Panduan Lengkap Bacaan Iqamah

Memahami Makna, Hukum, dan Tata Cara Seruan Menegakkan Shalat

Dalam syariat Islam, shalat merupakan tiang agama dan ibadah paling fundamental yang menghubungkan seorang hamba dengan Tuhannya. Untuk menjaga keteraturan dan kekhusyukan, terutama dalam shalat berjamaah, Islam menetapkan dua seruan agung: adzan dan iqamah. Jika adzan adalah panggilan untuk memberitahu masuknya waktu shalat dan mengajak kaum muslimin datang ke masjid, maka iqamah adalah seruan terakhir yang lebih spesifik. Iqamah berfungsi sebagai tanda bahwa shalat berjamaah akan segera dimulai, mengisyaratkan kepada makmum untuk merapikan barisan dan kepada imam untuk maju memimpin shalat.

Meskipun lafadznya lebih singkat dan diucapkan dengan tempo lebih cepat dibandingkan adzan, iqamah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ia bukan sekadar pengumuman, melainkan sebuah deklarasi kesiapan, penegasan kembali kalimat tauhid, dan pengingat akan tujuan utama berkumpul di rumah Allah, yaitu untuk meraih kemenangan dan kebahagiaan hakiki. Memahami bacaan iqamah, artinya, hukum, serta adab-adab yang menyertainya adalah bagian dari penyempurnaan ibadah shalat kita. Artikel ini akan mengupas tuntas segala hal yang berkaitan dengan iqamah, dari lafadznya yang mulia hingga hikmah mendalam di balik pensyariatannya.

1. Pengertian dan Makna Iqamah

Untuk memahami iqamah secara mendalam, kita perlu meninjaunya dari dua sisi, yaitu secara bahasa (etimologi) dan secara istilah dalam syariat (terminologi).

Makna Secara Bahasa (Etimologi)

Kata "iqamah" (إِقَامَة) berasal dari akar kata dalam bahasa Arab, yaitu qāma - yaqūmu - qiyāman (قَامَ - يَقُوْمُ - قِيَامًا) yang memiliki arti dasar "berdiri" atau "menegakkan". Bentuk mashdar dari kata kerja aqāma - yuqīmu - iqāmatan (أَقَامَ - يُقِيْمُ - إِقَامَةً) berarti "mendirikan", "menegakkan", atau "menetapkan sesuatu". Dari sinilah makna iqamah dapat dipahami sebagai sebuah tindakan untuk menegakkan atau mendirikan shalat. Seruan ini secara harfiah mengajak orang-orang yang sudah berada di dalam masjid untuk berdiri dan bersiap melaksanakan shalat.

Makna Secara Istilah (Terminologi Fiqih)

Dalam terminologi ilmu fiqih, iqamah didefinisikan sebagai "pemberitahuan atau seruan dengan zikir-zikir tertentu bahwa shalat fardhu akan segera didirikan". Iqamah adalah penanda final yang memisahkan antara waktu menunggu (setelah adzan) dengan pelaksanaan shalat itu sendiri. Ia berfungsi sebagai alarm terakhir bagi para jamaah untuk menghentikan segala aktivitas, meluruskan dan merapatkan barisan (saf), serta memfokuskan hati dan pikiran sepenuhnya kepada Allah SWT sebelum imam memulai takbiratul ihram.

Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab menjelaskan bahwa iqamah adalah pemberitahuan untuk melaksanakan shalat dengan lafadz-lafadz yang telah ditentukan oleh syariat. Esensinya adalah sebagai syiar internal di dalam masjid, berbeda dengan adzan yang merupakan syiar eksternal untuk memanggil orang dari luar.

2. Lafadz Bacaan Iqamah yang Shahih

Lafadz iqamah yang paling umum diamalkan di Indonesia, yang sejalan dengan pandangan mayoritas ulama (khususnya mazhab Syafi'i dan Hanbali), adalah sebagai berikut. Disajikan dalam tulisan Arab, transliterasi Latin untuk kemudahan membaca, beserta artinya.

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ، قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ

Transliterasi Latin

Allāhu Akbar, Allāhu Akbar (1x diucapkan menyambung)
Asyhadu an lā ilāha illallāh (1x)
Asyhadu anna Muhammadar Rasūlullāh (1x)
Hayya 'alash-shalāh (1x)
Hayya 'alal-falāh (1x)
Qad qāmatish-shalāh, Qad qāmatish-shalāh (1x diucapkan menyambung)
Allāhu Akbar, Allāhu Akbar (1x diucapkan menyambung)
Lā ilāha illallāh (1x)

Arti dalam Bahasa Indonesia

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Marilah mendirikan shalat.
Marilah menuju kemenangan.
Sungguh, shalat akan segera didirikan. Sungguh, shalat akan segera didirikan.
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.
Tiada Tuhan selain Allah.

Penting untuk dicatat bahwa meskipun transliterasi membantu dalam pelafalan, belajar mengucapkan lafadz Arab dengan benar (makhraj dan tajwid) adalah yang paling utama untuk menjaga keaslian dan kesempurnaan makna dari setiap kalimat yang diucapkan.

3. Perbedaan Lafadz Iqamah Menurut Pandangan Mazhab

Dalam khazanah fiqih Islam, terdapat sedikit perbedaan (khilafiyah) dalam jumlah pengulangan lafadz iqamah di antara para ulama mazhab. Perbedaan ini bersumber dari riwayat-riwayat hadits yang berbeda, namun semuanya memiliki dasar yang kuat dan sah untuk diamalkan. Memahami perbedaan ini penting untuk menumbuhkan sikap toleransi dan saling menghormati.

A. Mazhab Syafi'i dan Hanbali

Kedua mazhab ini berpegang pada hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, yang menyatakan:

"Bilal diperintahkan untuk menggenapkan (kalimat) adzan dan mengganjilkan (kalimat) iqamah, kecuali pada lafadz 'Qad qāmatish-shalāh'." (HR. Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadits ini, jumhur (mayoritas) ulama dari kalangan Syafi'iyah dan Hanabilah menetapkan bahwa lafadz iqamah diucapkan satu kali untuk setiap kalimatnya, kecuali takbir di awal dan akhir, serta kalimat "Qad qāmatish-shalāh" yang diucapkan dua kali. Ini adalah bentuk yang paling populer dan telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

B. Mazhab Hanafi

Ulama mazhab Hanafi berpandangan bahwa lafadz iqamah sama persis dengan lafadz adzan dalam hal pengulangannya, hanya saja ditambahkan kalimat "Qad qāmatish-shalāh" sebanyak dua kali setelah "Hayya 'alal-falāh". Pendapat ini didasarkan pada hadits dari Abdullah bin Zaid radhiyallahu 'anhu, yang menceritakan mimpinya tentang lafadz adzan dan iqamah. Dalam beberapa riwayat, iqamah yang diajarkan dalam mimpi tersebut memiliki lafadz yang digenapkan seperti adzan.

Bentuk iqamah menurut mazhab Hanafi adalah sebagai berikut:

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ، قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ

C. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki memiliki pandangan yang paling ringkas. Mereka berpendapat bahwa seluruh kalimat iqamah diucapkan satu kali, termasuk kalimat "Qad qāmatish-shalāh". Pendapat ini juga bersandar pada beberapa riwayat hadits dan amalan penduduk Madinah pada masa itu.

Bentuk iqamah menurut mazhab Maliki:

اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ

Semua bentuk iqamah di atas adalah valid dan memiliki dasar syar'i. Perbedaan ini menunjukkan keluasan dan fleksibilitas dalam fiqih Islam. Seorang muslim hendaknya mengikuti mazhab yang dianut di lingkungannya atau yang ia yakini dalilnya lebih kuat, tanpa mencela atau menyalahkan amalan yang berbeda.

4. Hukum dan Kedudukan Iqamah dalam Syariat

Para ulama sepakat bahwa iqamah disyariatkan dan merupakan bagian dari syiar Islam yang agung. Namun, mereka sedikit berbeda pendapat mengenai status hukumnya secara spesifik: apakah ia wajib, sunnah mu'akkadah, atau fardhu kifayah?

Status Hukum Iqamah

Pendapat Jumhur (Mayoritas) Ulama: Mayoritas ulama dari mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum iqamah adalah sunnah mu'akkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi laki-laki, baik untuk shalat berjamaah maupun shalat sendirian (munfarid). Artinya, sangat dianjurkan untuk melakukannya dan makruh (dibenci) jika meninggalkannya dengan sengaja tanpa uzur.

Pendapat Mazhab Hanafi dan Sebagian Hanbali: Sebagian ulama, termasuk dari kalangan mazhab Hanafi, berpendapat bahwa hukum iqamah adalah wajib. Namun, kewajiban ini tidak sampai pada tingkat fardhu 'ain yang jika ditinggalkan menyebabkan dosa besar, melainkan suatu keharusan yang jika ditinggalkan secara terus-menerus dianggap sebagai perbuatan tercela.

Pendapat Fardhu Kifayah: Sebagian ulama lain, seperti Ibnu Taimiyah, berpendapat bahwa hukum adzan dan iqamah adalah fardhu kifayah bagi penduduk suatu wilayah untuk shalat lima waktu. Artinya, jika sudah ada sebagian orang yang melakukannya (misalnya di masjid pusat), maka gugurlah kewajiban bagi yang lain. Namun, jika tidak ada satu pun yang melakukannya, maka seluruh penduduk di wilayah itu berdosa.

Hukum Iqamah dalam Berbagai Kondisi

5. Tata Cara dan Adab Seputar Iqamah

Pelaksanaan iqamah tidak hanya sebatas mengucapkan lafadznya, tetapi juga diiringi dengan beberapa tata cara dan adab yang disunnahkan untuk menyempurnakan pelaksanaannya.

Siapa yang Berhak Mengumandangkan Iqamah?

Orang yang paling berhak dan utama untuk mengumandangkan iqamah adalah orang yang telah mengumandangkan adzan (muadzin). Hal ini berdasarkan hadits Ziyad bin Al-Harits Ash-Shuda'i, di mana Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang mengumandangkan adzan, maka dialah yang berhak mengumandangkan iqamah." (HR. Tirmidzi, dinilai shahih). Namun, jika muadzin berhalangan atau mengizinkan orang lain untuk iqamah, maka hal tersebut diperbolehkan.

Kecepatan Bacaan

Berbeda dengan adzan yang dianjurkan untuk dilantunkan secara perlahan, tartil, dan dengan suara merdu, iqamah disunnahkan untuk diucapkan dengan tempo yang lebih cepat (hadr). Hikmahnya adalah karena iqamah ditujukan kepada jamaah yang sudah hadir (hadhirin) dan siap, sehingga tidak perlu dilambatkan. Cukup sebagai penanda cepat bahwa shalat akan segera dimulai.

Posisi dan Arah

Sama seperti adzan, orang yang iqamah (disebut muqim) disunnahkan untuk:

Tidak disunnahkan untuk menoleh ke kanan dan ke kiri saat mengucapkan "Hayya 'alash-shalāh" dan "Hayya 'alal-falāh" seperti saat adzan, karena iqamah ditujukan kepada jamaah yang sudah berada di hadapannya.

Jeda Waktu Antara Adzan dan Iqamah

Disunnahkan untuk memberikan jeda waktu yang cukup antara adzan dan iqamah. Jeda ini memiliki banyak hikmah, di antaranya:

Durasi jeda ini tidak ditentukan secara pasti dan bisa disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat, namun hendaknya cukup untuk mencapai tujuan-tujuan di atas.

Tindakan Jamaah Saat Mendengar Iqamah

Ketika iqamah mulai dikumandangkan, jamaah hendaknya:

  1. Menghentikan Aktivitas: Hentikan shalat sunnah, zikir, atau percakapan, lalu fokus untuk bersiap shalat fardhu.
  2. Berdiri dan Merapikan Barisan (Saf): Para ulama berbeda pendapat kapan waktu yang tepat untuk berdiri. Sebagian berpendapat berdiri saat iqamah dimulai. Sebagian lain berpendapat berdiri saat muqim mengucapkan "Qad qāmatish-shalāh". Keduanya baik, yang terpenting adalah jamaah sudah berdiri dan barisan telah lurus serta rapat sebelum imam bertakbiratul ihram. Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya meluruskan saf.
  3. Menirukan Lafadz Iqamah: Sebagian ulama menganjurkan untuk menirukan lafadz iqamah sebagaimana menirukan adzan, kecuali pada kalimat "Qad qāmatish-shalāh", dianjurkan menjawab dengan doa seperti "Aqāmahallāhu wa adāmahā" (Semoga Allah menegakkan dan mengekalkannya). Namun, hadits mengenai jawaban ini memiliki perdebatan status kesahihannya. Yang pasti, fokus utama saat iqamah adalah meluruskan saf.

6. Perbandingan Mendasar Antara Adzan dan Iqamah

Meskipun keduanya adalah seruan shalat, terdapat perbedaan mendasar antara adzan dan iqamah dari berbagai aspek. Memahami perbedaan ini akan memperjelas fungsi dan kedudukan masing-masing.

Aspek Perbandingan Adzan (أَذَان) Iqamah (إِقَامَة)
Tujuan Utama Pemberitahuan masuknya waktu shalat dan panggilan untuk datang ke masjid (seruan eksternal). Pemberitahuan bahwa shalat berjamaah akan segera dimulai (seruan internal).
Lafadz Khusus Terdapat lafadz "As-shalātu khairum minan-naūm" khusus pada adzan Subuh. Terdapat lafadz "Qad qāmatish-shalāh" yang diucapkan dua kali (menurut mayoritas).
Pengulangan Kalimat Kalimat-kalimatnya diulang (digandakan), misalnya takbir 4x, syahadat 2x. Kalimat-kalimatnya tidak diulang (diucapkan sekali), kecuali beberapa lafadz tertentu menurut tiap mazhab.
Kecepatan & Irama Dilantunkan perlahan, merdu, dan dengan jeda (tartil). Diucapkan dengan cepat dan bersambung (hadr).
Hukum Hukumnya lebih kuat, umumnya dianggap Fardhu Kifayah. Hukumnya di bawah adzan, umumnya dianggap Sunnah Mu'akkadah.
Adab Fisik Disunnahkan meletakkan jari di telinga dan menoleh saat "Hayya 'ala...". Tidak disunnahkan meletakkan jari di telinga atau menoleh.
Waktu Pelaksanaan Tepat di awal waktu shalat. Sesaat sebelum imam memulai shalat, setelah diberi jeda dari adzan.

7. Keutamaan dan Hikmah Disyariatkannya Iqamah

Setiap syariat dalam Islam pasti mengandung keutamaan dan hikmah yang agung, begitu pula dengan iqamah. Di balik seruannya yang singkat dan cepat, tersimpan pelajaran berharga bagi setiap muslim.

Keutamaan Iqamah

Hikmah Pensyariatan Iqamah

Iqamah bukan sekadar ritual tanpa makna. Ia mengandung hikmah-hikmah yang mendalam, baik dari sisi spiritual, sosial, maupun kedisiplinan.

  1. Transisi Spiritual: Iqamah berfungsi sebagai jembatan transisi. Ia menarik kesadaran jamaah dari kesibukan duniawi atau obrolan ringan di masjid menuju fokus total kepada Allah. Kalimat-kalimat tauhid dan seruan shalat yang diulang sesaat sebelum takbir membantu membersihkan pikiran dan mempersiapkan hati untuk menghadap Sang Pencipta.
  2. Penegasan Kesiapan: Kalimat inti iqamah, "Qad qāmatish-shalāh" (Sungguh, shalat akan segera didirikan), adalah deklarasi kesiapan. Ini adalah penegasan bahwa semua persiapan telah selesai, barisan telah lurus, dan jamaah siap secara fisik dan mental untuk memulai "mi'raj" seorang mukmin.
  3. Sarana Kedisiplinan dan Keteraturan: Dalam konteks shalat berjamaah, iqamah adalah komando terakhir untuk keteraturan. Begitu iqamah berkumandang, semua jamaah tahu apa yang harus dilakukan: berdiri, merapatkan bahu dan kaki, serta meluruskan barisan. Tanpa iqamah, jamaah mungkin akan memulai shalat dalam keadaan barisan yang tidak teratur, yang dapat mengurangi kesempurnaan shalat berjamaah.
  4. Syiar Kekuatan Umat Islam: Suara adzan dan iqamah yang berkumandang dari masjid-masjid adalah syiar yang menunjukkan eksistensi dan kekuatan umat Islam di suatu wilayah. Ia menjadi pengingat konstan akan kewajiban utama seorang muslim.
  5. Mengulang Ikrar Tauhid: Iqamah, seperti halnya adzan, adalah kesempatan untuk memperbarui ikrar tauhid dan kenabian. Mengucapkan dan mendengar kalimat "Lā ilāha illallāh" dan "Muhammadar Rasūlullāh" sesaat sebelum shalat memperkuat fondasi keimanan yang menjadi dasar dari setiap ibadah.

Kesimpulan

Iqamah adalah seruan yang agung, sebuah penanda terakhir sebelum seorang hamba berkomunikasi langsung dengan Rabb-nya dalam shalat. Ia lebih dari sekadar pengumuman; ia adalah penegasan, pengingat, komando untuk disiplin, dan sarana transisi spiritual. Memahami lafadznya, artinya yang dalam, hukumnya dalam syariat, serta adab-adab yang melingkupinya merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya kita untuk menyempurnakan shalat, tiang utama agama Islam. Dengan menghayati setiap kalimat iqamah, dari takbir yang mengagungkan Allah hingga tahlil yang menegaskan keesaan-Nya, kita dapat melangkah menuju shalat dengan hati yang lebih khusyuk, barisan yang lebih rapat, dan jiwa yang lebih siap untuk meraih kemenangan sejati.

🏠 Kembali ke Homepage