Bumbu Betutu bukan sekadar campuran rempah; ia adalah jantung dari salah satu hidangan paling ikonik di Pulau Dewata. Betutu, baik itu Ayam Betutu maupun Bebek Betutu, telah lama menjadi simbol kekayaan kuliner Bali, sebuah hidangan yang sarat akan filosofi, sejarah, dan teknik memasak yang diwariskan turun-temurun. Kunci magis yang membedakan Betutu dari hidangan lain terletak pada pasta rempah-rempah yang kompleks dan intens, yang dikenal sebagai Bumbu Base Genep. Tanpa pemahaman mendalam tentang bumbu ini, mustahil untuk menangkap esensi sejati dari hidangan Betutu.
Artikel ini akan membawa Anda pada perjalanan mendalam, mengupas tuntas setiap aspek dari Bumbu Betutu: dari bahan-bahan dasar yang wajib ada, proses pengolahannya yang sakral, hingga peranannya dalam konteks budaya dan upacara adat Bali. Kami akan menjelajahi bagaimana rempah-rempah sederhana ini bersatu membentuk sebuah simfoni rasa yang mampu membius lidah dan mengenalkan kekayaan tradisi kuliner Bali kepada dunia.
Sebelum membahas bahan-bahan spesifik, penting untuk memahami konsep yang mendasari Bumbu Betutu, yaitu Bumbu Base Genep. Dalam bahasa Bali, 'Base' berarti bumbu atau pasta, dan 'Genep' berarti lengkap atau utuh. Base Genep adalah fondasi dari hampir semua masakan Bali tradisional. Ia melambangkan konsep harmoni dan keseimbangan kosmik (Tri Hita Karana) yang dianut masyarakat Bali, di mana semua elemen harus dipenuhi secara seimbang.
Base Genep mencakup setidaknya 15 hingga 17 jenis rempah yang dikelompokkan berdasarkan warna dan rasa. Keseimbangan rasa Base Genep harus mencakup tiga elemen utama: pedas (dari cabai), asam (dari belimbing wuluh atau tomat), dan manis-gurih (dari gula aren dan terasi). Kehadiran semua unsur ini memastikan bumbu memiliki dimensi rasa yang kompleks dan mendalam, tidak hanya dominan di satu sisi.
Dalam konteks Betutu, Base Genep disempurnakan. Konsistensi bumbu ini harus lebih tebal dan lebih intens, dirancang untuk meresap sempurna ke dalam serat-serat daging ayam atau bebek selama proses memasak yang sangat lama. Penggunaan Base Genep dalam Betutu adalah kunci utama untuk menciptakan aroma khas yang tajam, pedas, hangat, sekaligus gurih, menjadikannya masakan 'berkarakter' yang tidak mudah dilupakan.
Untuk mencapai cita rasa Betutu yang otentik, Base Genep harus dibuat dengan bahan-bahan yang segar dan berkualitas tinggi. Proses penyiapan rempah-rempah ini seringkali membutuhkan waktu yang sama lamanya dengan proses memasak Betutu itu sendiri. Berikut adalah rincian mendalam dari bahan-bahan yang menyusun Bumbu Betutu, dibagi menjadi tiga kategori utama:
Ini adalah fondasi rasa gurih dan pedas yang membentuk volume terbesar dari Base Genep.
Rempah rimpang tidak hanya memberikan warna kuning khas Base Genep, tetapi juga memberikan aroma hangat yang mendalam, yang berfungsi sebagai penguat rasa dan agen antibakteri alami, sangat penting mengingat proses memasak Betutu yang lambat.
Bahan-bahan ini mungkin tidak mendominasi volume, tetapi perannya dalam menciptakan aroma Betutu yang unik sangatlah krusial.
Kualitas Bumbu Betutu tidak hanya ditentukan oleh bahan, tetapi juga oleh cara pengolahannya. Proses ini adalah ritual yang memerlukan ketelitian dan kesabaran, memastikan setiap rempah melepaskan potensi penuhnya.
Semua bahan rimpang (kunyit, jahe, kencur) harus dibakar atau dipanggang sebentar sebelum dihaluskan. Teknik pembakaran ini, yang disebut nyangluh dalam beberapa tradisi, bertujuan untuk menghilangkan bau langu (mentah) dan mengeluarkan minyak esensial, membuat aroma bumbu menjadi lebih kompleks dan matang. Bawang dan cabai dibersihkan dan dipotong-potong kasar untuk memudahkan proses penghalusan.
Secara tradisional, Bumbu Base Genep dihaluskan menggunakan cobek batu besar (ulekan). Meskipun blender modern mempercepat proses, juru masak Betutu otentik bersikeras bahwa ulekan menghasilkan tekstur dan profil rasa yang unggul. Gesekan batu mengeluarkan panas dan minyak esensial rempah secara bertahap, menghasilkan bumbu yang lebih kasar namun aromatik. Konsistensi Base Genep untuk Betutu harus cukup kasar agar mampu menahan suhu tinggi dan tetap menempel pada daging, berbeda dengan bumbu kuah yang harus halus.
Setelah bumbu dihaluskan, ia harus dimasak (ditumis) hingga matang sempurna—tahap ini disebut Base Matang. Proses penumisan ini memakan waktu lama, seringkali 30 hingga 45 menit, menggunakan minyak kelapa Bali dalam jumlah sedang. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kadar air sepenuhnya, membuat bumbu tahan lama, dan "mengunci" semua aroma. Bumbu dianggap matang ketika warnanya berubah menjadi lebih gelap, minyak telah terpisah dari ampas rempah, dan aroma langu telah berganti menjadi aroma rempah yang harum dan ‘berat’.
Bumbu Betutu yang tidak dimasak hingga matang sempurna (Base Matang) akan menyebabkan rasa yang hambar, cepat basi, dan gagal meresap maksimal ke dalam daging. Base Matang adalah prasyarat mutlak untuk kualitas Betutu yang sesungguhnya.
Setelah Bumbu Base Genep (Bumbu Betutu) siap, langkah selanjutnya adalah aplikasinya pada daging (ayam atau bebek). Proses ini bukan sekadar melumuri, melainkan sebuah ritual meresapkan bumbu hingga ke tulang.
Daging bebek atau ayam yang akan di-Betutu harus dibersihkan dengan teliti, termasuk kulit dan rongga dalamnya. Daging kemudian dilumuri dengan air perasan jeruk nipis dan garam untuk menghilangkan bau amis dan mengencangkan tekstur. Beberapa juru masak menambahkan sedikit cuka aren. Langkah terpenting adalah menusuk-nusuk daging menggunakan garpu atau pisau tipis. Penusukan ini, yang disebut pelaosan, memastikan bumbu Base Genep dapat menembus serat daging paling dalam.
Bumbu Betutu dibagi menjadi dua bagian: untuk lapisan luar dan untuk isian dalam.
Rasa Betutu adalah pengalaman multisensori yang kompleks, bukan hanya rasa pedas. Ketika Anda menggigit daging yang telah dimasak dengan sempurna, Bumbu Betutu harus menampilkan lapisan rasa sebagai berikut:
Pedas dari cabai Betutu tidak hanya membakar lidah, tetapi juga memberikan kehangatan yang merata. Ini adalah hasil kombinasi antara cabai rawit (memberikan sengatan instan) dan jahe serta lada (memberikan panas yang bertahan lama). Pedas ini dipandang sebagai energi yang meningkatkan nafsu makan dan menjaga tubuh tetap hangat, selaras dengan kepercayaan tradisional Bali.
Gurih Betutu datang dari perpaduan terasi bakar, bawang merah yang dikaramelisasi saat ditumis, dan kemiri. Umami ini adalah ‘bobot’ rasa yang membuat hidangan terasa kaya dan memuaskan. Kualitas umami ini membedakan Betutu dari kari pedas biasa; ia memiliki jejak rasa 'tanah' yang khas dan sangat Balinese.
Meskipun Base Genep kaya akan rempah berat, aroma sitrus dari daun jeruk dan sereh yang dihaluskan memberikan kontras yang menyegarkan. Aroma ini membantu memotong rasa lemak daging, menciptakan keseimbangan yang sempurna antara kekayaan (richness) dan kesegaran (freshness). Ini adalah ciri khas Base Genep: tidak pernah terasa terlalu 'berat' atau 'sangat' berminyak meskipun proses memasaknya sangat lama.
Rasa Base Genep yang telah dimasak hingga Base Matang kemudian diikat dengan proses memasak lambat. Baik dikukus dalam daun pisang, dibungkus pelepah pinang, atau dipanggang dalam sekam, panas yang rendah dan stabil adalah metode yang memungkinkan Base Genep mencair perlahan dan meresap sempurna, mengubah bumbu yang tadinya padat menjadi lapisan rasa yang menyelimuti daging hingga ke tulang.
Meskipun konsep Base Genep adalah universal di Bali, Bumbu Betutu mengalami modifikasi rasa tergantung pada daerah asalnya. Dua varian yang paling terkenal adalah Ayam Betutu Gilimanuk dan Bebek Betutu Gianyar, yang memiliki perbedaan signifikan dalam profil bumbu mereka.
Betutu yang berasal dari daerah Gilimanuk, Bali Barat, terkenal dengan rasa pedasnya yang ekstrem. Juru masak Gilimanuk cenderung menggunakan proporsi cabai rawit yang jauh lebih tinggi dalam Base Genep mereka. Selain itu, mereka sering kali mengutamakan penggunaan kunyit yang kuat, menghasilkan warna bumbu yang lebih intens kuning-oranye. Bumbu ini juga seringkali lebih cair karena proses pengukusan yang menghasilkan banyak kuah, kuah inilah yang kemudian disajikan sebagai sambal/kuah pedas pendamping Betutu.
Gianyar, sebagai pusat budaya dan kerajaan lama, cenderung mempertahankan versi Betutu yang lebih 'kaya' rempah dan tradisional. Bumbu Base Genep versi Gianyar lebih fokus pada keseimbangan antara semua 17 rempah. Mereka menggunakan lebih banyak bumbu biji (ketumbar, jintan) dan rimpang aromatik (kencur, jahe). Hasilnya adalah rasa pedas yang elegan, dengan dominasi aroma herbal dan rempah yang dalam, seringkali disajikan dalam kondisi kering (tanpa kuah) setelah proses pemanggangan yang lama.
Meskipun Ayam dan Bebek Betutu adalah yang paling umum, di beberapa daerah Bali, terdapat variasi Betutu yang menggunakan daging babi (Babi Genyol) atau daging kambing. Dalam kasus ini, Bumbu Base Genep sering ditambahkan sedikit arak Bali atau air kelapa saat menumis, yang berfungsi sebagai pelunak daging dan memberikan aroma yang berbeda. Kandungan lemak yang tinggi pada daging babi juga berinteraksi dengan Base Genep, menghasilkan bumbu yang lebih berminyak dan gurih.
Perbedaan regional ini menunjukkan fleksibilitas Base Genep; ia adalah sebuah kerangka kerja, di mana intensitas rasa dapat disesuaikan untuk menciptakan identitas kuliner lokal, namun esensi dari 17 rempah utuh tetap dipertahankan.
Betutu bukanlah sekadar makanan sehari-hari. Ia memegang posisi penting dalam budaya Bali, terutama dalam upacara agama Hindu Dharma. Pembuatan Bumbu Betutu dan hidangan Betutu itu sendiri seringkali menjadi bagian dari ritual sakral.
Dalam upacara besar seperti pernikahan (wiwaha), potong gigi (mepandes), atau upacara Piodalan (peringatan hari lahir pura), Ayam atau Bebek Betutu sering disiapkan sebagai bebane (persembahan makanan) kepada dewa dan roh leluhur. Daging Betutu melambangkan kemakmuran dan kesempurnaan. Dalam konteks ini, Bumbu Base Genep harus dibuat dengan ketelitian tertinggi; setiap rempah harus utuh dan tidak boleh ada yang kurang, mencerminkan kesempurnaan persembahan.
Seperti disebutkan sebelumnya, Base Genep melambangkan keseimbangan semesta. Dalam persiapan upacara, proses mengulek dan menumis bumbu adalah tindakan meditasi. Filosofi Bali mengajarkan bahwa makanan yang dimasak dengan emosi buruk atau tergesa-gesa akan menghasilkan rasa yang tidak sempurna. Oleh karena itu, Bumbu Betutu untuk upacara harus dibuat dengan pikiran tenang dan fokus, memastikan energi positif meresap ke dalam rempah-rempah.
Penggunaan Base Genep dalam konteks upacara adat menegaskan bahwa bumbu ini adalah warisan kultural, bukan hanya resep. Ia menghubungkan generasi Bali masa kini dengan tradisi leluhur mereka, di mana cita rasa yang kuat dan pedas juga menjadi cara untuk menghormati alam dan para dewa.
Untuk benar-benar menghargai Bumbu Betutu, kita perlu melihat setiap rempah bukan hanya sebagai bahan, tetapi sebagai entitas yang menyumbang fungsi spesifik yang tak tergantikan. Keberhasilan Base Genep terletak pada sinergi ini.
Teknik membakar rimpang seperti kunyit, jahe, dan lengkuas adalah tradisi kuno yang memaksimalkan aroma. Kunyit yang dibakar menghasilkan aroma yang lebih manis dan tanah, mengurangi bau ‘langu’ yang tajam. Tanpa tahap pembakaran ini, Bumbu Betutu akan terasa mentah dan kurang dalam. Pembakaran juga membantu rimpang melepaskan pigmen warna secara lebih merata selama proses memasak yang panjang.
Lengkuas (galangal) seringkali menjadi rempah yang paling sulit dihancurkan. Walaupun kadang-kadang ditambahkan utuh saat menumis, dalam Base Genep Betutu, lengkuas harus ikut dihaluskan. Fungsinya adalah sebagai pengikat; tekstur berserat lengkuas membantu Base Genep menempel kuat pada daging, mencegah bumbu luntur terlalu cepat selama proses pengukusan yang beruap.
Terasi, yang terbuat dari udang atau ikan yang difermentasi, adalah kunci utama dalam menciptakan umami Betutu. Terasi harus dibakar atau dipanggang sebentar di atas api kecil sebelum diulek. Pembakaran ini sangat penting; ia mengubah senyawa kimia dalam terasi, menghilangkan aroma amis yang tidak diinginkan dan menggantinya dengan aroma gurih yang pekat dan dalam. Tanpa terasi, Betutu akan terasa "kosong" atau sekadar pedas; terasi memberikan dasar rasa yang kompleks dan khas Asia Tenggara.
Dalam resep Bumbu Betutu otentik, proporsi cabai merah dan bawang merah harus dipertahankan dengan cermat. Jika terlalu banyak cabai, rasa manis alami dari bawang merah akan hilang. Gula merah Bali (Gula Bali), yang memiliki aroma karamel kuat, tidak hanya berfungsi sebagai pemanis, tetapi juga membantu proses karamelisasi bumbu saat ditumis dan memberikan warna cokelat kemerahan yang cantik pada hasil akhir Betutu.
Perbedaan antara Bumbu Betutu dan bumbu masakan Bali lainnya terletak pada kepadatan dan kekayaan minyak esensial. Betutu dirancang untuk penetrasi, yang membutuhkan bumbu yang sangat padat, kaya minyak (lemak dari kemiri), dan diolah hingga matang sempurna (Base Matang) agar dapat bertahan pada suhu tinggi selama berjam-jam tanpa menjadi pahit.
Dalam konteks modern, Bumbu Betutu telah bertransformasi dari hidangan upacara menjadi kuliner komersial yang dicari wisatawan. Adaptasi ini memerlukan penyesuaian dalam skala produksi Bumbu Base Genep, namun tanpa mengorbankan kualitas intinya.
Membuat Bumbu Betutu dalam jumlah besar menghadirkan tantangan konsistensi. Jika dibuat secara tradisional dengan ulekan, akan membutuhkan waktu dan tenaga yang luar biasa. Oleh karena itu, produsen Betutu komersial menggunakan mesin penggiling atau blender industri. Kunci untuk mempertahankan kualitas adalah memastikan mesin tidak memanaskan bumbu secara berlebihan, yang dapat mengubah profil aromatik rempah. Mereka juga harus memastikan bahwa rasio 17 bahan Base Genep dipertahankan secara ketat dari satu batch ke batch berikutnya.
Bumbu Betutu yang telah dimasak hingga Base Matang memiliki daya tahan yang relatif baik karena kandungan minyak dan antibakteri alami dari kunyit, jahe, dan cabai. Untuk tujuan komersial, Base Genep sering diproduksi dalam jumlah besar, kemudian divakum atau dibekukan. Jika bumbu disimpan dalam keadaan matang sempurna, ia dapat bertahan hingga beberapa minggu di lemari es tanpa kehilangan intensitas rasa atau aroma. Keberhasilan pengawetan ini adalah bukti betapa efektifnya proses penumisan (Ngoreng Base) tradisional Bali.
Beberapa versi Betutu modern yang lebih praktis mengurangi jumlah rempah (misalnya, hanya menggunakan 10 dari 17 rempah) atau mengganti proses pembakaran rimpang dengan penambahan bubuk rempah instan. Walaupun menghasilkan rasa pedas yang cepat, juru masak tradisional menilai bahwa hilangnya sinergi Base Genep membuat hasil akhirnya kehilangan 'jiwa' Betutu. Restoran yang fokus pada otentisitas selalu mengutamakan proses Base Matang yang lambat, karena inilah yang memberikan kedalaman rasa yang unik dan sulit ditiru.
Bumbu Betutu mewakili warisan kuliner yang harus dijaga. Seiring Bali semakin terintegrasi dengan dunia, Base Genep telah menjadi duta rasa yang memperkenalkan kekayaan rempah Indonesia kepada khalayak global.
Saat ini, Base Genep tidak hanya terbatas pada Ayam atau Bebek Betutu. Para koki modern Bali mulai mengaplikasikan bumbu ini ke hidangan lain: Base Genep Betutu untuk tumisan sayur, bumbu marinade untuk ikan bakar, hingga bumbu Base Genep yang disajikan sebagai sambal cocolan. Fleksibilitas ini menunjukkan kekuatan dari formulasi Base Genep; ia adalah bumbu serbaguna yang dapat mengangkat hampir semua bahan makanan.
Misalnya, Jukut Betutu (sayuran betutu) menggunakan Base Genep dengan takaran cabai yang dikurangi. Bumbu ini dilumuri pada sayur-sayuran lokal seperti nangka muda atau daun singkong, kemudian dikukus atau dipanggang, membuktikan bahwa kompleksitas rasa Betutu tidak harus selalu bergantung pada daging.
Tantangan terbesar bagi generasi penerus adalah menjaga kemurnian resep Bumbu Base Genep di tengah gempuran bahan instan. Pendidikan kuliner di Bali sering menekankan pentingnya mengenal setiap rempah, dari mana asalnya, dan bagaimana cara terbaik untuk mengolahnya. Pelestarian Betutu berarti pelestarian teknik Ngoreng Base dan filosofi Genep.
Bumbu Betutu adalah cerminan sempurna dari lanskap pertanian Bali; ia membutuhkan semua yang ditumbuhkan di pulau itu—dari rimpang di bawah tanah, daun-daunan di permukaan, hingga hasil laut (terasi). Setiap sendok Bumbu Betutu yang Anda cicipi adalah sejarah, tradisi, dan filosofi yang diracik menjadi satu kesatuan rasa yang tak tertandingi.
Kesempurnaan rasa, kehangatan yang mendalam, dan proses pembuatannya yang panjang menjadikan Bumbu Betutu Bali sebagai mahakarya gastronomi. Ia bukan hanya sekadar bumbu, melainkan identitas yang melekat pada Pulau Dewata, siap untuk dinikmati dan diwariskan oleh generasi mendatang. Menghargai Bumbu Betutu berarti menghargai seluruh kekayaan budaya dan spiritual Bali.
Untuk memahami mengapa Bumbu Betutu begitu efektif, kita harus melihat sifat fisik dan kimiawi dari Base Genep. Base Genep adalah emulsi yang unik, perpaduan antara minyak esensial rempah, air, dan pati dari rimpang dan kemiri.
Kemiri (Candlenut) adalah komponen kunci yang sering diabaikan. Kemiri sangat tinggi kandungan lemaknya. Ketika dihaluskan, lemak ini dilepaskan dan berinteraksi dengan air yang terkandung dalam bawang dan cabai, serta pati yang dilepaskan dari rimpang seperti kencur dan jahe. Interaksi ini menciptakan tekstur kental yang seperti pasta tebal. Konsistensi Base Genep yang tebal sangat penting; ia mencegah bumbu Betutu mengalir terlalu cepat saat memasak, memastikan bumbu tetap menempel erat pada permukaan daging dan di rongga isian.
Proses penumisan (Ngoreng Base) bukan hanya tentang mematangkan rasa, tetapi juga tentang mencegah oksidasi bumbu. Rempah-rempah yang kaya antioksidan (terutama kunyit) membantu menstabilkan lemak dan minyak dalam bumbu. Proses memasak yang lambat, yang bisa berlangsung hingga 8 jam dalam metode tradisional pemanggangan sekam, membutuhkan bumbu yang sangat stabil. Jika Base Genep tidak ditumis dengan benar, panas yang berkepanjangan akan membuat bumbu gosong dan pahit (rasa langu yang termasak terlalu lama), merusak seluruh hidangan. Kualitas Base Matang adalah jaminan stabilitas termal bumbu.
Meskipun bukan komponen inti Bumbu Base Genep, beberapa resep Betutu menggunakan sedikit cuka aren atau Arak Bali dalam tahap marinisasi atau saat menumis bumbu. Asam asetat yang terkandung dalam bahan ini memiliki peran ganda. Pertama, ia membantu memecah protein daging, membuat Betutu menjadi sangat empuk. Kedua, cuka atau arak memberikan dimensi rasa asam yang kontras, yang dalam tradisi kuliner Bali seringkali diimbangi dengan rasa manis dari gula aren. Penggunaan ini menambah lapisan kompleksitas rasa yang semakin memperkaya Base Genep.
Di antara semua rimpang, kencur (Kaempferia galanga) memiliki profil rasa yang paling unik dan memegang peranan krusial dalam identitas rasa Bumbu Betutu yang membedakannya dari masakan India atau Thailand yang juga kaya rimpang. Kencur memberikan aroma seperti kamper dan sedikit pedas dengan nada sitrus. Kencur yang digunakan dalam Base Genep harus segar, dengan kulit yang masih kencang dan aroma yang kuat.
Dalam Base Genep, kencur digunakan dalam jumlah yang cukup signifikan, seringkali setara dengan jahe, tetapi fungsinya berbeda. Jahe memberikan kehangatan yang menusuk dan membantu mengatasi amis. Sementara itu, kencur berfungsi sebagai penambah kesegaran aromatik dan memberikan dasar rasa "kering" yang penting saat bumbu dimasak lama. Tanpa kencur, Base Genep akan terasa dominan "panas" dari jahe dan cabai, tetapi kurang memiliki "keseimbangan aromatik" yang segar.
Proses membakar kencur (seperti kunyit) sebelum dihaluskan mengurangi intensitas aroma kamper yang terlalu kuat ketika mentah, membuatnya lebih lembut dan terintegrasi dengan rempah lainnya. Kencur yang telah dibakar menyumbang kepada karakter rasa "tanah" yang kaya pada Betutu.
Seluruh proses penumisan Base Genep idealnya menggunakan minyak kelapa lokal Bali. Minyak kelapa memiliki titik asap yang cukup tinggi dan rasa yang lebih netral dibandingkan minyak sayur industri, memungkinkan aroma Base Genep mendominasi. Selain itu, minyak kelapa Bali seringkali diproduksi secara tradisional (minyak tanusan), yang menyisakan sedikit aroma kelapa yang harum. Minyak ini bertindak sebagai media sempurna untuk melarutkan dan mendistribusikan semua minyak esensial yang terkandung dalam Base Genep ke seluruh serat daging Betutu.
Saat Bumbu Betutu ditumis, minyak kelapa menyerap pigmen dari kunyit dan cabai, serta esensi dari bawang merah, menciptakan warna merah kecoklatan yang pekat. Minyak ini, yang kaya Base Genep, kemudian digunakan untuk melumuri daging, membantu menciptakan lapisan luar yang karamel dan aromatik selama proses pemanggangan.
Efektivitas Bumbu Betutu juga sangat bergantung pada teknik memasak yang menjaga kelembaban. Karena Base Genep adalah bumbu padat yang berpotensi cepat kering, pembungkus tradisional sangat diperlukan.
Setelah dilumuri Base Genep, daging Betutu dibungkus rapat, biasanya dengan beberapa lapis daun pisang, dan terkadang diperkuat dengan pelepah pinang atau daun waru. Pembungkus ini memiliki fungsi vital:
Pada Betutu yang dimasak dengan metode pengukusan tradisional, kelembaban dari bumbu dan air kelapa (jika ditambahkan) akan berubah menjadi kuah kaya rasa. Kuah ini adalah konsentrat Base Genep, yang kemudian disajikan sebagai saus pedas pendamping, dikenal sebagai kuah Betutu. Kuah ini adalah puncak dari semua esensi Base Genep yang telah terekstrak dari daging.
Asal-usul Betutu diyakini berkaitan erat dengan hidangan upacara kerajaan di masa lalu. Bumbu Base Genep, yang membutuhkan banyak bahan dan proses yang lama, adalah simbol kemewahan dan kemampuan. Hanya keluarga kerajaan atau bangsawan yang mampu menyediakan semua 17 rempah dan menghabiskan waktu berjam-jam untuk memasak hidangan ini.
Beberapa ahli kuliner menduga Base Genep memiliki akar yang sama dengan bumbu-bumbu Jawa kuno, namun Base Genep Bali mengembangkan karakternya sendiri dengan penekanan pada penggunaan rimpang segar dan terasi bakar, serta penolakan terhadap pemanis yang berlebihan, yang berbeda dari masakan Jawa modern. Seiring waktu, Base Genep disempurnakan di Bali, menjadi jauh lebih pedas dan lebih intens aromanya, mencerminkan iklim tropis pulau tersebut.
Pada pertengahan abad ke-20, ketika pariwisata mulai berkembang di Bali, Betutu mulai keluar dari konteks upacara dan menjadi makanan yang dapat dibeli. Proses komersialisasi ini awalnya menimbulkan kekhawatiran bahwa Bumbu Base Genep akan disederhanakan. Namun, karena permintaan otentisitas yang tinggi, banyak produsen Betutu mempertahankan Base Genep yang kompleks. Bahkan, persaingan komersial mendorong peningkatan kualitas, di mana juru masak bersaing untuk menciptakan Base Genep yang paling kuat dan aromatik.
Kini, Base Genep yang telah diolah menjadi Bumbu Betutu siap pakai adalah produk yang diekspor, memungkinkan orang di luar Bali untuk merasakan cita rasa otentik tersebut. Namun, para ahli selalu mengingatkan bahwa Bumbu Betutu terbaik adalah yang dibuat sesaat sebelum digunakan, dengan rempah-rempah yang baru dipetik dan Base Matang yang baru ditumis.
Meskipun jumlah rempah selalu disesuaikan dengan besar daging, berikut adalah panduan proporsi Base Genep untuk Bebek Betutu seberat 1,5 kg, yang menekankan pada keseimbangan dan intensitas.
Proporsi ini harus diukur setelah rempah-rempah dibersihkan dan dipotong.
Semua bahan dihaluskan hingga menjadi pasta kental. Setelah itu, Base Genep ditumis dalam minyak kelapa panas. Penumisan dilakukan dengan api kecil-sedang selama 30-45 menit, diaduk sesekali. Penting untuk menumis hingga bumbu benar-benar berubah warna menjadi merah gelap kecoklatan dan minyak mulai terpisah. Inilah tahap Base Matang, di mana Bumbu Betutu mencapai puncak potensi rasanya. Bumbu yang telah matang ini kemudian siap digunakan untuk marinisasi dan isian Bebek atau Ayam Betutu, menjamin kedalaman rasa yang legendaris.