Doa Setelah Adzan: Panduan Lengkap Latin dan Maknanya

Ilustrasi menara masjid Ilustrasi SVG sebuah siluet menara masjid dengan kubah, simbol dari panggilan adzan yang menenangkan.

Adzan adalah seruan suci, sebuah panggilan agung yang berkumandang lima kali sehari di seluruh penjuru dunia. Ia bukan sekadar penanda waktu shalat, melainkan sebuah deklarasi keimanan, pengingat akan kebesaran Allah SWT, dan undangan untuk meraih ketenangan spiritual. Setiap kalimat yang dilantunkan oleh seorang muadzin memiliki getaran yang mampu menyentuh lubuk hati yang paling dalam. Bagi seorang Muslim, momen mendengarkan adzan adalah waktu untuk berhenti sejenak dari kesibukan duniawi, merenung, dan menyambut panggilan ilahi ini dengan penuh penghormatan.

Namun, interaksi kita dengan adzan tidak berhenti saat kalimat terakhirnya, "Laa ilaaha illallah," selesai diucapkan. Justru, saat itulah terbuka sebuah pintu kesempatan yang sangat berharga. Rasulullah SAW telah mengajarkan umatnya sebuah amalan istimewa setelah adzan selesai, yaitu memanjatkan doa khusus. Doa ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah bentuk pengakuan, harapan, dan permohonan yang sarat akan makna. Mengamalkannya secara rutin merupakan salah satu cara untuk menyempurnakan ibadah kita dan meraih keutamaan yang luar biasa, termasuk syafaat dari Nabi Muhammad SAW di hari kiamat.

Bacaan Doa Setelah Adzan: Teks Arab, Latin, dan Terjemahan

Berikut adalah bacaan doa setelah adzan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, disajikan secara lengkap agar mudah dihafal dan diamalkan. Membaca teks latin sangat membantu bagi mereka yang belum lancar membaca tulisan Arab, namun sangat dianjurkan untuk terus belajar agar dapat melafalkannya sesuai dengan makhraj (tempat keluarnya huruf) yang benar.

اَللّٰهُمَّ رَبَّ هٰذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ

Allahumma rabba hadzihid-da'watit-tammati, wash-sholatil-qoimah, aati sayyidana muhammadanil-wasilata wal-fadhilah, wab'atshu maqomam mahmudanil-ladzi wa'adtah.

Artinya: "Ya Allah, Tuhan pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang didirikan. Berilah junjungan kami Nabi Muhammad wasilah (tempat yang luhur) dan keutamaan, dan bangkitkanlah beliau pada kedudukan yang terpuji sebagaimana yang telah Engkau janjikan."

Dalam beberapa riwayat, terdapat tambahan pada akhir doa yang juga baik untuk diamalkan:

إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ

Innaka la tukhliful-mi'ad.

Artinya: "Sesungguhnya Engkau tidak pernah mengingkari janji."

Membedah Makna Mendalam di Balik Setiap Kalimat Doa

Untuk dapat meresapi doa ini dengan sepenuh hati, penting bagi kita untuk memahami makna yang terkandung dalam setiap frasanya. Doa ini adalah sebuah dialog spiritual yang penuh dengan pengagungan kepada Allah dan penghormatan kepada Rasul-Nya.

1. "Allahumma Rabba Hadzihid-Da'watit-Tammah"

(Ya Allah, Tuhan Pemilik Panggilan yang Sempurna Ini)

Kalimat pembuka ini adalah sebuah pengakuan total akan kesempurnaan panggilan adzan. Kita mengawali doa dengan memanggil Allah, "Allahumma," yang berarti "Ya Allah." Kemudian kita menegaskan bahwa Dialah "Rabba," Tuhan, Pemilik, Pengatur, dan Pemelihara. Apa yang Dia miliki? "Hadzihid-da'watit-tammah," panggilan yang sempurna ini.

Mengapa adzan disebut sebagai "panggilan yang sempurna"?

Dengan mengucapkan frasa ini, kita seolah-olah berkata, "Ya Allah, kami bersaksi bahwa seruan yang baru saja kami dengar ini adalah seruan yang paling agung, paling benar, dan paling sempurna, karena ia datang dari-Mu dan mengajak kami menuju-Mu."

2. "Wash-Sholatil-Qo'imah"

(dan Shalat yang akan Didirikan)

Setelah mengakui kesempurnaan panggilan (adzan), kita langsung menyambungkannya dengan tujuan dari panggilan tersebut, yaitu "ash-sholatil-qo'imah" atau shalat yang akan didirikan. Kata "qo'imah" memiliki makna lebih dari sekadar "didirikan." Ia berarti sesuatu yang tegak, kokoh, konsisten, dan dilaksanakan dengan sempurna sesuai rukun dan syaratnya.

Frasa ini mengandung beberapa lapisan makna:

3. "Aati Sayyidana Muhammadanil-Wasilata Wal-Fadhilah"

(Berilah Junjungan Kami Nabi Muhammad Wasilah dan Keutamaan)

Bagian ini adalah inti dari permohonan kita dalam doa ini. Setelah mengagungkan Allah, kita beralih memanjatkan doa untuk kekasih-Nya, Nabi Muhammad SAW. Ini adalah bentuk cinta, terima kasih, dan pengakuan kita atas jasa beliau yang tak terhingga.

Mendoakan Nabi SAW dengan permohonan ini adalah wujud adab dan cinta kita. Kita tidak mungkin bisa membalas semua jasa beliau. Maka, cara terbaik untuk berterima kasih adalah dengan memohonkan kebaikan tertinggi untuk beliau dari Pemilik segala kebaikan, yaitu Allah SWT.

4. "Wab'atshu Maqomam Mahmudanil-Ladzi Wa'adtah"

(dan Bangkitkanlah Beliau pada Kedudukan yang Terpuji Sebagaimana yang Telah Engkau Janjikan)

Permohonan ini terkait dengan peristiwa di hari kiamat. "Maqomam mahmudan" berarti kedudukan atau tempat yang terpuji. Para ulama tafsir sepakat bahwa kedudukan terpuji yang dimaksud di sini adalah hak untuk memberikan syafaat 'uzhma (intervensi agung) pada hari perhitungan.

Pada hari itu, saat seluruh manusia dari zaman Nabi Adam hingga akhir zaman dikumpulkan di Padang Mahsyar dalam keadaan cemas dan ketakutan, mereka akan mencari pertolongan. Mereka mendatangi para nabi ulul 'azmi (Nuh, Ibrahim, Musa, Isa), namun semua menolak karena merasa tidak pantas. Akhirnya, seluruh umat manusia akan datang kepada Nabi Muhammad SAW. Beliaulah satu-satunya yang akan bersujud di hadapan 'Arsy Allah dan memohon agar persidangan agung segera dimulai, sehingga penderitaan menunggu yang sangat lama bisa berakhir. Allah pun mengabulkan permohonan beliau. Inilah "maqomam mahmudan," kedudukan di mana seluruh makhluk, dari yang pertama hingga yang terakhir, akan memuji beliau.

Janji Allah mengenai hal ini termaktub dalam Al-Qur'an, Surat Al-Isra' ayat 79: "Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji (maqamam mahmuda)."

Jadi, dengan mengucapkan kalimat doa ini, kita sebenarnya sedang memohon kepada Allah agar janji-Nya kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberikan hak syafaat agung itu benar-benar terwujud.

Dasar Hukum dan Keutamaan Mengamalkan Doa Setelah Adzan

Amalan ini memiliki dasar yang sangat kuat dalam hadits shahih, sehingga tidak ada keraguan akan anjurannya. Dalil utama yang menjadi landasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Man qoola hiina yasma'un-nidaa': Allahumma rabba haadzihid-da'watit-taammah, wash-sholaatil-qoo'imah, aati muhammadanil-wasiilata wal-fadhiilah, wab'atshu maqoomam mahmuudanil-ladzii wa'adtah, hallat lahu syafaa'atii yaumal-qiyaamah.

Artinya: "Barangsiapa yang ketika mendengar adzan mengucapkan (doa): 'Ya Allah, Tuhan pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang akan didirikan, berikanlah wasilah dan keutamaan kepada Muhammad, dan bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji yang telah Engkau janjikan', maka ia berhak mendapatkan syafaatku pada hari kiamat." (HR. Al-Bukhari no. 614)

Hadits ini sangat jelas menunjukkan keutamaan yang luar biasa dari amalan yang terlihat sederhana ini. Kata "hallat lahu syafa'ati" berarti "wajib baginya" atau "ia berhak mendapatkan" syafaatku. Syafaat Nabi Muhammad SAW di hari kiamat adalah salah satu harapan terbesar setiap Muslim. Di hari di mana tidak ada pertolongan selain dari Allah, mendapatkan bantuan dan pembelaan dari Rasulullah SAW adalah sebuah anugerah yang tak ternilai. Ini bisa berupa keringanan dalam hisab, diselamatkan dari api neraka, atau ditinggikan derajatnya di surga.

Betapa murahnya Allah memberikan ganjaran yang begitu besar untuk sebuah amalan yang hanya memakan waktu kurang dari satu menit. Ini menunjukkan betapa besar cinta Allah kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga Dia memuliakan orang-orang yang turut mendoakan kemuliaan bagi Nabi-Nya.

Adab dan Urutan Amalan Ketika Mendengar Adzan

Untuk menyempurnakan ibadah kita terkait seruan adzan, ada beberapa adab dan urutan amalan yang dianjurkan untuk dilakukan, mulai dari adzan berkumandang hingga doa dipanjatkan.

1. Berhenti dari Aktivitas dan Mendengarkan dengan Saksama

Adab pertama dan paling dasar adalah menghormati panggilan Allah. Ketika adzan berkumandang, hendaknya kita menghentikan sejenak aktivitas duniawi yang sedang kita lakukan, baik itu bekerja, berbicara, belajar, atau bahkan membaca Al-Qur'an. Fokuskan pendengaran dan hati kita untuk menyimak setiap lafal yang diucapkan oleh muadzin.

2. Menjawab atau Menirukan Lafal Adzan

Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk ikut serta dalam seruan ini dengan cara menjawabnya. Caranya adalah dengan mengucapkan lafal yang sama seperti yang diucapkan oleh muadzin, kalimat per kalimat. Ini berdasarkan hadits dari Abu Sa'id Al-Khudri RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kalian mendengar adzan, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin." (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun, ada pengecualian untuk dua kalimat, yaitu:

Untuk kedua kalimat ini, kita dianjurkan menjawab dengan: "Laa hawla wa laa quwwata illa billah" (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Jawaban ini mengandung makna kepasrahan yang mendalam. Kita mengakui bahwa kita tidak akan mampu untuk bangkit, berwudhu, dan mendirikan shalat tanpa kekuatan dan pertolongan dari Allah SWT.

Khusus Adzan Shubuh

Pada adzan Shubuh, terdapat tambahan kalimat "Ash-shalatu khairum minan-naum" (Shalat itu lebih baik daripada tidur). Untuk kalimat ini, kita dianjurkan menjawab dengan "Shadaqta wa bararta" (Engkau benar dan engkau berbuat baik) atau tetap menirukan kalimat yang sama.

3. Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW

Setelah adzan selesai sepenuhnya, sebelum membaca doa setelah adzan, kita dianjurkan untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Urutan ini didasarkan pada hadits Abdullah bin Amr bin Ash RA, di mana Rasulullah SAW bersabda, "...Kemudian bershalawatlah untukku, karena sesungguhnya barangsiapa yang bershalawat untukku sekali, maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali." (HR. Muslim).

Shalawat yang paling utama adalah Shalawat Ibrahimiyah (seperti dalam bacaan tasyahud akhir), namun membaca shalawat singkat seperti "Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala aali Muhammad" juga sudah mencukupi.

4. Membaca Doa Setelah Adzan

Setelah bershalawat, inilah saatnya kita membaca doa setelah adzan yang telah dibahas secara mendalam di atas. Inilah puncak dari rangkaian amalan kita dalam merespon panggilan adzan.

5. Memanjatkan Doa Pribadi

Waktu antara adzan dan iqamah adalah salah satu waktu yang paling mustajab untuk berdoa. Rasulullah SAW bersabda, "Doa antara adzan dan iqamah tidak akan ditolak." (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan Ahmad. Dishahihkan oleh Al-Albani). Oleh karena itu, setelah menyelesaikan seluruh rangkaian zikir di atas, manfaatkanlah momen emas ini untuk memanjatkan doa-doa pribadi kita. Mohonlah ampunan, rahmat, rezeki, kesehatan, atau apa pun hajat yang kita miliki kepada Allah SWT.

Hikmah dan Refleksi Spiritual dari Adzan dan Doanya

Mengumandangkan, mendengarkan, menjawab, dan berdoa setelah adzan bukan hanya ritual tanpa makna. Di baliknya tersimpan hikmah dan pelajaran berharga yang dapat memperkaya kehidupan spiritual seorang Muslim.

Kesimpulannya, adzan adalah denyut nadi kehidupan spiritual seorang Muslim. Ia adalah pengingat konstan yang menarik kita kembali dari kelalaian menuju kesadaran, dari dunia menuju akhirat, dari makhluk menuju Sang Khaliq. Dengan memahami, menghayati, dan mengamalkan adab-adab yang terkait dengannya, terutama membaca doa setelah adzan dengan penuh keyakinan, kita tidak hanya menjalankan sebuah sunnah, tetapi juga sedang menenun jalinan cinta dengan Allah SWT dan Rasul-Nya, serta membuka pintu-pintu keberkahan dan pertolongan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

🏠 Kembali ke Homepage