Pertanyaan mendasar yang sering muncul di kalangan peternak dan akademisi adalah, ayam kub singkatan dari apa? Jawabannya adalah Ayam Kampung Unggul Balitbangtan. Singkatan ini tidak sekadar nama, melainkan representasi dari program pemuliaan genetik unggul yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), sebuah lembaga di bawah Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Ayam KUB diciptakan sebagai solusi untuk meningkatkan produktivitas ayam kampung lokal yang selama ini dikenal memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan sifat mengeram (broodiness) yang tinggi, sehingga siklus produksi telurnya terganggu. KUB lahir dari riset intensif dengan tujuan menggabungkan ketahanan genetik ayam lokal dengan efisiensi produksi layaknya ayam ras.
Balitbangtan, melalui Balai Penelitian Ternak (Balitnak) di Ciawi, Bogor, memainkan peran sentral dalam pengembangan KUB. Proses penelitian dimulai dengan mengumpulkan plasma nutfah ayam kampung dari berbagai daerah di Indonesia. Seleksi genetik dilakukan secara ketat, berfokus pada sifat-sifat unggul seperti peningkatan produksi telur, penurunan sifat mengeram, dan peningkatan laju pertumbuhan daging. Tujuan utama program ini adalah menciptakan strain ayam kampung yang memiliki nilai ekonomi tinggi, mudah dikelola, dan tetap mempertahankan cita rasa khas ayam kampung yang disukai konsumen.
Proses pemuliaan yang membutuhkan waktu bertahun-tahun ini menghasilkan ayam yang stabil secara genetik, mampu bertelur lebih banyak dibandingkan ayam kampung biasa, dan mencapai bobot panen dalam waktu yang lebih singkat. Inovasi ini menjadi tonggak penting dalam upaya pemerintah untuk mencapai swasembada protein hewani dan meningkatkan kesejahteraan peternak kecil di pedesaan.
Ayam KUB memiliki beberapa keunggulan genetik dan fenotipik yang membedakannya secara signifikan dari ayam kampung biasa (AKB) dan juga ayam ras petelur atau pedaging. Keunggulan inilah yang menjadikannya primadona baru di sektor peternakan ayam non-ras.
Salah satu hambatan terbesar dalam budidaya ayam kampung petelur adalah sifat mengeram yang kuat. Ayam kampung tradisional dapat menghabiskan waktu 14 hingga 21 hari untuk mengerami telurnya. Selama periode ini, induk ayam berhenti bertelur, menyebabkan jeda yang signifikan dalam siklus produksi. Pada Ayam KUB, sifat mengeram telah diminimalisir melalui seleksi genetik yang ketat. Penurunan sifat mengeram ini memastikan bahwa ayam betina dapat kembali bertelur dengan cepat setelah menyelesaikan siklusnya, meningkatkan total produksi telur tahunan secara drastis.
Penelitian menunjukkan bahwa penurunan sifat mengeram pada KUB bisa mencapai 80% dibandingkan dengan ayam kampung liar. Efeknya terlihat jelas pada interval bertelur yang lebih pendek dan puncak produksi yang lebih stabil. Ini adalah inovasi kunci yang mentransformasi ayam kampung dari hewan pekarangan menjadi komoditas peternakan yang efisien.
Rata-rata produksi telur ayam kampung biasa berkisar antara 60 hingga 80 butir per tahun. Sementara itu, Ayam KUB mampu mencapai produksi telur hingga 160-180 butir per tahun per ekor dalam kondisi manajemen yang optimal. Peningkatan ini hampir dua kali lipat, membuat Ayam KUB sangat menguntungkan bagi peternak yang berfokus pada segmen telur konsumsi atau telur tetas.
Masa produksi telur KUB juga relatif lebih panjang, dimulai pada usia yang lebih muda (sekitar 20-22 minggu) dan mempertahankan tingkat produksi yang tinggi hingga usia 60-70 minggu. Detail produksi ini sangat penting untuk perhitungan Break Even Point (BEP) dan margin keuntungan peternak.
Selain unggul di produksi telur, KUB juga unggul sebagai ayam pedaging. Ayam KUB dapat mencapai bobot panen (sekitar 0.8 hingga 1.2 kg) dalam waktu 10 hingga 12 minggu. Angka ini jauh lebih cepat dibandingkan ayam kampung biasa yang memerlukan waktu 16 hingga 20 minggu untuk mencapai bobot yang sama. Efisiensi konversi pakan (FCR) KUB juga lebih baik, meskipun tidak seoptimal ayam broiler, namun jauh melampaui FCR ayam kampung biasa, menjadikannya pilihan ideal untuk pasar ayam kampung premium.
Karena basis genetiknya yang masih kuat dengan ayam kampung lokal, KUB mewarisi daya tahan tubuh yang lebih baik terhadap penyakit tropis dan perubahan iklim dibandingkan dengan ayam ras murni. Ketahanan ini sangat penting dalam sistem budidaya semi-intensif atau umbaran yang sering diterapkan di pedesaan. Walaupun demikian, program vaksinasi yang ketat tetap diperlukan untuk mencegah wabah besar seperti Newcastle Disease (ND) atau Gumboro.
Visualisasi keunggulan KUB: cepat tumbuh, produksi telur maksimal, dan daya tahan lokal.
Manajemen budidaya Ayam KUB memerlukan pendekatan yang sedikit berbeda dari ayam kampung biasa, karena potensi genetiknya hanya dapat tercapai jika didukung oleh manajemen pakan, kesehatan, dan kandang yang optimal. Detail teknis ini sangat krusial untuk memastikan investasi peternak menghasilkan keuntungan maksimal.
Anak Ayam (DOC) Ayam KUB sangat sensitif pada minggu-minggu awal kehidupannya. Kandang brooder harus disiapkan minimal 24 jam sebelum kedatangan DOC. Kandang brooder harus kedap angin namun memiliki ventilasi yang cukup untuk pertukaran udara. Alas kandang (litter) biasanya menggunakan sekam padi setebal 5-10 cm, yang harus kering dan bebas jamur.
Suhu adalah faktor paling vital. DOC memerlukan suhu tinggi untuk bertahan hidup dan memulai pertumbuhan. Pemanas (indukan buatan) harus diposisikan sedemikian rupa sehingga suhu di bawah pemanas sesuai dengan standar:
Peternak harus mengamati perilaku DOC: jika mereka berkumpul rapat di bawah pemanas, suhu kurang; jika mereka menjauhi pemanas dan megap-megap, suhu terlalu tinggi; jika mereka tersebar merata, suhu sudah ideal.
Pakan starter (umur 0-4 minggu) harus memiliki kandungan protein kasar (PK) minimal 20-23%. Pakan harus diberikan dalam bentuk crumble atau mash yang sangat halus. Pemberian pakan dilakukan secara ad libitum (selalu tersedia). Air minum harus selalu segar dan bersih. Pada hari pertama, seringkali diberikan air minum yang dicampur dengan gula atau vitamin B kompleks untuk mengurangi stres akibat perjalanan (transportasi).
Kepadatan kandang pada fase starter tidak boleh lebih dari 20-25 ekor per meter persegi. Jika kepadatan terlalu tinggi, akan terjadi kanibalisme, stres, dan penyebaran penyakit yang cepat. Manajemen kepadatan yang tepat adalah kunci keberhasilan di fase ini.
Vaksinasi adalah pertahanan utama. Program vaksinasi standar untuk KUB mirip dengan ayam ras lainnya, namun disesuaikan dengan risiko lokal. Program wajib meliputi:
Sanitasi kandang dan peralatan minum/makan harus dilakukan setiap hari untuk meminimalkan risiko infeksi bakteri seperti Koli atau Salmonela, terutama pada minggu pertama ketika sistem kekebalan tubuh DOC masih lemah.
Setelah melewati fase brooding, Ayam KUB memasuki fase pertumbuhan atau grower. Fokus utama pada fase ini adalah meningkatkan pertumbuhan otot dan kerangka tulang serta mempersiapkan organ reproduksi.
Kandungan protein pada pakan grower diturunkan menjadi sekitar 17-19%. Penurunan ini bertujuan untuk menghindari pertumbuhan yang terlalu cepat yang dapat menyebabkan masalah tulang atau kaki pada ayam. Pakan grower biasanya berbentuk pellet kecil atau mash kasar. Asupan energi metabolis (ME) harus dijaga agar ayam mendapatkan kalori yang cukup untuk aktivitas dan pertumbuhan tanpa menimbulkan kelebihan lemak.
Pakan KUB di fase grower harus seimbang dalam rasio Kalsium (Ca) dan Fosfor (P), terutama jika ayam ditujukan untuk bibit, karena Ca dan P sangat penting untuk pembentukan tulang yang kuat. Penggunaan vitamin dan mineral tambahan (premix) sangat dianjurkan untuk memastikan semua nutrisi mikro terpenuhi.
Pada usia ini, ayam sudah dapat dipindahkan ke kandang pembesaran. Sistem kandang baterai atau postal dapat digunakan. Jika menggunakan sistem umbaran (semi-intensif), pastikan area umbaran dilengkapi peneduh dan pagar pengaman. Kepadatan di fase grower harus lebih longgar, sekitar 8-10 ekor per meter persegi. Ruang yang cukup penting untuk mencegah stres dan pertarungan antar ayam, yang dapat merusak kualitas karkas.
Di fase grower, peternak mulai melakukan seleksi awal (culling) ayam yang menunjukkan pertumbuhan lambat, cacat, atau memiliki tanda-tanda penyakit kronis. Seleksi ini penting untuk efisiensi pakan dan menjaga homogenitas kelompok.
Revaksinasi lanjutan biasanya dilakukan pada usia 8-10 minggu, termasuk vaksinasi ND lagi dan mungkin vaksinasi Fowl Pox (cacar ayam) jika daerah endemik. Pengendalian parasit internal (cacing) dan eksternal (kutu) juga dimulai pada fase ini, mengingat ayam mulai bersentuhan dengan lingkungan yang lebih terbuka (jika menggunakan sistem umbaran).
Puncak keberhasilan KUB adalah saat memasuki masa bertelur (laying phase), biasanya dimulai pada usia 20-22 minggu. Manajemen pada fase ini sangat menentukan total produksi telur yang akan dicapai.
Kandang layer harus dirancang untuk memudahkan pemanenan telur dan menjaga kebersihan. Kandang baterai individu sangat ideal untuk kontrol pakan dan telur, meskipun sistem koloni atau postal juga bisa digunakan. Kualitas sangkar harus baik, dengan kemiringan yang tepat agar telur dapat menggelinding ke area penampungan tanpa retak.
Kebutuhan cahaya (fotoperiodisitas) menjadi sangat penting. Ayam KUB memerlukan durasi cahaya total sekitar 14-16 jam per hari untuk merangsang hipotalamus dan memaksimalkan pelepasan hormon reproduksi. Pencahayaan tambahan (lampu pijar atau LED) harus diberikan di pagi hari sebelum matahari terbit atau sore hari setelah matahari terbenam untuk memenuhi total durasi ini. Intensitas cahaya yang disarankan adalah sekitar 5-10 lux pada tingkat mata ayam.
Pakan layer harus diformulasikan secara khusus untuk mendukung pembentukan telur. Kebutuhan nutrisi utama adalah:
Pakan harus diberikan dalam jadwal yang konsisten. Beberapa peternak memberikan sebagian pakan di pagi hari dan sisa kalsium (misalnya, grit kasar) di sore hari, karena pembentukan cangkang terjadi terutama di malam hari.
Manajemen bobot badan (body weight management) juga vital. Ayam yang terlalu gemuk akan memiliki masalah reproduksi, sedangkan ayam yang terlalu kurus tidak mampu mempertahankan produksi telur yang optimal. Penimbangan bobot sampel harus dilakukan rutin untuk menyesuaikan jumlah pakan harian.
Telur harus dipanen minimal dua kali sehari (pagi dan sore) untuk meminimalkan risiko kerusakan, kotor, atau dimakan oleh ayam itu sendiri. Telur KUB memiliki ciri khas berupa warna cangkang coklat muda hingga krem dengan bobot rata-rata 40-50 gram. Segera setelah panen, telur harus dibersihkan (jika kotor) dan disimpan pada suhu yang stabil (18-22°C) dengan kelembaban 70-75% jika ditujukan sebagai telur konsumsi. Jika ditujukan sebagai telur tetas (Hatching Egg), penanganan harus lebih hati-hati untuk mempertahankan viabilitas embrio.
Kualitas internal telur KUB umumnya sangat baik, dengan indeks kuning telur (yolk index) yang tinggi dan warna kuning telur yang pekat, seringkali disukai oleh konsumen karena dianggap lebih "alami" dan bergizi dibandingkan telur ayam ras.
Bagi peternak yang ingin memproduksi bibit sendiri (Day-Old Chicks/DOC), manajemen indukan (breeding flock) KUB memerlukan perhatian khusus terhadap rasio jantan dan betina serta proses penetasan.
Rasio yang ideal untuk Ayam KUB adalah 1 jantan untuk setiap 8 hingga 10 betina. Rasio ini memastikan tingkat fertilitas telur yang tinggi (di atas 85%) tanpa menyebabkan stres berlebihan pada ayam betina akibat perkawinan yang terlalu sering. Ayam jantan harus dipilih berdasarkan vitalitas, bobot yang baik, dan tidak adanya cacat fisik.
Telur yang akan ditetaskan harus dikumpulkan sesering mungkin, dibersihkan (tanpa dicuci keras), dan disimpan pada suhu 15°C. Penyimpanan tidak boleh melebihi 7 hari. Sebelum dimasukkan ke mesin tetas, telur harus di fumigasi (biasanya menggunakan formalin dan Kalium Permanganat) untuk membunuh bakteri di permukaan cangkang.
Penetasan telur KUB menggunakan mesin tetas memerlukan suhu dan kelembaban yang dikontrol ketat:
Proses penetasan KUB umumnya memakan waktu 21 hari. Setelah menetas, DOC dibiarkan kering di mesin tetas selama beberapa jam sebelum dipindahkan ke kandang brooding.
Kehadiran Ayam KUB telah menciptakan ceruk pasar baru. Secara ekonomi, KUB menawarkan potensi keuntungan yang lebih stabil dibandingkan ayam ras, terutama karena harga jual produknya (telur dan daging) yang selalu berada di atas harga komoditas ayam broiler atau layer strain komersial.
Daging Ayam KUB dihargai premium di pasaran. Konsumen bersedia membayar lebih karena KUB diklasifikasikan sebagai "ayam kampung" dengan tekstur daging yang lebih padat dan rasa yang lebih gurih. Perbedaan harga jual bisa mencapai 50-100% lebih tinggi dari ayam broiler. Telur KUB juga dihargai lebih tinggi, khususnya untuk pasar yang mencari telur ayam kampung asli atau telur tetas bibit unggul.
Meskipun biaya pakan KUB per hari mungkin sedikit lebih mahal daripada pakan ayam ras standar karena formulasi protein yang spesifik, efisiensi waktu panen (10-12 minggu vs 16-20 minggu) dan tingkat kematian yang lebih rendah (ketahanan penyakit) secara keseluruhan meningkatkan efisiensi modal. Peternak harus menghitung FCR (Feed Conversion Ratio) secara cermat. FCR KUB rata-rata berkisar 3.0 – 3.5 untuk mencapai bobot 1 kg, tergantung kualitas manajemen pakan.
Dalam budidaya petelur, BEP (Break Even Point) dapat dicapai lebih cepat dibandingkan ayam kampung tradisional karena periode jeda produksi telur yang sangat minimal. Investasi awal untuk DOC KUB memang lebih mahal, namun ditutup oleh output produksi telur yang masif selama setahun penuh.
Pemasaran KUB harus menargetkan segmen premium: restoran masakan tradisional, pasar modern yang fokus pada produk organik atau lokal, serta rumah tangga yang mencari kualitas daging dan telur terbaik. Branding sebagai "Ayam Kampung Unggul Balitbangtan" menekankan aspek riset dan kualitas terjamin, meningkatkan daya saing di tengah pasar ayam kampung yang heterogen.
Peternak modern juga memanfaatkan media sosial dan kemitraan langsung dengan rumah potong atau distributor untuk menjaga rantai pasok tetap pendek, sehingga margin keuntungan dapat dipertahankan di tingkat peternak.
Meskipun Ayam KUB telah menjadi terobosan besar, penelitian Balitbangtan terus berlanjut untuk menyempurnakan strain ini. Tantangan utama yang dihadapi peternak KUB adalah fluktuasi harga pakan dan kebutuhan untuk terus meningkatkan FCR tanpa mengorbankan kualitas daging atau telur.
Ayam KUB-2 atau sering juga disebut Joper (Jawa Super) adalah pengembangan dari strain KUB yang berfokus lebih jauh pada laju pertumbuhan dan efisiensi daging. KUB-2 dihasilkan dari persilangan antara ayam KUB betina dengan pejantan ayam ras (misalnya, ayam layer strain tertentu) atau persilangan lanjutan antar sesama KUB yang terseleksi ketat. Tujuannya adalah mempercepat waktu panen hingga mencapai 8-9 minggu dengan bobot 1.2 kg, mendekati efisiensi ayam broiler namun tetap mempertahankan karakteristik daging ayam kampung. KUB-2 sangat populer di kalangan peternak pedaging karena siklusnya yang cepat.
Pengembangan KUB terus berlanjut ke KUB-3, yang menargetkan peningkatan simultan pada produksi telur dan ketahanan lingkungan ekstrem. Fokus utamanya adalah meningkatkan adaptasi genetik terhadap pakan lokal non-konvensional, seperti maggot (BSF larva) atau tepung daun indigofera, untuk mengurangi ketergantungan pada pakan komersial yang mahal. Ini adalah langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan budidaya ayam kampung di tengah kenaikan harga bahan baku pakan global.
Ayam KUB tidak hanya urusan bisnis, tetapi juga pilar ketahanan pangan nasional. Dengan produktivitas yang tinggi, KUB memungkinkan keluarga petani untuk mencapai kemandirian protein hewani. Program-program pemerintah sering menggunakan KUB sebagai materi dasar untuk pengentasan kemiskinan di pedesaan, karena ayam ini adaptif dan memiliki nilai jual yang tinggi di pasar lokal. Distribusi bibit KUB oleh instansi terkait merupakan upaya nyata dalam diseminasi teknologi peternakan unggul ini.
Kesehatan adalah fondasi dari manajemen budidaya yang sukses. Meskipun Ayam KUB memiliki ketahanan yang lebih baik, sistem peternakan intensif atau semi-intensif memerlukan perhatian serius terhadap pencegahan penyakit menular dan manajemen biosekuriti yang ketat.
Biosekuriti mencakup semua langkah pencegahan untuk melindungi ayam dari agen penyakit. Tiga pilar biosekuriti adalah isolasi, sanitasi, dan kontrol lalu lintas (manusia, kendaraan, dan hewan liar).
Penggunaan desinfektan berbasis kuarterner amonium atau formalin secara berkala pada lingkungan kandang sangat dianjurkan untuk menekan populasi mikroorganisme patogen.
Penyakit yang paling sering menyerang Ayam KUB adalah:
Penyakit virus yang sangat menular. Gejala: tortikolis (leher terpuntir), kesulitan bernapas, diare hijau. Pencegahan: Vaksinasi wajib sesuai jadwal (LaSota, Komarov). Pengobatan: Tidak ada obat spesifik, hanya perawatan suportif (vitamin dan menjaga suhu). Manajemen vaksinasi yang gagal sering disebabkan oleh kualitas vaksin yang buruk atau stres ayam saat divaksinasi.
Menyerang bursa Fabricius, organ kekebalan pada anak ayam. Gejala: Ayam lesu, diare keputihan, dan tingkat kematian tinggi pada DOC. Pencegahan: Vaksinasi IBD pada usia 14 hari. Manajemen: Jaga kebersihan lingkungan, karena virus Gumboro sangat resisten di lingkungan luar.
Penyakit protozoa usus. Gejala: Feses berdarah, ayam pucat, lesu, pertumbuhan terhambat. Manajemen: Penggunaan koksidiostat dalam pakan preventif, serta sanitasi alas kandang yang sangat kering. Jika terinfeksi, berikan obat anti-koksidia (misalnya, Amprolium atau Toltrazuril) sesuai dosis.
Infeksi bakteri yang menyebabkan hidung berlendir, mata bengkak, dan bau tidak sedap. Manajemen: Pemberian antibiotik spektrum luas (misalnya, Enrofloxacin) dan isolasi ayam yang sakit. Korisa sering dipicu oleh ventilasi yang buruk dan kelembaban kandang yang tinggi.
Selain vaksinasi, peternak KUB harus rutin memberikan suplemen. Vitamin A, D, E, K, dan B kompleks sangat penting, terutama pada saat ayam mengalami stres (misalnya, setelah pindah kandang, setelah vaksinasi, atau saat cuaca ekstrem). Elektrolit harus diberikan saat cuaca sangat panas untuk mencegah dehidrasi.
Penggunaan antibiotik harus bijak, hanya untuk pengobatan infeksi bakteri yang teridentifikasi, dan tidak digunakan secara rutin sebagai pemicu pertumbuhan (Antibiotic Growth Promoter/AGP), terutama mengingat tren pasar yang menuntut produk hewani yang bebas residu antibiotik.
Biaya pakan mencakup 60-70% dari total biaya operasional budidaya ayam KUB. Oleh karena itu, strategi untuk mengoptimalkan ransum dan mencari sumber pakan alternatif menjadi prioritas utama bagi peternak yang ingin meningkatkan margin keuntungan.
Ransum komersial standar untuk KUB sebagian besar terdiri dari jagung (sebagai sumber energi) dan bungkil kedelai (sebagai sumber protein). Namun, peternak skala kecil sering kesulitan mengakses bahan baku ini dengan harga stabil.
Untuk menekan biaya protein, peternak KUB semakin beralih ke sumber alternatif protein lokal yang mudah dibudidayakan:
Maggot BSF memiliki kandungan protein kasar mencapai 40-55% dan kaya akan asam amino esensial. Maggot segar atau kering dapat menggantikan sebagian bungkil kedelai dalam ransum KUB. Budidaya maggot sendiri (biokonversi sampah organik) juga membantu peternak mengelola limbah dan menciptakan siklus nutrisi tertutup.
Tumbuhan air ini memiliki kandungan protein hingga 25% dan dapat ditanam di sawah atau kolam. Pemberian Azolla segar sebagai pakan tambahan dapat mengurangi jumlah pakan komersial yang dibutuhkan, terutama di fase grower.
Tepung daun Indigofera, khususnya yang dikeringkan dan digiling, merupakan sumber protein nabati yang sangat baik (PK 25-30%) dan kaya karotenoid, yang membantu memperkuat warna kuning telur dan imunitas ayam. Penggunaannya harus dibatasi sekitar 5-10% dari total ransum karena kandungan seratnya yang tinggi.
Banyak peternak KUB skala menengah memilih untuk membuat pakan sendiri (self-mixing feed) menggunakan mesin mixer kecil. Ini memungkinkan penyesuaian formulasi pakan secara dinamis berdasarkan ketersediaan bahan baku lokal dan fase pertumbuhan ayam. Pembuatan pakan mandiri harus diawasi oleh ahli nutrisi untuk memastikan keseimbangan Ca:P dan asam amino L-Lisin serta Metionin tetap terpenuhi, yang sangat vital untuk produksi telur yang maksimal.
Optimalisasi pakan melalui pendekatan ini memastikan bahwa keunggulan genetik Ayam Kampung Unggul Balitbangtan dapat diterjemahkan menjadi efisiensi biaya yang nyata, membuat budidaya KUB semakin menarik dan berkelanjutan dalam jangka panjang.
Ayam KUB, singkatan dari Ayam Kampung Unggul Balitbangtan, adalah bukti nyata keberhasilan riset nasional dalam menciptakan varietas unggul yang beradaptasi dengan kondisi lokal namun memiliki produktivitas standar industri. Dengan keunggulan dalam kecepatan tumbuh, penurunan sifat mengeram, dan produksi telur yang tinggi, KUB telah mengisi kesenjangan antara ayam kampung tradisional yang lambat dan ayam ras komersial yang rentan penyakit dan memerlukan manajemen ketat.
Budidaya Ayam KUB memerlukan ketekunan dan penerapan manajemen teknis yang detail, mulai dari kontrol suhu ketat di fase brooding, formulasi pakan yang tepat di fase grower dan layer, hingga protokol biosekuriti dan vaksinasi yang disiplin. Seiring dengan perkembangan inovasi KUB-2 dan KUB-3, potensi strain ini untuk mendukung ekonomi pedesaan dan ketahanan pangan Indonesia akan terus meningkat.
Bagi calon peternak, memilih Ayam KUB adalah keputusan strategis menuju peternakan ayam kampung modern yang efisien, menguntungkan, dan berkelanjutan. KUB bukan hanya singkatan, melainkan merek dagang kualitas dan inovasi pertanian Indonesia.