Ayam Penyet Cabe Ijo Mbok Sur bukan sekadar nama hidangan, melainkan sebuah narasi kuliner yang kaya akan sejarah, teknik memasak yang mendalam, dan filosofi rasa yang kompleks. Ia mewakili puncak evolusi hidangan kaki lima menjadi sebuah ikon gastronomi nusantara. Untuk memahami keagungan menu ini, kita harus menyelam jauh ke dalam setiap komponennya—dari pemilihan jenis ayam, proses ungkep yang mistis, hingga eksplorasi molekuler pada cabe ijo (cabai hijau) yang menjadi bintang utama pendampingnya. Ini adalah sebuah perjalanan yang melintasi batas-batas tekstur, suhu, dan intensitas pedas yang memabukkan.
I. Filosofi 'Penyet': Seni Menghancurkan dan Merangkai Rasa
Kata kunci ‘Penyet’—yang secara harfiah berarti 'ditekuk' atau 'dihancurkan'—adalah teknik esensial yang membedakan hidangan ini dari ayam goreng biasa. Penyet bukanlah tindakan sembarangan; ia adalah sebuah proses finalisasi artistik yang bertujuan ganda: menciptakan tekstur unik dan memastikan penetrasi sambal yang maksimal. Proses ini harus dilakukan dengan kekuatan yang terkontrol di atas cobek batu yang kasar, setelah ayam selesai digoreng hingga kering namun bagian dalamnya tetap lembab.
1. Anatomi Proses Penyet
Ketika ayam dipenyet, tulang-tulangnya akan retak, serat dagingnya akan sedikit terpisah, dan kulit luar yang renyah akan menghasilkan bunyi *kriuk* yang khas. Secara fisik, penghancuran ini mengubah struktur tiga dimensi ayam menjadi dua dimensi. Namun, secara gastronomi, ia membuka pori-pori daging yang sebelumnya tertutup panas penggorengan. Pembukaan ini sangat krusial, karena ia menjadi jalur utama bagi minyak dan sari-sari dari sambal cabe ijo untuk meresap ke dalam inti daging ayam. Tanpa proses penyet yang tepat, sambal hanya akan melapisi permukaan, menghasilkan pengalaman rasa yang datar. Mbok Sur, dalam legendanya, selalu menekankan bahwa ‘penyet adalah jembatan antara ayam dan sambal’.
2. Aspek Kultural Penyet
Secara kultural, teknik penyet memiliki akar kuat dalam tradisi kuliner Jawa Timur, khususnya Surabaya dan sekitarnya. Ini merefleksikan prinsip kesederhanaan dan keberanian dalam mengeksplorasi tekstur yang ekstrem. Di masa lalu, penyet juga berfungsi praktis, memudahkan konsumen untuk memakan ayam tanpa harus terlalu repot memisahkan daging dari tulang. Saat ini, ia menjadi penanda identitas yang kuat, di mana hidangan yang “dipenyet” selalu diidentikkan dengan warung kaki lima yang otentik dan kaya rasa.
II. Mbok Sur: Sosok di Balik Magma Rasa
Walaupun Mbok Sur mungkin merupakan amalgamasi dari banyak penjual legendaris di pinggir jalan, namanya telah menjadi sinonim dengan kualitas tertinggi Ayam Penyet Cabe Ijo. Kisahnya, yang diwariskan dari mulut ke mulut, menceritakan tentang seorang wanita gigih dari Blitar yang membawa resep warisan keluarga yang diyakini berusia lebih dari tiga generasi. Kunci kesuksesannya terletak pada disiplin absolut terhadap bahan baku dan proses, yang seringkali dianggap terlalu rumit bagi standar masakan jalanan.
1. Disiplin Memasak Mbok Sur
Filosofi Mbok Sur dapat dirangkum dalam tiga pilar: Kesabaran (dalam mengungkep), Keberanian (dalam penggunaan cabai), dan Kesempurnaan (dalam menggoreng). Ia percaya bahwa bumbu tidak bisa diburu-buru. Ayam harus dimasak dengan api kecil yang konstan dalam waktu yang lama agar setiap molekul protein dapat menyerap esensi bumbu ungkep. Ini adalah sebuah meditasi kuliner; sebuah ritual yang menolak kecepatan produksi massal modern.
2. Warisan Resep Ungkep Tujuh Bumbu
Bumbu ungkep khas Mbok Sur tidak hanya mengandalkan bumbu dasar kuning (kunyit, bawang merah, bawang putih, ketumbar), tetapi diperkaya dengan tujuh elemen tambahan yang jarang digunakan oleh penjual lain, termasuk: serai tua, daun jeruk purut yang masih muda, air kelapa muda (bukan air biasa), asam jawa yang difermentasi, dan sejumput gula aren murni. Kombinasi ini menciptakan profil rasa umami yang mendalam, memberikan dasar gurih yang tidak hilang meskipun kemudian dilapis oleh kepedasan sambal cabe ijo yang ekstrem.
III. Eksplorasi Cabe Ijo: Biologi, Kimia, dan Intensitas Pedas
Inti dari hidangan ini terletak pada sambal hijau. Sambal Cabe Ijo Mbok Sur bukanlah sambal Padang biasa; ia memiliki tekstur yang lebih kasar, aroma yang lebih tajam, dan intensitas pedas yang mengincar pangkal lidah dan tenggorokan. Fokusnya adalah pada cabai rawit hijau (Capsicum frutescens) yang dicampur dengan porsi besar cabai hijau besar (Capsicum annuum) untuk volume dan warna yang memikat.
1. Kimia di Balik Kepedasan (Capsaicin)
Kepedasan adalah hasil dari senyawa kimia yang disebut capsaicinoids, utamanya capsaicin. Mbok Sur memiliki keahlian memilih cabai rawit hijau dengan skor Scoville Heat Unit (SHU) yang tinggi, seringkali mencapai 100.000 hingga 150.000 SHU. Ketika cabai diolah—direbus sebentar, lalu diulek kasar—dinding sel cabai pecah, melepaskan capsaicin ke dalam minyak panas yang digunakan saat menumis sambal. Proses perebusan sebentar bertujuan menghilangkan rasa 'langu' (mentah) cabai tanpa menghilangkan kepedasannya yang fundamental.
2. Teknik Pengolahan Sambal yang Autentik
Sambal Cabe Ijo Mbok Sur diolah melalui proses tiga tahap yang teliti:
- **Blanching Aromatik:** Cabai, bawang merah (paling banyak), dan tomat hijau direbus sebentar (sekitar 2-3 menit) hingga sedikit layu, bertujuan mempertahankan warna hijau cerah namun melembutkan teksturnya.
- **Pengulekan Kasar:** Bahan-bahan diulek menggunakan ulekan batu (cobek), bukan diblender. Tekstur kasar ini (istilah Jawa: *mrempul*) adalah kunci, memberikan sensasi gigitan dan memungkinkan minyak bumbu menyelimuti butiran cabai yang tidak rata.
- **Penumisan Bawang Putih Terpisah:** Bawang putih (yang jumlahnya jauh lebih sedikit daripada bawang merah) digoreng hingga harum dalam minyak panas bersama dengan daun jeruk, lalu sambal ulek dimasukkan. Penumisan ini bukan untuk mematangkan sambal, tetapi untuk mengikat capsaicin dengan lemak minyak, yang memudahkan lidah merasakan pedas secara instan dan intens.
Peran Kunci Tomat Hijau
Tomat hijau dalam sambal ini berfungsi sebagai penyeimbang pH. Keasaman alami tomat hijau memberikan dimensi segar yang kontras dengan minyak dan pedas yang berat. Ia mencegah sambal terasa terlalu 'berat' atau 'eneg', memberikan sensasi bersih di akhir suapan, mempersiapkan lidah untuk suapan ayam berikutnya.
IV. Menggoreng Ayam: Kriuk Eksternal, Kelembaban Internal
Setelah diungkep sempurna, tantangan berikutnya adalah menggoreng ayam. Ayam ungkep memiliki kadar air tinggi dan sudah berlumur bumbu, menjadikannya rentan hangus atau terlalu kering. Teknik penggorengan Mbok Sur memastikan kulit luar renyah (kriuk) tanpa mengorbankan kelembaban daging di dalamnya.
1. Suhu Minyak dan Metode 'Dua Kali Rendam'
Mbok Sur menggunakan metode penggorengan suhu ganda. Awalnya, ayam dimasukkan ke minyak panas sedang (sekitar 160°C) untuk mengunci kelembaban internal dan membiarkan bumbu ungkep membentuk lapisan karamelisasi. Setelah sekitar 5-7 menit, api dibesarkan hingga minyak mencapai 180°C. Kenaikan suhu mendadak ini menyebabkan sisa air pada permukaan menguap dengan cepat, menciptakan lapisan kulit luar yang sangat renyah dan berwarna coklat keemasan tanpa membakar bumbu.
2. Penanganan Minyak Goreng
Kualitas minyak goreng sangat mempengaruhi rasa. Mbok Sur konon hanya menggunakan minyak kelapa sawit murni yang diganti secara teratur. Minyak yang bersih memastikan rasa ayam tetap murni dan tidak tercemar oleh residu bumbu dari penggorengan sebelumnya. Ini adalah investasi yang mahal, namun vital untuk menjaga konsistensi rasa yang menjadi ciri khasnya.
V. Kompleksitas Bumbu Ungkep: Ilmu Absorpsi Rasa
Proses ungkep adalah fondasi rasa. Ayam mentah memiliki pH yang relatif netral. Bumbu ungkep yang digunakan Mbok Sur menciptakan lingkungan asam-basa yang seimbang (berkat penggunaan asam jawa dan kunyit), yang membantu memecah kolagen dan protein, memungkinkan penyerapan bumbu secara maksimal.
1. Fungsi Bumbu Kunci
- **Kunyit (Curcuma longa):** Selain warna, kunyit bertindak sebagai agen anti-mikroba alami dan memberikan aroma tanah yang hangat. Zat kurkumin membantu menyeimbangkan rasa asin dan manis.
- **Ketumbar (Coriandrum sativum):** Memberikan dimensi rempah yang hangat dan sedikit citrusy. Ketumbar harus disangrai hingga harum sebelum dihaluskan untuk mengaktifkan minyak atsiri di dalamnya.
- **Air Kelapa Tua:** Penggunaan air kelapa, dengan kandungan elektrolit dan gula alaminya, memberikan kelembutan unik pada daging ayam. Gula alami membantu proses karamelisasi saat penggorengan, menghasilkan warna coklat yang indah.
2. Durasi dan Suhu Ungkep yang Sakral
Ayam Mbok Sur diungkep minimal selama 90 menit pada suhu didih rendah (simmering). Pemanasan yang lambat dan stabil memastikan bumbu meresap hingga ke sumsum tulang. Daging ayam yang diungkep dengan benar harus mudah lepas dari tulang (fall-off-the-bone tender) bahkan sebelum proses penyet. Inilah rahasia tekstur kontras: lembut di dalam, renyah di luar.
VI. Piring Sempurna: Harmonisasi Pendamping Wajib
Ayam Penyet Cabe Ijo tidak pernah disajikan sendirian. Keseimbangan rasa dicapai melalui kontras tekstur dan suhu dari pendamping (lalapan). Pendamping ini berfungsi sebagai pembersih palet dan penyeimbang kepedasan yang agresif.
1. Krisis dan Keseimbangan pada Lalapan
Lalapan (sayuran mentah) harus segar, krispi, dan disajikan dingin. Sayuran standar meliputi timun (mentimun), daun kemangi, dan irisan kol (kubis). Timun, dengan kandungan airnya yang tinggi, adalah peredam capsaicin alami. Kemangi memberikan aroma adas manis dan mint yang menyegarkan, kontras tajam dengan aroma bawang dan pedas sambal.
2. Tahu dan Tempe: Protein Sekunder yang Terserap
Tahu dan tempe Mbok Sur digoreng setelah dicelupkan sebentar ke dalam sisa bumbu ungkep ayam. Tahu dan tempe memiliki struktur yang berpori, membuatnya menyerap bumbu dengan cepat. Ketika tahu tempe ini digoreng dan kemudian dicocolkan ke sisa sambal, mereka menjadi medium yang sangat efektif untuk menyampaikan rasa sambal yang mendalam, sekaligus memberikan tekstur yang lebih lembut dibandingkan ayam.
VII. Pengalaman Sensori Multidimensi: Dari Aroma Hingga Aftertaste
Mengonsumsi Ayam Penyet Cabe Ijo Mbok Sur adalah sebuah pengalaman yang melibatkan hampir semua indra. Ini bukan hanya tentang rasa, tetapi tentang suhu, suara, dan tekstur yang berinteraksi secara simultan di dalam mulut.
1. Analisis Tekstur (Haptic Perception)
Penyet menciptakan tiga lapisan tekstur yang unik:
- **Kulit Luar:** Renyah, kering, dan rapuh akibat suhu tinggi.
- **Daging (Bagian Tengah):** Lunak, lembut, dan mudah disobek, hasil dari proses ungkep panjang.
- **Permukaan Daging yang Dipenyet:** Permukaan kasar yang telah menyerap minyak dan partikel cabai, memberikan rasa pedas instan saat digigit.
2. Suhu dan Termoreseptor
Sambal cabe ijo sering disajikan dalam kondisi hangat, nyaris panas, segera setelah diulek dan ditumis. Kepanasan fisik sambal berinteraksi dengan capsaicin (yang menstimulasi termoreseptor TRP V1), menghasilkan sensasi panas ganda—fisik dan kimiawi—yang intens. Ini yang membuat Mbok Sur's ayam penyet terasa begitu 'hidup' dan menantang.
3. Aroma: Campuran Umami dan Volatilitas
Aroma didominasi oleh minyak atsiri dari bawang merah, daun jeruk, dan ketumbar, yang berpadu dengan senyawa volatil dari cabai hijau. Ketika dihirup, aroma ini memberikan petunjuk rasa gurih (umami) dan segar (dari jeruk purut), yang merupakan janji akan kombinasi rasa manis-asin-pedas yang akan menyusul.
VIII. Cobek dan Ulekan: Alat Sakral Mbok Sur
Dalam dapur Mbok Sur, penggunaan blender adalah sebuah bid'ah. Cobek (mortar) dan ulekan (pestle) batu adalah alat wajib yang melestarikan tekstur dan rasa. Perbedaan antara sambal ulek dan sambal blender adalah perbedaan antara kerajinan tangan dan produksi massal.
Cobek batu yang digunakan Mbok Sur, biasanya terbuat dari batu andesit, memiliki permukaan yang ideal untuk mengolah cabai. Ketika diulek, cabai tidak hanya dihaluskan, tetapi juga digerus, menciptakan tekstur "pecah" yang khas. Blender menghasilkan pasta yang homogen, yang kehilangan kemampuan untuk menangkap minyak dan menahan kepedasan dalam kantung-kantung kecil, sehingga mengurangi pengalaman gigitan pedas yang meledak.
1. Proses Pencampuran Minyak Saat Mengulek
Mbok Sur sering menambahkan sedikit minyak panas bekas menumis bawang putih ke dalam cobek saat proses pengulekan. Penambahan minyak ini bukan sekadar pelumas, melainkan media transfer panas dan rasa. Minyak panas segera menyelimuti partikel cabai yang baru pecah, mengunci aroma dan capsaicin, memastikan bahwa sambal tidak hanya pedas, tetapi juga kaya rasa. Ini adalah langkah teknis yang sering dilewatkan dalam resep modern, namun krusial bagi keotentikan rasa Mbok Sur.
IX. Kontras Rasa: Manis, Asin, Asam, Pedas, dan Umami
Ayam Penyet Cabe Ijo adalah studi kasus sempurna dalam harmonisasi kontras rasa. Lima rasa dasar berinteraksi untuk mencapai titik kesempurnaan yang memicu kecanduan rasa (flavour addiction). Kepedasan (pedas) bukanlah rasa dasar, melainkan sensasi rasa sakit yang dirangsang oleh capsaicin, yang dalam konteks ini, menjadi bumbu pelengkap dan pemberi semangat.
1. Peran Manis dan Asin
Rasa asin didapat dari garam yang meresap saat ungkep dan sedikit terasi (udang fermentasi) yang ditambahkan ke sambal. Rasa manis yang subtil berasal dari gula aren murni dalam ungkep dan sedikit pada sambal. Manis dan asin bekerja sebagai penyeimbang yang menenangkan lidah dari gempuran pedas, menciptakan lingkaran kepuasan dan keinginan untuk terus makan.
2. Sumber Umami
Umami, rasa gurih yang mendalam, didapatkan dari kombinasi bumbu fermentasi (terasi), proses pemasakan lambat (ungkep yang memecah protein menjadi asam glutamat), dan penggunaan bawang merah dalam jumlah besar. Umami inilah yang memberikan kesan ‘kaya’ dan ‘mantap’ pada hidangan, memastikan hidangan ini tidak terasa hambar di balik kepedasan yang mencolok.
X. Sosiologi dan Ekonomi Kuliner Pedas Mbok Sur
Warung Ayam Penyet Mbok Sur (baik fiktif maupun representasi dari warung penyet legendaris) seringkali berfungsi lebih dari sekadar tempat makan; ia adalah pusat komunitas dan motor ekonomi mikro. Kisah ini mencerminkan fenomena kuliner pedas di Indonesia yang melampaui tren, menjadi kebutuhan emosional.
1. Pedas sebagai Identitas Nasional
Di Indonesia, tingkat toleransi pedas seringkali dianggap sebagai ukuran ketahanan dan kebanggaan kuliner. Ayam Penyet Cabe Ijo, khususnya yang sepedas versi Mbok Sur, adalah ujian keahlian makan. Konsumsi hidangan ini adalah sebuah ritual komunal, di mana pembeli berbagi pengalaman panas dan tantangan rasa, memperkuat ikatan sosial.
2. Efek Ekonomi Mikro
Satu warung Mbok Sur membutuhkan suplai harian yang besar untuk bumbu dan lalapan. Permintaan yang konstan terhadap cabai rawit hijau berkualitas tinggi, bawang merah lokal, dan ayam kampung atau pejantan, secara langsung mendukung rantai pasok pertanian lokal. Model bisnis Mbok Sur, yang mengutamakan kualitas daripada kuantitas produksi, menuntut hubungan yang kuat dan berkelanjutan dengan petani dan peternak kecil.
XI. Varian Regional: Ayam Penyet Cabe Ijo vs. Sambal Matah dan Sambal Terasi
Meskipun Indonesia kaya akan sambal, Cabe Ijo Mbok Sur memiliki profil rasa yang sangat berbeda dari sambal populer lainnya, seperti Sambal Matah Bali atau Sambal Terasi Jawa Barat. Perbedaan ini terletak pada proses pemasakan dan komposisi lemak.
1. Kontras dengan Sambal Matah
Sambal Matah adalah sambal mentah (raw), yang mengandalkan kesegaran minyak kelapa murni, sereh, dan bawang merah mentah. Ia menawarkan rasa yang lebih ringan, asam, dan sangat aromatik. Sebaliknya, Cabe Ijo Mbok Sur adalah sambal masak (cooked), yang mengandalkan minyak panas untuk mengikat rasa dan menciptakan rasa *depth* yang lebih berat dan pedas yang lebih stabil.
2. Kontras dengan Sambal Terasi
Sambal Terasi fokus pada fermentasi udang (terasi) untuk umami yang kuat, seringkali menggunakan cabai merah. Sambal Terasi biasanya diulek hingga halus. Cabe Ijo Mbok Sur, meskipun kadang menggunakan sedikit terasi untuk dorongan umami, fokus utamanya adalah rasa segar cabai hijau dan tekstur kasar yang dihasilkan dari ulekan yang disengaja kasar.
XII. Zero Waste Cooking: Pemanfaatan Minyak dan Sisa Ungkep
Prinsip 'zero waste' atau tanpa sisa adalah bagian integral dari dapur tradisional Mbok Sur. Tidak ada bumbu yang terbuang percuma; sisa-sisa bumbu ungkep dan remah-remah crispy yang tertinggal dalam minyak memiliki nilai kuliner yang tinggi.
1. Kremesan Bumbu Ungkep (Serundeng Ayam)
Setelah ayam diangkat dari penggorengan, sisa bumbu yang larut dalam minyak akan membentuk endapan. Sisa bumbu ini kemudian digoreng kembali dengan sedikit tepung tapioka hingga menjadi remah-remah kering dan renyah, yang dikenal sebagai kremesan. Kremesan bumbu ungkep ini disajikan di atas ayam penyet, memberikan lapisan tekstur gurih ekstra dan memastikan bahwa esensi rasa ungkep tidak hilang sama sekali.
2. Minyak Sambal (Chili Oil Indonesia)
Minyak yang digunakan untuk menumis sambal cabe ijo akan jenuh dengan capsaicin, bawang, dan aroma tomat hijau. Minyak ini, yang merupakan sari pati rasa sambal, tidak dibuang. Minyak ini diendapkan dan digunakan kembali dalam porsi kecil sebagai bumbu rahasia tambahan pada piring nasi panas, meningkatkan aroma dan kepedasan nasi secara keseluruhan.
XIII. Aspek Spiritual: Kemurnian Bahan dan Niat Memasak
Dalam tradisi kuliner Jawa kuno, proses memasak seringkali diselimuti oleh aspek spiritual. Bagi Mbok Sur, kesempurnaan rasa juga berasal dari niat yang murni dan penghormatan terhadap bahan baku. Bahan baku yang dipilih bukan hanya harus berkualitas, tetapi juga harus "ikhlas" diolah.
1. Penghormatan terhadap Ayam
Mbok Sur konon hanya memilih ayam yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, seringkali ayam pejantan, yang memiliki keseimbangan serat daging dan lemak yang ideal. Pemilihan ini didasarkan pada keyakinan bahwa kualitas hidup hewan sebelum disembelih akan mempengaruhi rasa. Proses pencucian dan marinasi dilakukan dengan kesabaran, dianggap sebagai pemurnian bahan sebelum diubah oleh api dan bumbu.
2. Kesakralan Proses Ulek
Mengulek dengan tangan, selain manfaat teksturalnya, juga merupakan tindakan yang memerlukan fokus dan energi fisik. Dalam konteks spiritual, ulekan yang telaten menyalurkan energi si juru masak ke dalam makanan, sebuah konsep yang diyakini menambahkan 'jiwa' pada sambal. Jika sambal dibuat tergesa-gesa atau dengan marah, rasanya akan kehilangan keseimbangan. Mbok Sur selalu mengulek dalam keadaan tenang dan fokus, memastikan sambalnya memiliki rasa yang konsisten dan 'hangat' (damai) meskipun pedas.
XIV. Adaptasi dan Masa Depan Ayam Penyet Cabe Ijo
Meskipun Mbok Sur berakar kuat pada tradisi, kelangsungan hidangan ini di era modern menuntut adaptasi. Tantangan utamanya adalah mempertahankan keotentikan rasa yang bergantung pada waktu memasak yang lama, sementara menghadapi tuntutan kecepatan dan standarisasi dalam industri makanan.
1. Standarisasi dan Waralaba
Apabila Ayam Penyet Mbok Sur dikembangkan menjadi jaringan waralaba, proses ungkep 90 menit menjadi hambatan logistik. Solusi modern mungkin melibatkan penggunaan *pressure cooker* untuk mempersingkat waktu ungkep tanpa mengorbankan kelembutan, atau standarisasi bumbu pasta yang diproduksi terpusat. Namun, tantangannya adalah memastikan bahwa bumbu yang diproduksi massal ini tetap mampu memberikan dimensi rasa yang mendalam seperti yang dihasilkan oleh racikan tangan Mbok Sur.
2. Penetrasi Global
Ayam Penyet memiliki potensi global yang besar, namun cabai ijo yang intens mungkin perlu disesuaikan. Di pasar internasional, kepedasan yang ekstrem mungkin terlalu berat bagi lidah non-Asia. Adaptasi yang berhasil adalah menawarkan tingkat pedas bertingkat, sambil tetap mempertahankan komposisi bumbu dan teknik penyet yang unik. Keberhasilan global akan bergantung pada kemampuan untuk mengkomunikasikan narasi dan filosofi di balik nama "Mbok Sur" dan proses "Penyet" itu sendiri.
XV. Epilog: Warisan Rasa yang Tak Terhancurkan
Ayam Penyet Cabe Ijo Mbok Sur adalah monumen kuliner. Ia adalah bukti bahwa makanan yang sederhana dapat mencapai kompleksitas rasa yang setara dengan hidangan fine dining, asalkan dieksekusi dengan ketelitian, kesabaran, dan penghormatan mendalam terhadap bahan baku. Hidangan ini tidak hanya memuaskan perut; ia memberikan pengalaman sensori yang lengkap: dinginnya lalapan, panasnya nasi, gurihnya ayam yang lembut, dan ledakan pedas yang segar dari cabe ijo yang diulek kasar.
Setiap suapan adalah interaksi antara tradisi dan modernitas, antara kelembutan dan keberanian. Ayam yang telah "dihancurkan" di atas cobek menjadi simbol perpaduan sempurna, menyatukan esensi bumbu ungkep dan kepedasan sambal. Selama masih ada penjual seperti Mbok Sur, yang mempertahankan teknik otentik dan menolak kompromi kualitas, legenda Ayam Penyet Cabe Ijo akan terus menyala, menjadi salah satu bintang paling terang di langit kuliner nusantara.
Rasa ini adalah warisan, yang disimpan bukan di dalam resep tertulis, tetapi di dalam sensasi panas yang membekas di lidah setiap penikmatnya.