Manaqib merupakan sebuah untaian kisah yang menuturkan riwayat hidup, akhlak mulia, kebijaksanaan, serta karomah seorang waliyullah. Tradisi pembacaan manaqib, khususnya manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jailani, telah mengakar kuat dalam budaya spiritual masyarakat Muslim di berbagai belahan dunia. Ini bukan sekadar pembacaan biografi, melainkan sebuah majelis dzikir, doa, dan upaya untuk meneladani serta mengambil berkah (tabarruk) dari kehidupan sosok yang dijuluki Sulthanul Auliya' atau Rajanya para Wali.
Melalui manaqib, kita diajak menyelami samudra keteladanan seorang hamba yang seluruh hidupnya dipersembahkan untuk Allah SWT. Dari setiap penggalan kisahnya, terpancar cahaya tauhid, keteguhan syariat, keindahan akhlak, dan kedalaman makrifat. Majelis ini menjadi oase ruhani, tempat jiwa-jiwa yang dahaga menemukan kesegaran iman dan motivasi untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Artikel ini akan menguraikan secara rinci dan lengkap bacaan-bacaan yang lazim dilantunkan dalam sebuah majelis manaqib, dari awal hingga akhir.
Muqaddimah: Pembuka Pintu Keberkahan
Setiap majelis ilmu dan dzikir selalu diawali dengan adab yang luhur. Dalam manaqib, pembukaan ini bertujuan untuk membersihkan hati, memfokuskan niat, dan menyambungkan sanad ruhani kepada para kekasih Allah. Rangkaian pembuka ini biasanya terdiri dari pengiriman Al-Fatihah atau yang dikenal dengan istilah ila hadhratin.
1. Hadiah Al-Fatihah
Pembacaan surah Al-Fatihah dihadiahkan secara berurutan kepada tokoh-tokoh mulia sebagai bentuk penghormatan dan tawasul (perantara). Urutannya adalah sebagai berikut:
Pertama, kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
إِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ، شَيْءٌ لِلهِ لَهُمُ الْفَاتِحَة...
"Ke hadirat Nabi terpilih, Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga, sahabat, istri, dan keturunannya. Sesuatu karena Allah untuk mereka, Al-Fatihah..."
Kedua, kepada para Nabi, Rasul, Malaikat, Sahabat, dan Tabi'in.
ثُمَّ إِلَى حَضْرَةِ إِخْوَانِهِ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَالْأَوْلِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَالصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَامِلِيْنَ وَالْمُصَنِّفِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَجَمِيْعِ الْمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ، خُصُوْصًا سَيِّدِنَا الشَّيْخِ عَبْدِ الْقَادِرِ الْجَيْلاَنِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، لَهُمُ الْفَاتِحَة...
"Kemudian, kepada para saudaranya dari kalangan para nabi dan rasul, para wali, para syuhada, orang-orang saleh, para sahabat, para tabi'in, para ulama yang mengamalkan ilmunya, para penulis yang ikhlas, dan seluruh malaikat yang dekat dengan Allah, khususnya tuan kita Syekh Abdul Qadir al-Jailani radhiyallahu 'anhu. Untuk mereka, Al-Fatihah..."
Ketiga, kepada para guru, orang tua, dan kaum Muslimin.
ثُمَّ إِلَى جَمِيْعِ أَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ مِنْ مَشَارِقِ الْأَرْضِ إِلَى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا، خُصُوْصًا آبَاءَنَا وَأُمَّهَاتِنَا وَأَجْدَادَنَا وَجَدَّاتِنَا وَمَشَايِخَنَا وَمَشَايِخَ مَشَايِخِنَا وَلِمَنِ اجْتَمَعْنَا هَهُنَا بِسَبَبِهِ، شَيْءٌ لِلهِ لَهُمُ الْفَاتِحَة...
"Kemudian, kepada semua ahli kubur dari kaum Muslimin dan Muslimat, Mukminin dan Mukminat, dari timur bumi hingga ke baratnya, di darat maupun di laut. Khususnya kepada bapak-bapak dan ibu-ibu kami, kakek-kakek dan nenek-nenek kami, guru-guru kami dan guru dari guru-guru kami, serta kepada siapa yang menjadi sebab kami berkumpul di sini. Sesuatu karena Allah untuk mereka, Al-Fatihah..."
2. Pembacaan Ayat Kursi dan Surat-surat Pilihan
Setelah menghadiahkan Al-Fatihah, majelis biasanya dilanjutkan dengan pembacaan Ayat Kursi (Al-Baqarah: 255) sebanyak satu kali, diikuti dengan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas masing-masing sebanyak tiga kali. Amalan ini bertujuan untuk memohon perlindungan Allah SWT dari segala keburukan dan godaan selama majelis berlangsung, serta menambah keberkahan.
Inti Manaqib: Menelusuri Jejak Keagungan Syekh Abdul Qadir al-Jailani
Bagian ini adalah jantung dari acara manaqib. Pembacaan riwayat hidup Syekh Abdul Qadir al-Jailani biasanya diambil dari kitab-kitab manaqib yang masyhur, seperti Al-Lujain ad-Dani karya Syekh Ja'far al-Barzanji atau kitab-kitab lain yang sejenis. Riwayat ini tidak dibaca layaknya teks sejarah biasa, tetapi dilantunkan dengan nada dan irama khas yang syahdu, diselingi dengan shalawat dan puji-pujian kepada Allah.
Kisah Pertama: Kelahiran Sang Cahaya Petunjuk
Syekh Abdul Qadir al-Jailani dilahirkan di negeri Jilan, Persia. Nasab beliau bersambung kepada Rasulullah SAW dari kedua jalur orang tuanya. Dari jalur ayah, beliau adalah keturunan Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Dari jalur ibu, beliau adalah keturunan Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib. Kemuliaan nasab ini menjadi pertanda awal akan keagungan kedudukan beliau di sisi Allah.
Diceritakan bahwa pada malam kelahirannya, ayahnya, Abu Shalih Janki Dausat, bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW yang bersabda, "Wahai Abu Shalih, engkau telah diberi oleh Allah seorang putra yang menjadi kekasih-Ku dan kekasih Allah, dan ia akan mempunyai kedudukan yang tinggi di antara para auliya dan quthub." Tanda-tanda kewaliannya sudah tampak sejak beliau masih bayi. Beliau dilahirkan pada bulan Ramadhan, dan sepanjang siang hari di bulan suci itu, beliau tidak pernah mau menyusu kepada ibunya, seolah-olah turut berpuasa. Berita ini menyebar hingga menjadi patokan bagi penduduk Jilan untuk menentukan awal Ramadhan pada tahun berikutnya.
Kisah Kedua: Kejujuran Pangkal Keselamatan
Kisah perjalanan beliau menuntut ilmu ke Baghdad adalah salah satu cerita yang paling sering diulang dan penuh hikmah. Saat hendak berangkat, ibunya yang shalihah membekalinya dengan beberapa keping dinar yang dijahit di dalam lipatan bajunya. Sang ibu berpesan dengan satu wasiat agung, "Wahai anakku, berjanjilah kepadaku bahwa engkau akan selalu berkata jujur dalam keadaan apa pun." Abdul Qadir kecil pun berjanji.
Di tengah perjalanan, rombongan mereka dihadang oleh segerombolan perampok. Semua barang bawaan kafilah dirampas. Salah seorang perampok menghampiri Abdul Qadir kecil yang tampak miskin dan bertanya, "Apa yang kau punya, Nak?" Tanpa ragu, beliau menjawab, "Aku punya empat puluh dinar yang dijahit ibuku di ketiak bajuku." Perampok itu tertawa, mengira ia hanya bercanda. Namun, ketika dibawa ke hadapan pemimpin perampok, beliau memberikan jawaban yang sama. Pemimpin itu penasaran dan meminta bajunya dibuka. Benar saja, ditemukan kepingan-kepingan dinar persis seperti yang dikatakannya.
Pemimpin perampok terperangah dan bertanya, "Apa yang membuatmu berkata jujur padahal engkau bisa saja berbohong untuk menyelamatkan hartamu?" Abdul Qadir menjawab, "Ibuku berpesan agar aku selalu jujur, dan aku tidak ingin mengkhianati janji kepada ibuku." Jawaban sederhana yang dilandasi ketakwaan itu menggetarkan hati sang pemimpin perampok. Ia menangis tersedu-sedu dan berkata, "Engkau takut mengkhianati janji kepada ibumu, sedangkan aku selama ini telah mengkhianati janji kepada Tuhanku!" Seketika itu juga, ia dan seluruh anak buahnya bertaubat di hadapan Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Inilah karomah pertama beliau: kejujuran yang menjadi sebab hidayah bagi para pendosa.
Kisah Ketiga: Kegigihan dalam Menuntut Ilmu dan Riyadah
Tiba di Baghdad, beliau menjalani kehidupan yang sangat prihatin demi menuntut ilmu. Beliau belajar ilmu fiqih, hadits, tafsir, dan bahasa kepada ulama-ulama terkemuka pada masanya. Siang hari beliau belajar, malam harinya beliau habiskan untuk beribadah. Tak jarang beliau harus menahan lapar berhari-hari, memakan dedaunan yang jatuh, atau mengambil sisa makanan yang terbuang di pasar.
Selama dua puluh lima tahun, beliau mengasingkan diri di padang pasir Iraq untuk melakukan riyadah (latihan spiritual) dan mujahadah (perjuangan melawan hawa nafsu). Beliau tidur di reruntuhan, mengenakan pakaian sederhana dari bulu domba, dan terus-menerus berdzikir kepada Allah. Ujian demi ujian datang silih berganti. Godaan dari iblis yang menyamar dalam berbagai bentuk, dari harta, tahta, hingga wanita, semua berhasil beliau patahkan dengan pertolongan Allah. Kegigihan inilah yang menempa ruhani beliau hingga mencapai derajat kewalian yang puncak.
Kisah Keempat: Karomah-Karomah yang Menakjubkan
Setelah mencapai kesempurnaan ilmu lahir dan batin, Allah SWT memberinya izin untuk berdakwah dan mengajar. Majelisnya dihadiri oleh puluhan ribu orang dari berbagai kalangan. Di sinilah Allah menampakkan karomah-karomah agung melalui dirinya, bukan untuk pamer, melainkan untuk menguatkan iman umat dan menunjukkan kebesaran kuasa Allah.
- Menghidupkan Ayam Panggang: Suatu ketika, seorang wanita datang membawa anaknya yang kurus kering kepada Syekh. Ia mengeluh, "Wahai Tuan Syekh, lihatlah anakku. Ia sangat mencintaimu, tetapi tubuhnya kurus karena menirumu yang sedikit makan. Sedangkan engkau sendiri makan makanan yang lezat." Saat itu, Syekh sedang menyantap ayam panggang. Setelah selesai, beliau meletakkan tangannya di atas tulang-belulang ayam itu dan berkata, "Bangunlah dengan izin Allah yang menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur." Seketika, ayam itu hidup kembali dan berlari. Syekh lalu berkata kepada wanita itu, "Jika anakmu sudah bisa melakukan seperti ini, silakan ia makan sesukanya."
- Menyelamatkan Murid dari Siksa Kubur: Diceritakan bahwa salah seorang murid Syekh meninggal dunia. Ketika di alam kubur, Malaikat Munkar dan Nakir datang untuk menanyainya. Murid itu kebingungan dan tidak bisa menjawab. Tiba-tiba, sosok Syekh Abdul Qadir hadir dan berkata kepada malaikat, "Ia adalah muridku. Biarkan aku yang menjawab pertanyaannya." Syekh pun menjawab semua pertanyaan dengan lancar. Para malaikat berkata, "Wahai wali Allah, kami hanya menjalankan tugas." Ini adalah isyarat bahwa berkah hubungan guru-murid dapat berlanjut hingga ke alam barzakh.
- Mengalahkan Godaan Iblis: Dalam sebuah pengembaraan spiritual, iblis datang kepada Syekh dalam wujud cahaya yang menyilaukan dan berkata, "Wahai Abdul Qadir, aku adalah Tuhanmu. Aku telah menghalalkan untukmu segala sesuatu yang haram." Syekh yang memiliki bashirah (mata batin) yang tajam segera menyadari tipu daya itu. Beliau berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk! Pergilah engkau, wahai makhluk terlaknat! Cahaya sejati tidak akan pernah menyuruh pada kemaksiatan." Seketika, cahaya itu berubah menjadi asap hitam dan iblis pun mengaku kalah.
- Mengubah Takdir dengan Doa: Seorang ibu datang menangis karena anaknya ditakdirkan akan meninggal pada usia muda. Syekh masuk ke dalam khalwatnya dan berdoa dengan khusyuk. Beliau kemudian keluar dan memberitahu ibu itu bahwa Allah telah memperpanjang umur anaknya berkat doa. Ini menunjukkan betapa doa seorang wali memiliki kekuatan untuk mengubah apa yang tertulis di Lauhul Mahfuzh atas izin Allah.
Kisah Kelima: Nasihat dan Wasiat Agung
Selain karomah, warisan terbesar Syekh Abdul Qadir al-Jailani adalah nasihat-nasihatnya yang abadi. Kata-katanya tajam, menembus langsung ke dalam hati, membersihkan karat-karat kelalaian dan kemunafikan.
"Jadilah engkau bersama Allah seolah-olah tidak ada makhluk lain, dan jadilah engkau bersama makhluk seolah-olah tidak ada dirimu sendiri."
Nasihat ini mengajarkan puncak dari tauhid dan akhlak. Saat beribadah kepada Allah, fokuskan seluruh jiwa dan raga hanya kepada-Nya, lupakan dunia. Namun, saat berinteraksi dengan sesama manusia, lupakan ego dan kepentingan diri sendiri, layani mereka dengan tulus karena Allah.
Beliau juga sering menasihati tentang pentingnya bersandar hanya kepada Allah, bukan kepada makhluk. "Jika engkau punya kebutuhan, jangan memintanya kepada siapa pun selain Allah. Jika engkau meminta kepada makhluk, hijab antara dirimu dan Allah akan semakin tebal."
Menjelang wafatnya, beliau mengumpulkan anak-anaknya dan berwasiat, "Bertakwalah kepada Allah. Jangan takut kepada siapa pun selain Allah, dan jangan berharap kepada siapa pun selain Allah. Sandarkan semua kebutuhanmu hanya kepada-Nya. Tiada sesuatu pun yang keluar dari genggaman-Nya. Tauhid, tauhid, tauhid. Itulah intinya."
Doa Penutup Manaqib
Setelah selesai pembacaan riwayat-riwayat tersebut, majelis ditutup dengan doa bersama. Doa ini berisi permohonan ampun, permintaan akan hajat dunia dan akhirat, serta tawasul melalui kemuliaan Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Berikut adalah salah satu contoh doa penutup yang sering dibacakan:
اَللّٰهُمَّ انْشُرْ نَفَحَاتِ الرِّضْوَانِ عَلَيْهِ، وَأَمِدَّنَا بِالْأَسْرَارِ الَّتِيْ أَوْدَعْتَهَا لَدَيْهِ، وَاجْزِهِ عَنَّا خَيْرَ الْجَزَاءِ، وَأَوْصِلْ إِلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِهِ وَكَرَامَاتِهِ وَعُلُوْمِهِ وَنَفَحَاتِهِ فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ.
"Ya Allah, tebarkanlah hembusan keridhaan-Mu atasnya (Syekh Abdul Qadir), dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang telah Engkau titipkan padanya. Berilah ia balasan yang terbaik dari sisi kami, dan sampaikanlah kepada kami sebagian dari berkah, karomah, ilmu, dan anugerahnya dalam urusan agama, dunia, dan akhirat."
اَللّٰهُمَّ بِبَرَكَتِهِ سَهِّلْ أُمُوْرَنَا، وَاشْرَحْ صُدُوْرَنَا، وَاقْضِ حَوَائِجَنَا، وَاغْفِرْ ذُنُوْبَنَا وَذُنُوْبَ وَالِدِيْنَا وَمَشَايِخِنَا وَجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
"Ya Allah, dengan keberkahannya, mudahkanlah segala urusan kami, lapangkanlah dada kami, kabulkanlah hajat-hajat kami, dan ampunilah dosa-dosa kami, dosa kedua orang tua kami, guru-guru kami, dan seluruh kaum Muslimin. Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa api neraka."
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ، وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَلْفَاتِحَة...
"Semoga shalawat dan salam tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad, beserta keluarga dan sahabatnya. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Al-Fatihah..."
Fadhilah dan Hikmah Pembacaan Manaqib
Membaca dan mendengarkan manaqib para wali bukanlah sekadar ritual tanpa makna. Di dalamnya terkandung banyak sekali fadhilah (keutamaan) dan hikmah yang dapat dipetik, di antaranya:
- Meningkatkan Kecintaan kepada Para Kekasih Allah: Dengan mengenal kehidupan, perjuangan, dan kemuliaan mereka, hati kita akan tergerak untuk mencintai mereka. Cinta kepada para wali adalah cabang dari cinta kepada Rasulullah SAW dan cinta kepada Allah SWT.
- Menjadi Inspirasi dan Teladan: Kisah-kisah kesabaran, kejujuran, kegigihan, dan ketakwaan Syekh Abdul Qadir menjadi cermin dan motivasi bagi kita untuk memperbaiki diri dan meneladani akhlak mulia tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
- Memperkuat Iman dan Tauhid: Karomah yang diceritakan bukanlah untuk mengkultuskan sang wali, melainkan untuk menunjukkan betapa Maha Kuasanya Allah. Karomah adalah bukti bahwa Allah akan memberikan pertolongan luar biasa kepada hamba-hamba yang taat kepada-Nya.
- Media Tawasul dan Doa: Majelis manaqib adalah tempat yang mustajab untuk berdoa. Dengan berkumpulnya orang-orang saleh, pembacaan Al-Qur'an, dzikir, dan shalawat, serta bertawasul dengan kemuliaan sang wali, diharapkan doa-doa yang dipanjatkan akan lebih mudah diijabah oleh Allah SWT.
- Menjaga Warisan Spiritual: Tradisi manaqib adalah cara untuk menjaga dan mewariskan ajaran-ajaran luhur para ulama salaf dari generasi ke generasi, sehingga nilai-nilai tasawuf dan akhlakul karimah tidak akan pernah padam.
Pada hakikatnya, majelis manaqib adalah sebuah taman surga di dunia, tempat rahmat Allah turun, ketenangan jiwa diraih, dan ikatan persaudaraan sesama Muslim dipererat dalam bingkai kecintaan kepada Allah dan para kekasih-Nya. Dengan niat yang tulus dan adab yang terjaga, setiap huruf yang dibaca dan setiap kisah yang didengar akan menjadi cahaya yang menerangi jalan kita menuju keridhaan-Nya.