Memaknai Doa Setelah Sholat Tarawih dan Witir

Ilustrasi Suasana Malam Ramadan Malam Penuh Berkah Ilustrasi seseorang berdoa di malam Ramadan dengan bulan sabit dan lentera.

Bulan Ramadan adalah samudra rahmat yang terbentang luas. Siang harinya diisi dengan puasa yang menahan, dan malam harinya dihidupkan dengan ibadah yang menenangkan. Di antara ibadah malam yang paling istimewa adalah sholat Tarawih dan ditutup dengan sholat Witir. Keduanya bukan sekadar rangkaian gerakan rukuk dan sujud, melainkan sebuah perjalanan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Puncak dari perjalanan ini adalah momen ketika kita menengadahkan tangan, merendahkan hati, dan memanjatkan doa.

Doa setelah sholat Tarawih dan Witir memiliki kedalaman makna yang luar biasa. Ia bukan sekadar permintaan, melainkan sebuah pengakuan atas kelemahan diri, ungkapan syukur atas nikmat iman, dan permohonan ampunan atas segala khilaf. Memahami setiap untaian katanya akan membawa kita pada kekhusyukan yang lebih dalam, mengubah doa dari sekadar ritual lisan menjadi dialog jiwa yang tulus dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Artikel ini akan mengupas tuntas doa-doa tersebut, mulai dari teks, terjemahan, hingga penjelasan mendalam agar kita dapat meresapi setiap maknanya.

Keistimewaan Sholat Tarawih: Lebih dari Sekadar Rutinitas

Sebelum kita menyelami lautan doa, penting untuk memahami fondasi ibadah yang melatarbelakanginya. Sholat Tarawih, yang secara harfiah berarti 'istirahat', adalah sholat sunnah mu'akkadah (sangat dianjurkan) yang khusus dilaksanakan pada malam-malam bulan Ramadan. Disebut 'istirahat' karena para sahabat dahulu mengambil jeda sejenak setelah setiap empat rakaat untuk beristirahat dan berzikir.

Keutamaannya begitu besar, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

"Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini adalah jaminan agung dari Allah melalui lisan Rasul-Nya. Setiap rakaat yang kita kerjakan, setiap ayat yang kita dengarkan, adalah langkah-langkah menuju ampunan-Nya. Ini bukan sekadar penggugur dosa kecil, melainkan sebuah proses pembersihan jiwa secara total, mempersiapkan kita untuk kembali fitrah di hari kemenangan. Oleh karena itu, melaksanakan Tarawih dengan penuh keimanan (meyakini janji Allah) dan ihtisab (hanya mengharap pahala dari-Nya) adalah kunci untuk meraih fadhilah agung ini.

Doa Setelah Sholat Tarawih (Doa Kamilin)

Setelah menyelesaikan rangkaian sholat Tarawih, biasanya imam akan memimpin jamaah untuk memanjatkan sebuah doa yang sangat indah dan komprehensif, yang dikenal dengan sebutan "Doa Kamilin". Doa ini merangkum hampir seluruh aspek kehidupan seorang mukmin, dari urusan iman, ibadah, rezeki, hingga keselamatan di dunia dan akhirat. Mari kita bedah doa ini bait demi bait.

Teks Arab, Latin, dan Terjemahan

اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا بِالْإِيْمَانِ كَامِلِيْنَ، وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ، وَلِلصَّلَاةِ حَافِظِيْنَ، وَلِلزَّكَاةِ فَاعِلِيْنَ، وَلِمَا عِنْدَكَ طَالِبِيْنَ، وَلِعَفْوِكَ رَاجِيْنَ، وَبِالْهُدَى مُتَمَسِّكِيْنَ، وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ، وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ، وَفِي الْاٰخِرَةِ رَاغِبِيْنَ، وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ، وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ، وَعَلَى الْبَلَاءِ صَابِرِيْنَ، وَتَحْتَ لِوَاءِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَائِرِيْنَ، وَاِلَى الْحَوْضِ وَارِدِيْنَ، وَاِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ، وَمِنَ النَّارِ نَاجِيْنَ، وَعَلَى سَرِيْرِ الْكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ، وَمِنْ حُوْرٍ عِيْنٍ مُتَزَوِّجِيْنَ، وَمِنْ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ وَدِيْبَاجٍ مُتَلَبِّسِيْنَ، وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ آكِلِيْنَ، وَمِنْ لَبَنٍ وَعَسَلٍ مُصَفًّى شَارِبِيْنَ، بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِّنْ مَعِيْنٍ، مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولٰئِكَ رَفِيْقًا، ذٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفَى بِاللهِ عَلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا فِي هٰذِهِ اللَّيْلَةِ الشَّهْرِ الشَّرِيْفَةِ الْمُบَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِ الْمَقْبُوْلِيْنَ، وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ اْلأَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْدِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاٰلِه وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Allahummaj'alnaa bil iimaani kaamiliin. Wa lil faraaidhi mu-addiin. Wa lish-shalaati haafizhiin. Wa liz-zakaati faa'iliin. Wa lima 'indaka thaalibiin. Wa li 'afwika raajiin. Wa bil hudaa mutamassikiin. Wa 'anil laghwi mu'ridhiin. Wa fid-dunyaa zaahidiin. Wa fil aakhirati raaghibiin. Wa bil qadhaa-i raadhiin. Wa lin na'maa-i syaakiriin. Wa 'alal balaa-i shaabiriin. Wa tahta liwaa-i sayyidinaa muhammadin shallallaahu 'alaihi wa sallama yaumal qiyaamati saa-iriin. Wa ilal hawdhi waaridiin. Wa ilal jannati daakhiliin. Wa minan naari naajiin. Wa 'alaa sariiril karaamati qaa'idiin. Wa min huurin 'iinin mutazawwijiin. Wa min sundusin wa istabraqin wa diibaajin mutalabbisiin. Wa min tha'aamil jannati aakiliin. Wa min labanin wa 'asalin mushaffan syaaribiin. Bi akwaabin wa abaariiga wa ka'sin min ma'iin. Ma'al ladziina an'amta 'alaihim minan nabiyyiina wash shiddiiqiina wasy syuhadaa-i wash shaalihiin. Wa hasuna ulaa-ika rafiiqaa. Dzaalikal fadhlu minallaahi wa kafaa billaahi 'aliimaa. Allahummaj'alnaa fii haadzihil laylatisy syahrisy syariifatil mubaarakati minas su'adaa-il maqbuuliin. Wa laa taj'alnaa minal asyqiyaa-il marduudiin. Wa sallallaahu 'alaa sayyidinaa muhammadin wa aalihi wa shahbihi ajma'iin. Bi rahmatika yaa arhamar raahimiin. Wal hamdu lillaahi rabbil 'aalamiin.

Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya, yang menunaikan kewajiban-kewajiban, yang memelihara sholat, yang menunaikan zakat, yang mencari apa yang ada di sisi-Mu, yang mengharapkan ampunan-Mu, yang berpegang teguh pada petunjuk, yang berpaling dari hal sia-sia, yang zuhud di dunia, yang berhasrat terhadap akhirat, yang ridha dengan ketetapan-Mu, yang mensyukuri nikmat-nikmat, yang sabar atas cobaan, dan yang berjalan di bawah panji junjungan kami Nabi Muhammad ﷺ pada hari kiamat. Jadikanlah kami orang yang sampai ke telaga (Al-Kautsar), yang masuk ke dalam surga, yang diselamatkan dari api neraka, yang duduk di atas dipan kemuliaan, yang menikah dengan bidadari, yang mengenakan pakaian dari sutra halus dan tebal, yang memakan makanan surga, yang meminum dari susu dan madu yang murni dengan gelas, cerek, dan piala dari sumber yang mengalir. Bersama orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Demikian itu adalah karunia dari Allah, dan cukuplah Allah yang Maha Mengetahui. Ya Allah, jadikanlah kami pada malam yang mulia dan diberkahi ini termasuk orang-orang yang bahagia dan diterima amalnya, dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang celaka dan ditolak amalnya. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada junjungan kami Muhammad, keluarga, dan seluruh sahabatnya. Dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Penjelasan Mendalam Makna Doa Kamilin

Doa ini adalah sebuah peta jalan spiritual. Setiap permohonan di dalamnya adalah sebuah tujuan yang ingin dicapai oleh setiap muslim yang tulus.

Permohonan Iman yang Sempurna (bil iimaani kaamiliin): Ini adalah permintaan pondasi. Iman yang sempurna (kamil) bukan hanya keyakinan di hati, tapi juga terucap di lisan dan terbukti dalam perbuatan. Ia adalah iman yang tidak goyah oleh badai keraguan, tidak luntur oleh gemerlap dunia, dan terus bertambah dengan ketaatan. Ini adalah permohonan agar Allah menjaga dan menyempurnakan aset kita yang paling berharga.

Permohonan Ketaatan pada Kewajiban (lil faraaidhi mu-addiin): Setelah iman, pilar selanjutnya adalah amal. Permintaan ini adalah komitmen untuk menjalankan segala yang Allah wajibkan, mulai dari sholat lima waktu, puasa, zakat, hingga berbakti kepada orang tua. Ini adalah pengakuan bahwa kesempurnaan iman harus dibuktikan dengan ketundukan total pada perintah-Nya.

Permohonan Menjaga Sholat (lish-shalaati haafizhiin): Sholat disebut secara khusus karena ia adalah tiang agama. Menjaga sholat (haafizhiin) berarti melaksanakannya tepat waktu, menyempurnakan rukun dan syaratnya, serta menghadirkan hati (khusyuk) di dalamnya. Ini bukan sekadar 'melakukan' sholat, tapi 'memelihara' sholat sebagai koneksi utama kita dengan Allah.

Permohonan Menunaikan Zakat (liz-zakaati faa'iliin): Zakat adalah pilar ibadah sosial. Permintaan ini adalah kesadaran bahwa harta kita bukanlah milik kita sepenuhnya; ada hak orang lain di dalamnya. Menjadi 'faa'iliin' (pelaku aktif) zakat berarti kita proaktif dalam membersihkan harta dan peduli terhadap sesama, membangun masyarakat yang kuat dan saling menopang.

Permohonan Orientasi Akhirat (lima 'indaka thaalibiin, wa fil aakhirati raaghibiin): Dua permintaan ini mengarahkan kompas hidup kita. Kita memohon agar menjadi pencari sejati atas apa yang ada di sisi Allah (pahala, ridha, surga) dan memiliki hasrat yang kuat untuk kehidupan akhirat. Ini adalah doa untuk melepaskan diri dari belenggu duniawi yang fana dan fokus pada tujuan abadi.

Permohonan Harapan dan Pegangan (li 'afwika raajiin, wa bil hudaa mutamassikiin): Di satu sisi, kita adalah pendosa yang selalu mengharap ampunan ('afwun) Allah. Di sisi lain, kita adalah hamba yang butuh petunjuk (huda). Permintaan ini menyeimbangkan antara rasa harap (raja') dan ikhtiar untuk terus berpegang pada tali agama Allah, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah.

Permohonan Sikap Terhadap Dunia ('anil laghwi mu'ridhiin, wa fid-dunyaa zaahidiin): Ini adalah doa untuk memiliki gaya hidup yang berkualitas. Berpaling dari hal yang sia-sia (laghwu) berarti menjaga waktu, lisan, dan pikiran kita dari hal-hal yang tidak bermanfaat. Zuhud di dunia bukan berarti miskin, melainkan hati yang tidak terikat pada dunia. Dunia ada di tangan, bukan di hati.

Permohonan Respon Terhadap Takdir (bil qadhaa-i raadhiin, walin na'maa-i syaakiriin, wa 'alal balaa-i shaabiriin): Trio permintaan ini adalah formula kebahagiaan sejati seorang mukmin. Ridha atas segala ketetapan Allah, baik maupun buruk. Bersyukur saat diberi nikmat, sehingga nikmat itu berkah dan bertambah. Dan bersabar saat diuji dengan musibah, sehingga ujian itu menjadi penggugur dosa dan pengangkat derajat.

Permohonan Kebersamaan dengan Rasulullah ﷺ (tahta liwaa-i sayyidinaa muhammadin...): Ini adalah puncak kerinduan seorang umat. Kita memohon agar di hari kiamat nanti, kita bisa berjalan di bawah naungan panji Rasulullah ﷺ, minum dari telaga Al-Kautsar miliknya, dan mendapat syafaatnya. Ini adalah bukti cinta kita kepada Nabi dan harapan untuk bisa berkumpul bersamanya.

Gambaran Kenikmatan Surga: Bagian selanjutnya dari doa ini melukiskan dengan sangat indah berbagai kenikmatan surga. Mulai dari masuk ke dalamnya, diselamatkan dari neraka, duduk di dipan kemuliaan, menikah dengan bidadari, mengenakan pakaian sutra, hingga menikmati makanan dan minuman surgawi. Ini bukan sekadar khayalan, melainkan motivasi spiritual yang kuat. Dengan membayangkan ganjaran ini, semangat kita untuk beribadah akan terus menyala. Tujuannya adalah agar kita merindukan surga dan berusaha sekuat tenaga untuk menjadi penghuninya.

Penutup Doa: Doa ditutup dengan permohonan agar kita diterima di malam yang penuh berkah itu dan tidak termasuk orang yang celaka dan ditolak amalnya. Ini adalah puncak ketawadhu'an, di mana setelah semua amal dan doa, kita kembalikan segalanya kepada rahmat Allah, Sang Maha Penyayang. Diakhiri dengan shalawat kepada Nabi dan puji-pujian kepada Allah, Tuhan semesta alam, sebagai adab terbaik dalam berdoa.

Sholat Witir: Penutup Malam yang Sempurna

Sholat Witir adalah penutup dari rangkaian ibadah malam. Rasulullah ﷺ sangat menekankannya hingga sebagian ulama menganggap hukumnya mendekati wajib. Beliau bersabda:

"Sesungguhnya Allah itu Witir (ganjil) dan Dia menyukai yang ganjil, maka lakukanlah shalat Witir wahai Ahli Al-Qur'an." (HR. Tirmidzi).

Witir berfungsi sebagai penyempurna. Ia melengkapi kekurangan yang mungkin ada dalam ibadah-ibadah kita sebelumnya. Melaksanakannya menunjukkan kesungguhan kita dalam menghidupkan malam, tidak ingin malam berlalu begitu saja tanpa ditutup dengan ibadah yang dicintai-Nya.

Dzikir dan Doa Setelah Sholat Witir

Setelah salam dari sholat Witir, tidak langsung beranjak pergi. Ada amalan zikir dan doa singkat yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. Amalan ini, meskipun pendek, memiliki kandungan makna tauhid yang sangat dalam.

1. Dzikir Tasbih

Setelah salam, dianjurkan membaca zikir berikut sebanyak tiga kali. Pada bacaan ketiga, suara sedikit dikeraskan dan dipanjangkan.

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ

Subhaanal malikil qudduus.

"Maha Suci Raja Yang Maha Suci."

Makna di Balik Dzikir

Subhaan (Maha Suci): Kata ini mengandung makna penafian total. Kita menyucikan Allah dari segala bentuk kekurangan, kelemahan, sifat yang tidak pantas, sekutu, anak, atau apa pun yang terlintas dalam benak makhluk. Ini adalah pengakuan kemutlakan dan kesempurnaan Allah.

Al-Malik (Sang Raja): Pengakuan bahwa Allah adalah Raja yang sesungguhnya. Kekuasaan-Nya mutlak, tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Semua raja di dunia hanyalah 'pinjaman' dan akan sirna, sedangkan Kerajaan Allah abadi. Mengucapkan ini setelah ibadah malam mengingatkan kita bahwa segala kekuatan dan kemampuan kita untuk beribadah datang dari-Nya, Sang Raja Diraja.

Al-Qudduus (Yang Maha Suci): Nama ini memperkuat makna 'Subhaan'. Al-Qudduus berarti suci dari segala aib dan cela. Kesucian-Nya adalah kesucian dzat, sifat, dan perbuatan. Jika 'Al-Malik' berbicara tentang kekuasaan, 'Al-Qudduus' berbicara tentang kesempurnaan moral dan esensi dari kekuasaan tersebut. Dia adalah Raja yang Maha Adil, Maha Bijaksana, dan Maha Sempurna.

2. Doa Lengkap Setelah Witir

Setelah berdzikir, dilanjutkan dengan membaca doa berikut ini. Doa ini berisi pujian, permohonan perlindungan, dan pengakuan atas keagungan Allah.

اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ، أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.

Allahumma innii a'uudzu biridhaaka min sakhatik, wa bimu'aafaatika min 'uquubatik, wa a'uudzu bika minka, laa uhshii tsanaa-an 'alaik, anta kamaa atsnaita 'alaa nafsik.

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan ridha-Mu dari murka-Mu, dan dengan ampunan-Mu dari hukuman-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari (siksa)-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian untuk-Mu, Engkau adalah sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri."

Penjelasan Mendalam Makna Doa

"Aku berlindung dengan ridha-Mu dari murka-Mu (a'uudzu biridhaaka min sakhatik)": Ini adalah permohonan perlindungan yang sangat cerdas dan mendalam. Kita tidak meminta perlindungan kepada makhluk, tetapi kita 'berlindung' kepada salah satu sifat Allah (Ridha) dari sifat-Nya yang lain (Murka). Ini menunjukkan pemahaman tauhid yang tinggi, bahwa tidak ada tempat berlari dari Allah kecuali kembali kepada-Nya. Ridha Allah adalah tujuan tertinggi, sementara murka-Nya adalah hal yang paling ditakuti.

"Dan dengan ampunan-Mu dari hukuman-Mu (wa bimu'aafaatika min 'uquubatik)": Serupa dengan kalimat sebelumnya, kita memohon agar 'mu'afah' (pengampunan dan pemaafan total) dari Allah menjadi perisai yang melindungi kita dari 'uqubah' (hukuman dan siksa-Nya). Ini adalah pengakuan bahwa kita pasti memiliki kesalahan yang pantas dihukum, dan satu-satunya penyelamat adalah ampunan dari-Nya.

"Aku berlindung kepada-Mu dari (siksa)-Mu (wa a'uudzu bika minka)": Kalimat singkat ini adalah puncak dari kepasrahan dan tauhid. Ia merangkum dua kalimat sebelumnya. Lari dari takdir-Nya menuju takdir-Nya yang lain. Lari dari murka-Nya menuju rahmat-Nya. Tidak ada satu pun di alam semesta ini yang bisa memberikan perlindungan dari Allah, kecuali Allah sendiri. Ini adalah penyerahan diri total.

"Aku tidak mampu menghitung pujian untuk-Mu (laa uhshii tsanaa-an 'alaik)": Ini adalah pengakuan atas keterbatasan kita sebagai makhluk. Seberapa pun kita berusaha memuji Allah, dengan kata-kata terindah sekalipun, kita tidak akan pernah bisa memuji-Nya sebagaimana mestinya. Pujian kita terbatas, sementara keagungan Allah tidak terbatas. Kalimat ini mengajarkan kita adab dan kerendahan hati di hadapan Sang Khaliq.

"Engkau adalah sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri (anta kamaa atsnaita 'alaa nafsik)": Karena kita tidak mampu memuji-Nya dengan sempurna, maka kita kembalikan pujian itu kepada-Nya. Pujian yang paling sempurna adalah pujian Allah terhadap Dzat-Nya sendiri, sebagaimana yang Dia sebutkan dalam Al-Qur'an dan diajarkan melalui lisan Rasul-Nya. Ini adalah bentuk pujian tertinggi: mengakui ketidakmampuan diri dan menetapkan bahwa pujian terbaik adalah milik-Nya dan dari-Nya.

🏠 Kembali ke Homepage