Ayam KUB, perpaduan kualitas daging ayam kampung dan produktivitas tinggi.
Konsep peternakan ayam kampung telah lama menjadi tulang punggung ekonomi pedesaan di Indonesia. Namun, kendala utama yang sering dihadapi peternak lokal adalah produktivitas telur yang rendah dan pertumbuhan bobot yang lambat. Menanggapi tantangan ini, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), kini BRIN, melalui Balai Penelitian Ternak (Balitnak) mengembangkan sebuah inovasi yang revolusioner: Ayam Kampung Unggul Balitbangtan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ayam KUB.
Secara definitif, ayam kampung KUB adalah strain ayam kampung hasil seleksi genetik yang dilakukan secara intensif untuk meningkatkan performa produksi telur dan daging, tanpa menghilangkan sifat-sifat unggul ayam kampung seperti daya tahan terhadap penyakit, kemampuan mencari makan (foraging), dan kualitas cita rasa yang khas.
Pengembangan Ayam KUB dimulai sebagai respons terhadap tingginya permintaan pasar akan daging dan telur ayam kampung yang berkualitas. Ayam kampung lokal (bukan ras petelur atau pedaging komersial) umumnya hanya mampu berproduksi sekitar 60 hingga 80 butir telur per ekor per tahun. Produktivitas yang sangat rendah ini menjadikan usaha budidaya skala besar kurang efisien. Program Balitbangtan bertujuan untuk menciptakan galur ayam kampung yang mampu mencapai angka produksi telur mendekati ayam ras petelur semi-komersial, namun tetap mempertahankan genetik kampungnya.
Proses seleksi dan pemuliaan ini memakan waktu bertahun-tahun, melibatkan identifikasi dan perkawinan silang (crossbreeding) dari populasi ayam kampung lokal unggulan di berbagai daerah. Hasilnya adalah keturunan yang secara genetik sudah terstabilisasi, sehingga ketika dibudidayakan, sifat-sifat unggul seperti frekuensi bertelur yang lebih sering dan tingkat kanibalisme yang rendah dapat dipertahankan secara konsisten. Inilah yang membedakan ayam kampung KUB adalah pilihan investasi yang jauh lebih menjanjikan dibandingkan ayam kampung biasa.
Meskipun sering disamakan, Ayam KUB memiliki parameter performa yang jauh melampaui ayam kampung biasa. Perbedaan ini krusial untuk dipahami oleh calon peternak:
Keunggulan KUB tidak hanya terletak pada angka produksi, tetapi juga pada adaptabilitasnya terhadap lingkungan Indonesia. Ayam KUB dirancang agar cocok untuk sistem budidaya intensif, semi-intensif, maupun umbaran (ekstensif) yang banyak diterapkan oleh peternak skala kecil.
Faktor utama mengapa Ayam KUB menjadi primadona adalah produktivitas telur yang tinggi. Peternak yang beralih ke KUB seringkali melihat peningkatan hasil panen telur hingga dua kali lipat dalam kurun waktu satu tahun. Puncak produksi biasanya dicapai pada usia 6 hingga 8 bulan. Kenaikan produktivitas ini secara langsung meningkatkan Return on Investment (ROI) bagi peternak.
Penting untuk dicatat, agar produksi maksimal, manajemen pakan, suhu kandang, dan sanitasi harus diperhatikan secara ketat. Ketersediaan air minum yang bersih dan pemberian pakan layer yang mengandung nutrisi spesifik untuk pembentukan telur (kalsium tinggi) adalah kunci keberhasilan. Jika manajemen pakan tidak optimal, potensi genetik KUB tidak akan tercapai sepenuhnya, dan produksi telur bisa kembali menurun mendekati angka ayam lokal.
Meskipun telah melalui proses pemuliaan, ayam kampung KUB adalah galur yang tetap mewarisi ketahanan fisik ayam kampung murni. Mereka memiliki daya tahan yang baik terhadap fluktuasi suhu dan penyakit umum yang sering menyerang ayam ras komersial, seperti penyakit New Castle Disease (ND) dan Gumboro. Meskipun demikian, program vaksinasi yang teratur tetap wajib dilakukan, terutama di daerah dengan kepadatan ternak tinggi.
Kemampuan adaptasi ini juga berarti KUB tidak memerlukan instalasi kandang yang terlalu mewah atau berteknologi tinggi, menjadikannya pilihan ideal bagi peternak pemula atau yang memiliki modal terbatas. Mereka tetap bisa berproduksi baik dalam kandang postal sederhana maupun kandang baterai modern, asalkan sirkulasi udara terjaga.
Keunggulan lain dari Ayam KUB yang sangat dicari pasar adalah kualitas produknya. Daging Ayam KUB memiliki tekstur yang kenyal, namun tidak sekeras ayam lokal tua, serta memiliki cita rasa gurih khas ayam kampung. Ini menjadikannya pilihan utama untuk hidangan tradisional yang membutuhkan tekstur daging khas, seperti soto, opor, atau ayam bakar kampung.
Demikian pula dengan telurnya. Telur Ayam KUB memiliki cangkang yang lebih tebal dan warna kuning telur yang lebih pekat dibandingkan telur ayam ras petelur (Leghorn). Konsumen seringkali menganggap telur ayam kampung, termasuk KUB, memiliki nilai gizi dan rasa yang lebih unggul, yang pada akhirnya memungkinkan peternak menetapkan harga jual yang lebih tinggi.
Untuk mencapai target produksi 160-180 butir per tahun, manajemen budidaya KUB harus dilakukan secara intensif dan terukur. Langkah-langkah teknis ini merupakan fondasi utama kesuksesan peternakan Ayam KUB.
Kandang yang ideal harus menjamin kenyamanan, keamanan, dan sanitasi yang optimal. Sistem kandang untuk KUB dapat dibagi menjadi dua fase: fase pemeliharaan awal (brooding) dan fase pembesaran/produksi (grower/layer).
DOC Ayam KUB sangat rentan terhadap perubahan suhu. Kandang brooding harus dilengkapi dengan pemanas (induk buatan) yang mampu menjaga suhu 32-35°C pada minggu pertama, secara bertahap diturunkan. Lantai kandang sebaiknya menggunakan sekam tebal (minimal 5 cm) yang kering dan bersih. Kepadatan ideal pada fase ini adalah 40-50 ekor per meter persegi.
Setelah 4 minggu, ayam dipindahkan ke kandang pembesaran. Kepadatan di kandang grower (pembesaran) sebaiknya 8-10 ekor per meter persegi untuk kandang postal. Jika menggunakan sistem baterai, efisiensi ruang akan meningkat drastis. Kandang layer (produksi) harus dilengkapi dengan sarang bertelur (nest box) yang nyaman dan gelap, untuk memancing ayam bertelur di tempat yang telah disediakan, mengurangi risiko telur pecah atau kotor.
Pakan menyumbang 60-70% dari total biaya operasional. Oleh karena itu, manajemen pakan yang efisien sangat menentukan keuntungan. KUB memerlukan nutrisi yang berbeda pada setiap fase:
Pengendalian kualitas pakan adalah kunci keberhasilan KUB. Jika pakan yang diberikan tidak spesifik pakan layer, cangkang telur akan tipis, bahkan terjadi prolapsus pada ayam betina akibat kurangnya kalsium dan vitamin D.
Meskipun Ayam KUB adalah ayam yang tangguh, program vaksinasi tidak boleh diabaikan, terutama untuk melindungi investasi dalam jumlah besar. Jadwal vaksinasi yang umum diterapkan meliputi:
| Usia (Hari/Minggu) | Jenis Vaksin | Metode Pemberian | Tujuan Utama |
|---|---|---|---|
| 4 Hari | ND (New Castle Disease) | Tetes mata/hidung atau air minum | Pencegahan penyakit pernapasan akut |
| 14 Hari | Gumboro (IBD) | Air minum | Meningkatkan kekebalan terhadap penyakit sistemik |
| 21 Hari | ND (Ulangan) | Air minum | Penguatan imunitas ND |
| 60 Hari (8-9 Minggu) | Cacar Ayam (Fowl Pox) | Tusuk sayap | Pencegahan lesi kulit dan mukosa |
| 120 Hari (17-18 Minggu) | ND Aktif/Inaktif (Booster) | Suntik (intramuskular) | Imunisasi menjelang masa produksi telur |
Selain vaksinasi, kebersihan sekam dan ketersediaan air minum yang mengandung vitamin dan elektrolit, terutama saat stres (perpindahan kandang atau perubahan cuaca), sangat penting dalam budidaya ayam kampung KUB adalah prioritas kesehatan yang tak bisa ditawar.
Inovasi KUB tidak hanya berdampak pada teknis beternak, tetapi juga membuka peluang bisnis yang lebih luas dan profesional bagi masyarakat. Ayam KUB menyediakan stabilitas produksi yang dibutuhkan untuk transisi dari beternak subsisten menjadi bisnis peternakan skala menengah yang menguntungkan.
Model bisnis KUB sangat fleksibel; peternak dapat fokus pada produksi telur konsumsi, pembesaran daging, atau bahkan produksi DOC (Day Old Chick) KUB.
Keuntungan utama berfokus pada telur adalah siklus pendapatan yang harian. Dengan asumsi populasi 1000 ekor ayam KUB layer, dan tingkat produksi (Henday Production/HD) rata-rata 60% (setelah melewati puncak produksi), peternak dapat menghasilkan 600 butir telur per hari. Jika harga telur KUB lebih tinggi 20% dari telur ras komersial, margin keuntungan bisa jauh lebih tebal.
Perhitungan biaya pakan per ekor per hari (sekitar 100-110 gram) harus diimbangi dengan pendapatan harian dari telur. Mengingat sifat KUB yang lebih efisien dalam konversi pakan dibandingkan ayam kampung lokal, rasio konversi pakan (Feed Conversion Ratio/FCR) untuk telur KUB seringkali lebih baik, yang berarti modal yang dikeluarkan per butir telur menjadi lebih rendah.
Meskipun bukan fokus utama, pembesaran jantan KUB untuk daging sangat populer. Karena pertumbuhan yang lebih seragam, peternak dapat merencanakan panen yang massal pada usia 10-12 minggu. Bobot rata-rata 1.0 kg pada usia tersebut menawarkan keunggulan dibandingkan ayam lokal yang mungkin membutuhkan waktu 16-20 minggu untuk mencapai bobot yang sama.
Harga jual daging ayam kampung jantan KUB jauh lebih tinggi per kilogramnya dibandingkan ayam ras broiler. Keuntungan ini menutup biaya pakan yang mungkin sedikit lebih mahal dibandingkan pakan broiler spesialis, namun dikompensasi oleh premium harga di pasar.
Meskipun Ayam KUB menawarkan banyak keunggulan, peternak harus menyadari beberapa tantangan spesifik:
Balitbangtan terus berinovasi untuk menyempurnakan strain KUB. Pengembangan berkelanjutan ini telah menghasilkan varian-varian baru, seperti KUB-2 dan KUB-3, yang bertujuan untuk spesialisasi dan peningkatan performa lebih lanjut.
Ayam KUB-2 dikembangkan dengan fokus utama pada peningkatan bobot badan dan laju pertumbuhan, sambil tetap mempertahankan tingkat produksi telur yang tinggi. Ayam KUB-2 memiliki potensi untuk mencapai bobot panen 1.2 kg lebih cepat dibandingkan KUB generasi pertama. KUB-2 lebih cocok bagi peternak yang ingin menjalankan sistem dual purpose (telur dan daging) secara lebih seimbang, dengan fokus pembesaran yang lebih cepat.
Sifat genetik KUB-2 juga disempurnakan untuk memiliki keragaman warna bulu yang lebih bervariasi, menyesuaikan selera pasar yang seringkali mengasosiasikan ayam kampung asli dengan warna bulu yang tidak seragam (hitam, cokelat, putih lurik, dll.).
Meskipun masih dalam tahap pengembangan dan pengujian, gagasan KUB-3 adalah spesialisasi untuk produksi telur yang maksimal, bahkan mendekati angka ayam ras petelur komersial, tetapi tetap dengan cita rasa dan fisik ayam kampung. Fokus pada KUB-3 adalah peningkatan jumlah telur di atas 180 butir per ekor per tahun, tanpa mengurangi kualitas cangkang dan kuning telur. Jika berhasil, ayam kampung KUB adalah inovasi yang akan secara total mengubah peta persaingan telur di Indonesia.
Inovasi ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menyediakan bibit unggul yang dapat meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat dan mengurangi ketergantungan pada bibit impor atau bibit yang hanya cocok untuk peternakan skala industri besar.
Keberhasilan Ayam KUB tidak terlepas dari program seleksi genetik yang ketat dan berkesinambungan. Memahami proses ini membantu peternak menghargai mengapa performa KUB begitu stabil dan superior.
Proses pemuliaan KUB menggunakan teknik seleksi berdasarkan nilai pemuliaan (Breeding Value) untuk sifat-sifat kuantitatif, terutama produksi telur. Peneliti Balitbangtan secara sistematis mencatat dan menganalisis data individual dari ribuan ayam, termasuk:
Salah satu tantangan terbesar dalam pemuliaan adalah menghindari inbreeding (perkawinan sedarah) yang dapat menurunkan vitalitas, daya tahan, dan performa produksi. Dalam program KUB, para peneliti menggunakan metode pencatatan silsilah (pedigree) yang sangat detail untuk memastikan bahwa pejantan dan betina yang dikawinkan memiliki jarak kekerabatan yang cukup jauh.
Pengendalian inbreeding adalah alasan mengapa ayam kampung KUB adalah strain yang memiliki daya tahan tubuh yang baik. Ketika genetik terlalu seragam (tinggi inbreeding), daya tahan terhadap infeksi cenderung menurun, dan angka mortalitas bisa melonjak. Stabilitas genetik KUB memastikan ketahanan yang konsisten dari generasi ke generasi.
Dalam skala penelitian Balitbangtan, proses seleksi tidak hanya mengandalkan pencatatan manual, tetapi juga memanfaatkan teknologi seperti penanda molekuler (marker-assisted selection) untuk mengidentifikasi gen-gen yang berperan dalam sifat-sifat unggul, khususnya gen yang mengontrol perilaku mengeram. Dengan teknologi ini, proses seleksi menjadi lebih cepat dan akurat, mempercepat laju perbaikan genetik ayam KUB secara signifikan. Ini memastikan bahwa ayam yang disebar ke masyarakat benar-benar representasi terbaik dari inovasi peternakan nasional.
Produksi telur KUB yang tinggi menjamin stabilitas pendapatan peternak.
Sifat tangguh dan adaptif Ayam KUB menjadikannya komponen ideal dalam sistem pertanian terpadu (Integrated Farming System/IFS), yang bertujuan untuk mencapai nol limbah (zero waste) dan efisiensi sumber daya maksimal di tingkat pedesaan.
Kotoran ayam (feses) KUB yang dihasilkan dalam jumlah besar, terutama pada sistem kandang postal, merupakan sumber pupuk organik berkualitas tinggi. Kotoran ini kaya akan nitrogen, fosfor, dan kalium (NPK), menjadikannya bahan baku ideal untuk:
Dengan demikian, ayam kampung KUB adalah bukan sekadar komoditas, melainkan bagian dari ekosistem yang berkelanjutan, menciptakan siklus nutrisi yang tertutup di lahan pertanian.
Meskipun KUB unggul dalam sistem intensif, ia juga sangat cocok untuk sistem semi-intensif dengan pastura (umbaran). Membiarkan ayam KUB mencari makan di padang rumput atau area perkebunan (misalnya di bawah pohon sawit atau kebun buah) memberikan beberapa keuntungan:
Konsep integrasi ini sangat penting untuk peternak skala kecil di pedesaan, di mana efisiensi biaya dan keberlanjutan lingkungan menjadi faktor kunci keberhasilan usaha.
Untuk memahami potensi ekonomi secara detail, perlu dilihat data kuantitatif kinerja produksi telur Ayam KUB selama satu siklus produksi penuh (1.5 tahun).
Ayam KUB biasanya mencapai puncak produksi (peak production) antara usia 26 hingga 32 minggu. Pada periode ini, persentase produksi harian (HD) dapat mencapai 70% hingga 80%. Artinya, dari 100 ekor ayam, 70 hingga 80 butir telur dihasilkan setiap harinya.
Setelah melewati puncak, produksi akan menurun secara bertahap sekitar 0.5% hingga 1% per minggu. Manajemen cahaya (photoperiod) memainkan peran vital. Ayam KUB yang dipelihara untuk telur memerlukan minimal 14-16 jam pencahayaan per hari. Kekurangan cahaya pada kandang tertutup dapat memicu penurunan hormon reproduksi dan menghentikan siklus bertelur.
Rata-rata berat telur konsumsi dari Ayam KUB pada masa puncak berkisar 48-52 gram per butir. Telur yang terlalu kecil atau terlalu besar (jumbo) biasanya memiliki nilai jual yang sedikit berbeda, tetapi mayoritas telur KUB berada dalam rentang ukuran yang ideal untuk pasar premium ayam kampung.
Efisiensi pakan sangat menentukan keuntungan bersih. FCR (Feed Conversion Ratio) adalah perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi (kg) dengan massa produk yang dihasilkan (kg telur atau daging). Untuk Ayam KUB layer, FCR telur yang baik berkisar antara 2.5 hingga 3.0. Artinya, untuk menghasilkan 1 kg telur, ayam KUB hanya memerlukan 2.5 hingga 3.0 kg pakan layer.
Angka ini jauh lebih kompetitif dibandingkan ayam kampung lokal yang FCR-nya bisa mencapai 4.0 atau lebih, karena sebagian besar energi pakan terbuang untuk metabolisme dan sifat mengeram yang non-produktif. Dalam sistem pembesaran daging, FCR Ayam KUB jantan pada usia panen 10 minggu umumnya berkisar 3.2 hingga 3.8, yang merupakan angka sangat baik untuk kelas ayam kampung.
Produk Ayam KUB tidak boleh dijual dengan harga atau branding yang sama dengan ayam ras komersial. Strategi pemasaran harus menonjolkan diferensiasi nilai yang ditawarkan oleh strain unggul ini.
Peternak KUB harus menggunakan narasi yang kuat: "Produk KUB adalah hasil inovasi nasional Balitbangtan, genetik unggul, dipelihara dengan semangat ayam kampung." Kerjasama dengan Balitbangtan/BRIN untuk mendapatkan sertifikasi atau lisensi penggunaan nama KUB akan meningkatkan kepercayaan konsumen.
Pemasaran harus fokus pada poin-poin berikut:
Pasar utama untuk Ayam KUB adalah:
Penetapan harga jual telur KUB disarankan berada 10-25% di atas harga telur ras komersial, sementara harga daging KUB dapat mencapai dua hingga tiga kali lipat harga broiler, tergantung wilayah pasar dan biaya logistik. Membangun rantai pasok yang pendek, dari peternak langsung ke konsumen atau restoran, dapat memaksimalkan margin keuntungan. Ini menunjukkan bahwa ayam kampung KUB adalah peluang emas yang menuntut strategi pemasaran yang cerdas dan berorientasi nilai tinggi.
Inovasi Ayam KUB telah berhasil menciptakan gelombang positif di sektor peternakan rakyat. Kesuksesan budidaya KUB tidak hanya bergantung pada genetik unggulnya, tetapi juga pada komitmen peternak untuk menerapkan manajemen yang modern dan terukur.
Studi kasus di berbagai daerah menunjukkan bahwa peternak yang beralih dari ayam kampung lokal ke Ayam KUB mengalami peningkatan pendapatan bersih yang substansial. Stabilitas produksi telur KUB memungkinkan peternak memiliki arus kas yang lebih terprediksi, mengurangi risiko kerugian yang sering dialami pada budidaya ayam kampung tradisional. Arus kas yang stabil ini mendukung peningkatan kualitas hidup keluarga peternak, termasuk kemampuan untuk membiayai pendidikan anak atau melakukan investasi pertanian lainnya.
Selain itu, budidaya Ayam KUB seringkali mendorong terbentuknya kelompok tani atau koperasi peternakan. Kerjasama ini penting untuk efisiensi pembelian pakan skala besar dan strategi penjualan kolektif yang lebih kuat di hadapan tengkulak.
Masa depan Ayam KUB sangat cerah. Dengan semakin banyaknya varian KUB yang dikembangkan (seperti KUB-2 yang lebih cepat tumbuh), strain ini akan semakin mendominasi pasar ayam kampung. Edukasi dan diseminasi teknologi budidaya KUB ke seluruh pelosok negeri adalah kunci untuk memaksimalkan potensi strain ini.
Pemerintah dan lembaga riset terus berupaya memastikan ketersediaan bibit yang berkualitas, mencegah pemalsuan DOC, dan memberikan pendampingan teknis. Dengan demikian, ayam kampung KUB adalah bukan sekadar produk ternak, melainkan simbol kemandirian dan inovasi peternakan Indonesia, yang mampu bersaing dan memenuhi kebutuhan pasar lokal dengan kualitas unggul.
Kesimpulannya, Ayam KUB telah membuktikan dirinya sebagai solusi definitif untuk mengatasi masalah produktivitas pada ayam kampung. Bagi setiap individu yang ingin memulai atau mengembangkan usaha peternakan ayam kampung secara profesional dan menguntungkan, memilih KUB adalah langkah strategis yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan riset bertahun-tahun.
Penerapan manajemen brooding yang tepat, program pakan yang sesuai fase pertumbuhan (starter, grower, layer), dan jadwal vaksinasi yang ketat akan menjamin bahwa potensi genetik KUB dapat diekspresikan secara maksimal. Ketika semua elemen manajemen ini terpenuhi, peternak dapat menikmati hasil panen telur harian yang stabil, serta memiliki opsi pembesaran daging yang efisien. Ini adalah fondasi utama dari keberlanjutan bisnis ayam kampung di era modern.
Sangat penting bagi peternak untuk menyadari bahwa kualitas DOC Ayam KUB adalah penentu awal keberhasilan. Selalu pastikan DOC yang dibeli berasal dari Balai Pembibitan Ternak (BPT) atau unit pelaksana teknis (UPT) yang ditunjuk oleh pemerintah, yang menjaga standar kemurnian genetik KUB. Pembelian DOC dari sumber tidak resmi berisiko mendapatkan ayam kampung biasa yang diklaim KUB, yang akhirnya menghasilkan produktivitas rendah dan kerugian modal.
Aspek biosekuriti kandang juga harus ditingkatkan, terutama mengingat nilai investasi Ayam KUB yang lebih tinggi per ekor dibandingkan ayam lokal. Biosekuriti mencakup pembatasan akses masuk kandang, penggunaan desinfektan, dan isolasi ayam sakit. Kegagalan biosekuriti dapat menyebabkan penyebaran penyakit yang cepat dalam populasi yang padat.
Dalam konteks ketahanan pangan nasional, peran Ayam KUB sangat vital. Strain ini mendukung diversifikasi sumber protein hewani masyarakat. Karena cita rasanya yang familiar dan disukai, Ayam KUB membantu menjamin pasokan daging dan telur berkualitas premium tanpa harus sepenuhnya bergantung pada produk ayam ras, yang kadang kala fluktuasi harganya sangat tinggi. Oleh karena itu, dukungan terhadap peternak KUB juga merupakan dukungan terhadap ketahanan pangan lokal.
Peternakan KUB juga dapat menjadi pemicu ekonomi kreatif di pedesaan. Produk turunan seperti telur asin KUB, abon daging KUB, atau bahkan kerajinan dari bulu KUB, dapat menambah nilai jual. Konsep ini mendorong peternak untuk tidak hanya menjual bahan mentah, tetapi juga produk olahan bernilai tambah, meningkatkan laba bersih secara keseluruhan. Diferensiasi produk adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa harga jual tetap stabil, bahkan ketika terjadi surplus di pasar telur atau daging umum.
Diskusi tentang FCR (Feed Conversion Ratio) pada KUB layak diperdalam. FCR yang efisien adalah ciri khas genetik KUB. Ketika FCR Layer KUB dijaga pada angka 2.7, ini berarti setiap 2.7 kg pakan menghasilkan 1 kg telur (sekitar 20 butir telur). Perhitungan ini memungkinkan peternak untuk menghitung titik impas (Break Even Point/BEP) dengan akurat. Jika harga pakan per kg adalah Rp 7.000, maka biaya pakan per kg telur adalah Rp 18.900. Menambahkan biaya operasional lain (listrik, vaksin, tenaga kerja) memungkinkan peternak menetapkan harga jual yang kompetitif namun menguntungkan, umumnya sekitar Rp 25.000 hingga Rp 35.000 per kg telur di tingkat peternak, tergantung lokasi.
Sistem pencatatan (recording) harus menjadi bagian tak terpisahkan dari budidaya KUB. Karena KUB adalah hasil pemuliaan ilmiah, performanya harus terus dimonitor. Pencatatan harian meliputi angka mortalitas, konsumsi pakan, dan persentase produksi telur. Data ini sangat penting untuk mendeteksi masalah kesehatan atau nutrisi sedini mungkin, serta untuk mengukur kinerja tahunan yang akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan (apakah populasi harus diganti atau diperluas).
Peternak modern Ayam KUB disarankan untuk menggunakan sistem pencatatan digital, bahkan menggunakan aplikasi sederhana di ponsel, untuk mempermudah perhitungan FCR mingguan dan bulanan. Akurasi data memastikan bahwa peternak selalu memiliki kendali penuh atas aspek finansial usahanya. Tanpa data yang akurat, keunggulan genetik KUB hanyalah potensi yang tidak termanfaatkan sepenuhnya.
Perluasan kandang dan manajemen populasi yang berkelanjutan juga harus diperhatikan. Karena Ayam KUB betina memiliki masa produktif optimal 1.5 tahun, peternak harus merencanakan kedatangan DOC baru setiap 6 hingga 9 bulan sekali (sistem all-in all-out atau multi-age system) untuk menjamin pasokan telur yang tidak terputus. Manajemen multi-age membutuhkan biosekuriti yang lebih ketat karena risiko penularan penyakit dari kelompok umur yang lebih tua ke DOC yang baru datang. Pengelolaan ini adalah pembeda antara peternak KUB sukses dan peternak yang gagal memaksimalkan potensi.
Dalam konteks peternakan unggas di Indonesia, ayam kampung KUB adalah salah satu program unggulan pemerintah yang paling berhasil dalam mentransformasi sektor tradisional. Ia menyediakan jembatan yang solid antara kearifan lokal (cita rasa ayam kampung) dan teknologi peternakan modern (efisiensi dan produktivitas tinggi). Investasi pada KUB, jika diiringi dengan manajemen yang disiplin, hampir selalu menghasilkan keuntungan yang memuaskan dan berkelanjutan. Kesinambungan program riset dan dukungan pemerintah adalah harapan utama agar strain KUB terus menjadi yang terbaik di kelasnya.
Pendekatan holistik dalam budidaya KUB, yang mencakup aspek teknis, ekonomi, hingga integrasi lingkungan, akan memastikan bahwa inovasi ini tidak hanya menjadi tren sesaat, tetapi fondasi yang kokoh bagi masa depan peternakan rakyat Indonesia.