Membedah Makna Tasyahud Awal
Ilustrasi posisi duduk Tasyahud Awal dengan isyarat telunjuk.
Pengantar: Sebuah Jeda Penuh Makna dalam Shalat
Shalat adalah tiang agama, sebuah perjalanan spiritual yang dilakukan seorang Muslim lima kali sehari untuk menghadap Sang Pencipta. Di dalam rangkaian gerak dan bacaan shalat, terdapat satu momen hening yang sarat dengan makna, yaitu duduk Tasyahud atau Tahiyat. Tasyahud Awal adalah jeda pertama dalam shalat yang memiliki tiga atau empat rakaat, sebuah stasiun perenungan sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak shalat. Momen ini bukan sekadar duduk biasa, melainkan sebuah dialog agung yang di dalamnya terangkum puji-pujian tertinggi kepada Allah, salam kepada Nabi, dan doa untuk diri sendiri serta seluruh hamba yang saleh. Memahami bacaan Tasyahud Awal secara mendalam adalah kunci untuk membuka pintu kekhusyukan, mengubah gerakan rutin menjadi sebuah interaksi yang hidup dengan Rabb semesta alam.
Seringkali, karena ketergesaan atau kebiasaan, kita melafalkan bacaan ini tanpa meresapi kandungan maknanya. Padahal, setiap kata dalam Tasyahud Awal adalah permata yang memancarkan cahaya tauhid dan cinta. Dari kalimat pembuka yang menyatakan bahwa segala bentuk penghormatan dan kebaikan hanya milik Allah, hingga persaksian iman yang menjadi pondasi keislaman kita. Artikel ini akan mengajak kita untuk menyelami samudra makna yang terkandung dalam bacaan Tasyahud Awal. Kita akan membedah setiap frasa, memahami latar belakang historisnya yang luar biasa, serta merenungkan hikmah di balik setiap kalimatnya. Dengan demikian, diharapkan Tasyahud Awal kita tidak lagi menjadi sekadar formalitas, melainkan sebuah puncak kenikmatan ruhani dalam shalat.
Lafal Bacaan Tasyahud Awal yang Shahih
Terdapat beberapa riwayat hadits shahih mengenai lafal Tasyahud, namun yang paling masyhur dan umum diamalkan di banyak kalangan umat Islam adalah Tasyahud yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu. Inilah bacaan yang akan kita bahas secara mendalam.
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Transliterasi Latin
Untuk mempermudah bagi yang masih belajar membaca tulisan Arab, berikut adalah transliterasinya:
"At-tahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. As-salaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh. As-salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish-shaalihiin. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh."
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia
Berikut adalah arti dari bacaan agung tersebut:
"Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah. Semoga keselamatan tercurah atasmu, wahai Nabi, beserta rahmat dan keberkahan Allah. Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."
Membedah Makna Kalimat per Kalimat
Untuk benar-benar merasakan keindahan Tasyahud, kita perlu memahami makna yang terkandung dalam setiap frasanya. Ini adalah sebuah deklarasi agung yang mencakup berbagai aspek pujian dan doa.
1. At-tahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah
Kalimat pembuka ini adalah fondasi dari seluruh bacaan Tasyahud. Ini adalah sebuah pengakuan totalitas bahwa segala bentuk kemuliaan, keagungan, dan kebaikan bersumber dan bermuara hanya kepada Allah SWT. Mari kita bedah lebih dalam:
- At-Tahiyyat (التَّحِيَّاتُ): Kata ini berarti 'segala penghormatan'. Bentuk jamak (plural) di sini menunjukkan cakupan yang sangat luas. Bukan hanya satu jenis penghormatan, melainkan segala bentuk salam, pujian, sanjungan, pengagungan, dan penghormatan, baik yang terucap maupun yang terbersit di hati, baik dari manusia, malaikat, maupun seluruh makhluk. Ini adalah sebuah pengakuan bahwa segala bentuk kekuasaan dan keabadian yang layak dihormati hanyalah milik Allah. Kita menafikan segala penghormatan hakiki kepada selain-Nya.
- Al-Mubarakat (الْمُبَارَكَاتُ): Artinya 'segala keberkahan'. Keberkahan (barakah) adalah kebaikan yang melimpah, tetap, dan terus bertambah. Dengan kalimat ini, kita mengakui bahwa Allah adalah sumber dari segala keberkahan di alam semesta. Keberkahan rezeki, keberkahan waktu, keberkahan ilmu, keberkahan keluarga, semua berasal dari-Nya. Ini adalah bentuk syukur dan pengakuan bahwa tanpa berkah dari Allah, segala sesuatu akan menjadi sia-sia.
- As-Shalawat (الصَّلَوَاتُ): Kata ini memiliki makna 'segala shalawat' atau 'segala doa'. Secara umum, shalawat mencakup doa, rahmat, dan pujian. Jika dari hamba kepada Allah, maknanya adalah doa dan permohonan. Jika dari Allah kepada hamba-Nya, maknanya adalah rahmat dan pujian. Dalam konteks ini, kita menyatakan bahwa segala bentuk doa dan permohonan yang hakiki hanya pantas ditujukan kepada Allah. Dialah satu-satunya Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan doa.
- At-Thayyibat (الطَّيِّبَاتُ): Artinya 'segala kebaikan'. Ini mencakup segala sesuatu yang baik dan suci, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun sifat. Kita mengakui bahwa semua kebaikan, kesucian, dan kesempurnaan hanyalah milik Allah. Dia-lah sumber segala kebaikan dan bersih dari segala bentuk kekurangan dan keburukan.
- Lillaah (لِلَّهِ): Kata penutup ini adalah kuncinya. "Hanya milik Allah". Keempat pilar keagungan sebelumnya (penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan) semuanya secara eksklusif kita serahkan dan akui sebagai milik Allah semata. Ini adalah inti dari tauhid, mengesakan Allah dalam segala bentuk pujian dan pengagungan.
2. As-salaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh
Setelah memuji Allah dengan setinggi-tingginya pujian, fokus bacaan beralih kepada sosok yang menjadi perantara risalah-Nya, Nabi Muhammad SAW. Ini adalah bentuk penghormatan dan cinta kita kepada Rasulullah.
- As-Salamu 'alaika (السَّلاَمُ عَلَيْكَ): "Semoga keselamatan tercurah atasmu". As-Salam adalah salah satu nama Allah (Asmaul Husna), yang berarti Maha Sejahtera atau Maha Pemberi Keselamatan. Jadi, doa ini bermakna: "Semoga Allah Yang Maha Sejahtera melimpahkan keselamatan kepadamu". Ini adalah doa terbaik yang bisa kita berikan, memohonkan perlindungan dan kesejahteraan abadi bagi sang Nabi.
- Ayyuhan-Nabiyyu (أَيُّهَا النَّبِىُّ): "Wahai Nabi". Panggilan ini menggunakan bentuk sapaan langsung, seolah-olah kita sedang berbicara di hadapan beliau. Ini menciptakan ikatan emosional dan spiritual yang kuat antara kita dengan Rasulullah, meskipun ribuan tahun telah berlalu. Ini mengajarkan kita untuk senantiasa menghadirkan sosok beliau dalam ingatan dan kecintaan kita.
- Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh (وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ): "Beserta rahmat dan keberkahan Allah". Kita tidak hanya mendoakan keselamatan, tetapi juga memohonkan curahan rahmat (kasih sayang) dan barakah (kebaikan yang melimpah) dari Allah untuk beliau. Ini adalah ungkapan cinta yang sempurna, menginginkan segala kebaikan terbaik dari Allah untuk junjungan kita, Nabi Muhammad SAW. Latar belakang historis bacaan ini dikatakan berasal dari dialog saat peristiwa Mi'raj, di mana Nabi Muhammad memberikan salam kepada Allah, dan Allah menjawab salam tersebut.
3. As-salaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish-shaalihiin
Setelah mendoakan Nabi, doa keselamatan ini meluas cakupannya, menunjukkan betapa indahnya ajaran Islam yang tidak egois.
- As-Salamu 'alaina (السَّلاَمُ عَلَيْنَا): "Semoga keselamatan tercurah atas kami". 'Kami' di sini mencakup orang yang sedang shalat itu sendiri, serta malaikat dan kaum muslimin yang mungkin shalat bersamanya. Ini adalah doa untuk diri sendiri, memohon perlindungan dan kesejahteraan dari Allah setelah mengakui keagungan-Nya dan menghormati Nabi-Nya.
- Wa 'ala 'ibaadillaahish-shaalihiin (وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ): "Dan atas hamba-hamba Allah yang saleh". Ini adalah doa yang universal dan luar biasa. Dengan satu kalimat ini, kita mendoakan keselamatan untuk setiap hamba Allah yang saleh, baik yang ada di langit maupun di bumi, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Ini mencakup para nabi, para malaikat, para sahabat, para ulama, dan semua orang beriman di seluruh penjuru waktu dan tempat. Doa ini menumbuhkan rasa persaudaraan (ukhuwah) yang mendalam, menghubungkan kita dengan seluruh komunitas orang-orang saleh.
4. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh
Ini adalah puncak dari Tasyahud, yaitu pembaharuan ikrar dan persaksian iman (syahadatain). Setelah memuji Allah dan bershalawat, kita menegaskan kembali pondasi akidah kita.
- Asyhadu an laa ilaaha illallaah (أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ): "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah". 'Asyhadu' (aku bersaksi) bukan sekadar ucapan, melainkan sebuah pengakuan yang lahir dari ilmu, keyakinan, dan ketulusan hati. Kita bersaksi dengan segenap jiwa raga. Kalimat "Laa ilaaha" (tiada tuhan) adalah penolakan (nafi) terhadap segala bentuk sesembahan, tuhan-tuhan palsu, baik itu berhala, hawa nafsu, harta, maupun jabatan. Kemudian diikuti dengan "illallah" (selain Allah), sebuah penegasan (itsbat) bahwa satu-satunya yang berhak disembah hanyalah Allah. Ini adalah inti dari ajaran tauhid.
- Wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh (وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ): "Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya". Persaksian ini memiliki dua bagian penting. Pertama, 'abduhu' (hamba-Nya), yang menegaskan posisi Nabi Muhammad sebagai manusia biasa, seorang hamba yang taat kepada Allah. Ini penting untuk mencegah pengkultusan dan pendewaan terhadap beliau. Beliau adalah teladan tertinggi dalam penghambaan. Kedua, 'rasuuluh' (utusan-Nya), yang menegaskan posisinya sebagai pembawa risalah ilahi. Kita wajib mempercayai apa yang beliau sampaikan, menaati perintahnya, menjauhi larangannya, dan beribadah sesuai dengan tuntunannya. Persaksian ini adalah kunci untuk mengikuti jalan yang lurus.
Hukum Tasyahud Awal dan Konsekuensi Jika Terlupa
Memahami status hukum Tasyahud Awal dalam shalat sangat penting agar kita dapat melaksanakan ibadah dengan benar. Para ulama dari berbagai mazhab memiliki pandangan yang sedikit berbeda mengenai hal ini, namun perbedaannya tidak bersifat fundamental.
Pandangan Para Ulama Mazhab
Secara umum, mayoritas ulama (jumhur) berpendapat bahwa Tasyahud Awal hukumnya adalah Sunnah Mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) atau sebagian mengatakannya Wajib dalam shalat.
- Mazhab Syafi'i dan Hanbali: Dalam pandangan kedua mazhab ini, Tasyahud Awal termasuk dalam kategori sunnah ab'adh, yaitu sunnah yang jika ditinggalkan secara sengaja atau karena lupa, dianjurkan untuk menggantinya dengan Sujud Sahwi. Meninggalkannya tidak membatalkan shalat, namun mengurangi kesempurnaannya.
- Mazhab Hanafi: Mazhab ini berpandangan bahwa Tasyahud Awal hukumnya adalah Wajib. Berbeda dengan rukun, jika wajib shalat ditinggalkan karena lupa, shalatnya tetap sah namun wajib melakukan Sujud Sahwi sebelum salam. Jika ditinggalkan dengan sengaja, maka shalatnya menjadi batal.
- Mazhab Maliki: Pandangan mazhab Maliki serupa dengan jumhur, yaitu menganggapnya sebagai Sunnah Mu'akkadah. Meninggalkannya tidak membatalkan shalat, namun sangat dianjurkan untuk tidak meninggalkannya dan dianjurkan melakukan sujud sahwi jika terlupa.
Solusi Jika Lupa: Sujud Sahwi
Karena adanya anjuran kuat dan bahkan kewajiban dalam sebagian mazhab, maka jika seseorang lupa tidak melakukan Tasyahud Awal, solusi syar'i yang diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah dengan melakukan Sujud Sahwi.
Sujud Sahwi adalah dua sujud yang dilakukan sebelum salam untuk menambal kekurangan atau keraguan dalam shalat yang disebabkan oleh kelupaan. Contoh kasus: Seseorang sedang shalat Zuhur, setelah sujud kedua pada rakaat kedua, ia langsung berdiri untuk rakaat ketiga tanpa duduk Tasyahud Awal. Jika ia sudah terlanjur berdiri tegak, maka ia tidak perlu kembali duduk. Ia cukup melanjutkan shalatnya hingga selesai, dan sebelum salam, ia melakukan dua kali sujud (seperti sujud biasa) kemudian baru mengucapkan salam.
Tindakan ini menunjukkan betapa rahmat Allah begitu luas. Kesalahan yang tidak disengaja dalam ibadah tidak lantas merusaknya, melainkan disediakan cara untuk memperbaikinya. Ini mengajarkan kita untuk tidak berputus asa dan senantiasa berusaha menyempurnakan ibadah kita.
Posisi Duduk dan Isyarat Telunjuk
Tasyahud Awal tidak hanya tentang bacaan, tetapi juga diiringi dengan tata cara duduk dan gerakan tangan yang spesifik, yang semuanya memiliki makna dan landasan dari sunnah Nabi Muhammad SAW.
Posisi Duduk: Duduk Iftirasy
Posisi duduk yang disunnahkan saat Tasyahud Awal adalah duduk iftirasy. Caranya adalah dengan menduduki telapak kaki kiri, sementara telapak kaki kanan ditegakkan dengan jari-jemarinya menghadap kiblat. Posisi ini berbeda dengan duduk tawarruk yang biasanya dilakukan pada Tasyahud Akhir, di mana kaki kiri dimasukkan ke bawah kaki kanan dan duduk langsung di lantai.
Hikmah di balik posisi duduk iftirasy ini antara lain adalah untuk menjaga konsentrasi dan kewaspadaan. Posisi kaki kanan yang tegak seolah menjadi pengingat bahwa shalat belum selesai, dan kita harus segera bangkit untuk melanjutkan rakaat berikutnya. Ini adalah posisi yang menunjukkan kerendahan hati seorang hamba di hadapan Rabb-nya, duduk dengan sopan dan penuh adab.
Gerakan Tangan dan Isyarat Telunjuk
Saat duduk Tasyahud Awal, kedua tangan diletakkan di atas paha. Tangan kiri dibiarkan terbuka seperti biasa, sedangkan tangan kanan digenggamkan, kecuali jari telunjuk. Ada beberapa variasi dalam cara menggenggam jari tangan kanan, seperti membentuk lingkaran dengan jari tengah dan ibu jari, atau menggenggam semua jari kecuali telunjuk.
Yang menjadi ciri khas adalah isyarat jari telunjuk (isyarah as-sabbabah). Jari telunjuk diangkat atau diacungkan ke arah kiblat. Gerakan ini adalah sebuah simbol yang sangat kuat. Jari telunjuk yang tunggal melambangkan keesaan Allah (Tauhid). Saat kita mengucapkan kalimat syahadat, "Asyhadu an laa ilaaha illallaah", gerakan ini menjadi penegas visual atas apa yang diikrarkan oleh lisan dan diyakini oleh hati. Ini adalah deklarasi bahwa hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kapan tepatnya jari telunjuk mulai diangkat dan apakah digerak-gerakkan atau tidak. Sebagian berpendapat diangkat saat mengucapkan "illallaah", sebagian lain sejak awal duduk Tasyahud. Semua ini adalah variasi dalam praktik yang memiliki dasar riwayatnya masing-masing. Yang terpenting adalah memahami esensi dari isyarat tersebut, yaitu sebagai simbol pengesaan Allah SWT.
Kesimpulan: Menghidupkan Kembali Dialog Agung dalam Shalat
Tasyahud Awal bukanlah sekadar bacaan hafalan yang dilafalkan secara mekanis. Ia adalah sebuah dialog agung, sebuah perhentian spiritual yang kaya makna. Di dalamnya terkandung pujian tertinggi kepada Allah, salam hormat kepada Nabi Muhammad SAW, doa universal untuk diri sendiri dan seluruh orang saleh, serta penegasan kembali pilar keimanan kita melalui dua kalimat syahadat.
Dengan memahami setiap kata, meresapi setiap kalimat, dan menghayati setiap gerakan, kita dapat mengubah Tasyahud Awal dari sebuah kewajiban rutin menjadi sebuah pengalaman ruhani yang mendalam. Ia menjadi momen di mana kita memperbaharui janji kita kepada Allah, memperkuat ikatan cinta kita kepada Rasulullah, dan merasakan persaudaraan dengan seluruh umat beriman. Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk dapat melaksanakan shalat dengan khusyuk dan memahami setiap hikmah di baliknya, sehingga shalat kita benar-benar menjadi penyejuk hati dan penuntun jalan hidup.