Ilustrasi seorang hamba sedang bersujud Siluet minimalis seseorang dalam posisi sujud, melambangkan kepasrahan dan doa kepada Tuhan. Puncak Ketenangan Hamba Ilustrasi siluet seorang hamba sedang bersujud dalam shalat, simbol kepasrahan dan kedekatan dengan Allah.

Memaknai Doa Setelah Sujud: Jendela Komunikasi Terdekat dengan Sang Pencipta

Shalat adalah tiang agama, sebuah pilar fundamental yang menopang keimanan seorang Muslim. Ia bukan sekadar rangkaian gerakan dan ucapan rutin, melainkan sebuah perjalanan spiritual, dialog intim antara seorang hamba dengan Tuhannya, Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dalam perjalanan ini, ada satu momen yang dianggap sebagai puncak kedekatan, titik di mana jarak antara Sang Pencipta dan makhluk-Nya terasa begitu tipis. Momen itu adalah sujud.

Ketika dahi, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung kaki menyentuh bumi dalam posisi sujud, seorang hamba sejatinya sedang menanggalkan segala bentuk kesombongan dan keangkuhan. Ia meletakkan bagian tubuhnya yang paling mulia, wajah, di tempat yang paling rendah, sebagai bentuk pengakuan mutlak atas Keagungan Allah dan kehinaan dirinya. Dalam kerendahan inilah, pintu-pintu langit terbuka lebar, dan doa-doa memiliki peluang besar untuk diijabah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Saat yang paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia sedang sujud, maka perbanyaklah doa." (HR. Muslim).

Berbicara mengenai "doa setelah sujud", seringkali terjadi pemahaman yang beragam. Sebagian orang memahaminya sebagai doa yang dibaca setelah bangkit dari sujud pertama, yaitu saat duduk di antara dua sujud. Sebagian lain mengartikannya sebagai doa yang dipanjatkan setelah menyelesaikan seluruh rangkaian shalat, yang tentu saja terjadi setelah sujud terakhir. Namun, ada pula makna yang lebih luas, yakni doa-doa pilihan yang bisa dibaca saat berada dalam posisi sujud itu sendiri. Artikel ini akan mengupas tuntas ketiga makna tersebut, menyingkap lafaz, terjemahan, dan perenungan mendalam di balik setiap kalimatnya, agar shalat kita tidak lagi menjadi rutinitas hampa, melainkan sebuah dialog penuh makna yang menggetarkan jiwa.

Bab 1: Hakikat Sujud dan Kekuatan Doa di Dalamnya

Sebelum menyelami lafaz-lafaz doa, penting bagi kita untuk memahami fondasi spiritualnya. Mengapa sujud menjadi begitu istimewa? Dan apa esensi dari doa itu sendiri?

Makna Spiritual Sujud: Puncak Kepasrahan

Sujud adalah manifestasi fisik dari ketundukan jiwa. Secara lahiriah, kita menempatkan diri pada posisi paling rendah. Secara batiniah, kita mengakui bahwa tidak ada kekuatan, kemuliaan, dan kebesaran kecuali milik Allah semata. Ini adalah momen pembebasan dari ego. Ketika bersujud, kita seolah berkata, "Ya Allah, inilah aku, hamba-Mu yang lemah, yang fakir, yang penuh dosa, datang menghadap-Mu dengan segenap kerendahan. Aku tidak memiliki apa-apa kecuali apa yang Engkau berikan, dan aku tidak mampu melakukan apa-apa kecuali dengan pertolongan-Mu."

Setiap kali seorang hamba bersujud, derajatnya diangkat dan dosanya dihapuskan. Ma'dan bin Abi Thalhah Al-Ya'mari menceritakan, ia bertanya kepada Tsauban, maula Rasulullah ﷺ, tentang amalan yang bisa memasukkannya ke surga. Tsauban menjawab, "Aku juga pernah menanyakan hal itu kepada Rasulullah ﷺ, dan beliau bersabda, 'Hendaklah engkau memperbanyak sujud kepada Allah. Karena tidaklah engkau bersujud kepada Allah satu kali sujud, melainkan Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan satu kesalahanmu.'" (HR. Muslim).

Sujud adalah bahasa universal kepasrahan. Seluruh alam semesta, dari galaksi yang maha luas hingga partikel terkecil, semuanya bersujud dan bertasbih kepada Allah dengan cara mereka masing-masing. Dengan bersujud dalam shalat, kita menyelaraskan diri dengan ritme kepatuhan kosmik tersebut.

Esensi Doa: Otak dari Ibadah

Doa adalah inti dari ibadah ('Ad-du'a mukhkhul 'ibadah). Ia adalah pengakuan bahwa kita adalah makhluk yang bergantung, yang senantiasa membutuhkan pertolongan, bimbingan, dan ampunan dari Allah. Berdoa bukanlah sekadar daftar permintaan, melainkan sebuah bentuk komunikasi yang membangun hubungan. Ketika kita berdoa, kita sedang mengakui ke-Maha-Kuasaan Allah dan kelemahan diri kita. Inilah esensi dari penghambaan (`ubudiyyah`).

Menggabungkan doa dengan sujud adalah perpaduan yang luar biasa. Saat kita berada pada posisi terdekat dengan Allah, kita memanjatkan permohonan kita. Ini adalah adab tertinggi dalam meminta. Kita merendahkan diri serendah-rendahnya sebelum mengajukan hajat kita kepada Yang Maha Tinggi. Inilah mengapa doa dalam sujud memiliki kekuatan yang dahsyat dan potensi ijabah yang sangat besar.

Bab 2: Doa yang Dibaca Saat Sujud

Meskipun bacaan pokok saat sujud adalah tasbih, Rasulullah ﷺ memberikan contoh dan membuka pintu bagi kita untuk memperbanyak doa di dalamnya. Berikut adalah beberapa bacaan yang dapat kita amalkan.

Bacaan Tasbih Pokok dalam Sujud

Ini adalah bacaan standar dan minimal yang harus dibaca dalam sujud. Dianjurkan untuk membacanya sebanyak tiga kali atau lebih dalam hitungan ganjil.

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَىٰ

Subhaana robbiyal a'laa.

"Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi."

Perenungan: Kalimat ini adalah sebuah deklarasi. "Subhaana" berarti menyucikan Allah dari segala sifat kekurangan, dari segala bentuk sekutu, dan dari segala hal yang tidak layak bagi keagungan-Nya. "Robbiya" adalah panggilan mesra, "Tuhanku", yang menunjukkan hubungan personal kita dengan-Nya. Dialah yang menciptakan, memelihara, dan mengatur segala urusan kita. "Al-A'laa" berarti Yang Maha Tinggi, baik secara zat, sifat, maupun kekuasaan. Ketinggian-Nya mutlak dan tak terjangkau. Saat kita berada di titik terendah (sujud), kita mengagungkan Tuhan kita Yang berada di puncak ketinggian. Sungguh sebuah kontras yang indah dan penuh makna.

Doa Tambahan dari Hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha

Aisyah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ sering membaca doa ini dalam rukuk dan sujudnya setelah turunnya surat An-Nashr.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

Subhaanakallahumma robbanaa wa bihamdika, allahummaghfir-lii.

"Maha Suci Engkau ya Allah, Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku."

Perenungan: Doa ini menggabungkan antara tasbih, tahmid (pujian), dan istighfar (permohonan ampun). "Subhaanakallahumma robbanaa" adalah pengakuan kesucian Allah. "Wa bihamdika" artinya, "dan dengan pujian-Mu aku menyucikan-Mu". Ini mengajarkan kita bahwa cara terbaik untuk menyucikan Allah adalah dengan memuji-Nya, mengakui segala kesempurnaan-Nya. Setelah mengagungkan dan memuji-Nya, kita sampai pada puncak permohonan: "Allahummaghfir-lii" (Ya Allah, ampunilah aku). Ini adalah adab yang luar biasa. Kita memuji terlebih dahulu, baru kemudian meminta. Dan permintaan pertama yang paling penting bagi seorang hamba adalah ampunan atas segala dosa dan kelalaiannya.

Memanjatkan Doa Pribadi Saat Sujud

Para ulama menjelaskan bahwa setelah membaca tasbih sujud, seorang Muslim diperbolehkan untuk memanjatkan doa-doa lain, termasuk doa untuk kebaikan dunia dan akhirat, baik yang berasal dari Al-Qur'an dan Sunnah maupun doa yang disusun sendiri sesuai dengan hajatnya. Inilah kesempatan emas untuk mencurahkan isi hati kepada Allah.

Manfaatkanlah momen sujud terakhir dalam setiap shalat. Perpanjanglah sedikit durasinya untuk berdialog secara pribadi dengan Allah. Adukan segala keluh kesah, panjatkan segala harapan. Sebab, Dia-lah As-Sami' (Maha Mendengar) dan Al-Mujib (Maha Mengabulkan).

Bab 3: Doa Setelah Sujud Pertama (Duduk di Antara Dua Sujud)

Inilah yang paling sering dimaksud dengan "doa setelah sujud". Setelah bangkit dari sujud pertama, kita tidak langsung turun untuk sujud kedua. Ada jeda sejenak dalam posisi duduk yang disebut duduk `iftirasy`. Jeda ini bukanlah sekadar istirahat, melainkan sebuah stasiun doa yang sarat dengan permohonan komprehensif yang mencakup seluruh aspek kehidupan dunia dan akhirat.

Bacaan ini memiliki beberapa riwayat dengan sedikit perbedaan lafaz, namun esensinya sama. Berikut adalah versi yang paling masyhur dan lengkap, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Abu Dawud.

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي، وَعَافِنِي

Robbighfirlii, warhamnii, wajburnii, warfa'nii, warzuqnii, wahdinii, wa 'aafinii.

"Ya Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah kekuranganku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, dan sehatkanlah aku."

Tadabbur Mendalam: Tujuh Permintaan Universal

Mari kita selami makna di balik tujuh permintaan agung ini. Jika kita menghayatinya dengan sungguh-sungguh, shalat kita akan terasa berbeda.

1. "Robbighfirlii" (Ya Tuhanku, ampunilah aku)

Permintaan pertama dan utama adalah ampunan (`maghfirah`). Mengapa? Karena dosa adalah penghalang terbesar antara kita dengan Allah. Dosa menggelapkan hati, memberatkan langkah, menyumbat pintu rezeki, dan menghalangi terkabulnya doa. Dengan memulai permohonan dengan istighfar, kita seolah sedang membersihkan wadah sebelum mengisinya dengan nikmat-nikmat lain. Kita mengakui bahwa sebagai manusia, kita tidak luput dari kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak, yang besar maupun kecil. Permintaan ampunan adalah kunci pembuka segala kebaikan.

2. "Warhamnii" (Dan rahmatilah aku)

Setelah memohon ampunan, kita meminta `rahmah` atau rahmat. Rahmat Allah jauh lebih luas dari sekadar ampunan. Ia adalah kasih sayang, kelembutan, kepedulian, dan perlindungan-Nya yang tak terbatas. Kita tidak akan bisa masuk surga hanya karena amal kita, melainkan karena rahmat Allah. Kita tidak bisa menjalani hidup tanpa rahmat-Nya. Dengan meminta rahmat, kita memohon agar Allah senantiasa menaungi kita dengan kasih sayang-Nya di setiap detik kehidupan kita, baik di dunia maupun di akhirat.

3. "Wajburnii" (Dan cukupkanlah kekuranganku / perbaikilah keadaanku)

Kata `wajburnii` berasal dari akar kata `jabr`, yang berarti "memperbaiki sesuatu yang rusak atau patah". Ini adalah permintaan yang sangat menyentuh. Kita memohon kepada Allah, Sang Al-Jabbar, untuk "menambal" segala kekurangan kita. Ini mencakup banyak hal:

Kita memohon agar Allah memperbaiki segala keretakan dalam hidup kita dan mencukupkan segala yang kurang.

4. "Warfa'nii" (Dan angkatlah derajatku)

Permintaan ini bukan tentang kesombongan, melainkan tentang kemuliaan di sisi Allah. Kita memohon agar Allah mengangkat derajat kita di dunia dan di akhirat.

Ini adalah cita-cita luhur seorang mukmin yang ingin selalu menjadi lebih baik di hadapan Tuhannya.

5. "Warzuqnii" (Dan berilah aku rezeki)

Rezeki (`rizq`) seringkali disalahartikan sebatas harta dan uang. Padahal, konsep rezeki dalam Islam sangatlah luas. Saat mengucapkan `warzuqnii`, kita memohon:

Ini adalah permintaan rezeki yang paripurna.

6. "Wahdinii" (Dan berilah aku petunjuk)

Hidayah atau petunjuk adalah aset paling berharga. Tanpa petunjuk Allah, kita akan tersesat. Permintaan ini mencakup dua jenis hidayah:

Kita memohon petunjuk setiap hari minimal 17 kali dalam surat Al-Fatihah, dan kita mengukuhkannya lagi dalam doa ini.

7. "Wa 'aafinii" (Dan sehatkanlah/selamatkanlah aku)

Kata `afiyah` memiliki makna yang sangat komprehensif. Ia berarti keselamatan dan kesejahteraan total dari segala hal yang buruk. Ini mencakup:

Rasulullah ﷺ bahkan menyebut bahwa setelah keyakinan (iman), tidak ada karunia yang lebih baik yang diberikan kepada seseorang selain `'afiyah`.

Bab 4: Doa Setelah Sujud Terakhir (Sebelum Salam)

Momen lain yang sangat mustajab untuk berdoa adalah setelah tasyahud akhir dan sebelum mengucapkan salam. Ini adalah saat-saat penutup shalat, di mana seorang hamba berada di penghujung dialognya dengan Allah dalam ibadah tersebut. Rasulullah ﷺ secara khusus mengajarkan sebuah doa perlindungan yang sangat penting untuk diamalkan pada waktu ini.

Doa Perlindungan dari Empat Perkara Mengerikan

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda, "Apabila salah seorang di antara kalian telah selesai dari tasyahud akhir, maka berlindunglah kepada Allah dari empat perkara: dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal." (HR. Muslim).

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Allahumma innii a'uudzu bika min 'adzaabi jahannam, wa min 'adzaabil qobri, wa min fitnatil mahyaa wal mamaati, wa min syarri fitnatil masiihid dajjaal.

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."

Penjelasan Mendalam tentang Empat Perlindungan

Setelah membaca doa ini, kita juga dianjurkan untuk menambahkan doa-doa lain yang kita inginkan sebelum mengakhiri shalat dengan salam. Ini adalah kesempatan terakhir untuk bermunajat dalam shalat itu sendiri.

Kesimpulan: Jadikan Setiap Sujud Sebuah Dialog

Sujud adalah anugerah. Ia adalah momen hening di tengah hiruk pikuk dunia, sebuah oase spiritual di mana seorang hamba dapat menumpahkan seluruh isi hatinya kepada Sang Pencipta. Doa-doa yang diajarkan untuk dibaca saat sujud, di antara dua sujud, dan sebelum salam bukanlah sekadar hafalan. Ia adalah naskah agung dari sebuah dialog yang paling intim.

Mulai saat ini, mari kita berusaha untuk tidak terburu-buru dalam sujud dan duduk di antara dua sujud. Hayati setiap kata dalam doa `Robbighfirlii, warhamnii...`, rasakan setiap permohonan meresap ke dalam jiwa. Manfaatkan sujud terakhir untuk memanjatkan doa-doa pribadi, adukan semua masalah kepada-Nya. Yakini bahwa dahi yang menempel di bumi karena ketaatan, sesungguhnya sedang mengetuk pintu-pintu langit.

Dengan memahami dan menghayati makna doa setelah sujud, shalat kita akan bertransformasi dari sebuah kewajiban rutin menjadi sebuah kebutuhan, dari gerakan fisik menjadi perjalanan ruhani, dan dari monolog menjadi dialog yang menenangkan, menguatkan, dan mendekatkan diri kita kepada Allah, Tuhan semesta alam.

🏠 Kembali ke Homepage