Panduan Mendalam Bacaan At Tahiyat Akhir
Memahami setiap lafaz dalam momen penutup shalat yang penuh makna.
Pengantar: Gerbang Menuju Salam
Dalam alur ibadah shalat yang khusyuk, setiap gerakan dan ucapan memiliki bobot spiritual yang luar biasa. Dari takbiratul ihram yang membuka pintu dialog dengan Sang Pencipta, hingga rukuk dan sujud yang melambangkan kepasrahan total, setiap detiknya adalah perjalanan ruhani. Di penghujung perjalanan ini, sebelum kita mengakhirinya dengan ucapan salam, terdapat satu rukun yang menjadi puncak dari segala munajat, pujian, dan pengakuan: At-Tahiyat Akhir atau Tasyahud Akhir.
Tahiyat akhir bukan sekadar rangkaian kata yang dihafal dan diucapkan secara mekanis. Ia adalah sebuah dialog agung, sebuah reka ulang percakapan paling mulia yang terjadi di Sidratul Muntaha saat peristiwa Isra' Mi'raj. Di dalamnya terkandung sanjungan tertinggi untuk Allah SWT, salam penghormatan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, doa keselamatan untuk diri sendiri dan seluruh hamba yang saleh, serta penegasan kembali pilar utama keimanan, yaitu syahadat. Memahami kedalaman maknanya adalah kunci untuk merasakan manisnya shalat dan membawa ketenangan yang didapat di dalamnya ke dalam kehidupan sehari-hari.
Artikel ini akan membawa kita menyelami samudra makna yang terkandung dalam bacaan at tahiyat akhir. Kita akan menguraikan setiap kalimatnya, menelusuri sejarahnya yang agung, memahami hukum dan tata caranya, serta menjelajahi doa-doa mustajab yang dianjurkan untuk dibaca setelahnya. Tujuannya adalah untuk mengubah cara kita memandang tahiyat akhir—dari sebuah kewajiban menjadi sebuah kenikmatan, dari sebuah rutinitas menjadi sebuah momen kontemplasi yang mendalam sebelum menutup shalat kita.
Bacaan Lengkap Tahiyat Akhir: Arab, Latin, dan Terjemahan
Berikut adalah bacaan tahiyat akhir yang umum diamalkan di Indonesia, khususnya oleh para penganut mazhab Syafi'i. Bacaan ini disajikan dalam tiga format: teks Arab asli untuk keaslian lafaz, transliterasi Latin untuk membantu pelafalan, dan terjemahan dalam Bahasa Indonesia untuk pemahaman makna.
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shaalihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah.
Allaahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammad, wa ‘alaa aali sayyidinaa Muhammad. Kamaa shallaita ‘alaa sayyidinaa Ibraahiim, wa ‘alaa aali sayyidinaa Ibraahiim. Wa baarik ‘alaa sayyidinaa Muhammad, wa ‘alaa aali sayyidinaa Muhammad. Kamaa baarakta ‘alaa sayyidinaa Ibraahiim, wa ‘alaa aali sayyidinaa Ibraahiim. Fil ‘aalamiina innaka hamiidum majiid.
"Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah. Semoga keselamatan tercurah atasmu, wahai Nabi, beserta rahmat dan keberkahan Allah. Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas seluruh hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad. Sebagaimana Engkau telah melimpahkan shalawat kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Dan limpahkanlah keberkahan kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad. Sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Di seluruh alam semesta, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
Mengurai Makna Setiap Kalimat dalam Tahiyat Akhir
Setiap frasa dalam tahiyat akhir adalah permata yang memancarkan cahaya makna. Dengan membedahnya satu per satu, kita dapat lebih meresapi keagungan yang terkandung di dalamnya.
1. Sanjungan Tertinggi untuk Allah (Bagian Pertama)
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ
Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah.
"Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah."
Ini adalah kalimat pembuka yang luar biasa. Ia berfungsi sebagai pengakuan mutlak bahwa segala bentuk kemuliaan dan keagungan di alam semesta ini pada hakikatnya berasal dari dan hanya pantas dipersembahkan untuk Allah SWT. Mari kita bedah kata-katanya:
- At-Tahiyyat: Berasal dari kata 'hayah' yang berarti kehidupan. 'Tahiyyat' adalah bentuk jamak yang mencakup segala macam ucapan penghormatan, salam, pujian, dan pengagungan. Ini adalah pengakuan bahwa segala bentuk penghormatan yang ada, baik yang diucapkan oleh manusia, malaikat, maupun seluruh makhluk, pada akhirnya tertuju kepada Allah, Sang Pemilik Kehidupan.
- Al-Mubarakat: Berarti segala sesuatu yang penuh berkah, kebaikan yang melimpah, dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Dengan kata ini, kita mengakui bahwa sumber dari segala keberkahan yang kita rasakan—dalam rezeki, waktu, keluarga, dan ilmu—adalah Allah semata.
- As-Shalawat: Dalam konteks ini, 'shalawat' merujuk pada segala bentuk doa dan rahmat. Jika dari hamba, ia berarti doa. Jika dari Allah, ia berarti rahmat. Kita menyatakan bahwa esensi dari semua doa dan sumber dari segala rahmat adalah Allah.
- At-Thayyibat: Berarti segala hal yang baik, suci, dan bersih, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Kita menegaskan bahwa Allah Mahasuci dari segala kekurangan dan hanya menerima serta meridhai hal-hal yang baik. Oleh karena itu, segala kebaikan yang kita lakukan, kita niatkan semata-mata untuk-Nya.
- Lillaah: Frasa penutup yang mengunci semua pengakuan sebelumnya. Kata 'li' yang berarti 'untuk' atau 'milik' menegaskan kepemilikan mutlak. Segala penghormatan, keberkahan, doa, dan kebaikan itu BUKAN hanya dipersembahkan untuk Allah, tetapi memang HANYA MILIK Allah. Ini adalah puncak dari tauhid.
2. Salam untuk Sang Utusan (Bagian Kedua)
السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh.
"Semoga keselamatan tercurah atasmu, wahai Nabi, beserta rahmat dan keberkahan Allah."
Setelah memuji Allah, fokus kita beralih untuk memberikan salam hormat kepada sosok yang menjadi perantara hidayah, Nabi Muhammad SAW. Ini adalah bentuk adab dan cinta kita kepada beliau. Kalimat ini mengandung tiga permohonan utama untuk Nabi:
- As-Salam: Keselamatan dari segala aib, kekurangan, dan hal-hal yang tidak diinginkan, baik di dunia maupun di akhirat.
- Rahmatullah: Kasih sayang Allah yang tak terbatas. Kita memohon agar Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya yang paling agung kepada Nabi Muhammad SAW.
- Barakatuh: Keberkahan dari Allah, yaitu kebaikan yang langgeng dan terus bertambah, yang menyertai beliau dan ajarannya hingga akhir zaman.
Mengucapkan kalimat ini dalam shalat seolah-olah menciptakan sebuah jembatan spiritual yang menghubungkan kita secara langsung dengan Rasulullah SAW, mengungkapkan rasa terima kasih dan cinta kita atas perjuangan beliau.
3. Doa untuk Diri dan Umat (Bagian Ketiga)
السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ
Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shaalihiin.
"Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas seluruh hamba Allah yang saleh."
Inilah cerminan dari sifat ajaran Islam yang tidak egois. Setelah mendoakan Nabi, doa keselamatan itu diperluas cakupannya.
- 'Alainaa: Berarti 'atas kami'. Ini mencakup diri kita sendiri yang sedang shalat, juga bisa diartikan mencakup orang-orang yang bersama kita. Ini adalah momen introspeksi, memohon perlindungan dan kedamaian untuk diri sendiri.
- Wa 'alaa 'ibaadillaahish shaalihiin: Dan 'atas hamba-hamba Allah yang saleh'. Doa ini melintasi batas ruang dan waktu. Kita mendoakan setiap hamba yang saleh, baik dari kalangan manusia maupun jin, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, dari zaman Nabi Adam hingga hari kiamat. Betapa indahnya, dalam setiap shalat, kita saling terhubung dalam doa dengan jutaan orang saleh di seluruh dunia dan sepanjang sejarah.
4. Ikrar Tauhid dan Kerasulan (Bagian Keempat)
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah.
"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
Ini adalah kalimat Syahadat, inti dari seluruh ajaran Islam. Diucapkannya syahadat di akhir shalat berfungsi sebagai penegasan kembali dan pembaruan iman kita.
- Asyhadu: "Aku bersaksi." Ini bukan sekadar 'aku berkata' atau 'aku percaya'. 'Bersaksi' mengandung makna keyakinan yang begitu kuat, seolah-olah kita melihatnya dengan mata kepala sendiri, didasari oleh ilmu dan keyakinan yang kokoh di dalam hati.
- Laa ilaaha illallaah: "Tiada tuhan selain Allah." Ini adalah pilar tauhid, menafikan segala bentuk sesembahan selain Allah (laa ilaaha) dan kemudian menetapkan bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak disembah (illallaah).
- Wa asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah: "Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah." Ini adalah pilar kedua, pengakuan atas risalah Nabi Muhammad SAW. Mengimani Allah tidak akan sempurna tanpa mengimani utusan yang membawa ajaran-Nya. Ini adalah komitmen untuk mengikuti sunnah dan meneladani akhlak beliau.
5. Shalawat Ibrahimiyah (Bagian Kelima dan Keenam)
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ...
Allaahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammad, wa ‘alaa aali sayyidinaa Muhammad...
"Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad..."
Bagian ini dikenal sebagai Shalawat Ibrahimiyah, dan dianggap sebagai bentuk shalawat yang paling sempurna karena diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW ketika para sahabat bertanya tentang cara terbaik bershalawat kepada beliau.
- Allahumma Shalli: 'Ya Allah, berikanlah shalawat'. Shalawat dari Allah untuk Nabi berarti pujian-Nya di hadapan para malaikat-Nya (al-mala'il a'la) dan curahan rahmat.
- 'Alaa Sayyidina Muhammad: 'Kepada junjungan kami, Muhammad'. Penggunaan kata 'Sayyidina' (junjungan kami) adalah bentuk penghormatan dan adab yang tinggi, meskipun ada perbedaan pendapat ulama mengenai penggunaannya di dalam shalat, namun mayoritas ulama Syafi'iyah menganjurkannya.
- Wa 'alaa Aali...: 'Dan kepada keluarga...'. Kata 'Aal' di sini memiliki makna luas, bisa mencakup keluarga dekat beliau (ahlul bait), istri-istri beliau, dan juga para pengikutnya yang setia di atas keimanan.
- Kamaa Shallaita 'alaa... Ibraahiim: 'Sebagaimana Engkau telah melimpahkan shalawat kepada Ibrahim...'. Mengapa disandingkan dengan Nabi Ibrahim AS? Ini menunjukkan hubungan spiritual dan historis yang erat. Nabi Muhammad SAW adalah keturunan Nabi Ibrahim dan penyempurna risalah tauhid yang juga diemban oleh Nabi Ibrahim. Kita memohon kepada Allah agar memberikan kemuliaan kepada Nabi Muhammad sebagaimana kemuliaan agung yang telah diberikan kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya.
- Wa Baarik... Kamaa Baarakta...: 'Dan limpahkanlah keberkahan... sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan...'. Setelah memohon shalawat (pujian dan rahmat), kita memohon 'barakah' (kebaikan yang langgeng dan bertambah). Ini adalah doa agar ajaran dan warisan Nabi Muhammad SAW terus berkembang dan memberikan kebaikan yang abadi bagi seluruh alam.
6. Penutup Penuh Keagungan (Bagian Ketujuh)
فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Fil ‘aalamiina innaka hamiidum majiid.
"Di seluruh alam semesta, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
Kalimat ini adalah penutup yang sempurna untuk seluruh rangkaian doa dan pujian dalam tahiyat.
- Fil 'Aalamiin: "Di seluruh alam semesta." Ini menegaskan bahwa doa shalawat dan barakah yang kita panjatkan untuk Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim berlaku di seluruh alam ciptaan Allah, bukan hanya di bumi.
- Innaka: "Sesungguhnya Engkau." Sebuah penegasan yang kuat.
- Hamiid: "Maha Terpuji." Allah Maha Terpuji dalam Dzat, sifat, dan perbuatan-Nya, baik saat Dia memberi maupun saat Dia menahan. Dia terpuji dalam segala kondisi.
- Majiid: "Maha Mulia/Agung." Kata 'Majiid' berasal dari 'majd' yang berarti kemuliaan yang luas dan keagungan yang sempurna. Ini adalah pengakuan atas kebesaran dan kemuliaan Allah yang tiada tandingannya.
Sejarah Agung di Balik Bacaan Tahiyat
Bacaan tahiyat bukanlah kalimat yang diciptakan begitu saja. Di baliknya tersimpan kisah tentang sebuah dialog paling mulia yang pernah terjadi, yaitu percakapan antara Nabi Muhammad SAW, Allah SWT, dan para malaikat saat peristiwa Mi'raj. Memahami latar belakang ini akan menambah kekhusyukan kita saat membacanya.
Diriwayatkan dalam berbagai hadis, salah satunya dari Ibnu Mas'ud, ketika Rasulullah SAW naik menghadap Allah SWT di Sidratul Muntaha, sebuah tempat tertinggi yang bahkan Malaikat Jibril pun tidak bisa melewatinya, beliau memberikan salam penghormatan kepada Allah. Namun, bagaimana cara memberikan salam kepada Dzat Yang Maha Salam (Maha Sejahtera)? Rasulullah SAW, dengan bimbingan ilahi, mengucapkan kalimat yang paling indah:
"Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah." (Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah.)
Ini adalah bentuk adab tertinggi. Beliau tidak mengatakan "Assalamu'alaika, ya Allah" (Keselamatan atas-Mu, ya Allah), karena Allah adalah sumber segala keselamatan itu sendiri. Sebaliknya, beliau mempersembahkan segala bentuk pujian dan keagungan hanya kepada-Nya.
Allah SWT kemudian menjawab salam penghormatan dari kekasih-Nya tersebut dengan firman-Nya:
"Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh." (Semoga keselamatan tercurah atasmu, wahai Nabi, beserta rahmat dan keberkahan Allah.)
Di momen yang sangat personal dan agung ini, menerima salam langsung dari Rabbul 'Alamin, Rasulullah SAW tidak melupakan umatnya dan seluruh makhluk yang taat. Beliau menunjukkan sifat welas asihnya yang luar biasa dengan tidak menyimpan keselamatan itu untuk dirinya sendiri. Beliau pun melanjutkan dialog tersebut dengan mengucapkan:
"Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shaalihiin." (Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas seluruh hamba Allah yang saleh.)
Menyaksikan dialog yang penuh kemuliaan ini, para malaikat yang berada di langit pun serentak mengumandangkan persaksian iman mereka:
"Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar rasuulullaah." (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.)
Subhanallah. Dialog langit inilah yang kemudian diabadikan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari shalat kita. Setiap kali kita duduk tahiyat, kita sejatinya sedang mengenang dan ikut serta dalam percakapan agung tersebut. Kita menempatkan diri kita pada posisi Rasulullah SAW yang sedang menghadap Allah, menerima salam dari-Nya, dan kemudian menyebarkan salam itu kepada seluruh hamba yang saleh. Ini adalah sebuah kehormatan yang luar biasa bagi umat Islam.
Hukum dan Tata Cara Pelaksanaan Tahiyat Akhir
Sebagai bagian penting dari shalat, pelaksanaan tahiyat akhir memiliki aturan dan tata cara yang perlu diperhatikan agar shalat kita sempurna.
Hukum Membaca Tahiyat Akhir
Membaca tahiyat akhir (termasuk di dalamnya syahadat dan shalawat nabi) adalah salah satu dari Rukun Shalat. Rukun adalah pilar atau bagian inti dari suatu ibadah yang jika sengaja ditinggalkan, maka ibadah tersebut menjadi tidak sah. Jika seseorang lupa membacanya, ia wajib melakukan sujud sahwi (sujud karena lupa) sebelum salam. Namun, jika ia sengaja meninggalkannya, maka shalatnya batal dan harus diulang. Hal ini menunjukkan betapa krusialnya posisi tahiyat akhir dalam struktur ibadah shalat.
Posisi Duduk: Tawarruk
Sunnah bagi orang yang melakukan shalat tiga atau empat rakaat (seperti Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya) untuk duduk dalam posisi Tawarruk saat tahiyat akhir. Bagaimana cara melakukannya?
- Panggul atau pantat kiri menempel langsung ke lantai (alas shalat).
- Kaki kiri dimasukkan ke bawah kaki kanan, sehingga telapak kaki kiri berada di bawah betis kanan.
- Kaki kanan ditegakkan, dengan jari-jari kaki kanan menekan ke lantai dan menghadap ke arah kiblat.
- Kedua telapak tangan diletakkan di atas paha, dekat dengan lutut. Tangan kanan bisa dalam posisi menggenggam kecuali jari telunjuk, sementara tangan kiri dibiarkan terbuka.
Posisi ini berbeda dengan duduk Iftirasy (duduk di atas telapak kaki kiri) yang dilakukan saat tahiyat awal atau pada shalat dua rakaat. Hikmah di balik pembedaan ini, menurut para ulama, adalah sebagai penanda bahwa ini adalah duduk terakhir sebelum shalat selesai, sehingga membedakannya dengan duduk di antara dua sujud atau duduk tahiyat awal.
Gerakan Jari Telunjuk Saat Tasyahud
Salah satu sunnah yang khas saat tahiyat adalah mengangkat atau mengacungkan jari telunjuk kanan. Gerakan ini adalah simbol dari pengesaan Allah (tauhid). Ada beberapa pandangan di kalangan ulama mengenai waktu dan cara melakukannya:
- Mazhab Syafi'i: Mengangkat jari telunjuk ketika mengucapkan "...illallaah" dalam kalimat syahadat ("Asyhadu an laa ilaaha illallaah"). Jari telunjuk tetap diangkat hingga salam, namun dengan sedikit menundukkannya, sebagai isyarat kontinuitas kesaksian tauhid di dalam hati.
- Mazhab Maliki: Menggerak-gerakkan jari telunjuk ke kanan dan ke kiri secara perlahan sejak awal tasyahud hingga selesai.
- Mazhab Hanafi: Mengangkat jari telunjuk saat mengucapkan "laa ilaaha" (menafikan semua tuhan) dan menurunkannya saat mengucapkan "illallaah" (menetapkan hanya Allah).
- Mazhab Hambali: Mengangkat jari telunjuk setiap kali menyebut lafaz Allah (Lafzul Jalalah) sebagai isyarat pengagungan.
Semua pandangan ini memiliki dasar dan dalilnya masing-masing. Praktik yang paling umum di Indonesia adalah mengikuti pandangan mazhab Syafi'i. Yang terpenting adalah memahami filosofi di baliknya: jari telunjuk yang satu itu adalah representasi visual dari keyakinan kita bahwa Tuhan hanya ada Satu, yaitu Allah SWT.
Doa Mustajab Setelah Tahiyat Akhir Sebelum Salam
Salah satu waktu terbaik dan paling mustajab (mudah diijabah) untuk berdoa adalah saat di penghujung shalat, yaitu setelah selesai membaca tahiyat akhir dan sebelum mengucapkan salam. Rasulullah SAW mengajarkan sebuah doa perlindungan yang sangat penting untuk dibaca pada momen ini.
Doa Perlindungan dari Empat Perkara
Doa ini sangat dianjurkan untuk dihafal dan diamalkan secara rutin dalam setiap shalat.
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Allahumma inni a’udzu bika min ‘adzabi jahannam, wa min ‘adzabil qabri, wa min fitnatil mahya wal mamat, wa min syarri fitnatil masihid dajjal.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."
Mari kita renungkan empat permohonan perlindungan ini:
- Dari Siksa Neraka Jahannam: Ini adalah permohonan perlindungan dari puncak penderitaan dan azab di akhirat. Memintanya di akhir shalat adalah pengingat bahwa tujuan utama hidup kita adalah selamat dari api neraka.
- Dari Siksa Kubur: Kehidupan di alam barzakh (alam kubur) adalah fase pertama setelah kematian. Meminta perlindungan dari siksanya menunjukkan keimanan kita pada kehidupan setelah mati dan kesadaran akan pentingnya persiapan menghadapi fase tersebut.
- Dari Fitnah Kehidupan dan Kematian (Fitnatil Mahya wal Mamat): 'Fitnah kehidupan' mencakup segala ujian, cobaan, syahwat, dan syubhat yang dapat menyesatkan manusia selama hidupnya di dunia. 'Fitnah kematian' mencakup ujian berat saat sakaratul maut, seperti godaan setan untuk murtad di detik-detik terakhir, serta ujian saat ditanyai oleh malaikat Munkar dan Nakir. Ini adalah permohonan agar kita diberi keteguhan iman hingga akhir hayat.
- Dari Kejahatan Fitnah Al-Masih Ad-Dajjal: Rasulullah SAW menyebut fitnah Dajjal sebagai fitnah terbesar sejak diciptakannya Nabi Adam hingga hari kiamat. Memohon perlindungan darinya dalam setiap shalat menunjukkan betapa serius dan berbahayanya ujian ini. Ini adalah doa agar kita dan keturunan kita diselamatkan dari zaman yang penuh kekacauan di akhir waktu.
Doa-Doa Tambahan Lainnya
Selain doa perlindungan di atas, kita juga dianjurkan untuk memanjatkan doa-doa lain yang kita butuhkan. Momen ini adalah waktu yang sangat pribadi antara seorang hamba dengan Tuhannya. Beberapa doa ma'tsur (berasal dari Al-Qur'an dan Hadis) yang baik untuk dibaca antara lain:
Doa untuk Orang Tua dan Kaum Mukminin:
Rabbighfirlii wa liwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa. Rabbanaghfirlanaa wa li ikhwaaninal ladziina sabaquunaa bil iimaan...
"Ya Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, dan sayangilah keduanya sebagaimana mereka telah menyayangiku di waktu kecil. Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami..."
Doa Sapu Jagat:
Rabbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanah, wa fil-aakhirati hasanah, wa qinaa 'adzaaban-naar.
"Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka."
Doa Meminta Keteguhan Hati:
Yaa muqallibal quluub, tsabbit qalbii 'alaa diinik.
"Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu."
Bahkan, para ulama memperbolehkan seseorang untuk berdoa dengan bahasanya sendiri pada saat ini, memohon segala hajat dunia dan akhirat yang ia inginkan, selama doa tersebut berisi kebaikan.
Kesimpulan: Penutup yang Membawa Kedamaian
At-Tahiyat Akhir adalah mikrokosmos dari seluruh ajaran Islam yang terangkum dalam beberapa kalimat agung. Ia adalah momen penutup yang sarat dengan makna tauhid, kecintaan pada Rasul, kepedulian sosial, dan permohonan perlindungan yang komprehensif. Ia bukan sekadar formalitas sebelum salam, melainkan puncak dari dialog spiritual seorang hamba dengan Allah SWT dalam shalat.
Dengan memahami setiap lafaznya, merenungi sejarahnya, dan mengamalkan sunnah-sunnah di dalamnya, kita dapat mengubah tahiyat akhir kita menjadi sebuah pengalaman yang mendalam. Ia menjadi saat di mana kita memperbarui syahadat, mengirimkan salam rindu kepada sang Nabi, mendoakan seluruh saudara seiman di penjuru dunia, dan memohon bekal terbaik untuk menghadapi kehidupan setelah shalat dan kehidupan setelah kematian.
Semoga setiap tahiyat yang kita lakukan senantiasa dipenuhi dengan kekhusyukan dan pemahaman, sehingga ketika kita mengakhirinya dengan salam, kedamaian (As-Salam) yang kita sebar ke kanan dan ke kiri benar-benar terpancar dari hati yang telah dipenuhi oleh cahaya pujian, doa, dan kepasrahan kepada Allah, Sang Pemilik segala kemuliaan.