Memahami Bacaan Tahiyat Awal dan Akhir Latin Beserta Maknanya

Shalat adalah tiang agama, sebuah jembatan komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya bukanlah sekadar ritual kosong, melainkan mengandung makna spiritual yang sangat mendalam. Salah satu rukun shalat yang paling krusial adalah duduk tasyahud atau tahiyat. Dalam momen hening ini, seorang Muslim melafalkan untaian kalimat agung yang merupakan dialog, pujian, persaksian, dan doa. Memahami bacaan tahiyat awal dan akhir, tidak hanya dalam tulisan latinnya tetapi juga dalam esensi maknanya, akan meningkatkan kualitas shalat kita, mengubahnya dari sekadar kewajiban menjadi sebuah kebutuhan ruhani yang menenangkan.

Tahiyat terbagi menjadi dua: Tahiyat Awal dan Tahiyat Akhir. Keduanya memiliki peran dan kedudukan hukum yang berbeda dalam shalat, namun sama-sama merupakan inti dari penghambaan. Artikel ini akan mengupas tuntas bacaan tahiyat awal dan akhir, mulai dari lafal latinnya yang memudahkan bagi yang belum lancar membaca Arab, teks Arab aslinya, terjemahan, hingga penjelasan mendalam dari setiap frasa yang terkandung di dalamnya. Dengan menyelami samudra makna ini, semoga shalat kita menjadi lebih khusyuk, lebih bermakna, dan lebih diterima di sisi Allah SWT.

Kaligrafi Arab Shahada sebagai ilustrasi bacaan tahiyat لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ Kaligrafi Arab bertuliskan "La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah" yang merupakan inti dari bacaan tasyahud dalam shalat.

Ilustrasi kaligrafi syahadatain yang menjadi inti dari Tasyahud.

Tahiyat Awal: Salam Penghormatan dan Persaksian

Tahiyat Awal dilakukan pada rakaat kedua dalam shalat yang memiliki lebih dari dua rakaat, seperti shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Hukum melaksanakannya adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) atau menurut sebagian ulama Mazhab Syafi'i sebagai sunnah ab'ad, yang jika terlupakan dianjurkan untuk menggantinya dengan sujud sahwi. Duduknya disebut dengan posisi iftirasy, yaitu duduk di atas telapak kaki kiri, sementara telapak kaki kanan ditegakkan dengan jari-jari menghadap kiblat.

Bacaan Lengkap Tahiyat Awal

Berikut adalah bacaan lengkap tahiyat awal yang paling umum diamalkan, berdasarkan riwayat dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu.

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ

Attahiyyaatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rohmatullaahi wa barokaatuh. Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah.

"Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah. Semoga salam, rahmat, dan berkah-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi. Semoga salam sejahtera tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."

Kupas Tuntas Makna Setiap Kalimat Tahiyat Awal

Setiap frasa dalam bacaan tahiyat memiliki latar belakang dan makna yang sangat dalam. Ini bukanlah sekadar susunan kata, melainkan sebuah dialog agung yang konon berasal dari peristiwa Mi'raj Nabi Muhammad SAW.

1. Attahiyyaatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah.

(Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah.)

Kalimat pembuka ini adalah bentuk pengagungan tertinggi seorang hamba kepada Rabb-nya. Mari kita bedah kata per kata:

2. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rohmatullaahi wa barokaatuh.

(Semoga salam, rahmat, dan berkah-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi.)

Setelah mengagungkan Allah, kita beralih untuk menyampaikan salam kepada sosok yang menjadi perantara hidayah, Nabi Muhammad SAW. Kalimat ini memiliki dimensi historis yang luar biasa. Diriwayatkan bahwa ini adalah jawaban Allah kepada Nabi Muhammad SAW saat beliau menghadap-Nya dalam peristiwa Isra' Mi'raj. Ketika Nabi mengucapkan "Attahiyyatu lillah...", Allah menjawab dengan "Assalaamu 'alaika ayyuhan nabiyyu...".

Dengan mengucapkan ini, kita seolah-olah ikut serta dalam dialog agung tersebut. Kita tidak hanya mengirimkan salam, tetapi juga merasakan kedekatan dengan Rasulullah. Kata "alaika" (kepadamu) menggunakan kata ganti orang kedua, seolah-olah kita sedang berbicara langsung kepada beliau. Ini menanamkan rasa cinta dan kehadiran spiritual Nabi dalam shalat kita. Kita memohonkan tiga hal untuk beliau: As-Salam (keselamatan dari segala aib dan kekurangan), Rahmatullah (kasih sayang Allah yang tak terbatas), dan Barakatuh (keberkahan-Nya yang melimpah).

3. Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin.

(Semoga salam sejahtera tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih.)

Ini adalah bagian yang menunjukkan keindahan Islam sebagai agama yang tidak egois. Diriwayatkan bahwa setelah Allah dan Rasul-Nya saling memberi salam, Nabi Muhammad SAW tidak ingin menikmati keselamatan itu sendirian. Beliau lalu mengucapkan kalimat ini. Beliau memohonkan keselamatan untuk dirinya dan seluruh umatnya ("alainaa" - atas kami) dan juga untuk seluruh hamba Allah yang shalih. Siapakah hamba Allah yang shalih? Mereka adalah setiap hamba yang taat, baik dari kalangan manusia maupun jin, para malaikat, nabi, dan orang-orang beriman di langit dan di bumi, dari zaman Nabi Adam hingga hari kiamat. Dengan satu kalimat ini, kita telah mendoakan kebaikan untuk miliaran makhluk Allah yang taat. Ini adalah wujud dari persaudaraan universal dalam iman.

4. Asyhadu allaa ilaaha illallaah.

(Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.)

Inilah puncak dan inti dari seluruh ajaran Islam: syahadat tauhid. Setelah memuji Allah dan bershalawat, kita memperbarui persaksian iman kita. Kata "Asyhadu" (aku bersaksi) bukan sekadar berarti "aku berkata" atau "aku meyakini". Persaksian menuntut ilmu, keyakinan yang kokoh, dan pengakuan yang diumumkan. Dengan mengucapkannya, kita menyatakan dengan kesadaran penuh bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah, tidak ada Dzat yang layak menjadi tujuan hidup, tidak ada kekuatan yang pantas ditakuti dan diharapkan selain Allah SWT. Ini adalah pembebasan diri dari segala bentuk perbudakan kepada makhluk dan penyerahan diri total kepada Sang Khaliq.

5. Wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah.

(Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.)

Syahadat tauhid tidak akan lengkap tanpa syahadat rasul. Keduanya adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Setelah mengakui keesaan Allah, kita mengakui dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya yang terakhir. Persaksian ini mengandung konsekuensi logis: membenarkan semua yang beliau sampaikan, menaati semua yang beliau perintahkan, menjauhi semua yang beliau larang, dan beribadah kepada Allah hanya dengan cara yang telah beliau ajarkan. Ini adalah komitmen untuk menjadikan Rasulullah sebagai satu-satunya teladan (uswatun hasanah) dalam seluruh aspek kehidupan.

Sampai di sini, bacaan tahiyat awal selesai. Seorang yang shalat kemudian akan langsung berdiri untuk melanjutkan rakaat ketiga.

Tahiyat Akhir: Penyempurna Shalat dengan Shalawat Ibrahimiyah

Tahiyat Akhir dilakukan pada rakaat terakhir setiap shalat. Berbeda dengan tahiyat awal, Tahiyat Akhir termasuk dalam rukun shalat. Artinya, jika sengaja atau tidak sengaja ditinggalkan, maka shalatnya menjadi tidak sah dan harus diulang. Posisi duduk pada saat tahiyat akhir disebut tawarruk. Caranya adalah dengan memasukkan kaki kiri ke bawah kaki kanan, dan duduk di atas lantai (bukan di atas telapak kaki kiri), sementara telapak kaki kanan ditegakkan.

Bacaan Tahiyat Akhir pada dasarnya adalah bacaan Tahiyat Awal yang dilanjutkan dengan Shalawat Ibrahimiyah dan ditutup dengan doa sebelum salam.

Bacaan Lengkap Tahiyat Akhir

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ،

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Attahiyyaatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rohmatullaahi wa barokaatuh. Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallaah wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullaah.

Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa shollaita ‘alaa Ibraahiim wa ‘alaa aali Ibraahiim. Wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa baarokta ‘alaa Ibraahiim wa ‘alaa aali Ibraahiim. Fil ‘aalamiina innaka hamiidum majiid.

"Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah. Semoga salam, rahmat, dan berkah-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi. Semoga salam sejahtera tercurah kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan shalawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim. Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya di seluruh alam, Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia."

Membedah Makna Shalawat Ibrahimiyah

Tambahan pada tahiyat akhir adalah Shalawat Ibrahimiyah. Ini adalah bentuk shalawat terbaik yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW ketika para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, kami sudah tahu bagaimana cara mengucapkan salam kepadamu, lalu bagaimana cara kami bershalawat kepadamu?" Maka beliau mengajarkan shalawat ini. Mengapa nama Nabi Ibrahim 'alaihissalam disebut?

1. Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad.

(Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad.)

Ini adalah permohonan kita kepada Allah. "Sholli 'alaa Muhammad" bukan sekadar doa biasa. Shalawat dari Allah kepada hamba-Nya memiliki makna pujian di hadapan para malaikat (al-mala' al-a'la). Jadi, kita memohon agar Allah senantiasa memuji dan mengagungkan nama Nabi Muhammad di hadapan para malaikat-Nya. Ini adalah bentuk penghormatan tertinggi. "Aali Muhammad" dapat diartikan sebagai keluarga beliau dalam artian nasab, atau dalam artian yang lebih luas, yaitu seluruh pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

2. Kamaa shollaita ‘alaa Ibraahiim wa ‘alaa aali Ibraahiim.

(Sebagaimana Engkau telah melimpahkan shalawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim.)

Di sini kita melakukan tasybih atau perbandingan. Kita memohon kepada Allah agar memberikan pujian dan kemuliaan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Allah telah memberikan pujian dan kemuliaan yang agung kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Nabi Ibrahim adalah Bapak para Nabi (Abul Anbiya') dan mendapat gelar Khalilullah (Kekasih Allah). Banyak nabi dan rasul berasal dari keturunannya. Dengan menyandingkan Nabi Muhammad dengan Nabi Ibrahim, kita memohonkan tingkatan kemuliaan yang setara atau bahkan lebih tinggi, karena Nabi Muhammad adalah penutup para nabi.

3. Wa baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad.

(Dan berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad.)

Setelah memohon shalawat (pujian), kita memohon keberkahan. Keberkahan adalah kebaikan yang tetap, langgeng, dan terus bertambah. Kita memohon agar Allah melanggengkan kebaikan ajaran Nabi Muhammad, memperbanyak jumlah pengikutnya, meninggikan agamanya, dan menjaga syariatnya hingga hari kiamat. Ini adalah doa untuk kelestarian dan kejayaan risalah yang beliau bawa.

4. Kamaa baarokta ‘alaa Ibraahiim wa ‘alaa aali Ibraahiim.

(Sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim.)

Lagi-lagi, kita membandingkan dengan keberkahan yang telah Allah limpahkan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Allah telah memberkahi Nabi Ibrahim dengan keturunan yang shalih yang menjadi nabi-nabi dan pemimpin umat, serta menjadikan Makkah, tempat yang beliau doakan, sebagai tanah yang penuh berkah. Kita memohon agar keberkahan serupa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad dan umatnya.

5. Fil ‘aalamiina innaka hamiidum majiid.

(Sesungguhnya di seluruh alam, Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia.)

Kalimat penutup ini adalah pujian kembali kepada Allah. Fil 'aalamiin (di seluruh alam) menegaskan bahwa permohonan pujian dan keberkahan ini berlaku universal, di seluruh ciptaan-Nya. Innaka Hamiidum Majiid (Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia). Hamiid berarti Dzat yang Maha Terpuji, baik karena Dzat-Nya yang sempurna maupun karena perbuatan-Nya yang penuh kebaikan. Majiid berarti Dzat yang Maha Mulia, Agung, dan Luhur. Kita menutup doa agung ini dengan mengakui kembali kesempurnaan sifat-sifat Allah SWT, Dzat yang kepada-Nya kita memohon.

Doa Perlindungan Sebelum Salam

Setelah menyelesaikan bacaan Shalawat Ibrahimiyah, dan sebelum mengucap salam sebagai penutup shalat, sangat dianjurkan (sunnah) untuk membaca doa memohon perlindungan dari empat perkara besar. Doa ini diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW dan memiliki urgensi yang sangat tinggi, mengingat beratnya empat fitnah tersebut.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Allaahumma innii a’uudzu bika min ‘adzaabil qobri, wa min ‘adzaabi jahannam, wa min fitnatil mahyaa wal mamaati, wa min syarri fitnatil masiihid dajjaal.

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dari siksa neraka Jahannam, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."

Makna Empat Perlindungan yang Dimohonkan

Empat permohonan ini mencakup perlindungan di dunia, di alam barzakh (kubur), dan di akhirat. Ini menunjukkan betapa seorang Muslim selalu membutuhkan pertolongan Allah di setiap fase eksistensinya.

  1. Perlindungan dari Siksa Kubur ('Adzaabil Qobri): Alam kubur adalah fase pertama setelah kematian dan gerbang menuju akhirat. Keyakinan akan adanya nikmat dan siksa kubur adalah bagian dari akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Siksa kubur adalah balasan awal bagi orang-orang yang ingkar dan berbuat dosa. Dengan memohon perlindungan ini, kita mengakui kelemahan diri dan berharap rahmat Allah menyelamatkan kita dari azab pertama yang mengerikan ini.
  2. Perlindungan dari Siksa Neraka Jahannam ('Adzaabi Jahannam): Ini adalah puncak dari segala azab dan kesengsaraan di akhirat. Neraka Jahannam adalah tempat balasan bagi orang-orang kafir dan para pendosa yang belum diampuni. Memohon perlindungan darinya adalah ekspresi rasa takut (khauf) kita kepada Allah dan pengakuan bahwa tidak ada kekuatan yang bisa menyelamatkan kita dari api neraka selain rahmat dan ampunan-Nya. Doa ini diulang-ulang di akhir shalat untuk senantiasa mengingatkan kita akan tujuan akhir dan bahaya terbesar yang mengancam.
  3. Perlindungan dari Fitnah Kehidupan dan Kematian (Fitnatil Mahyaa wal Mamaat):
    • Fitnah Kehidupan (Fitnatil Mahya): Ini mencakup segala bentuk ujian, cobaan, dan godaan yang dihadapi manusia selama hidup di dunia. Termasuk di dalamnya adalah godaan syahwat (harta, takhta, wanita), godaan syubhat (keraguan terhadap ajaran agama), ujian berupa kemiskinan dan kekayaan, serta musibah dan kesenangan. Kita memohon keteguhan iman agar tidak tergelincir oleh berbagai fitnah duniawi ini.
    • Fitnah Kematian (Fitnatil Mamat): Ini merujuk pada ujian berat saat sakaratul maut. Dikatakan bahwa pada saat itu, setan akan datang dengan godaan terakhirnya untuk membuat seseorang meninggal dalam keadaan su'ul khatimah (akhir yang buruk), misalnya dengan membuatnya ragu terhadap Allah atau mengingkari iman. Selain itu, fitnah kematian juga mencakup ujian di alam kubur saat ditanyai oleh malaikat Munkar dan Nakir. Kita memohon agar lisan kita dimudahkan untuk menjawab dengan benar dan iman kita dikokohkan hingga napas terakhir.
  4. Perlindungan dari Kejahatan Fitnah Al-Masih Ad-Dajjal (Syarri Fitnatil Masiihid Dajjaal): Rasulullah SAW menyatakan bahwa fitnah Dajjal adalah fitnah terbesar sejak diciptakannya Nabi Adam hingga hari kiamat. Dajjal akan muncul di akhir zaman dengan membawa kemampuan luar biasa yang dapat menipu manusia. Ia bisa menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman, membawa surga dan neraka palsu, hingga menghidupkan orang mati dengan izin Allah sebagai ujian. Begitu dahsyatnya fitnah ini sehingga semua nabi telah memperingatkan umatnya tentang Dajjal. Dengan memohon perlindungan darinya di setiap shalat, kita menunjukkan keseriusan kita dalam menghadapi ujian iman terbesar ini dan memohon kekuatan dari Allah untuk tidak tertipu olehnya jika kita hidup di zamannya.

Setelah membaca doa ini, seorang Muslim akan mengakhiri shalatnya dengan mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri: "Assalaamu 'alaikum wa rahmatullah."

Kesimpulan: Tahiyat Sebagai Jantung Shalat

Dari pemaparan yang panjang ini, kita dapat melihat bahwa duduk tahiyat bukanlah sekadar jeda atau formalitas sebelum shalat berakhir. Ia adalah momen kontemplasi yang sarat makna. Dimulai dengan pengagungan mutlak kepada Allah, dilanjutkan dengan salam penghormatan kepada Rasulullah sebagai teladan utama, lalu disebarkan kepada seluruh hamba yang shalih sebagai wujud persaudaraan iman. Kemudian, di momen itu kita memperbarui ikrar syahadat yang menjadi pondasi seluruh kehidupan kita. Pada tahiyat akhir, kita menyempurnakannya dengan shalawat terindah kepada Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim, menyambungkan tali sejarah para nabi pembawa tauhid. Dan sebagai penutup, kita memohon perlindungan dari empat marabahaya terbesar yang mengancam keselamatan iman kita di dunia dan akhirat.

Mempelajari dan merenungkan bacaan tahiyat awal dan akhir, baik dalam lafal latin maupun makna yang terkandung di dalamnya, adalah sebuah investasi spiritual. Hal ini akan membantu kita mencapai kekhusyukan, merasakan manisnya berkomunikasi dengan Allah, dan menjadikan shalat kita bukan lagi sebagai beban, melainkan sebagai kebutuhan, sebagai penyejuk hati, dan sebagai mi'raj seorang mukmin. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk dapat mendirikan shalat dengan sebaik-baiknya.

🏠 Kembali ke Homepage