Membedah Bacaan Hizib Nashor
Sebuah Tinjauan Mendalam atas Wirid Kemenangan dan Perlindungan
Dalam khazanah spiritual Islam, terdapat berbagai macam amalan, wirid, dan doa yang diwariskan dari generasi ke generasi. Amalan-amalan ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah medium untuk menyambungkan hati seorang hamba dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Salah satu amalan yang sangat masyhur dan diyakini memiliki kekuatan spiritual luar biasa adalah Hizib Nashor. Dikenal sebagai "Wirid Kemenangan", bacaan Hizib Nashor telah menjadi pegangan bagi banyak individu yang mencari pertolongan, kekuatan, dan perlindungan dari Allah dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
Artikel ini akan mengupas secara mendalam segala aspek yang berkaitan dengan bacaan Hizib Nashor. Mulai dari sejarah dan asal-usulnya yang penuh inspirasi, teks lengkap dalam bahasa Arab beserta transliterasi dan terjemahannya, hingga penjabaran makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Lebih jauh lagi, kita akan menjelajahi berbagai keutamaan (fadhilah) yang diyakini menyertainya, serta tata cara dan adab yang dianjurkan dalam mengamalkannya. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman yang komprehensif, sehingga amalan ini tidak hanya dibaca, tetapi juga dihayati dan dipahami esensinya sebagai bentuk permohonan total kepada Dzat Yang Maha Kuasa.
Sejarah dan Asal-Usul Hizib Nashor
Untuk memahami kekuatan sebuah doa, penting bagi kita untuk mengenal sosok penyusunnya dan konteks sejarah di baliknya. Hizib Nashor disusun oleh seorang waliyullah agung, Syaikh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili. Beliau adalah pendiri Tarekat Syadziliyah, salah satu tarekat sufi yang paling berpengaruh di dunia Islam dan masih memiliki jutaan pengikut hingga saat ini.
Sosok Agung Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili
Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili dilahirkan di desa Ghumara, dekat Ceuta, di bagian utara Maroko. Sejak kecil, beliau telah menunjukkan kecerdasan dan ketertarikan yang mendalam pada ilmu-ilmu agama. Beliau berkelana ke berbagai negeri untuk menuntut ilmu, mulai dari Fes, Tunis, hingga Irak. Perjalanan spiritualnya membawanya berguru kepada banyak ulama dan sufi besar pada masanya, hingga akhirnya beliau bertemu dengan guru mursyidnya, Syaikh Abdus Salam bin Masyisy, seorang wali qutub yang tinggal di puncak gunung di Maroko.
Di bawah bimbingan Syaikh Ibnu Masyisy, Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili mencapai tingkatan spiritual yang tinggi. Beliau kemudian diperintahkan oleh gurunya untuk pindah ke Tunis dan mendirikan zawiyah (pusat kegiatan sufi). Dari sinilah ajaran-ajaran beliau mulai menyebar luas. Ajaran Tarekat Syadziliyah menekankan pentingnya keseimbangan antara syariat dan hakikat, antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Para pengikutnya diajarkan untuk tetap bekerja dan berinteraksi dengan masyarakat, sambil terus menjaga hati agar senantiasa terhubung dengan Allah SWT. Ini berbeda dengan beberapa tarekat lain yang lebih menekankan uzlah atau pengasingan diri.
Konteks Lahirnya Hizib Nashor
Kelahiran Hizib Nashor tidak dapat dipisahkan dari sebuah peristiwa sejarah yang krusial. Konon, hizib ini diilhamkan kepada Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili melalui sebuah mimpi menjelang pertempuran besar antara kaum Muslimin dengan pasukan Salib. Salah satu riwayat yang paling populer mengaitkannya dengan Pertempuran Al-Mansurah di Mesir, di mana pasukan Muslim di bawah pimpinan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (meskipun beberapa sumber menyebut masa yang sedikit berbeda, esensinya tetap sama: perjuangan melawan agresi) menghadapi gempuran tentara Salib.
Dalam kondisi genting tersebut, di mana jumlah dan persenjataan musuh tampak lebih unggul, Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili bermunajat kepada Allah dengan penuh kekhusyukan. Dalam sebuah penglihatan ruhani atau mimpi, beliau diajarkan langsung kalimat-kalimat Hizib Nashor ini. Hizib ini berisi permohonan pertolongan, penyerahan diri total kepada kekuatan Allah, dan doa untuk menghancurkan kekuatan musuh dengan cara yang menunjukkan keagungan Ilahi.
Beliau kemudian mengajarkan hizib ini kepada para murid dan tentara Muslim. Dengan izin Allah, semangat juang kaum Muslimin berkobar, dan mereka dianugerahi kemenangan yang gemilang. Sejak saat itulah, Hizib Nashor dikenal sebagai "Hizib Kemenangan" atau "Doa Pertolongan". Kata "Hizib" sendiri secara bahasa berarti "kelompok" atau "golongan", namun dalam terminologi sufi, ia merujuk pada kumpulan doa, wirid, atau ayat-ayat Al-Qur'an yang disusun untuk tujuan spiritual tertentu. Sedangkan "Nashor" berarti pertolongan atau kemenangan. Jadi, bacaan Hizib Nashor secara harfiah berarti "bacaan kelompok doa untuk meraih kemenangan".
Teks Lengkap Bacaan Hizib Nashor, Latin, dan Terjemahannya
Berikut adalah teks lengkap dari Hizib Nashor. Disajikan dalam tiga format: tulisan Arab asli untuk keaslian lafal, transliterasi Latin untuk membantu pembacaan bagi yang belum lancar membaca aksara Arab, dan terjemahan bahasa Indonesia untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya. Dianjurkan untuk mempelajarinya dari seorang guru yang ahli untuk mendapatkan pengucapan yang benar.
Diawali dengan membaca basmalah, istighfar, syahadat, dan shalawat.
Bagian Pertama: Permohonan dan Tawassul
اَللّٰهُمَّ بِسَطْوَةِ جَبَرُوْتِ قَهْرِكَ، وَبِسُرْعَةِ إِغَاثَةِ نَصْرِكَ، وَبِغَيْرَتِكَ لِانْتِهَاكِ حُرُمَاتِكَ، وَبِحِمَايَتِكَ لِمَنِ احْتَمٰى بِآيَاتِكَ
Allāhumma bisathwati jabarūti qahrika, wa bisur’ati ighāthati nashrika, wa bighairatika lintihāki hurumātika, wa bihimāyatika limani-ḥtamā bi’āyātika.
"Ya Allah, dengan kekuatan paksaan-Mu yang menundukkan, dengan kecepatan pertolongan kemenangan-Mu, dengan sifat cemburu-Mu (yang membara) karena pelanggaran terhadap kehormatan-Mu, dan dengan perlindungan-Mu bagi siapa saja yang berlindung dengan ayat-ayat-Mu."
Bagian Kedua: Inti Permohonan
نَسْأَلُكَ يَا اَللّٰهُ يَا قَرِيْبُ يَا سَمِيْعُ يَا مُجِيْبُ يَا سَرِيْعُ يَا جَبَّارُ يَا مُنْتَقِمُ يَا قَهَّارُ يَا شَدِيْدَ الْبَطْشِ، يَا مَنْ لَا يُعْجِزُهُ قَهْرُ الْجَبَابِرَةِ، وَلَا يَعْظُمُ عَلَيْهِ هَلَاكُ الْمُتَمَرِّدَةِ مِنَ الْمُلُوْكِ وَالْأَكَاسِرَةِ
Nas’aluka yā Allāh, yā Qarīb, yā Samī’, yā Mujīb, yā Sarī’, yā Jabbār, yā Muntaqim, yā Qahhār, yā Syadīdal-bathsyi, yā man lā yu’jizuhū qahrul-jabābirah, wa lā ya’zhunu ‘alaihi halākul-mutamarridah minal-mulūki wal-akāsirah.
"Kami memohon kepada-Mu ya Allah, wahai Dzat Yang Maha Dekat, wahai Dzat Yang Maha Mendengar, wahai Dzat Yang Maha Mengabulkan, wahai Dzat Yang Maha Cepat, wahai Dzat Yang Maha Perkasa, wahai Dzat Yang Maha Memberi Balasan, wahai Dzat Yang Maha Menaklukkan, wahai Dzat Yang amat keras siksa-Nya. Wahai Dzat yang tidak dapat dilemahkan oleh kekuatan para tiran, dan tidak ada artinya bagi-Nya kehancuran para pembangkang dari kalangan raja-raja dan kaisar-kaisar."
Bagian Ketiga: Doa untuk Kehancuran Musuh
أَنْ تَجْعَلَ كَيْدَ مَنْ كَادَنِيْ فِيْ نَحْرِهِ، وَمَكْرَ مَنْ مَكَرَنِيْ عَائِدًا عَلَيْهِ، وَحُفْرَةَ مَنْ حَفَرَ لِيْ وَاقِعًا فِيْهَا، وَمَنْ نَصَبَ لِيْ شَبَكَةَ الْخِدَاعِ اِجْعَلْهُ يَا سَيِّدِيْ مُسَاقًا إِلَيْهَا وَمُصَادًا فِيْهَا وَأَسِيْرًا لَدَيْهَا
An taj’ala kaida man kādanī fī nahrihī, wa makra man makaranī ‘ā’idan ‘alaihi, wa hufrata man hafara lī wāqi’an fīhā, wa man nashaba lī syabakatal-khidā’i ij’alhu yā sayyidī musāqan ilaihā wa mushādan fīhā wa asīran ladaihā.
"Agar Engkau jadikan tipu daya orang yang hendak menipuku kembali ke lehernya, dan makar orang yang membuat makar kepadaku kembali menimpa dirinya, dan lubang yang digali untukku, ia sendiri yang jatuh ke dalamnya. Dan siapa saja yang memasang jaring tipu daya untukku, jadikanlah ia, wahai Tuanku, terseret ke dalamnya, terperangkap di dalamnya, dan menjadi tawanan di sisinya."
Bagian Keempat: Mohon Perlindungan dengan Asma Allah
اَللّٰهُمَّ بِحَقِّ كٓهٰیٰعٓصٓ، اِكْفِنَا هَمَّ الْعِدَا، وَلَقِّهِمُ الرَّدٰى، وَاجْعَلْهُمْ لِكُلِّ حَبِيْبٍ فِدَا، وَسَلِّطْ عَلَيْهِمْ عَاجِلَ النِّقْمَةِ فِى الْيَوْمِ وَالْغَدَا
Allāhumma bihaqqi Kāf Hā Yā ‘Aīn Shād, ikfinā hammal-‘idā, wa laqqihimur-radā, waj’alhum likulli habībin fidā, wa sallith ‘alaihim ‘ājilan-niqmah fil-yaumi wal-ghadā.
"Ya Allah, dengan kebenaran (rahasia) Kāf Hā Yā ‘Aīn Shād, cukupkanlah kami dari kejahatan musuh, timpakanlah kepada mereka kebinasaan, jadikanlah mereka tebusan bagi setiap kekasih, dan kuasakanlah atas mereka balasan yang segera di hari ini dan esok hari."
Bagian Kelima: Doa untuk Melemahkan Musuh
اَللّٰهُمَّ بَدِّدْ شَمْلَهُمْ، اَللّٰهُمَّ فَرِّقْ جَمْعَهُمْ، اَللّٰهُمَّ قَلِّلْ عَدَدَهُمْ، اَللّٰهُمَّ فُلَّ حَدَّهُمْ، اَللّٰهُمَّ اجْعَلِ الدَّائِرَةَ عَلَيْهِمْ، اَللّٰهُمَّ أَوْصِلِ الْعَذَابَ إِلَيْهِمْ، اَللّٰهُمَّ أَخْرِجْهُمْ عَنْ دَائِرَةِ الْحِلْمِ، وَاسْلُبْهُمْ مَدَدَ الْإِمْهَالِ، وَغُلَّ أَيْدِيَهُمْ وَارْبِطْ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ وَلَا تُبَلِّغْهُمُ الْآمَالَ
Allāhumma baddid syamlahum. Allāhumma farriq jam’ahum. Allāhumma qallil ‘adadahum. Allāhumma fulla haddahum. Allāhummaj’alid-dā’irata ‘alaihim. Allāhumma awshilil-‘adzāba ilaihim. Allāhumma akhrijhum ‘an dā’iratil-hilmi, waslubhum madadal-imhāl, wa ghulla aidiyahum warbith ‘alā qulūbihim wa lā tuballighhumul-āmāl.
"Ya Allah, cerai-beraikanlah persatuan mereka. Ya Allah, pecah-belahlah kelompok mereka. Ya Allah, sedikitkanlah jumlah mereka. Ya Allah, tumpulkanlah senjata mereka. Ya Allah, jadikanlah lingkaran keburukan menimpa mereka. Ya Allah, sampaikanlah azab kepada mereka. Ya Allah, keluarkanlah mereka dari lingkaran kesabaran(-Mu), cabutlah dari mereka bantuan penangguhan (waktu), belenggulah tangan-tangan mereka, ikatlah hati mereka, dan jangan sampaikan mereka kepada cita-cita mereka."
Bagian Keenam: Doa Kehancuran Total
اَللّٰهُمَّ مَزِّقْهُمْ كُلَّ مُمَزَّقٍ مَزَّقْتَهُ لِأَعْدَائِنَا، اِنْتِصَارًا لِأَنْبِيَائِكَ وَرُسُلِكَ وَأَوْلِيَائِكَ
Allāhumma mazziqhum kulla mumazzaqin mazzaqtahū li a’dā’inā, intishāran li anbiyā’ika wa rusulika wa auliyā’ika.
"Ya Allah, hancur-leburkanlah mereka sehancur-hancurnya sebagaimana Engkau telah menghancurkan musuh-musuh kami, sebagai kemenangan bagi para nabi-Mu, para rasul-Mu, dan para wali-Mu."
Bagian Ketujuh: Permohonan Kemenangan Pasti
اَللّٰهُمَّ انْتَصِرْ لَنَا انْتِصَارَكَ لِأَحْبَابِكَ عَلٰى أَعْدَائِكَ
Allāhumman-tashir lanā intishāraka li ahbābika ‘alā a’dā’ika. (Dibaca 3 kali)
"Ya Allah, berilah kami kemenangan sebagaimana kemenangan yang Engkau berikan kepada para kekasih-Mu atas musuh-musuh-Mu." (Dibaca 3 kali)
Bagian Kedelapan: Bertawassul dengan Ayat Al-Qur'an (1)
اَللّٰهُمَّ لَا تُمَكِّنِ الْأَعْدَاءَ فِيْنَا، وَلَا تُسَلِّطْهُمْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا
Allāhumma lā tumakkinil-a’dā’a fīnā, wa lā tusallith-hum ‘alainā bidzunūbinā. (Dibaca 3 kali)
"Ya Allah, janganlah Engkau berikan kekuasaan kepada musuh-musuh atas kami, dan janganlah Engkau kuasakan mereka atas kami karena dosa-dosa kami." (Dibaca 3 kali)
Bagian Kesembilan: Bertawassul dengan Ayat Al-Qur'an (2)
حٰمٓ، حٰمٓ، حٰمٓ، حٰمٓ، حٰمٓ، حٰمٓ، حٰمٓ
Hā Mīm. Hā Mīm. Hā Mīm. Hā Mīm. Hā Mīm. Hā Mīm. Hā Mīm.
"Haa Miiim." (Dibaca 7 kali)
Bagian Kesepuluh: Penegasan Kemenangan
حُمَّ الْأَمْرُ وَجَاءَ النَّصْرُ فَعَلَيْنَا لَا يُنْصَرُوْنَ
Hummal-amru wa jā’an-nashru fa’alainā lā yunsharūn.
"Perkara telah ditetapkan dan pertolongan telah datang, maka atas kami, mereka (musuh) tidak akan dimenangkan."
Bagian Kesebelas: Mohon Perlindungan dengan Ayat Lain
اَللّٰهُمَّ بِحَقِّ حٰمٓعٓسٓقٓ، اِحْمِنَا مِمَّا نَخَافُ. اَللّٰهُمَّ قِنَا شَرَّ الْأَسْوَاءِ وَلَا تَجْعَلْنَا مَحَلًّا لِلْبَلْوَى.
Allāhumma bihaqqi Hā Mīm ‘Aīn Sīn Qāf, ihminā mimmā nakhāf. Allāhumma qinā syarral-aswā’i wa lā taj’alnā mahallan lil-balwā.
"Ya Allah, dengan kebenaran (rahasia) Hā Mīm ‘Aīn Sīn Qāf, lindungilah kami dari apa yang kami takuti. Ya Allah, jagalah kami dari keburukan yang paling buruk, dan jangan jadikan kami sebagai tempat turunnya bencana."
Bagian Keduabelas: Penyerahan Diri Total
اَللّٰهُمَّ أَعْطِنَا أَمَلَ الرَّجَاءِ وَفَوْقَ الْأَمَلِ، يَا هُوَ يَا هُوَ يَا هُوَ، يَا مَنْ بِفَضْلِهِ لِفَضْلِهِ نَسْأَلُكَ الْعَجَلَ الْعَجَلَ، إِلٰهِي الْإِجَابَةَ الْإِجَابَةَ. يَا مَنْ أَجَابَ نُوْحًا فِيْ قَوْمِهِ، يَا مَنْ نَصَرَ إِبْرَاهِيْمَ عَلٰى أَعْدَائِهِ، يَا مَنْ رَدَّ يُوْسُفَ عَلٰى يَعْقُوْبَ، يَا مَنْ كَشَفَ ضُرَّ أَيُّوْبَ، يَا مَنْ أَجَابَ دَعْوَةَ زَكَرِيَّا، يَا مَنْ قَبِلَ تَسْبِيْحَ يُوْنُسَ بْنِ مَتّٰى.
Allāhumma a’thinā amalar-rajā’i wa fauqal-amal. Yā Huwa Yā Huwa Yā Huwa, yā man bifadhlihī lifadhlihī nas’alukal-‘ajalal-‘ajal, ilāhil-ijābatal-ijābah. Yā man ajāba Nūhan fī qaumih, yā man nashara Ibrāhīma ‘alā a’dā’ih, yā man radda Yūsufa ‘alā Ya’qūb, yā man kasyafa dhurra Ayyūb, yā man ajāba da’wata Zakariyyā, yā man qabila tasbīha Yūnusabni Mattā.
"Ya Allah, berikanlah kami harapan dan bahkan lebih dari harapan. Wahai Dia, Wahai Dia, Wahai Dia! Wahai Dzat yang dengan karunia-Nya kami memohon karunia-Nya. Kami memohon kepada-Mu segera, segera! Wahai Tuhanku, kabulkanlah, kabulkanlah! Wahai Dzat yang mengabulkan (doa) Nuh di tengah kaumnya, wahai Dzat yang menolong Ibrahim atas musuh-musuhnya, wahai Dzat yang mengembalikan Yusuf kepada Ya'qub, wahai Dzat yang mengangkat kemudharatan Ayub, wahai Dzat yang mengabulkan doa Zakaria, wahai Dzat yang menerima tasbih Yunus bin Matta."
Bagian Penutup: Doa Pamungkas
نَسْأَلُكَ بِأَسْرَارِ أَصْحَابِ هٰذِهِ الدَّعَوَاتِ أَنْ تَقْبَلَ مَا بِهِ دَعَوْنَاكَ، وَأَنْ تُعْطِيَنَا مَا بِهِ سَأَلْنَاكَ، أَنْجِزْ لَنَا وَعْدَكَ الَّذِيْ وَعَدْتَهُ لِعِبَادِكَ الْمُؤْمِنِيْنَ، لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ. اِنْقَطَعَتْ آمَالُنَا وَعِزَّتِكَ إِلَّا مِنْكَ، وَخَابَ رَجَاؤُنَا وَحَقِّكَ إِلَّا فِيْكَ.
Nas’aluka bi-asrari ash-hābi hādzihid-da’awāti an taqbala mā bihī da’aunāk, wa an tu’thiyanā mā bihī sa’alnāk. Anjiz lanā wa’dakal-ladzī wa’adtahū li’ibādikal-mu’minīn. Lā ilāha illā Anta, subhānaka innī kuntu minazh-zhālimīn. Inqatha’at āmālunā wa ‘izzatika illā minka, wa khāba rajā’unā wa haqqika illā fīka.
"Kami memohon kepada-Mu dengan rahasia-rahasia para pemilik doa-doa ini, agar Engkau menerima apa yang kami doakan kepada-Mu, dan agar Engkau memberi kami apa yang kami minta dari-Mu. Tunaikanlah bagi kami janji-Mu yang telah Engkau janjikan kepada hamba-hamba-Mu yang beriman. Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim. Telah putus harapan kami—demi kemuliaan-Mu—kecuali dari-Mu. Dan telah sirna pengharapan kami—demi kebenaran-Mu—kecuali pada-Mu."
إِنْ أَبْطَأَتْ غَارَةُ الْأَرْحَامِ وَابْتَعَدَتْ ۞ فَأَقْرَبُ الشَّيْءِ مِنَّا غَارَةُ اللّٰهِ
يَا غَارَةَ اللّٰهِ جِدِّي السَّيْرَ مُسْرِعَةً ۞ فِيْ حَلِّ عُقْدَتِنَا يَا غَارَةَ اللّٰهِ
عَدَتِ الْعَادُوْنَ وَجَارُوْا ۞ وَرَجَوْنَا اللّٰهَ مُجِيْرًا
وَكَفٰى بِاللّٰهِ وَلِيًّا ۞ وَكَفٰى بِاللّٰهِ نَصِيْرًا
In abtha’at ghāratul-arhāmi wabta’adat, fa aqrabusy-syai’i minnā ghāratullāh.
Yā ghāratallāhi jiddis-saira musri’atan, fī halli ‘uqdatinā yā ghāratallāh.
‘Adatil-‘ādūna wa jārū, wa rajaunallāha mujīrā.
Wa kafā billāhi waliyyan, wa kafā billāhi nashīrā.
"Jika pertolongan kerabat lambat dan menjauh, maka sesuatu yang paling dekat dengan kami adalah pertolongan Allah.
Wahai pertolongan Allah, bersegeralah dalam perjalananmu, untuk melepaskan ikatan kami, wahai pertolongan Allah.
Orang-orang yang zalim telah melampaui batas dan berbuat aniaya, dan kami berharap kepada Allah sebagai Pelindung.
Dan cukuplah Allah sebagai Pelindung, dan cukuplah Allah sebagai Penolong."
وَحَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللّٰهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ. اِسْتَجِبْ لَنَا آمِيْنَ. فَقُطِعَ دَابِرُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلَّى اللّٰهُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Wa hasbunallāhu wa ni’mal-wakīl. Wa lā hawla wa lā quwwata illā billāhil-‘aliyyil-‘azhīm. Istajib lanā, āmīn. Faquthi’a dābirul-qaumil-ladzīna zhalamū, wal-hamdulillāhi rabbil-‘ālamīn. Wa shallallāhu ‘alā sayyidinā Muhammadinin-nabiyyil-ummiyyi wa ‘alā ālihī wa shahbihī wa sallam.
"Dan cukuplah Allah bagi kami dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung. Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Kabulkanlah bagi kami, Aamiin. Maka terputuslah akar kaum yang zalim itu. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad, nabi yang ummi, beserta keluarga dan para sahabatnya."
Makna dan Kandungan Filosofis dalam Bacaan Hizib Nashor
Hizib Nashor bukanlah sekadar doa untuk meminta kehancuran musuh secara fisik. Jika direnungkan lebih dalam, hizib ini mengandung lapisan-lapisan makna spiritual yang sangat kaya. Ia adalah manifestasi dari tauhid, tawakal, dan kepasrahan total seorang hamba kepada Rabb-nya.
Manifestasi Tauhid al-Asma' was-Sifat
Pada bagian awal, Syaikh Asy-Syadzili tidak langsung meminta, tetapi memulainya dengan memuji dan mengakui sifat-sifat keagungan Allah. Beliau menyebut "bisathwati jabarūti qahrika" (dengan kekuatan paksaan-Mu), "bisur’ati ighāthati nashrika" (dengan kecepatan pertolongan-Mu), dan menyebut nama-nama Allah seperti Yā Jabbār, Yā Muntaqim, Yā Qahhār. Ini adalah pengakuan mutlak bahwa satu-satunya sumber kekuatan adalah Allah. Manusia tidak memiliki daya dan upaya. Kemenangan bukan berasal dari jumlah, strategi, atau senjata, melainkan murni dari pertolongan Allah. Ini adalah inti dari tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam segala hal, termasuk dalam hal kekuasaan dan pertolongan.
Konsep "Musuh" yang Lebih Luas
Meskipun secara historis hizib ini lahir dalam konteks peperangan fisik, para ulama sufi menafsirkan kata "musuh" (al-'idā) dalam arti yang lebih luas. Musuh tidak hanya merujuk pada manusia yang zalim di luar diri, tetapi juga:
- Nafsu Amarah: Musuh terbesar yang bersemayam dalam diri manusia adalah hawa nafsu yang selalu mengajak kepada keburukan. Doa untuk menghancurkan musuh dapat ditafsirkan sebagai permohonan agar Allah membantu kita menundukkan dan mengendalikan hawa nafsu.
- Setan dan Iblis: Musuh yang nyata dan telah bersumpah untuk menyesatkan manusia. Hizib Nashor menjadi benteng spiritual dari bisikan dan tipu daya mereka.
- Sifat-sifat Tercela: Kesombongan, iri hati, dengki, riya', dan sifat buruk lainnya adalah musuh yang merusak spiritualitas. Permohonan agar Allah mencerai-beraikan "kelompok musuh" bisa diartikan sebagai permohonan untuk dihilangkan dari penyakit-penyakit hati ini.
- Tantangan dan Kesulitan Hidup: Kemiskinan, penyakit, fitnah, dan berbagai rintangan hidup juga dapat dipandang sebagai "musuh" yang harus dihadapi. Dengan membaca Hizib Nashor, seseorang memohon kekuatan kepada Allah untuk mengatasi semua itu.
Hukum Timbal Balik Spiritual
Salah satu bagian yang sangat menarik adalah doa: "An taj’ala kaida man kādanī fī nahrihī..." (Agar Engkau jadikan tipu daya orang yang hendak menipuku kembali ke lehernya). Ini bukan sekadar doa balas dendam, melainkan permohonan agar hukum keadilan ilahi ditegakkan. Siapa pun yang berbuat buruk, keburukan itu akan kembali kepada dirinya sendiri. Ini sejalan dengan firman Allah, "Dan tipu daya yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri" (QS. Fatir: 43). Dengan membaca bagian ini, kita menyerahkan urusan pembalasan kepada Allah, Dzat Yang Maha Adil, dan meyakini bahwa setiap perbuatan akan mendapatkan ganjarannya yang setimpal.
Kekuatan Tawassul
Dalam hizib ini, Syaikh Asy-Syadzili menggunakan metode tawassul (menjadikan sesuatu sebagai perantara doa). Beliau bertawassul dengan:
- Asmaul Husna: Nama-nama dan sifat-sifat agung Allah.
- Ayat-ayat Al-Qur'an: Secara spesifik menyebut huruf-huruf muqatha'ah seperti Kāf Hā Yā ‘Aīn Shād dan Hā Mīm ‘Aīn Sīn Qāf. Para ulama meyakini bahwa huruf-huruf ini memiliki rahasia (sirr) dan kekuatan spiritual yang hanya diketahui oleh Allah dan orang-orang yang diberi-Nya ilmu.
- Kisah Para Nabi: Menyebut kisah kemenangan Nabi Nuh, Ibrahim, Yusuf, Ayub, Zakaria, dan Yunus adalah bentuk permohonan agar pertolongan yang sama diturunkan kepada kita. Ini adalah cara mengakui bahwa Allah yang menolong mereka adalah Allah yang sama yang kita sembah saat ini, dan kuasa-Nya tidak pernah berkurang.
Keutamaan dan Fadhilah Mengamalkan Hizib Nashor
Berdasarkan pengalaman para ulama, salihin, dan kaum muslimin yang mengamalkannya secara istiqamah, bacaan Hizib Nashor diyakini memiliki banyak sekali keutamaan dan manfaat, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Beberapa di antaranya adalah:
1. Perlindungan dari Segala Bentuk Kejahatan
Ini adalah fadhilah yang paling utama dan paling dikenal. Mengamalkan Hizib Nashor dengan penuh keyakinan dapat menjadi benteng gaib yang melindungi diri, keluarga, dan harta benda dari berbagai macam kejahatan, baik yang datang dari manusia (seperti perampokan, penipuan, fitnah) maupun dari jin dan setan (seperti sihir, santet, dan gangguan gaib lainnya).
2. Diberikan Kemenangan dan Keunggulan
Sesuai dengan namanya, "Hizib Kemenangan", wirid ini sangat mustajab untuk memohon pertolongan Allah dalam menghadapi persaingan atau konflik. Ini bisa dalam konteks bisnis, perdebatan, persidangan, atau situasi apa pun di mana seseorang berhadapan dengan "lawan". Kemenangan di sini tidak selalu berarti kehancuran total pihak lawan, tetapi bisa berupa jalan keluar terbaik, tercapainya keadilan, atau terbukanya hati lawan untuk berdamai.
3. Menumbuhkan Kewibawaan dan Karisma
Energi spiritual yang terpancar dari amalan ini diyakini dapat meningkatkan wibawa (haibah) seseorang. Orang yang rutin mengamalkannya akan disegani oleh kawan dan ditakuti oleh lawan. Bicaranya akan lebih didengar, dan kehadirannya akan lebih dihormati, semua atas izin Allah.
4. Memberikan Kekuatan Mental dan Keberanian
Menghadapi masalah besar atau musuh yang kuat seringkali membuat hati ciut. Hizib Nashor, dengan penekanannya pada kekuatan absolut Allah, dapat menanamkan keberanian dan keteguhan hati. Rasa takut kepada makhluk akan terkikis dan digantikan oleh rasa takut dan tawakal hanya kepada Allah.
5. Mempercepat Terkabulnya Hajat
Bagian akhir dari hizib ini berisi permohonan yang sangat kuat untuk pengabulan doa, dengan menyebutkan kisah-kisah para nabi. Ini menjadi semacam "pengetuk pintu langit" yang insya Allah dapat mempercepat terkabulnya doa dan hajat yang sedang diinginkan, selama hajat tersebut baik dan tidak bertentangan dengan syariat.
6. Membentengi Diri dari Kedzaliman Penguasa
Dalam sejarahnya, hizib ini juga sering digunakan oleh para ulama dan rakyat jelata untuk melindungi diri dari kesewenang-wenangan penguasa yang zalim. Energi doa ini diyakini dapat "mengunci" niat buruk dan menumpulkan "taji" kekuasaan orang-orang yang berniat jahat.
Tata Cara dan Adab Mengamalkan Hizib Nashor
Untuk mendapatkan manfaat maksimal dari sebuah amalan, penting untuk memperhatikan adab dan tata cara yang benar. Mengamalkan Hizib Nashor bukanlah seperti membaca koran, melainkan sebuah ritual spiritual yang memerlukan persiapan lahir dan batin.
1. Niat yang Tulus dan Benar
Segala amal bergantung pada niatnya. Niatkan membaca Hizib Nashor semata-mata untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta memohon pertolongan dan perlindungan-Nya. Hindari niat untuk mencelakai orang lain tanpa alasan yang dibenarkan syariat, karena doa yang dilandasi kedengkian bisa berbalik kepada diri sendiri.
2. Suci dari Hadas
Sebagaimana amalan lainnya, dianjurkan untuk berada dalam keadaan suci dari hadas kecil (dengan berwudhu) dan hadas besar. Sebaiknya juga dilakukan di tempat yang bersih dan suci.
3. Rangkaian Pembukaan (Tawassul)
Sebelum memulai membaca hizib, adab yang baik adalah mengirimkan hadiah Al-Fatihah (tawassul) kepada:
- Junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.
- Para nabi dan rasul, para malaikat muqarrabin.
- Para waliyullah, syuhada, dan shalihin, khususnya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani.
- Penyusun hizib ini, Syaikh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili, serta para guru dalam silsilah Tarekat Syadziliyah.
- Orang tua, guru-guru, dan kaum muslimin wal muslimat.
4. Waktu Pengamalan
Hizib Nashor dapat dibaca kapan saja, terutama ketika merasa dalam keadaan terdesak atau membutuhkan pertolongan. Namun, ada beberapa waktu yang dianggap lebih utama, seperti:
- Setelah shalat Subuh dan Maghrib (atau Ashar).
- Di sepertiga malam terakhir, setelah shalat Tahajud.
5. Ijazah dari Seorang Guru
Dalam tradisi ilmu hikmah dan tarekat, amalan-amalan khusus seperti hizib biasanya diamalkan setelah mendapatkan ijazah (izin dan sanad) dari seorang guru yang kompeten. Ijazah ini berfungsi untuk menyambungkan sanad (rantai transmisi) keilmuan hingga kepada penyusunnya. Hal ini diyakini dapat membuka "sirr" atau rahasia spiritual dari amalan tersebut dan memberikan bimbingan agar tidak salah dalam niat dan praktik. Meskipun demikian, membaca Hizib Nashor untuk tujuan umum (tabarrukan atau mencari berkah) tanpa ijazah khusus tetap diperbolehkan dan insya Allah tetap bermanfaat. Namun, untuk pengamalan yang lebih mendalam, sangat dianjurkan untuk mencari seorang guru (mursyid).
Sebagai penutup, bacaan Hizib Nashor adalah sebuah warisan spiritual yang tak ternilai dari Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili. Ia adalah senjata bagi kaum mukmin, benteng bagi yang lemah, dan penawar bagi hati yang gundah. Lebih dari sekadar permohonan kemenangan, ia adalah pelajaran tentang bagaimana seorang hamba seharusnya bersikap di hadapan Tuhannya: mengakui kelemahan diri, menyandarkan segala urusan hanya kepada-Nya, dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa tidak ada kekuatan yang mampu menandingi kekuatan Allah SWT. Semoga kita semua dapat mengambil manfaat dari amalan yang agung ini dan senantiasa berada dalam naungan pertolongan dan perlindungan-Nya.