sunnah mu'akkadah, artinya sunnah yang sangat dianjurkan dan hampir mendekati wajib. Begitu kuatnya anjuran ini sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya, baik saat sedang di rumah (muqim) maupun saat dalam perjalanan (safar). Ini menunjukkan betapa besar keutamaan dan pentingnya shalat witir sebagai penutup ibadah di malam hari.
Waktu pelaksanaannya terbentang luas, dimulai setelah selesai shalat Isya hingga terbit fajar (masuk waktu Subuh). Waktu yang paling utama adalah di sepertiga malam terakhir, saat pintu-pintu langit terbuka lebar dan doa-doa lebih mustajab. Namun, bagi mereka yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, melaksanakannya sebelum tidur adalah sebuah pilihan yang bijaksana, sebagaimana wasiat Rasulullah kepada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Penutup Ibadah Malam
Fungsi utama shalat witir adalah sebagai penutup rangkaian ibadah shalat sunnah di malam hari, seperti shalat tahajud, shalat hajat, dan lainnya. Rasulullah bersabda, “Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari dengan shalat witir.” Ini ibarat sebuah stempel pengesahan atas amal-amal kita di malam itu, sebuah penutup yang manis dan sempurna. Dengan melaksanakan shalat witir, seorang hamba seolah berkata, “Ya Allah, inilah puncak usahaku di malam ini, aku tutup dengan pengakuan akan keesaan-Mu dan kepasrahan total kepada-Mu.” Di dalam shalat penutup inilah, doa witir dipanjatkan, menjadi kulminasi dari harapan dan permohonan seorang hamba.
Bacaan Inti Doa Witir (Qunut Witir) dan Tafsir Maknanya
Inilah jantung dari pembahasan kita, yaitu doa yang dibaca pada rakaat terakhir shalat witir, khususnya setelah bangkit dari ruku' (i'tidal). Doa ini dikenal sebagai doa qunut witir. Mari kita urai satu per satu kalimatnya, agar setiap lafal yang terucap dari lisan kita diresapi oleh hati.
اَللّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Allahummahdinii fiiman hadait, wa 'aafinii fiiman 'aafait, wa tawallanii fiiman tawallait, wa baarik lii fiimaa a'thait, wa qinii syarra maa qadhait, fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaik, wa innahu laa yadzillu man waalait, wa laa ya'izzu man 'aadait, tabaarakta rabbanaa wa ta'aalait, falakal hamdu 'alaa maa qadhait, astaghfiruka wa atuubu ilaik.
"Ya Allah, berikanlah aku petunjuk sebagaimana Engkau telah berikan petunjuk kepada orang-orang sebelumku. Berilah aku kesehatan sebagaimana Engkau telah memberikan kesehatan kepada orang-orang sebelumku. Pimpinlah aku bersama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berkahilah rezekiku yang telah Engkau berikan. Peliharalah aku dari keburukan yang telah Engkau takdirkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menjatuhkan hukum dan tidak ada orang yang memberikan hukuman kepada-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang Engkau pimpin. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau. Bagi-Mu segala puji atas apa yang Engkau takdirkan. Aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu."Penjabaran Makna Setiap Kalimat
1. اَللّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ (Allahummahdinii fiiman hadait)
Permohonan Petunjuk yang Hakiki. Ini adalah permohonan pertama dan yang paling fundamental. Kita meminta hidayah. Hidayah di sini bukan sekadar pengetahuan tentang mana yang benar dan salah. Lebih dari itu, kita memohon hidayatut taufiq, yaitu kekuatan dan bimbingan untuk dapat mengamalkan kebenaran tersebut. Kita meminta agar dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang telah Allah beri petunjuk, para nabi, para shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Ini adalah pengakuan bahwa tanpa petunjuk dari Allah, akal dan logika manusia bisa tersesat. Kita memohon agar setiap langkah, ucapan, dan keputusan kita senantiasa berada di atas jalan yang lurus.
2. وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ (Wa 'aafinii fiiman 'aafait)
Permohonan Kesehatan dan Keselamatan yang Menyeluruh. Kata 'afiyah memiliki makna yang sangat luas. Ia tidak hanya berarti kesehatan fisik dari penyakit, tetapi juga keselamatan dari segala bala, musibah, dan bencana. Lebih dalam lagi, kita memohon 'afiyah dalam agama kita, yaitu keselamatan dari fitnah, syubhat, dan penyakit-penyakit hati seperti hasad, riya', dan sombong. Ini adalah permohonan untuk dilindungi secara lahir dan batin, di dunia dan di akhirat. Kita meminta untuk menjadi bagian dari orang-orang yang telah Allah selamatkan dan jaga.
3. وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ (Wa tawallanii fiiman tawallait)
Permohonan Perlindungan dan Pertolongan Total. Kata tawallanii berasal dari kata wali, yang berarti pelindung, penolong, dan pengurus. Dengan kalimat ini, kita menyerahkan seluruh urusan kita kepada Allah. Kita memohon agar Allah menjadi Wali kita, yang mengatur segala urusan kita dengan cara yang terbaik. Ini adalah bentuk kepasrahan tertinggi. Ketika Allah menjadi Wali seorang hamba, maka tidak ada satu kekuatan pun di alam semesta ini yang dapat mencelakakannya. Kita meminta untuk digolongkan bersama orang-orang yang telah Allah ambil sebagai kekasih dan lindungi sepenuhnya.
4. وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ (Wa baarik lii fiimaa a'thait)
Permohonan Keberkahan atas Segala Pemberian. Rezeki bukan hanya tentang kuantitas, tetapi tentang kualitas dan keberkahan. Kita mungkin memiliki harta yang sedikit, tetapi jika berkah, ia akan mencukupi dan membawa kebaikan. Sebaliknya, harta yang banyak tanpa keberkahan bisa jadi sumber masalah dan malapetaka. Dalam kalimat ini, kita memohon agar Allah memberkahi segala sesuatu yang telah Dia anugerahkan kepada kita, baik itu ilmu, harta, keluarga, waktu, maupun kesehatan. Berkah berarti ziyadatul khair, bertambahnya kebaikan. Dengan berkah, yang sedikit terasa banyak, dan yang banyak mendatangkan manfaat yang lebih luas.
5. وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ (Wa qinii syarra maa qadhait)
Permohonan Perlindungan dari Takdir yang Buruk. Ini adalah adab yang luar biasa dalam berdoa. Kita meyakini bahwa segala sesuatu yang Allah takdirkan (qadha) pada hakikatnya mengandung hikmah dan kebaikan. Namun, dari sudut pandang kita sebagai manusia yang lemah, sebagian takdir itu bisa terasa buruk dan menyakitkan. Maka, kita tidak meminta untuk menolak takdir Allah, melainkan kita memohon perlindungan dari dampak buruk takdir tersebut. Misalnya, jika Allah menakdirkan kita sakit, kita memohon agar dilindungi dari keputusasaan dan keluh kesah akibat sakit itu. Ini adalah bentuk tawakal sekaligus ikhtiar melalui doa.
6. فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ (Fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaik)
Pengakuan atas Kedaulatan Mutlak Allah. Kalimat ini adalah penegasan tauhid. Kita mengakui bahwa hanya Allah-lah yang memiliki hak mutlak untuk menetapkan hukum dan keputusan. Tidak ada satu pun makhluk yang bisa mendikte atau memaksakan kehendak-Nya. Keputusan-Nya adalah final dan tidak bisa diganggu gugat. Ini menanamkan dalam diri kita rasa tunduk dan patuh sepenuhnya kepada Sang Penguasa alam semesta. Segala ketetapan-Nya adalah keadilan dan kebijaksanaan, meskipun terkadang akal kita tidak mampu memahaminya.
7. وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ (Wa innahu laa yadzillu man waalait)
Penegasan Kemuliaan bagi Kekasih Allah. Ini adalah konsekuensi logis dari permohonan di awal (wa tawallanii). Siapa saja yang telah Allah jadikan sebagai wali-Nya, yang Allah cintai dan lindungi, maka tidak akan ada seorang pun yang bisa menghinakannya. Kehinaan di mata manusia tidak ada artinya jika ia mulia di mata Allah. Kalimat ini memberikan kekuatan dan rasa percaya diri yang luar biasa bagi seorang mukmin. Selama ia berada di bawah perlindungan Allah, ia akan selalu berada dalam kemuliaan sejati.
8. وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ (Wa laa ya'izzu man 'aadait)
Penegasan Kehinaan bagi Musuh Allah. Sebaliknya, siapa pun yang menjadi musuh Allah, yang dimurkai-Nya karena kesombongan dan kedurhakaannya, maka tidak akan ada seorang pun yang bisa memuliakannya. Kemuliaan semu yang ia dapatkan di dunia, seperti kekuasaan atau kekayaan, pada hakikatnya adalah kehinaan yang tertunda. Ini adalah pengingat bahwa kemuliaan sejati hanya datang dari Allah dan hanya diberikan kepada orang-orang yang taat kepada-Nya.
9. تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ (Tabaarakta rabbanaa wa ta'aalait)
Pujian Tertinggi bagi Allah. Setelah rentetan permohonan dan pengakuan, doa ini ditutup dengan sanjungan dan pujian. Tabaarakta berarti Maha Suci Engkau dan Maha Banyak Kebaikan-Mu. Wa ta'aalait berarti Maha Tinggi Engkau dari segala kekurangan dan dari segala sesuatu yang tidak layak bagi keagungan-Mu. Ini adalah bentuk pengagungan yang sempurna, mengakui bahwa Allah adalah sumber segala kebaikan dan kesempurnaan.
10. فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ (Falakal hamdu 'alaa maa qadhait, astaghfiruka wa atuubu ilaik)
Pujian, Syukur, dan Taubat. Bagian penutup ini mengandung tiga unsur penting. Pertama, falakal hamdu 'alaa maa qadhait (bagi-Mu segala puji atas apa yang Engkau takdirkan), ini adalah puncak dari ridha dan syukur. Kita memuji Allah atas segala takdir-Nya, baik yang kita sukai maupun yang tidak kita sukai, karena kita yakin di baliknya ada hikmah. Kedua, astaghfiruka (aku memohon ampun kepada-Mu), sebuah pengakuan bahwa dalam setiap doa dan ibadah kita, pasti ada kekurangan dan kelalaian, maka kita memohon ampunan. Ketiga, wa atuubu ilaik (dan aku bertaubat kepada-Mu), sebuah komitmen untuk kembali kepada Allah dan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan. Ini adalah penutup yang sempurna, menggabungkan pujian, syukur, istighfar, dan taubat.
Dzikir dan Doa Setelah Salam Shalat Witir
Setelah menyelesaikan shalat witir dengan salam, kesempurnaan ibadah ini dilanjutkan dengan rangkaian dzikir dan doa pendek yang juga diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini adalah pelengkap yang memperindah penutup ibadah malam kita.
1. Bacaan Tasbih
Segera setelah salam, disunnahkan untuk membaca dzikir berikut sebanyak tiga kali, dengan mengeraskan dan memanjangkan suara pada bacaan yang ketiga.
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
Subhaanal malikil qudduus. (3x)
"Maha Suci Raja Yang Maha Suci."Dzikir ini adalah penegasan akan kesucian Allah. Al-Malik berarti Raja, Penguasa mutlak yang tidak membutuhkan siapapun dan apapun, sementara seluruh makhluk membutuhkan-Nya. Al-Quddus berarti Yang Maha Suci, terbebas dari segala bentuk aib, cacat, dan kekurangan. Mengulanginya tiga kali memberikan penekanan yang kuat akan keagungan dan kesucian Allah, membersihkan hati kita dari sisa-sisa kesibukan dunia sebelum benar-benar beristirahat.
2. Doa Perlindungan Setelah Tasbih
Setelah membaca tasbih di atas, dianjurkan untuk menyambungnya dengan doa permohonan perlindungan yang sangat mendalam maknanya. Doa ini menunjukkan puncak kepasrahan dan ketidakberdayaan seorang hamba di hadapan Rabb-nya.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ، لاَ أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ، أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
Allahumma innii a'uudzu biridhooka min sakhotik, wa bimu'aafaatika min 'uquubatik, wa a'uudzu bika minka, laa uhshii tsanaa-an 'alaik, anta kamaa atsnaita 'alaa nafsik.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu, dan dengan ampunan-Mu dari hukuman-Mu. Dan aku berlindung dengan-Mu dari (siksa)-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana yang Engkau sanjungkan kepada diri-Mu sendiri."Doa ini mengandung tiga tingkatan permohonan perlindungan yang luar biasa:
- Berlindung dengan Sifat-Nya dari Sifat-Nya: Kita berlindung dengan sifat Ridha-Nya dari sifat Murka-Nya. Kita berlindung dengan sifat Pemaaf-Nya dari sifat Penghukum-Nya. Ini adalah adab tertinggi, kita menggunakan sifat keindahan (jamal) Allah untuk berlindung dari sifat keagungan (jalal) Nya yang bisa mendatangkan azab.
- Berlindung dengan-Nya dari-Nya (وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ): Ini adalah puncak tauhid dalam memohon perlindungan. Tidak ada tempat berlari dari Allah kecuali kembali kepada-Nya. Ini adalah pengakuan total bahwa tidak ada satu pun yang bisa memberi perlindungan dari ketetapan Allah selain Allah sendiri. Kalimat ini mencerminkan kepasrahan dan ketergantungan yang mutlak.
- Pengakuan Ketidakmampuan Memuji-Nya (لاَ أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ): Setelah memohon, kita menutupnya dengan pengakuan kelemahan. Kita menyatakan bahwa sebanyak apapun kita memuji Allah, kita tidak akan pernah bisa menunaikan hak pujian yang semestinya bagi-Nya. Pujian terbaik adalah pujian yang Allah sanjungkan untuk diri-Nya sendiri dalam Al-Qur'an dan melalui lisan Rasul-Nya. Ini adalah puncak adab dan kerendahan hati seorang hamba.
Keutamaan Agung di Balik Mengamalkan Doa Witir
Membaca dan merutinkan doa witir bukan sekadar ritual penutup shalat. Di dalamnya terkandung berbagai keutamaan dan manfaat spiritual yang luar biasa, yang akan dirasakan oleh siapa saja yang mengamalkannya dengan penuh keyakinan dan penghayatan.
1. Meraih Kecintaan Allah
Sebagaimana telah disebutkan dalam hadis, "Sesungguhnya Allah itu Witir (ganjil) dan Dia mencintai yang ganjil." Dengan melaksanakan shalat witir dan menyempurnakannya dengan doa witir, kita sedang melakukan sebuah amalan yang dicintai oleh Allah. Dan tidak ada pencapaian yang lebih tinggi bagi seorang hamba selain meraih cinta dari Rabb-nya. Ketika Allah telah mencintai seorang hamba, Dia akan menjadi pendengarannya, penglihatannya, tangannya, dan kakinya. Allah akan membimbing setiap langkahnya dan mengabulkan setiap doanya.
2. Menjadi Sarana Introspeksi dan Evaluasi Diri
Doa witir adalah cermin bagi jiwa. Saat kita memohon "Allahummahdinii" (berilah aku petunjuk), kita secara tidak langsung mengakui bahwa kita masih sering tersesat. Saat kita memohon "'Aafinii" (berilah aku kesehatan/keselamatan), kita menyadari betapa rapuhnya diri kita. Saat kita memohon ampun dan bertaubat, kita mengevaluasi dosa dan kesalahan yang telah kita perbuat sepanjang hari. Doa ini menjadi momentum harian untuk berintrospeksi, memperbaiki diri, dan memperbaharui komitmen kita kepada Allah.
3. Sumber Kekuatan dan Ketenangan Jiwa
Dalam doa witir, kita menyerahkan seluruh urusan kita kepada Allah ("wa tawallanii"). Kita berlindung kepada-Nya dari segala keburukan. Kepasrahan total ini mengangkat beban berat dari pundak kita. Kekhawatiran akan masa depan, ketakutan akan musibah, dan kecemasan akan kehidupan duniawi sirna ketika kita meyakini bahwa kita berada di bawah perlindungan Sang Maha Kuasa. Doa ini menanamkan ketenangan (sakinah) yang mendalam dan memberikan kekuatan untuk menghadapi apapun tantangan hidup.
4. Perisai dari Keburukan Takdir
Permohonan "wa qinii syarra maa qadhait" (lindungilah aku dari keburukan yang Engkau takdirkan) adalah sebuah perisai spiritual. Meskipun kita tidak bisa mengubah takdir yang telah tertulis, doa memiliki kekuatan untuk mengubah dampak dari takdir tersebut. Sebagaimana dalam sebuah hadis disebutkan bahwa tidak ada yang dapat menolak takdir selain doa. Artinya, doa dapat menjadi sebab turunnya kelembutan Allah (luthf) yang menyertai sebuah takdir, sehingga musibah yang seharusnya berat menjadi terasa ringan, atau bahkan Allah menggantinya dengan kebaikan yang tidak kita duga.
5. Menyempurnakan Ibadah Malam
Doa witir adalah penyempurna. Ia melengkapi shalat witir, yang merupakan penutup dari seluruh ibadah malam. Dengan memanjatkan doa yang begitu komprehensif ini, ibadah malam kita menjadi lebih bernilai dan berkualitas. Ia menjadi sebuah paket ibadah yang lengkap, dimulai dengan shalat dan diakhiri dengan permohonan, pujian, dan kepasrahan. Ini menunjukkan kesungguhan seorang hamba dalam beribadah, tidak hanya melaksanakan kewajiban tetapi juga berusaha meraih kesempurnaan di dalamnya.