Memahami Bacaan Tahiyat Awal NU: Panduan Lengkap, Makna, dan Tata Caranya

Ilustrasi Posisi Duduk Tasyahud Awal Seorang Muslim dalam posisi duduk iftirasy saat melakukan tahiyat awal dalam shalat, dengan latar belakang kaligrafi sederhana. الله Ilustrasi posisi duduk tasyahud atau tahiyat awal dalam shalat.

Shalat adalah tiang agama, sebuah pilar fundamental dalam kehidupan seorang Muslim. Ia bukan sekadar rangkaian gerakan dan ucapan, melainkan sebuah dialog agung antara hamba dengan Sang Khalik. Setiap elemen di dalamnya, dari takbiratul ihram hingga salam, memiliki makna mendalam dan hikmah yang luar biasa. Salah satu rukun dan sunnah terpenting dalam shalat adalah duduk tasyahud atau yang lebih dikenal sebagai tahiyat. Dalam praktik ibadah warga Nahdliyin, yang mayoritas berpegang pada madzhab Syafi'i, bacaan dan tata cara tahiyat awal memiliki kekhususan yang perlu dipahami secara saksama. Artikel ini akan mengupas tuntas seluk beluk bacaan tahiyat awal NU, dari lafal, makna per kata, landasan, hingga tata cara pelaksanaannya yang benar.

Kedudukan dan Makna Filosofis Tahiyat Awal

Sebelum menyelami bacaannya, penting untuk memahami posisi tahiyat awal dalam struktur shalat menurut fiqih Syafi'i. Tahiyat awal termasuk dalam kategori Sunnah Ab'ad. Istilah ini merujuk pada amalan sunnah yang sangat dianjurkan (mu'akkad) dan memiliki konsekuensi khusus jika ditinggalkan. Berbeda dengan sunnah biasa (hai'at), meninggalkan sunnah ab'ad secara tidak sengaja dianjurkan untuk diganti dengan sujud sahwi sebelum salam. Hal ini menandakan betapa pentingnya kedudukan tahiyat awal, meskipun tidak sampai membatalkan shalat seperti halnya rukun.

Secara etimologis, "tahiyat" berarti penghormatan, sementara "tasyahud" berarti persaksian. Keduanya menyatu dalam amalan ini. Duduk tahiyat adalah momen di mana seorang hamba berhenti sejenak dari gerakan fisik, untuk kemudian mempersembahkan penghormatan tertinggi kepada Allah SWT, mengirimkan salam kepada Nabi Muhammad SAW, serta memperbarui ikrar syahadat yang menjadi inti dari keimanan. Para ulama menggambarkan bacaan tahiyat sebagai rekaman dialog surgawi yang terjadi saat peristiwa Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebuah percakapan agung antara Allah SWT, Rasulullah SAW, para malaikat, dan mencakup seluruh hamba-Nya yang saleh.

Bacaan Lengkap Tahiyat Awal Menurut Tradisi NU (Madzhab Syafi'i)

Berikut adalah bacaan tahiyat awal yang lazim diamalkan oleh warga Nahdlatul Ulama, lengkap dengan tulisan Arab, transliterasi Latin untuk membantu pelafalan, serta terjemahan dan penjelasan mendalam untuk setiap frasanya.

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Transliterasi:

"Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. Assalaamu 'alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh. Assalaamu 'alainaa wa 'alaa 'ibaadillaahish shaalihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna sayyidanaa muhammadar rasuulullaah. Allaahumma shalli 'alaa sayyidinaa Muhammad."

Terjemahan:
"Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan adalah milik Allah. Semoga keselamatan tercurah kepadamu, wahai Nabi, beserta rahmat dan keberkahan Allah. Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa junjungan kami Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad."

Tadabbur Makna Mendalam di Setiap Kalimat Tahiyat

Untuk mencapai kekhusyuan (khusyu') dalam shalat, memahami makna dari setiap ucapan adalah kunci. Mari kita bedah satu per satu kalimat agung dalam bacaan tahiyat awal ini.

1. Pujian Tertinggi untuk Sang Pencipta

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ

"Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah"

"Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan adalah milik Allah."

Kalimat pembuka ini adalah bentuk pengakuan total seorang hamba bahwa segala bentuk kemuliaan dan keagungan di alam semesta ini hakikatnya adalah milik Allah semata. Mari kita urai maknanya:

2. Salam untuk Sang Teladan, Nabi Muhammad SAW

السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

"Assalaamu 'alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh"

"Semoga keselamatan tercurah kepadamu, wahai Nabi, beserta rahmat dan keberkahan Allah."

Setelah memuji Allah, kita diajarkan untuk memberikan salam penghormatan kepada Rasulullah SAW. Ini adalah jawaban dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW saat Mi'raj. Perhatikan penggunaan kata ganti 'alaika (kepadamu) yang bersifat langsung. Para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) meyakini bahwa penggunaan redaksi ini menunjukkan seolah-olah kita sedang berhadapan langsung dengan Nabi. Ini menumbuhkan rasa cinta (mahabbah) dan kehadiran spiritual (hudhur) bersama Rasulullah dalam shalat kita.

3. Salam Universal untuk Diri dan Seluruh Hamba Saleh

السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ

"Assalaamu 'alainaa wa 'alaa 'ibaadillaahish shaalihiin"

"Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh."

Ini adalah kalimat yang diucapkan para malaikat saat menyaksikan dialog agung antara Allah dan Rasul-Nya. Kalimat ini memiliki dimensi sosial dan spiritual yang sangat luas. Dengan mengucapkannya, kita mendoakan keselamatan tidak hanya untuk diri sendiri ('alainaa), tetapi juga untuk seluruh hamba Allah yang saleh. Siapa saja mereka? Mereka adalah para nabi, para wali, para syuhada, dan setiap insan beriman yang taat, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, di manapun mereka berada. Ini adalah doa yang meruntuhkan egoisme dan membangun ikatan persaudaraan (ukhuwah islamiyah) universal.

4. Ikrar Syahadat: Pembaruan Janji Keimanan

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ

"Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna sayyidanaa muhammadar rasuulullaah"

"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa junjungan kami Nabi Muhammad adalah utusan Allah."

Inilah puncak dari tasyahud, yaitu persaksian. Di dalam shalat, kita memperbarui ikrar ini. Ini bukan sekadar ucapan lisan, melainkan pengakuan yang lahir dari hati, diyakini oleh akal, dan dibuktikan dengan perbuatan. Syahadatain (dua kalimat syahadat) adalah fondasi Islam. Dengan mengucapkannya berulang kali dalam shalat, kita terus menerus menyegarkan dan memperkuat pilar keimanan kita. Di sinilah letak salah satu kekhasan amalan warga NU, yaitu penggunaan lafal "Sayyidina".

5. Shalawat: Ungkapan Cinta dan Harapan Syafaat

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

"Allaahumma shalli 'alaa sayyidinaa Muhammad"

"Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad."

Tahiyat awal dalam madzhab Syafi'i ditutup dengan bacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Ini adalah perintah langsung dari Allah dalam Al-Qur'an (QS. Al-Ahzab: 56). Bershalawat adalah bentuk cinta, penghormatan, dan doa kita agar Allah senantiasa memuliakan Nabi Muhammad. Dengan bershalawat, kita juga berharap mendapatkan syafaat (pertolongan) dari beliau di hari kiamat kelak. Batas minimal bacaan tahiyat awal adalah sampai pada shalawat ini.

Kajian Khusus: Penggunaan Lafal "Sayyidina" dalam Tasyahud

Salah satu ciri khas yang sering diidentikkan dengan amalan kaum Nahdliyin adalah penambahan kata "Sayyidina" (junjungan kami/tuan kami) sebelum menyebut nama Nabi Muhammad SAW, baik di dalam maupun di luar shalat, termasuk dalam tasyahud. Praktik ini didasarkan pada landasan adab (etika) dan penghormatan yang tinggi kepada Rasulullah SAW.

Dalil dan Argumentasi Penggunaan "Sayyidina"

Kalangan ulama NU berpendapat bahwa meskipun dalam beberapa riwayat hadis tentang ajaran tasyahud tidak tercantum kata "Sayyidina", penggunaannya justru lebih utama karena merupakan wujud pengamalan adab. Logikanya sederhana: menyebut nama orang yang kita hormati secara langsung tanpa gelar adalah perbuatan yang kurang sopan. Apalagi jika yang disebut adalah manusia termulia, Nabi Muhammad SAW.

Dasarnya antara lain adalah firman Allah SWT:

"Janganlah kamu jadikan panggilanmu kepada Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain)..." (QS. An-Nur: 63)

Ayat ini secara jelas melarang kita memanggil Rasulullah SAW sebagaimana kita memanggil sesama kita. Menambahkan gelar seperti "Sayyidina" adalah salah satu cara untuk mengamalkan perintah ini. Selain itu, Nabi Muhammad SAW sendiri pernah bersabda dalam hadis yang shahih:

"Aku adalah sayyid (pemimpin/junjungan) anak Adam pada hari kiamat." (HR. Muslim)

Jika Nabi sendiri telah mengabarkan statusnya sebagai "Sayyid", maka menyebutnya dengan gelar tersebut adalah bentuk pembenaran dan pengakuan atas sabda beliau. Para ulama besar seperti Imam Ramli dan Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam fiqih Syafi'i menyatakan bahwa menambahkan "Sayyidina" dalam tasyahud hukumnya sunnah dan lebih utama (afdhal) daripada meninggalkannya, karena di dalamnya terkandung unsur adab kepada Rasulullah SAW yang lebih diutamakan daripada sekadar mengikuti redaksi harfiah (ittiba' lafdzi).

Tata Cara Duduk dan Gerakan Tangan Saat Tahiyat Awal

Kesempurnaan tahiyat awal tidak hanya terletak pada bacaannya, tetapi juga pada postur tubuh dan gerakannya. Posisi duduk saat tahiyat awal disebut duduk Iftirasy.

Langkah-langkah Duduk Iftirasy yang Benar:

  1. Duduk di atas mata kaki kiri. Posisikan telapak kaki kiri Anda membentang di lantai dan menjadi tumpuan bagi pantat sebelah kiri.
  2. Tegakkan telapak kaki kanan. Jari-jemari kaki kanan ditekuk dan ujungnya menekan lantai, menghadap ke arah kiblat. Ini membantu menjaga keseimbangan dan merupakan bagian dari sunnah.
  3. Letakkan kedua telapak tangan di atas paha. Posisikan tangan sedikit di atas lutut, dengan jari-jari yang rileks dan rapat, menghadap ke arah kiblat. Jangan terlalu maju hingga melewati lutut, atau terlalu mundur.
  4. Pandangan mata tertuju ke area telunjuk yang akan diangkat atau ke pangkuan, sebagai bentuk kekhusyuan.

Gerakan Isyarat Jari Telunjuk

Salah satu sunnah dalam duduk tasyahud adalah melakukan isyarat dengan jari telunjuk kanan. Gerakan ini memiliki makna tauhid yang sangat dalam, yaitu mengisyaratkan bahwa Allah itu Esa.

Perbedaan Mendasar Antara Tahiyat Awal dan Tahiyat Akhir

Meskipun namanya mirip, terdapat perbedaan signifikan antara tahiyat awal dan tahiyat akhir yang wajib diketahui agar shalat kita sah dan sempurna.

Aspek Tahiyat Awal Tahiyat Akhir
Hukum Sunnah Ab'ad (Sunnah yang sangat dianjurkan) Rukun Shalat (Wajib, jika ditinggal shalat tidak sah)
Posisi Duduk Iftirasy (Menduduki telapak kaki kiri) Tawarruk (Mengeluarkan kaki kiri ke kanan, duduk di lantai)
Batas Bacaan Sampai bacaan shalawat atas Nabi Muhammad SAW ("Allahumma shalli 'ala sayyidina Muhammad") Dilanjutkan dengan Shalawat Ibrahimiyyah dan doa sebelum salam
Konsekuensi Jika Lupa Dianjurkan melakukan sujud sahwi sebelum salam Shalat batal dan wajib diulang jika sengaja ditinggalkan

Solusi Fiqih: Bagaimana Jika Lupa Melakukan Tahiyat Awal?

Karena statusnya sebagai Sunnah Ab'ad, ada panduan khusus jika seorang Muslim lupa melaksanakan tahiyat awal. Situasinya terbagi menjadi dua:

  1. Teringat Sebelum Berdiri Sempurna: Jika Anda lupa duduk tahiyat awal dan baru teringat saat posisi tubuh belum tegak lurus untuk rakaat ketiga (misalnya masih dalam posisi membungkuk), maka Anda wajib kembali duduk untuk melakukan tahiyat awal.
  2. Teringat Setelah Berdiri Sempurna: Jika Anda sudah terlanjur berdiri tegak untuk rakaat ketiga, maka Anda dilarang untuk kembali duduk. Lanjutkan shalat Anda seperti biasa hingga selesai, dan sebelum salam, lakukanlah sujud sahwi sebanyak dua kali. Jika Anda nekat kembali duduk setelah berdiri sempurna, shalat Anda bisa menjadi batal karena telah menambahkan gerakan besar yang tidak perlu.

Sujud sahwi dilakukan dengan membaca tasbih khusus: "Subhaana man laa yanaamu wa laa yashuu" (Maha Suci Dzat yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa).

Kesimpulan: Menghayati Dialog Agung dalam Shalat

Bacaan tahiyat awal NU, yang berlandaskan fiqih Syafi'i, adalah sebuah rangkaian doa dan pengakuan yang sarat makna. Ia bukan sekadar hafalan yang diucapkan, melainkan sebuah dialog spiritual yang membawa kita menelusuri peristiwa Mi'raj, memperbarui syahadat, menebar salam universal, serta menunjukkan adab dan cinta kepada Rasulullah SAW. Dengan memahami setiap lafal, menghayati maknanya, dan melaksanakan tata caranya dengan benar, kita dapat meningkatkan kualitas shalat kita dari sekadar kewajiban ritual menjadi sebuah perjumpaan yang khusyu' dan bermakna dengan Allah SWT. Semoga kita senantiasa diberi kemampuan untuk menyempurnakan ibadah kita.

🏠 Kembali ke Homepage