Doa Sesudah Iqomah: Pintu Menuju Shalat Khusyuk

Dalam ritual ibadah shalat berjamaah, terdapat dua seruan agung yang menjadi penanda: azan dan iqomah. Azan adalah panggilan untuk memberitahu bahwa waktu shalat telah tiba, sementara iqomah adalah seruan yang menandakan bahwa shalat akan segera dimulai. Momen di antara azan dan iqomah, serta momen setelah iqomah dikumandangkan, adalah waktu yang sangat istimewa. Tepat sebelum takbiratul ihram, ada sebuah amalan sunnah yang sangat dianjurkan, yaitu membaca doa sesudah iqomah. Doa ini, meskipun singkat, sarat dengan makna yang mendalam dan memiliki keutamaan yang luar biasa bagi siapa saja yang mengamalkannya dengan penuh keyakinan dan keikhlasan.

Mengamalkan doa ini bukan sekadar rutinitas lisan. Ia adalah bentuk pengakuan seorang hamba atas kesempurnaan panggilan Allah, penegasan atas keagungan shalat yang akan didirikan, dan sebuah permohonan tulus agar kelak mendapatkan syafaat dari baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dengan memahami setiap lafal dan meresapi maknanya, seorang muslim mempersiapkan hati dan jiwanya untuk berdiri di hadapan Sang Pencipta, menjadikan shalatnya lebih khusyuk dan bermakna. Artikel ini akan mengupas tuntas segala hal yang berkaitan dengan doa sesudah iqomah, mulai dari bacaannya yang shahih, makna di balik setiap kalimatnya, hingga keutamaan dan landasan syar'inya.

Memahami Iqomah: Seruan Terakhir Menuju Shalat

Sebelum kita menyelami doa sesudah iqomah, penting untuk memahami terlebih dahulu hakikat iqomah itu sendiri. Secara bahasa, kata "iqomah" (إِقَامَة) berasal dari akar kata yang sama dengan "qiyam" (berdiri), yang berarti "mendirikan" atau "menegakkan". Dalam konteks syariat, iqomah adalah seruan khusus yang berisi lafal-lafal zikir tertentu, dikumandangkan untuk memberitahu para jamaah yang sudah hadir di masjid bahwa shalat fardhu akan segera dimulai. Iqomah menjadi batas akhir dari penantian dan persiapan, serta menjadi gerbang awal untuk memasuki ibadah shalat.

Berbeda dengan azan yang dikumandangkan dengan suara lantang dan tempo yang lambat untuk menjangkau orang-orang yang berada jauh dari masjid, iqomah diucapkan dengan tempo yang lebih cepat dan suara yang lebih rendah, ditujukan bagi mereka yang sudah berada di dalam masjid. Lafal-lafal iqomah sebagian besar mengulang lafal azan, namun dengan beberapa perbedaan. Kalimat "Hayya 'alash shalah" dan "Hayya 'alal falah" hanya diucapkan sekali, tidak dua kali seperti pada azan. Perbedaan paling signifikan adalah adanya tambahan kalimat "Qad qaamatish shalah" (قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ) yang berarti "Sungguh, shalat akan segera ditegakkan". Kalimat inilah yang menjadi inti dari iqomah, sebuah penegasan final bahwa ibadah agung akan segera dilaksanakan.

Hukum iqomah, menurut pendapat mayoritas ulama, adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat ditekankan) bagi shalat fardhu, baik yang dilaksanakan secara berjamaah maupun sendirian (munfarid). Ia adalah syiar Islam yang tidak sepantasnya ditinggalkan tanpa uzur. Dengan dikumandangkannya iqomah, seorang muazin atau imam memberikan isyarat kepada seluruh jamaah untuk segera merapikan barisan (saf), meluruskan posisi, dan memfokuskan hati serta pikiran semata-mata untuk menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Bacaan Doa Sesudah Iqomah yang Shahih

Setelah iqomah selesai dikumandangkan, dan sebelum imam mengangkat tangan untuk takbiratul ihram, terdapat jeda singkat. Waktu yang sangat berharga ini dianjurkan untuk diisi dengan memanjatkan doa. Doa yang dibaca setelah iqomah pada dasarnya sama dengan doa yang dibaca setelah azan. Hal ini didasarkan pada keumuman dalil yang menyebutkan doa setelah "panggilan" shalat. Berikut adalah bacaan doa sesudah iqomah yang lengkap dalam tulisan Arab, transliterasi Latin, dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.

اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ

Allahumma rabba hadzihid-da’watit-tammati, wash-sholatil-qoimah, aati muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqomam mahmudanil ladzi wa’adtah.

"Ya Allah, Tuhan pemilik panggilan yang sempurna ini, dan shalat yang akan didirikan. Berikanlah wasilah (kedudukan yang tinggi) dan fadhilah (keutamaan) kepada Nabi Muhammad. Dan bangkitkanlah beliau di tempat yang terpuji (maqam mahmud) yang telah Engkau janjikan kepadanya."

Beberapa riwayat menambahkan kalimat "Innaka laa tukhliful mi'aad" (إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ) yang berarti "Sesungguhnya Engkau tidak pernah mengingkari janji." Meskipun tambahan ini lebih masyhur pada doa setelah azan, sebagian ulama membolehkan untuk membacanya juga setelah iqomah sebagai pelengkap doa.

Makna Mendalam di Balik Setiap Kalimat Doa

Doa ini bukanlah sekadar rangkaian kata tanpa makna. Setiap frasa di dalamnya mengandung permohonan agung dan pengakuan yang mendalam dari seorang hamba. Mari kita bedah makna di balik setiap kalimatnya untuk dapat meresapinya dengan lebih baik.

1. "Allahumma Rabba Hadzihid-Da'watit-Tammah" (Ya Allah, Tuhan Pemilik Panggilan yang Sempurna Ini)

Kalimat pembuka ini adalah sebuah pengakuan total. Kita mengakui bahwa Allah adalah Rabb, Tuhan yang Menciptakan, Memelihara, dan Mengatur segala urusan. Kemudian kita menyifati panggilan (azan dan iqomah) sebagai "Ad-Da'wah At-Tammah" atau "panggilan yang sempurna". Mengapa sempurna? Karena panggilan ini mengandung esensi ajaran Islam yang paling fundamental, yaitu tauhid. Di dalamnya ada kalimat "Allahu Akbar" (Allah Maha Besar), "Asyhadu an laa ilaha illallah" (Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah), dan "Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah" (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Panggilan ini sempurna karena ia mengajak kepada kebaikan murni, yaitu menyembah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Ia bebas dari segala bentuk kekurangan, kesyirikan, dan kesesatan. Dengan mengucapkan kalimat ini, kita seolah-olah berkata, "Ya Allah, aku sambut panggilan-Mu yang sempurna ini, yang mengajakku kepada keagungan-Mu dan kebahagiaan sejati."

2. "Wash-Sholatil-Qoimah" (dan Shalat yang Akan Didirikan)

Frasa ini merupakan kelanjutan dari pengakuan sebelumnya. Shalat yang akan kita laksanakan disebut sebagai "As-Sholah Al-Qoimah", yang berarti shalat yang ditegakkan atau didirikan. Kata "qoimah" (قائمة) lebih dari sekadar "dilakukan". Ia menyiratkan sebuah shalat yang dikerjakan dengan sempurna, ajeg, terus-menerus, dan sesuai dengan tuntunan syariat. Ini adalah shalat yang hidup, bukan sekadar gerakan fisik tanpa ruh. Dengan mengucapkannya, kita memohon agar shalat yang sebentar lagi akan kami kerjakan benar-benar menjadi shalat yang "berdiri tegak" di hadapan Allah, diterima di sisi-Nya, dan mampu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana fungsi shalat yang sesungguhnya.

3. "Aati Muhammadanil Wasilata wal Fadhilah" (Berikanlah Wasilah dan Fadhilah kepada Nabi Muhammad)

Setelah mengakui keagungan Allah dan shalat, doa ini beralih menjadi permohonan khusus untuk Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ini adalah wujud cinta dan penghormatan kita kepada beliau. Kita memohonkan dua hal untuk beliau:

Mendoakan Nabi Muhammad adalah sebuah kehormatan. Sejatinya, doa ini akan kembali kepada kita dalam bentuk kebaikan yang lain, yaitu syafaat dari beliau.

4. "Wab'atshu Maqomam Mahmudanil Ladzi Wa'adtah" (Dan Bangkitkanlah Beliau di Tempat yang Terpuji yang Telah Engkau Janjikan Kepadanya)

Ini adalah puncak dari permohonan dalam doa ini. "Maqomam Mahmud" (مَقَامًا مَحْمُودًا) secara harfiah berarti "kedudukan yang terpuji". Para ulama tafsir sepakat bahwa kedudukan yang dimaksud di sini adalah kedudukan untuk memberikan syafaat 'uzhma (syafaat agung) pada hari kiamat. Pada hari itu, ketika seluruh manusia dilanda kebingungan dan penderitaan yang luar biasa, mereka akan mendatangi para nabi untuk memohon pertolongan, namun semua nabi menolak. Hingga akhirnya, mereka datang kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliaulah yang kemudian bersujud di hadapan Allah dan memohon agar pengadilan segera dimulai. Allah pun mengizinkan beliau untuk memberikan syafaat. Itulah Maqam Mahmud, sebuah kedudukan di mana seluruh makhluk, dari yang pertama hingga yang terakhir, akan memuji beliau atas perannya yang mulia. Dengan memanjatkan doa ini, kita berharap agar termasuk dalam golongan orang-orang yang berhak mendapatkan syafaat dari beliau kelak.

Landasan Hadits dan Keutamaan Mengamalkannya

Amalan membaca doa sesudah iqomah ini bukanlah amalan tanpa dasar. Ia bersumber dari hadits shahih yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hadits utama yang menjadi landasan adalah hadits dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah bersabda:

"Barangsiapa yang ketika mendengar seruan (azan) ia mengucapkan: 'Allahumma Rabba hadzihid-da’watit-tammati, wash-sholatil-qoimah, aati muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqomam mahmudanil ladzi wa’adtah', maka ia berhak mendapatkan syafaatku pada hari kiamat." (HR. Al-Bukhari no. 614)

Meskipun hadits ini secara eksplisit menyebutkan "ketika mendengar seruan (azan)", para ulama menganalogikan (qiyas) iqomah dengan azan, karena keduanya merupakan "seruan" atau "panggilan" untuk shalat. Keduanya disebut sebagai "Adzanain" (dua azan) dalam beberapa riwayat. Oleh karena itu, keutamaan yang dijanjikan dalam hadits ini juga berlaku bagi mereka yang membacanya setelah iqomah.

Keutamaan utama dari mengamalkan doa ini, sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits tersebut, adalah mendapatkan syafaat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada hari kiamat. Syafaat adalah pertolongan atau mediasi yang diberikan oleh seseorang yang diizinkan Allah di hari akhir. Mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad adalah sebuah anugerah yang tak ternilai harganya. Syafaat tersebut bisa berupa pengampunan dosa, peninggian derajat di surga, atau disegerakannya hisab. Ini adalah jaminan terbesar yang bisa diharapkan oleh seorang muslim di hari di mana tidak ada pertolongan lain kecuali pertolongan dari Allah.

Dengan sebuah amalan yang begitu ringan dan singkat, Allah menjanjikan balasan yang begitu agung. Ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah kepada hamba-Nya dan betapa mulianya kedudukan Nabi Muhammad di sisi-Nya. Merutinkan doa ini setiap kali setelah azan dan iqomah adalah investasi akhirat yang sangat berharga.

Waktu Mustajab Antara Azan dan Iqomah

Selain doa khusus yang telah dibahas, periode waktu yang terbentang antara selesainya azan dan dimulainya shalat (yang ditandai oleh iqomah) adalah salah satu waktu yang paling mustajab untuk berdoa. Ini adalah "golden time" bagi seorang hamba untuk memanjatkan segala hajat dan permohonan pribadinya kepada Allah.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:

"Doa yang dipanjatkan antara azan dan iqomah tidak akan ditolak." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan An-Nasa'i. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Hadits ini memberikan kabar gembira yang luar biasa. Allah membuka pintu langit-Nya lebar-lebar pada waktu ini, siap mendengarkan dan mengabulkan setiap permintaan tulus dari hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika waktu berharga ini disia-siakan dengan obrolan yang tidak bermanfaat atau melamun. Sebaiknya, waktu ini diisi dengan berbagai bentuk ibadah seperti:

  1. Melaksanakan Shalat Sunnah Rawatib Qabliyah: Mengerjakan shalat sunnah sebelum shalat fardhu (seperti qabliyah subuh, zuhur, atau ashar) adalah cara terbaik untuk mengisi waktu penantian ini.
  2. Berdoa untuk Kebutuhan Pribadi: Inilah kesempatan untuk memohon apa saja kepada Allah. Mohonlah ampunan atas dosa-dosa, kesehatan bagi diri dan keluarga, kelancaran rezeki, ilmu yang bermanfaat, keteguhan iman, dan kebahagiaan dunia serta akhirat. Gunakan bahasa yang paling tulus dari hati, karena Allah Maha Mendengar.
  3. Berzikir dan Membaca Al-Qur'an: Memperbanyak istighfar, tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir, atau membaca beberapa ayat suci Al-Qur'an akan menenangkan hati dan menambah pahala sembari menunggu shalat dimulai.

Dengan demikian, perjalanan menuju shalat fardhu menjadi sebuah rangkaian ibadah yang utuh. Dimulai dengan menjawab azan, lalu berdoa setelahnya, kemudian mengisi waktu jeda dengan shalat sunnah dan doa pribadi, dan diakhiri dengan menyambut iqomah serta memanjatkan doa sesudahnya. Rangkaian ini mempersiapkan jiwa untuk benar-benar siap dan khusyuk saat menghadap Allah dalam shalat.

Kesimpulan: Meraih Kemuliaan Melalui Amalan Sederhana

Doa sesudah iqomah adalah sebuah permata tersembunyi dalam rangkaian ibadah shalat berjamaah. Meskipun seringkali terlewatkan atau dianggap sepele oleh sebagian orang, ia menyimpan makna tauhid yang agung, cinta kepada Rasulullah, dan janji keutamaan yang luar biasa. Ia adalah jembatan verbal yang menghubungkan kesadaran seorang hamba dari panggilan shalat menuju pelaksanaan shalat itu sendiri.

Dengan merutinkan doa ini, kita tidak hanya menjalankan sebuah sunnah, tetapi juga secara konsisten meneguhkan kembali ikrar kita kepada Allah sebagai Tuhan pemilik panggilan yang sempurna, mengakui keagungan shalat yang akan ditegakkan, serta memupuk rasa cinta dan harapan akan syafaat dari Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Amalan yang hanya memakan waktu beberapa detik ini adalah bukti bahwa dalam Islam, kualitas dan keikhlasan jauh lebih berharga daripada kuantitas semata.

Marilah kita bersama-sama menghidupkan kembali sunnah ini. Ajarkan kepada keluarga dan teman, amalkan dengan penuh kesadaran dan penghayatan. Semoga dengan wasilah doa sederhana ini, Allah menerima shalat kita, mengangkat derajat kita, dan mengumpulkan kita semua di bawah naungan syafaat Rasulullah kelak di hari kiamat. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

🏠 Kembali ke Homepage