Memahami Bacaan Sholawat Nariyah: Makna, Sejarah, dan Keutamaannya
Simbolisasi keindahan dan kedamaian dalam Sholawat.
Pengantar: Apa Itu Sholawat Nariyah?
Di tengah lautan dzikir dan doa dalam tradisi Islam, terdapat satu sholawat yang memiliki tempat istimewa di hati banyak umat Muslim, khususnya di Nusantara. Sholawat ini dikenal dengan nama Sholawat Nariyah. Nama lainnya adalah Sholawat Tafrijiyah, Sholawat Qurthubiyah, atau Sholawat Kamilah. Terlepas dari namanya, esensinya tetap sama: sebuah untaian doa dan pujian agung kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, yang diyakini memiliki kekuatan spiritual luar biasa untuk membuka pintu-pintu kemudahan dan melepaskan berbagai kesulitan.
Sholawat Nariyah bukan sekadar rangkaian kata-kata indah. Setiap kalimatnya mengandung makna yang mendalam, memuji ketinggian derajat Rasulullah SAW sebagai wasilah (perantara) tercurahnya rahmat Allah SWT. Melalui lisan yang basah dengan sholawat ini, seorang hamba menumpahkan harapannya kepada Sang Pencipta, dengan bertawassul kepada kekasih-Nya, Muhammad SAW. Keindahannya terletak pada susunan bahasa yang puitis dan padat makna, yang mampu menggetarkan jiwa dan menumbuhkan rasa cinta yang mendalam kepada Nabi. Artikel ini akan mengupas tuntas bacaan Sholawat Nariyah, mulai dari lafadznya, terjemahannya, makna di setiap kalimat, hingga sejarah dan keutamaan-keutamaan yang terkandung di dalamnya.
Lafadz Bacaan Sholawat Nariyah: Arab, Latin, dan Terjemahan
Inti dari pengamalan sholawat ini tentu saja adalah lafadznya. Berikut adalah bacaan lengkap Sholawat Nariyah yang disajikan dalam tiga format untuk kemudahan pembaca: tulisan Arab asli, transliterasi Latin bagi yang belum lancar membaca aksara Arab, dan terjemahan dalam Bahasa Indonesia untuk memahami maknanya.
Teks Arab
اَللّٰهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضٰى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
Teks Latin
"Allâhumma shalli shalâtan kâmilatan wa sallim salâman tâmman ‘alâ sayyidinâ Muḫammadinil-ladzî tanḫallu bihil-‘uqadu wa tanfariju bihil-kurabu wa tuqdlâ bihil-ḫawâiju wa tunâlu bihir-raghâ’ibu wa ḫusnul-khawâtimi wa yustasqal-ghamâmu biwajhihil-karîmi wa ‘alâ âlihî wa shaḫbihî fî kulli lamḫatin wa nafasin bi‘adadi kulli ma‘lûmilak."
Terjemahan Indonesia
"Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, semua keinginan dan hidayah husnul khatimah dapat diraih, dan berkat wajahnya yang mulia, hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas, sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh-Mu."
Tafsir dan Makna Mendalam di Setiap Kalimat Sholawat Nariyah
Untuk benar-benar meresapi kekuatan spiritual dari sholawat ini, penting bagi kita untuk memahami makna yang terkandung dalam setiap frasanya. Ini bukan sekadar permintaan, melainkan pengakuan atas kedudukan mulia Nabi Muhammad SAW di sisi Allah SWT.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا
"Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh..."
Kalimat pembuka ini adalah inti dari sebuah doa. Kita memohon kepada Allah, Sang Sumber segala rahmat, untuk melimpahkan "shalawat yang sempurna" (sholâtan kâmilatan) dan "salam kesejahteraan yang penuh" (salâman tâmman). Ini bukan permohonan sholawat biasa. Kata "kamilah" (sempurna) dan "tâmman" (penuh/lengkap) menunjukkan sebuah permintaan akan rahmat dan keselamatan yang tiada tara, tanpa celah, dan mencakup segala aspek, baik di dunia maupun di akhirat. Ini adalah bentuk adab tertinggi seorang hamba, yang memintakan hal terbaik bagi sosok yang paling dicintai Allah.
عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
"...kepada junjungan kami Nabi Muhammad..."
Di sini, kita menyebut nama Nabi Muhammad SAW dengan gelar "Sayyidina", yang berarti "junjungan kami" atau "pemimpin kami". Penggunaan gelar ini merupakan bentuk penghormatan dan pengakuan atas kepemimpinan beliau, tidak hanya sebagai pemimpin umat, tetapi juga sebagai pemimpin para nabi dan rasul (Sayyidul Anbiya wal Mursalin). Dengan menyebut beliau sebagai junjungan, kita menempatkan diri sebagai pengikut yang patuh dan penuh cinta.
الَّذِيْ تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ
"...yang dengan sebab beliau semua kesulitan (ikatan) dapat terpecahkan..."
Frasa ini mulai menjelaskan keistimewaan Nabi Muhammad SAW sebagai wasilah. "Al-'Uqad" secara harfiah berarti "ikatan-ikatan" atau "simpul-simpul". Dalam konteks doa, ini adalah metafora untuk segala macam masalah yang rumit, kesulitan hidup, kebuntuan pikiran, konflik batin, hingga sihir atau ikatan gaib. Dengan keberkahan Nabi Muhammad SAW, simpul-simpul serumit apa pun dapat terurai. Ini adalah keyakinan bahwa syafaat dan keberkahan beliau menjadi sebab Allah SWT memberikan jalan keluar dari masalah yang seolah tak terpecahkan.
وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ
"...semua kesusahan dapat dilenyapkan..."
"Al-Kurab" berarti kesusahan, kesedihan, kegundahan, dan duka yang mendalam. Jika "Al-'Uqad" bersifat seperti simpul masalah, "Al-Kurab" lebih merujuk pada beban emosional dan penderitaan batin. Kalimat ini menegaskan bahwa melalui keberkahan Rasulullah SAW, Allah SWT berkenan mengangkat segala bentuk kesedihan dan memberikan kelapangan di dalam dada. Ini adalah permohonan untuk ketenangan jiwa dan kebahagiaan hakiki.
وَتُقْضٰى بِهِ الْحَوَائِجُ
"...semua keperluan dapat terpenuhi..."
"Al-Hawa'ij" adalah bentuk jamak dari "hajat", yang berarti kebutuhan atau keperluan. Ini mencakup segala kebutuhan hidup manusia, baik yang bersifat duniawi (seperti rezeki, pekerjaan, jodoh, kesehatan) maupun ukhrawi (seperti ampunan dosa, kemudahan dalam ibadah). Dengan bertawassul kepada Nabi, kita berharap Allah SWT memenuhi segala hajat kita, karena melimpahkan rahmat kepada sang kekasih adalah salah satu cara Allah menunjukkan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya.
وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ
"...semua keinginan dapat diraih..."
"Ar-Raghâ’ib" merujuk pada cita-cita, harapan, dan keinginan luhur yang berada di level lebih tinggi dari sekadar "kebutuhan". Ini bisa berupa keinginan untuk mencapai derajat spiritual yang tinggi, mendapatkan ilmu yang bermanfaat, atau meraih pencapaian mulia dalam hidup. Kalimat ini adalah doa agar kita tidak hanya tercukupi kebutuhannya, tetapi juga berhasil meraih aspirasi dan cita-cita terbaik.
وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ
"...dan hidayah husnul khatimah dapat diraih..."
Ini adalah salah satu permohonan terpenting dalam hidup seorang Muslim. "Husnul Khatimah" berarti "akhir yang baik". Kita memohon agar di akhir hayat nanti, kita meninggal dalam keadaan iman dan Islam, di atas keridhaan Allah SWT. Permintaan ini menunjukkan kesadaran bahwa tujuan akhir dari segala perjuangan di dunia adalah mendapatkan akhir yang baik, dan keberkahan Nabi Muhammad SAW adalah salah satu wasilah terbesar untuk meraihnya.
وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ
"...dan berkat wajahnya yang mulia, hujanpun turun..."
Kalimat puitis ini merujuk pada sebuah peristiwa masyhur di zaman Nabi, di mana saat terjadi kekeringan hebat, para sahabat meminta beliau berdoa. Ketika Nabi Muhammad SAW mengangkat tangannya, awan (al-ghamâm) pun berkumpul dan hujan turun dengan derasnya. Frasa ini adalah pengakuan atas kemuliaan "wajah" atau pribadi Rasulullah SAW yang begitu agung, sehingga bahkan alam pun tunduk dan menurunkan rahmat atas doanya. Secara metaforis, ini juga berarti bahwa keberkahan beliau adalah sumber turunnya segala rahmat, laksana hujan yang menyuburkan bumi.
وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ
"...dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya..."
Sholawat yang sempurna tidak hanya ditujukan kepada Nabi SAW semata, tetapi juga mencakup keluarga beliau (Ahlul Bait) dan para sahabatnya yang mulia. Ini adalah adab dalam bersholawat, mengakui bahwa kemuliaan Nabi juga terpancar kepada orang-orang terdekat yang berjuang bersamanya. Mendoakan mereka berarti kita juga berharap mendapatkan percikan keberkahan dari lingkaran orang-orang suci tersebut.
فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ
"...di setiap detik (kerdipan mata) dan hembusan nafas, sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh-Mu."
Ini adalah penutup yang luar biasa agung. Permohonan sholawat dan salam ini diminta untuk terus tercurah "di setiap kerdipan mata dan hembusan nafas" (fî kulli lamhatin wa nafasin), menunjukkan sebuah permohonan rahmat yang tak pernah berhenti, abadi, dan terus-menerus. Puncaknya adalah permintaan agar jumlah sholawat itu sebanyak "segala sesuatu yang diketahui oleh-Mu" (bi'adadi kulli ma'lûmin lak). Ilmu Allah tidak terbatas, maka kita memohon sholawat yang jumlahnya juga tidak terbatas. Ini adalah ekspresi puncak dari ketidakmampuan kita untuk memuji Nabi sebagaimana mestinya, sehingga kita menyerahkannya kepada pengetahuan Allah Yang Maha Luas.
Sejarah dan Asal-Usul Sholawat Nariyah
Meskipun Sholawat Nariyah sangat populer, asal-usulnya sering kali menjadi bahan diskusi di kalangan ulama. Sholawat ini tidak tertera secara eksplisit dalam hadits-hadits shahih yang diriwayatkan langsung dari Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, ia merupakan gubahan atau susunan (insya') dari seorang ulama besar yang diilhamkan oleh Allah untuk merangkai untaian pujian yang begitu indah ini.
Menurut banyak riwayat, penyusun Sholawat Nariyah adalah Syekh Ahmad al-Tazi al-Maghribi, seorang waliyullah yang berasal dari Taza, Maroko. Beliau kemudian menetap di Cordoba, Spanyol. Karena itu, sholawat ini juga kadang disebut Sholawat Qurthubiyah (merujuk pada Cordoba). Namun, beberapa ulama lain, seperti Imam As-Sanusi, menyebutkan bahwa penyusunnya adalah Syekh Ibrahim bin Muhammad bin Ali al-Tazi. Terlepas dari perbedaan nama, kesepakatannya adalah bahwa sholawat ini berasal dari seorang ulama sufi dari wilayah Maghrib (Afrika Utara).
Mengapa Dinamakan "Nariyah"?
Nama "Nariyah" berasal dari kata "Nar" yang berarti "api". Penamaan ini bukanlah tanpa sebab. Menurut cerita yang masyhur di kalangan para ulama dan pengamal tasawuf, nama ini terkait dengan kecepatan terkabulnya hajat ketika sholawat ini dibaca dengan jumlah tertentu. Dikatakan bahwa jika seseorang memiliki hajat besar atau menghadapi kesulitan yang pelik, kemudian ia membaca Sholawat Nariyah sebanyak 4444 kali dengan niat yang tulus, maka hajatnya akan terkabul dan kesulitannya akan teratasi dengan cepat, secepat api membakar.
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, "Barangsiapa yang membaca sholawat ini secara rutin setiap hari sebanyak 41 kali, 100 kali, atau lebih, maka Allah akan melenyapkan kesedihannya, menghilangkan kesulitannya, memudahkan urusannya, menerangi hatinya, meninggikan kedudukannya, memperbaiki keadaannya, meluaskan rezekinya, dan membukakan baginya pintu-pintu kebaikan." Beliau menambahkan, "Dan jika dibaca sebanyak 4444 kali untuk suatu hajat yang penting atau untuk menolak bencana, maka ia akan menjadi wasilah terkabulnya harapan pembacanya."
Kisah ini menjadi dasar dari praktik pembacaan Sholawat Nariyah secara berjamaah (dikenal dengan istilah "Nariyah-an") di banyak majelis taklim dan pondok pesantren, terutama ketika menghadapi sebuah hajat besar atau persoalan pelik.
Fadhilah dan Keutamaan Mengamalkan Sholawat Nariyah
Berdasarkan makna yang terkandung di dalamnya dan testimoni para ulama serta pengamalnya selama berabad-abad, Sholawat Nariyah diyakini memiliki banyak sekali fadhilah atau keutamaan. Keutamaan ini bersumber dari keberkahan bersholawat itu sendiri, yang diperkuat dengan kekhususan redaksi doa dalam Sholawat Nariyah. Berikut adalah beberapa di antara fadhilah tersebut:
- Pembuka Pintu Rezeki: Banyak yang meyakini bahwa mengamalkan Sholawat Nariyah secara istiqamah, misalnya dibaca 11 kali setelah sholat fardhu, dapat menjadi wasilah dibukakannya pintu-pintu rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Kalimat "tuqdho bihil hawa'ij" (terpenuhinya segala kebutuhan) sering dikaitkan dengan kelancaran rezeki.
- Solusi Atas Segala Kesulitan: Sesuai dengan namanya, Tafrijiyah (yang melapangkan), sholawat ini adalah senjata spiritual untuk menghadapi berbagai kesulitan hidup. Kalimat "tanhalu bihil 'uqod" (terurainya segala ikatan) dan "tanfariju bihil kurab" (terlenyapnya segala kesusahan) secara eksplisit memohon jalan keluar dari masalah.
- Terkabulnya Hajat dan Cita-Cita: Dengan membacanya secara rutin, seorang hamba berharap agar segala hajatnya ("hawa'ij") dan cita-citanya ("ragha'ib") dikabulkan oleh Allah SWT berkat kemuliaan Nabi Muhammad SAW.
- Perlindungan dari Musibah dan Bencana: Keberkahan sholawat diyakini dapat menjadi benteng pelindung dari berbagai marabahaya, penyakit, dan bencana. Dengan memuji sosok yang menjadi rahmat bagi semesta alam, seorang hamba berharap diliputi oleh rahmat tersebut.
- Mendapatkan Husnul Khatimah: Salah satu permohonan utama dalam sholawat ini adalah "husnul khawatim" atau akhir yang baik. Mengamalkannya dengan tulus adalah sebuah ikhtiar batin agar kelak dijemput ajal dalam keadaan terbaik.
- Menerangi Hati dan Pikiran: Cahaya (nur) dari sholawat diyakini dapat menerangi hati yang gelap, memberikan ketenangan jiwa, serta membuka pikiran untuk menerima ilmu dan hikmah.
- Sarana Bermimpi Bertemu Rasulullah SAW: Bagi para pecinta Nabi, bertemu dengan beliau dalam mimpi adalah sebuah anugerah yang tak ternilai. Para ulama menyebutkan bahwa memperbanyak sholawat dengan penuh cinta dan kerinduan, termasuk Sholawat Nariyah, adalah salah satu cara untuk dapat meraih kemuliaan ini.
Tata Cara Mengamalkan Sholawat Nariyah
Tidak ada aturan baku yang kaku dalam mengamalkan Sholawat Nariyah. Ia bisa dibaca kapan saja dan di mana saja. Namun, para ulama sering memberikan ijazah atau anjuran mengenai jumlah dan waktu tertentu untuk mendapatkan fadhilah yang lebih optimal. Berikut beberapa cara yang umum diamalkan:
1. Amalan Harian
Untuk menjadikannya sebagai wirid harian, Sholawat Nariyah bisa dibaca dengan jumlah tertentu secara konsisten.
- 11 kali setiap selesai sholat fardhu: Ini adalah jumlah yang ringan namun jika dilakukan secara istiqamah, diyakini sangat efektif untuk kelancaran rezeki dan kemudahan urusan sehari-hari.
- 41 kali setiap hari: Biasanya dibaca setelah sholat Subuh atau Isya. Jumlah ini diyakini memiliki kekuatan untuk menolak bala dan mendatangkan hajat.
- 100 kali setiap hari: Amalan ini bertujuan untuk mendapatkan ketenangan batin, pencerahan spiritual, dan meraih cita-cita luhur.
2. Amalan untuk Hajat Khusus (4444 Kali)
Ini adalah amalan yang paling masyhur terkait Sholawat Nariyah. Ketika seseorang memiliki hajat yang sangat besar, mendesak, atau sedang menghadapi kesulitan yang luar biasa, ia dapat mengamalkan bacaan Sholawat Nariyah sebanyak 4444 kali.
Adab dan Caranya:
- Niat yang Tulus: Awali dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT, memohon pertolongan-Nya melalui wasilah keberkahan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW untuk hajat yang diinginkan.
- Dilakukan dalam Satu Majelis: Usahakan untuk menyelesaikan 4444 bacaan dalam satu waktu dan tempat (satu majelis). Jika tidak mampu sendirian, amalan ini sering dilakukan secara berjamaah. Misalnya, 10 orang berkumpul, masing-masing membaca 444 kali, sehingga totalnya menjadi 4440. Sisanya bisa diselesaikan bersama atau oleh pemimpin majelis.
- Menjaga Wudhu: Selama membaca, dianjurkan untuk senantiasa dalam keadaan suci (memiliki wudhu).
- Menghadap Kiblat: Duduk dengan sopan menghadap arah kiblat.
- Ditutup dengan Doa: Setelah selesai 4444 kali, panjatkan doa dan sampaikan hajat spesifik yang diinginkan kepada Allah SWT.
Penting untuk diingat bahwa angka 4444 bukanlah sebuah syarat mutlak yang ditetapkan oleh syariat, melainkan hasil dari tajribah (pengalaman spiritual) para ulama dan auliya. Angka ini dianggap memiliki "sirr" atau rahasia spiritual tertentu yang telah terbukti kemujarabannya dari generasi ke generasi.
Kesimpulan: Lautan Rahmat dalam Seuntai Sholawat
Bacaan Sholawat Nariyah adalah sebuah permata dalam khazanah spiritual Islam. Ia lebih dari sekadar doa untuk meminta terkabulnya hajat. Ia adalah ekspresi cinta, pengagungan, dan pengakuan atas kedudukan mulia Baginda Nabi Muhammad SAW. Dengan melantunkannya, lisan kita dibasahi pujian kepada makhluk termulia, hati kita terhubung dengan sumber rahmat, dan jiwa kita terangkat dalam getaran spiritual yang mendalam.
Mengamalkan Sholawat Nariyah, baik sebagai wirid harian maupun untuk hajat khusus, adalah sebuah ikhtiar batin yang sangat kuat. Namun, yang terpenting dari semuanya adalah keikhlasan niat dan keyakinan penuh kepada Allah SWT. Sholawat adalah wasilah, sementara pengabul segala doa hanyalah Allah semata. Semoga dengan memahami dan mengamalkan sholawat ini, kita semua senantiasa berada dalam naungan rahmat-Nya, mendapatkan syafaat Rasulullah SAW, dan meraih kebahagiaan di dunia serta akhirat.