Surat Al-Waqiah: Kunci Spiritual Pembuka Pintu Rezeki
Dalam samudra luas Al-Quran, setiap surat memiliki cahaya dan keistimewaannya sendiri. Salah satu surat yang sering disebut sebagai wasilah spiritual untuk kelapangan rezeki adalah Surat Al-Waqiah. Lebih dari sekadar rangkaian ayat, bacaan Surat Al-Waqiah pembuka pintu rezeki telah menjadi amalan yang dipegang teguh oleh banyak umat Muslim. Amalan ini bukan tentang pesugihan atau jalan pintas, melainkan sebuah proses penyelarasan batin, penyerahan diri, dan penguatan keyakinan kepada Allah SWT, Sang Maha Pemberi Rezeki (Ar-Razzaq).
Artikel ini akan mengupas secara mendalam tentang Surat Al-Waqiah, mulai dari pemahaman maknanya, keutamaannya yang luar biasa, hingga tata cara mengamalkannya dengan penuh keyakinan. Dengan memahami esensi di balik setiap ayatnya, kita akan menyadari bahwa rezeki bukan hanya soal materi, melainkan juga ketenangan jiwa, kesehatan, ilmu yang bermanfaat, dan berbagai nikmat lain yang seringkali luput dari pandangan kita.
Mengenal Lebih Dekat Surat Al-Waqiah
Surat Al-Waqiah adalah surat ke-56 dalam mushaf Al-Quran. Terdiri dari 96 ayat, surat ini tergolong sebagai surat Makkiyah, yaitu surat yang diturunkan sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Ciri khas surat Makkiyah adalah penekanannya pada pilar-pilar akidah, seperti keimanan kepada Allah, hari kiamat, surga, dan neraka. Nama "Al-Waqiah" sendiri berarti "Hari Kiamat" atau "Peristiwa yang Pasti Terjadi".
Sebuah ironi yang indah, bukan? Sebuah surat yang menggambarkan dahsyatnya hari akhir justru dikenal sebagai pembuka pintu rezeki di dunia. Inilah letak keajaibannya. Surat ini tidak mengajarkan kita untuk mengejar dunia secara membabi buta. Sebaliknya, Al-Waqiah mengajak kita untuk merenungkan akhirat, sehingga perspektif kita terhadap dunia menjadi lebih lurus. Ketika hati tidak lagi terbelenggu oleh kecintaan berlebihan pada dunia, ia menjadi lebih lapang untuk menerima rezeki yang Allah tetapkan dengan penuh rasa syukur dan tawakal.
Kandungan Agung dalam Surat Al-Waqiah
Untuk memahami mengapa surat ini memiliki fadhilah yang begitu besar, kita perlu menyelami kandungan maknanya. Secara garis besar, Al-Waqiah menggambarkan tiga hal utama: dahsyatnya Hari Kiamat, penggolongan manusia menjadi tiga kelompok, dan bukti-bukti kekuasaan Allah SWT dalam penciptaan.
1. Gambaran Hari Kiamat yang Mengguncang Jiwa
Ayat-ayat awal surat ini melukiskan dengan sangat jelas betapa dahsyatnya peristiwa kiamat. Bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya, gunung-gunung dihancurluluhkan hingga menjadi debu yang beterbangan. Gambaran ini berfungsi sebagai pengingat keras bahwa segala yang kita miliki di dunia—harta, jabatan, status—bersifat fana. Tidak ada yang abadi selain Allah. Pengingat ini menumbuhkan sifat zuhud, yaitu tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama, melainkan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat.
2. Tiga Golongan Manusia di Hari Perhitungan
Inilah inti dari surat Al-Waqiah. Allah SWT membagi manusia menjadi tiga golongan utama, sebuah klasifikasi abadi yang didasarkan pada amal perbuatan mereka di dunia.
a. Golongan Kanan (Ashabul Maimanah)
Mereka adalah orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Buku catatan amal mereka diberikan dari sebelah kanan, sebagai tanda kemuliaan dan keselamatan. Allah menjanjikan bagi mereka balasan surga yang penuh kenikmatan. Al-Waqiah menggambarkan surga untuk mereka dengan sangat detail: berada di antara pohon bidara yang tak berduri, pohon pisang yang bersusun-susun buahnya, naungan yang terbentang luas, air yang terus mengalir, buah-buahan yang banyak dan tak pernah berhenti, serta dipan-dipan yang ditinggikan. Ini adalah motivasi luar biasa untuk senantiasa berada di jalan kebaikan.
b. Golongan Kiri (Ashabul Mas'amah)
Mereka adalah orang-orang kafir, ingkar, dan durhaka. Catatan amal mereka diterima dari sebelah kiri, sebuah pertanda kehinaan dan kecelakaan. Balasan bagi mereka adalah azab yang pedih. Surat ini menggambarkan neraka dengan kengerian yang nyata: mereka berada dalam siksaan angin yang amat panas dan air yang mendidih, serta dalam naungan asap hitam yang tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Gambaran ini berfungsi sebagai peringatan dan rem agar kita menjauhi segala bentuk kemaksiatan.
c. Golongan Terdahulu (As-Sabiqun As-Sabiqun)
Mereka adalah golongan istimewa, orang-orang yang paling dahulu beriman dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang didekatkan kepada Allah (muqarrabun). Balasan untuk mereka adalah surga dengan tingkat tertinggi, Jannatun Na'im (surga yang penuh kenikmatan). Mereka ditemani oleh bidadari-bidadari suci, dilayani oleh anak-anak muda yang tetap muda, dan menikmati segala fasilitas surga yang tak terbayangkan oleh akal manusia. Golongan ini menjadi teladan dan inspirasi tertinggi bagi setiap mukmin.
3. Bukti Kekuasaan Allah sebagai Sang Pencipta dan Pemberi Rezeki
Setelah memaparkan balasan di akhirat, Surat Al-Waqiah mengajak kita untuk merenungkan bukti-bukti nyata kekuasaan Allah di dunia. Inilah bagian yang secara langsung menguatkan keyakinan kita bahwa Allah adalah Ar-Razzaq.
- Penciptaan Manusia: Allah bertanya, "Apakah kamu yang menciptakannya, atau Kamikah penciptanya?" Kita diingatkan tentang asal mula kita dari setetes mani yang hina, sebuah proses ajaib yang sepenuhnya berada dalam kuasa Allah.
- Pertanian: Allah bertanya, "Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?" Petani hanya bisa menanam, namun Allahlah yang menumbuhkan benih, menurunkan hujan, dan menyuburkan tanah. Ini adalah pengingat langsung tentang sumber rezeki kita.
- Air: Allah bertanya, "Kamukah yang menurunkannya dari awan atau Kamikah yang menurunkannya?" Air adalah sumber kehidupan, dan kita sepenuhnya bergantung pada rahmat Allah untuk mendapatkannya.
- Api: Allah mengingatkan bahwa bahkan api yang kita nyalakan berasal dari pohon yang hijau, sebuah proses yang menunjukkan kekuasaan-Nya yang tak terbatas.
Dengan merenungkan ayat-ayat ini, hati kita akan dipenuhi dengan keyakinan bahwa Dzat yang mampu menciptakan semua itu, pastilah Dzat yang sama yang menjamin rezeki setiap makhluk-Nya.
Keutamaan Membaca Surat Al-Waqiah sebagai Pembuka Pintu Rezeki
Korelasi antara membaca Surat Al-Waqiah dengan terbukanya pintu rezeki bukanlah isapan jempol. Hal ini didasarkan pada hadits dan penafsiran para ulama yang memahami koneksi spiritual di dalamnya. Salah satu hadits yang paling populer mengenai hal ini adalah:
"Barangsiapa membaca surat Al-Waqiah setiap malam, maka ia tidak akan ditimpa kefakiran selamanya."
"Kefakiran" dalam hadits ini memiliki makna yang sangat luas. Ia bukan hanya berarti miskin harta, tetapi juga fakir jiwa, fakir ilmu, dan fakir ketenangan. Mengamalkan bacaan Surat Al-Waqiah pembuka pintu rezeki secara istiqamah memiliki beberapa dampak spiritual yang luar biasa:
- Meningkatkan Tawakal: Dengan meresapi ayat-ayat tentang kekuasaan Allah dalam penciptaan dan pemberian rezeki, hati kita menjadi lebih tenang dan pasrah. Kita yakin bahwa rezeki sudah diatur dan dijamin. Rasa khawatir yang berlebihan akan masa depan pun terkikis, digantikan dengan tawakal yang kokoh.
- Menumbuhkan Rasa Syukur: Surat ini mengingatkan kita akan nikmat surga dan azab neraka. Hal ini membuat kita lebih menghargai setiap nikmat kecil yang kita terima di dunia, sekecil apapun itu. Rasa syukur inilah yang menjadi magnet rezeki, sebagaimana janji Allah, "Jika kamu bersyukur, pasti akan Aku tambah (nikmat-Ku) untukmu."
- Meluruskan Niat Bekerja: Al-Waqiah mengubah orientasi hidup kita dari duniawi menjadi ukhrawi. Kita bekerja bukan lagi semata-mata untuk menumpuk harta, tetapi sebagai ibadah dan sarana untuk meraih ridha Allah. Ketika niat sudah lurus karena Allah, maka Allah akan membukakan jalan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
- Menjauhkan dari Sifat Kikir dan Tamak: Memahami kefanaan dunia membuat seseorang tidak lagi terobsesi untuk menumpuk kekayaan. Hati menjadi lebih mudah untuk berbagi, bersedekah, dan membantu sesama. Perilaku dermawan ini, secara spiritual, justru melapangkan rezeki.
- Energi Positif Spiritual: Membaca Al-Quran, khususnya Surat Al-Waqiah, pada malam hari saat suasana hening, akan menciptakan vibrasi positif dalam diri. Ketenangan batin yang didapat akan membuat kita lebih jernih dalam berpikir, lebih kreatif dalam berusaha, dan lebih bijak dalam mengambil keputusan esok harinya.
Cara Terbaik Mengamalkan Surat Al-Waqiah
Untuk mendapatkan fadhilah yang maksimal, amalan membaca Surat Al-Waqiah sebaiknya tidak dilakukan secara asal-asalan. Ada adab dan cara yang dianjurkan agar amalan ini lebih meresap ke dalam jiwa.
1. Waktu yang Tepat
Waktu yang paling dianjurkan adalah pada malam hari. Bisa setelah shalat Maghrib, setelah shalat Isya, atau sebagai bagian dari ibadah di sepertiga malam terakhir (shalat tahajud). Malam hari adalah waktu yang mustajab untuk berdoa dan bermunajat. Suasananya yang tenang membantu kita untuk lebih fokus dan khusyuk dalam membaca dan merenungi maknanya.
2. Istiqamah (Konsisten)
Kunci dari setiap amalan adalah istiqamah. Membacanya setiap malam, meskipun terasa berat pada awalnya, akan membentuk sebuah kebiasaan spiritual yang kuat. Konsistensi menunjukkan kesungguhan kita di hadapan Allah. Lebih baik membaca satu kali setiap malam secara rutin daripada membaca seratus kali dalam satu malam tetapi setelah itu tidak pernah lagi.
3. Memahami Maknanya
Jangan hanya fokus pada pelafalan bacaan Arabnya. Luangkan waktu untuk membaca terjemahannya. Lebih baik lagi jika sesekali membaca tafsirnya. Ketika kita paham apa yang kita baca, ayat-ayat tersebut akan lebih "berbicara" kepada kita. Pesan-pesannya akan lebih mudah masuk ke dalam hati dan pikiran, sehingga mengubah cara pandang dan perilaku kita.
4. Niat yang Tulus
Niatkan membaca Surat Al-Waqiah semata-mata untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Anggaplah terbukanya pintu rezeki sebagai bonus atau buah dari kedekatan kita dengan-Nya. Jangan menjadikan rezeki sebagai tujuan utama, karena itu bisa menggeser niat ikhlas kita. Niatkan untuk mencari ridha Allah, dan biarkan Allah yang mengatur segala urusan dunia kita.
5. Diiringi Ikhtiar dan Doa
Mengamalkan Surat Al-Waqiah bukanlah alasan untuk bermalas-malasan. Ini adalah amalan langit yang harus disempurnakan dengan ikhtiar (usaha) di bumi. Teruslah bekerja, berusaha, belajar, dan membuka jaringan. Setelah ikhtiar maksimal, sempurnakan dengan doa dan tawakal. Surat Al-Waqiah menjadi "bahan bakar" spiritual yang menguatkan usaha kita.
Bacaan Lengkap Surat Al-Waqiah (Ayat 1-96) Arab, Latin, dan Terjemahan
Berikut adalah bacaan lengkap sebagai panduan Anda dalam mengamalkan surat yang mulia ini.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm(i).
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
اِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُۙ (١)
Iżā waqa‘atil-wāqi‘ah(tu).
1. Apabila terjadi hari Kiamat,
لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ ۘ (٢)
Laisa liwaq‘atihā kāżibah(tun).
2. terjadinya tidak dapat didustakan (disangkal).
خَافِضَةٌ رَّافِعَةٌ ۙ (٣)
Khāfiḍatur rāfi‘ah(tun).
3. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain).
اِذَا رُجَّتِ الْاَرْضُ رَجًّا ۙ (٤)
Iżā rujjatil-arḍu rajjā(n).
4. Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya,
وَّبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا ۙ (٥)
Wa bussatil-jibālu bassā(n).
5. dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya,
فَكَانَتْ هَبَاۤءً مُّنْۢبَثًّا ۙ (٦)
Fakānat habā'am mumbaṡṡā(n).
6. maka jadilah ia debu yang beterbangan,
وَّكُنْتُمْ اَزْوَاجًا ثَلٰثَةً ۗ (٧)
Wa kuntum azwājan ṡalāṡah(tan).
7. dan kamu menjadi tiga golongan.
فَاَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْمَيْمَنَةِ ۗ (٨)
Fa aṣḥābul-maimanati mā aṣḥābul-maimanah(ti).
8. Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.
وَاَصْحٰبُ الْمَشْـَٔمَةِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْمَشْـَٔمَةِ ۗ (٩)
Wa aṣḥābul-masy'amati mā aṣḥābul-masy'amah(ti).
9. Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
وَالسّٰبِقُوْنَ السّٰبِقُوْنَۙ (١٠)
Was-sābiqūnas-sābiqūn(a).
10. Dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu (masuk surga).
اُولٰۤىِٕكَ الْمُقَرَّبُوْنَۚ (١١)
Ulā'ikal-muqarrabūn(a).
11. Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah).
فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِ (١٢)
Fī jannātin na‘īm(i).
12. Berada dalam surga kenikmatan.
ثُلَّةٌ مِّنَ الْاَوَّلِيْنَۙ (١٣)
Ṡullatum minal-awwalīn(a).
13. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
وَقَلِيْلٌ مِّنَ الْاٰخِرِيْنَۗ (١٤)
Wa qalīlum minal-ākhirīn(a).
14. dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.
عَلٰى سُرُرٍ مَّوْضُوْنَةٍۙ (١٥)
‘Alā sururim mauḍūnah(tin).
15. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata,
مُّتَّكِـِٕيْنَ عَلَيْهَا مُتَقٰبِلِيْنَ (١٦)
Muttaki'īna ‘alaihā mutaqābilīn(a).
16. seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan.
يَطُوْفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُوْنَۙ (١٧)
Yaṭūfu ‘alaihim wildānum mukhalladūn(a).
17. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda,
بِاَكْوَابٍ وَّاَبَارِيْقَۙ وَكَأْسٍ مِّنْ مَّعِيْنٍۙ (١٨)
Bi'akwābiw wa abārīqa wa ka'sim mim ma‘īn(in).
18. dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir,
لَّا يُصَدَّعُوْنَ عَنْهَا وَلَا يُنْزِفُوْنَۙ (١٩)
Lā yuṣadda‘ūna ‘anhā wa lā yunzifūn(a).
19. mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk,
وَفَاكِهَةٍ مِّمَّا يَتَخَيَّرُوْنَۙ (٢٠)
Wa fākihatim mimmā yatakhayyarūn(a).
20. dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih,
وَلَحْمِ طَيْرٍ مِّمَّا يَشْتَهُوْنَۗ (٢١)
Wa laḥmi ṭairim mimmā yasytahūn(a).
21. dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.
وَحُوْرٌ عِيْنٌۙ (٢٢)
Wa ḥūrun ‘īn(un).
22. Dan ada bidadari-bidadari bermata jeli,
كَاَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُوْنِۚ (٢٣)
Ka'amṡālil-lu'lu'il-maknūn(i).
23. laksana mutiara yang tersimpan baik.
جَزَاۤءً ۢ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ (٢٤)
Jazā'am bimā kānū ya‘malūn(a).
24. Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.
لَا يَسْمَعُوْنَ فِيْهَا لَغْوًا وَّلَا تَأْثِيْمًاۙ (٢٥)
Lā yasma‘ūna fīhā lagwaw wa lā ta'ṡīmā(n).
25. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa,
اِلَّا قِيْلًا سَلٰمًا سَلٰمًا (٢٦)
Illā qīlan salāman salāmā(n).
26. akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.
وَاَصْحٰبُ الْيَمِينِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْيَمِيْنِۗ (٢٧)
Wa aṣḥābul-yamīni mā aṣḥābul-yamīn(i).
27. Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu.
فِيْ سِدْرٍ مَّخْضُوْدٍۙ (٢٨)
Fī sidrim makhḍūd(in).
28. Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri,
وَّطَلْحٍ مَّنْضُوْدٍۙ (٢٩)
Wa ṭalḥim manḍūd(in).
29. dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya),
وَّظِلٍّ مَّمْدُوْدٍۙ (٣٠)
Wa ẓillim mamdūd(in).
30. dan naungan yang terbentang luas,
وَّمَاۤءٍ مَّسْكُوْبٍۙ (٣١)
Wa mā'im maskūb(in).
31. dan air yang tercurah,
وَّفَاكِهَةٍ كَثِيْرَةٍۙ (٣٢)
Wa fākihah(tin) kaṡīrah(tin).
32. dan buah-buahan yang banyak,
لَّا مَقْطُوْعَةٍ وَّلَا مَمْنُوْعَةٍۙ (٣٣)
Lā maqṭū‘atiw wa lā mamnū‘ah(tin).
33. yang tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang mengambilnya,
وَّفُرُشٍ مَّرْفُوْعَةٍۗ (٣٤)
Wa furusyim marfū‘ah(tin).
34. dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
اِنَّآ اَنْشَأْنٰهُنَّ اِنْشَاۤءًۙ (٣٥)
Innā ansya'nāhunna insyā'ā(n).
35. Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung
فَجَعَلْنٰهُنَّ اَبْكَارًاۙ (٣٦)
Faja‘alnāhunna abkārā(n).
36. dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan,
عُرُبًا اَتْرَابًاۙ (٣٧)
‘uruban atrābā(n).
37. penuh cinta lagi sebaya umurnya,
لِّاَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗ ࣖ (٣٨)
Li'aṣḥābil-yamīn(i).
38. (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan,
ثُلَّةٌ مِّنَ الْاَوَّلِيْنَۙ (٣٩)
Ṡullatum minal-awwalīn(a).
39. (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,
وَثُلَّةٌ مِّنَ الْاٰخِرِيْنَۗ (٤٠)
Wa ṡullatum minal-ākhirīn(a).
40. dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian.
وَاَصْحٰبُ الشِّمَالِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الشِّمَالِۗ (٤١)
Wa aṣḥābusy-syimāli mā aṣḥābusy-syimāl(i).
41. Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
فِيْ سَمُوْمٍ وَّحَمِيْمٍۙ (٤٢)
Fī samūmiw wa ḥamīm(in).
42. (Mereka) dalam siksaan angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih,
وَّظِلٍّ مِّنْ يَّحْمُوْمٍۙ (٤٣)
Wa ẓillim miy yaḥmūm(in).
43. dan dalam naungan asap yang hitam.
لَّا بَارِدٍ وَّلَا كَرِيْمٍ (٤٤)
Lā bāridiw wa lā karīm(in).
44. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.
اِنَّهُمْ كَانُوْا قَبْلَ ذٰلِكَ مُتْرَفِيْنَۚ (٤٥)
Innahum kānū qabla żālika mutrafīn(a).
45. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan.
وَكَانُوْا يُصِرُّوْنَ عَلَى الْحِنْثِ الْعَظِيْمِۚ (٤٦)
Wa kānū yuṣirrūna ‘alal-ḥinṡil-‘aẓīm(i).
46. Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar.
وَكَانُوْا يَقُوْلُوْنَ ەۙ اَىِٕذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَّعِظَامًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَۙ (٤٧)
Wa kānū yaqūlūn(a), a'iżā mitnā wa kunnā turābaw wa ‘iẓāman a'innā lamab‘ūṡūn(a).
47. Dan mereka selalu mengatakan: "Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?
اَوَاٰبَاۤؤُنَا الْاَوَّلُوْنَ (٤٨)
Awa ābā'unal-awwalūn(a).
48. apakah bapak-bapak kami yang terdahulu (juga)?"
قُلْ اِنَّ الْاَوَّلِيْنَ وَالْاٰخِرِيْنَۙ (٤٩)
Qul innal-awwalīna wal-ākhirīn(a).
49. Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian,
لَمَجْمُوْعُوْنَ اِلٰى مِيْقَاتِ يَوْمٍ مَّعْلُوْمٍ (٥٠)
Lamajmū‘ūna ilā mīqāti yaumim ma‘lūm(in).
50. benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.
ثُمَّ اِنَّكُمْ اَيُّهَا الضَّاۤ لُّوْنَ الْمُكَذِّبُوْنَۙ (٥١)
Ṡumma innakum ayyuhaḍ-ḍāllūnal-mukażżibūn(a).
51. Kemudian sesungguhnya kamu hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan,
لَاٰكِلُوْنَ مِنْ شَجَرٍ مِّنْ زَقُّوْمٍۙ (٥٢)
La'ākilūna min syajarim min zaqqūm(in).
52. benar-benar akan memakan pohon zaqqum,
فَمَالِـُٔوْنَ مِنْهَا الْبُطُوْنَۚ (٥٣)
Famāli'ūna minhal-buṭūn(a).
53. dan akan memenuhi perutmu dengannya.
فَشَارِبُوْنَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيْمِۚ (٥٤)
Fasyāribūna ‘alaihi minal-ḥamīm(i).
54. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.
فَشَارِبُوْنَ شُرْبَ الْهِيْمِۗ (٥٥)
Fasyāribūna syurbal-hīm(i).
55. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum.
هٰذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّيْنِۗ (٥٦)
Hāżā nuzuluhum yaumad-dīn(i).
56. Itulah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan".
نَحْنُ خَلَقْنٰكُمْ فَلَوْلَا تُصَدِّقُوْنَ (٥٧)
Naḥnu khalaqnākum falaulā tuṣaddiqūn(a).
57. Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan?
اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تُمْنُوْنَۗ (٥٨)
Afara'aitum mā tumnūn(a).
58. Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.
ءَاَنْتُمْ تَخْلُقُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الْخَالِقُوْنَ (٥٩)
A'antum takhluqūnahū am naḥnul-khāliqūn(a).
59. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?
نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوْقِيْنَۙ (٦٠)
Naḥnu qaddarnā bainakumul-mauta wa mā naḥnu bimasbūqīn(a).
60. Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan,
عَلٰٓى اَنْ نُّبَدِّلَ اَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِيْ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ (٦١)
‘Alā an nubaddila amṡālakum wa nunsyi'akum fī mā lā ta‘lamūn(a).
61. untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu dan menciptakan kamu kelak dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْاَةَ الْاُوْلٰى فَلَوْلَا تَذَكَّرُوْنَ (٦٢)
Wa laqad ‘alimtumun-nasy'atal-ūlā falaulā tażakkarūn(a).
62. Dan Sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran?
اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تَحْرُثُوْنَۗ (٦٣)
Afara'aitum mā taḥruṡūn(a).
63. Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam.
ءَاَنْتُمْ تَزْرَعُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الزَّارِعُوْنَ (٦٤)
A'antum tazra‘ūnahū am naḥnuz-zāri‘ūn(a).
64. Kamukah yang menumbuhkannya atau Kamikah yang menumbuhkannya?
لَوْ نَشَاۤءُ لَجَعَلْنٰهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُوْنَ (٦٥)
Lau nasyā'u laja‘alnāhu huṭāman faẓaltum tafakkahūn(a).
65. Kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu merasa heran dan menyesal.
اِنَّا لَمُغْرَمُوْنَۙ (٦٦)
Innā lamugramūn(a).
66. (sambil berkata): "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian,
بَلْ نَحْنُ مَحْرُوْمُوْنَ (٦٧)
Bal naḥnu maḥrūmūn(a).
67. bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa".
اَفَرَءَيْتُمُ الْمَاۤءَ الَّذِيْ تَشْرَبُوْنَۗ (٦٨)
Afara'aitumul-mā'al-lażī tasyrabūn(a).
68. Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum.
ءَاَنْتُمْ اَنْزَلْتُمُوْهُ مِنَ الْمُزْنِ اَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُوْنَ (٦٩)
A'antum anzaltumūhu minal-muzni am naḥnul-munzilūn(a).
69. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?
لَوْ نَشَاۤءُ جَعَلْنٰهُ اُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُوْنَ (٧٠)
Lau nasyā'u ja‘alnāhu ujājan falaulā tasykurūn(a).
70. Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?
اَفَرَءَيْتُمُ النَّارَ الَّتِيْ تُوْرُوْنَۗ (٧١)
Afara'aitumun-nāral-latī tūrūn(a).
71. Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan.
ءَاَنْتُمْ اَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَآ اَمْ نَحْنُ الْمُنْشِـُٔوْنَ (٧٢)
A'antum ansya'tum syajaratahā am naḥnul-munsyi'ūn(a).
72. Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?
نَحْنُ جَعَلْنٰهَا تَذْكِرَةً وَّمَتَاعًا لِّلْمُقْوِيْنَۚ (٧٣)
Naḥnu ja‘alnāhā tażkirataw wa matā‘al lil-muqwīn(a).
73. Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir.
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ ࣖ (٧٤)
Fasabbiḥ bismi rabbikal-‘aẓīm(i).
74. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar.
فَلَآ اُقْسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوْمِ (٧٥)
Falā uqsimu bimawāqi‘in-nujūm(i).
75. Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.
وَاِنَّهٗ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُوْنَ عَظِيْمٌۙ (٧٦)
Wa innahū laqasamul lau ta‘lamūna ‘aẓīm(un).
76. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.
اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ (٧٧)
Innahū laqur'ānun karīm(un).
77. Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia,
فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍۙ (٧٨)
Fī kitābim maknūn(in).
78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh),
لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ (٧٩)
Lā yamassuhū illal-muṭahharūn(a).
79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.
تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَ (٨٠)
Tanzīlum mir rabbil-‘ālamīn(a).
80. Diturunkan dari Tuhan semesta alam.
اَفَبِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَنْتُمْ مُّدْهِنُوْنَ (٨١)
Afabihāżal-ḥadīṡi antum mudhinūn(a).
81. Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al-Quran ini?
وَتَجْعَلُوْنَ رِزْقَكُمْ اَنَّكُمْ تُكَذِّبُوْنَ (٨٢)
Wa taj‘alūna rizqakum annakum tukażżibūn(a).
82. kamu mengganti rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan-Nya.
فَلَوْلَآ اِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُوْمَۙ (٨٣)
Falaulā iżā balagatil-ḥulqūm(a).
83. Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,
وَاَنْتُمْ حِيْنَىِٕذٍ تَنْظُرُوْنَۙ (٨٤)
Wa antum ḥīna'iżin tanẓurūn(a).
84. padahal kamu ketika itu melihat,
وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلٰكِنْ لَّا تُبْصِرُوْنَ (٨٥)
Wa naḥnu aqrabu ilaihi minkum wa lākil lā tubṣirūn(a).
85. dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat,
فَلَوْلَآ اِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِيْنِيْنَۙ (٨٦)
Falaulā in kuntum gaira madīnīn(a).
86. maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)?
تَرْجِعُوْنَهَآ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ (٨٧)
Tarji‘ūnahā in kuntum ṣādiqīn(a).
87. Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?
فَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِيْنَۙ (٨٨)
Fa'ammā in kāna minal-muqarrabīn(a).
88. adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah),
فَرَوْحٌ وَّرَيْحَانٌ ەۙ وَّجَنَّتُ نَعِيْمٍ (٨٩)
Farauḥuw wa raiḥānuw wa jannatu na‘īm(in).
89. maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga kenikmatan.
وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنْ اَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۙ (٩٠)
Wa ammā in kāna min aṣḥābil-yamīn(i).
90. Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan,
فَسَلٰمٌ لَّكَ مِنْ اَصْحٰبِ الْيَمِيْنِۗ (٩١)
Fasalāmul laka min aṣḥābil-yamīn(i).
91. maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan.
وَاَمَّآ اِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِيْنَ الضَّاۤلِّيْنَۙ (٩٢)
Wa ammā in kāna minal-mukażżibīnaḍ-ḍāllīn(a).
92. Dan adapun jika dia termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat,
فَنُزُلٌ مِّنْ حَمِيْمٍۙ (٩٣)
Fanuzulum min ḥamīm(in).
93. maka dia mendapat hidangan air yang mendidih,
وَّتَصْلِيَةُ جَحِيْمٍ (٩٤)
Wa taṣliyatu jaḥīm(in).
94. dan dibakar di dalam neraka.
اِنَّ هٰذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِيْنِۚ (٩٥)
Inna hāżā lahuwa ḥaqqul-yaqīn(i).
95. Sesungguhnya (yang disebutkan) ini adalah suatu keyakinan yang benar.
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ ࣖ (٩٦)
Fasabbiḥ bismi rabbikal-‘aẓīm(i).
96. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Maha Besar.
Penutup: Sebuah Perjalanan Spiritual Menuju Kelapangan
Mengamalkan bacaan Surat Al-Waqiah pembuka pintu rezeki adalah sebuah perjalanan spiritual yang mendalam. Ia bukan sekadar mantra atau jimat, melainkan sebuah proses transformasi diri. Dengan membacanya secara rutin dan merenungi maknanya, kita diajak untuk melepaskan ketergantungan pada dunia dan menggantungkan seluruh harapan hanya kepada Allah SWT.
Rezeki yang dijanjikan bukanlah rezeki yang instan, melainkan rezeki yang berkah, yang datang melalui proses yang diridhai-Nya. Bisa jadi dalam bentuk ketenangan hati sehingga kita merasa cukup, kesehatan yang prima sehingga kita bisa terus berusaha, ide-ide cemerlang dalam pekerjaan, atau pertemanan dengan orang-orang baik yang membuka jalan usaha baru. Mulailah amalan ini malam ini dengan hati yang ikhlas dan pikiran yang terbuka. Rasakan bagaimana setiap ayatnya membersihkan jiwa, menguatkan iman, dan pada akhirnya, dengan izin Allah, melapangkan jalan rezeki Anda di dunia dan di akhirat.