Pertanyaan fundamental mengenai frekuensi bertelur ayam seringkali memicu rasa penasaran, baik bagi peternak pemula maupun bagi masyarakat umum. Jawaban singkatnya adalah bahwa seekor ayam betina (induk) umumnya hanya mampu bertelur maksimal satu kali dalam periode 24 hingga 26 jam. Namun, di balik angka sederhana ini, tersimpan mekanisme biologis yang rumit, dipengaruhi oleh genetika, nutrisi, dan manajemen lingkungan yang sangat spesifik. Untuk mencapai produktivitas optimal, pemahaman mendalam tentang setiap tahapan siklus produksi telur ayam menjadi kunci utama.
Poin Kunci Jawaban: Seekor ayam hanya dapat menghasilkan satu butir telur per hari. Jika seekor ayam terlihat bertelur dua kali dalam satu hari, kemungkinan besar telur pertama dihasilkan pada akhir siklus hari sebelumnya, atau ada fenomena khusus seperti telur ganda (double yolk) yang keluar pada waktu yang berdekatan, namun siklus ovulasi tetap diatur per 24 jam sekali.
Mengapa ayam tidak bisa bertelur dua atau tiga kali sehari layaknya beberapa jenis serangga? Alasannya terletak pada waktu yang dibutuhkan oleh tubuh ayam untuk melalui proses ovulasi (pelepasan kuning telur) dan pembentukan cangkang telur secara lengkap dalam organ yang disebut oviduk.
Siklus pembentukan telur, dari pelepasan ovum (kuning telur) hingga pengeluaran telur yang utuh, memerlukan waktu rata-rata sekitar 24 hingga 26 jam. Waktu ini dibagi menjadi beberapa fase kritis:
Karena fase pembentukan cangkang memerlukan hampir satu hari penuh, secara fisik tidak mungkin bagi ayam untuk memulai siklus pembentukan telur yang baru sebelum telur sebelumnya dikeluarkan.
Waktu bertelur ayam sangat terkait erat dengan jam internal tubuh mereka, yang dikenal sebagai ritme sirkadian, dan dipengaruhi kuat oleh cahaya. Ayam cenderung melakukan ovulasi pertama, yaitu pelepasan kuning telur dari ovarium, dalam waktu 30 menit setelah matahari terbit atau setelah lampu kandang dinyalakan.
Inilah mengapa ayam yang sehat dan produktif sekalipun tidak akan bertelur terus menerus 365 hari setahun, melainkan bertelur dalam serangkaian panjang (clutch) diikuti oleh hari istirahat.
Diagram sederhana yang menunjukkan bahwa pembentukan satu butir telur membutuhkan siklus waktu minimal 24 jam.
Untuk memahami sepenuhnya keterbatasan frekuensi bertelur, kita harus meninjau anatomi reproduksi ayam betina. Ayam hanya memiliki satu ovarium dan satu oviduk yang berfungsi (yang kanan biasanya mengalami regresi). Oviduk ini adalah saluran kompleks sepanjang sekitar 60–70 cm yang bertanggung jawab atas pembentukan seluruh struktur telur, kecuali kuning telur.
Ovarium berisi ribuan bakal kuning telur (folikel) yang sensitif terhadap hormon. Hanya folikel yang sudah matang yang akan dilepaskan (ovulasi). Folikel ini tumbuh secara berurutan, memastikan bahwa hanya satu yang siap dilepaskan pada waktu tertentu. Ukuran dan kesehatan folikel ini sangat bergantung pada asupan energi dan protein ayam.
Setelah ovulasi, kuning telur memasuki oviduk dan melewati lima segmen utama. Kecepatan perjalanan di setiap segmen inilah yang menentukan total waktu siklus (24–26 jam):
Infundibulum adalah bagian berbentuk corong yang bertugas 'menangkap' kuning telur yang baru saja diovulasi. Jika telur berhasil dibuahi di sini (jika ada pejantan), ia akan menjadi telur fertil. Infundibulum juga bertanggung jawab menambahkan lapisan kalaza, tali seperti benang yang menjaga kuning telur tetap di tengah.
Ini adalah bagian terpanjang dari oviduk. Di sinilah sebagian besar protein putih telur (albumen) ditambahkan. Protein-protein penting seperti ovalbumin, ovotransferrin, dan lisozim disekresikan di sini, membentuk cadangan makanan dan perlindungan bagi embrio potensial.
Isthmus bertugas menambahkan dua lapisan membran cangkang (inner dan outer shell membranes). Membran ini sangat penting karena berfungsi sebagai fondasi struktural tempat kalsium akan didepositkan kemudian.
Ini adalah stasiun terakhir dan terlama. Kuning telur dan putih telur sudah terbentuk sempurna, tetapi cangkang keras belum ada. Di uterus, telur disempurnakan. Cangkang kalsium karbonat (CaCO3) didepositkan, dan pigmen warna (jika ayam menghasilkan telur berwarna) ditambahkan di menit-menit akhir. Durasi panjang di uterus inilah yang membatasi ayam untuk bertelur lebih dari sekali sehari.
Vagina adalah saluran pendek yang berfungsi mengeluarkan telur. Sebelum telur keluar, ia mungkin diputar sehingga ujung tumpul keluar lebih dulu. Di sini juga lapisan kutikula (lapisan pelindung tipis untuk menutup pori-pori cangkang) ditambahkan.
Meskipun ayam tidak dapat bertelur lebih dari sekali sehari, tingkat produktivitas tahunan (total telur yang dihasilkan) dapat bervariasi secara dramatis. Produktivitas ayam bertelur berapa kali sehari dalam konteks persentase produksi harian (Hen-Day Production) sangat dipengaruhi oleh tiga pilar utama: Genetika, Nutrisi, dan Lingkungan.
Kapasitas bertelur ayam telah dimaksimalkan melalui pemuliaan selektif selama berabad-abad. Perbedaan ras sangat menentukan frekuensi dan kuantitas telur.
Ras hibrida komersial seperti Leghorn (putih) atau Rhode Island Red dan turunan hibrida cokelat (misalnya Lohmann Brown, Hy-Line Brown) dirancang khusus untuk memiliki siklus bertelur yang sangat pendek (mendekati 24 jam). Mereka dapat mempertahankan produksi di atas 90% Hen-Day Production selama berbulan-bulan, menghasilkan antara 280 hingga 320 telur per tahun pada masa puncak.
Ras seperti Plymouth Rock atau Wyandotte, yang dikembangkan untuk menghasilkan daging dan telur, memiliki siklus bertelur yang lebih panjang (26-28 jam) dan sering mengalami jeda. Produktivitas tahunan mereka berkisar 150–200 telur.
Ras hias seperti Silkie atau Cochin seringkali memiliki naluri mengerami yang kuat (broodiness). Ketika ayam mengerami, produksi telur akan berhenti total, menyebabkan frekuensi bertelur per tahun sangat rendah (50–100 telur).
Produksi telur adalah proses yang menuntut energi dan materi yang sangat besar. Satu butir telur, terutama cangkangnya, membutuhkan pasokan kalsium yang masif. Kekurangan nutrisi akan memperpanjang waktu siklus, mengurangi ukuran telur, atau bahkan menghentikan produksi sama sekali.
Protein sangat penting untuk pembentukan putih telur (albumen) dan kuning telur. Konsentrasi protein dalam pakan petelur harus dijaga ketat, biasanya antara 16% hingga 18% untuk masa puncak produksi.
Cangkang telur terdiri dari sekitar 95% kalsium karbonat. Seekor ayam memerlukan sekitar 4-5 gram kalsium murni untuk setiap telur.
Ayam yang bertelur membutuhkan kalori ekstra tidak hanya untuk pemeliharaan tubuh tetapi juga untuk proses produksi telur yang memakan energi, termasuk fungsi oviduk. Suhu lingkungan sangat memengaruhi kebutuhan energi; ayam membutuhkan lebih banyak energi di musim dingin.
Faktor lingkungan, terutama cahaya, adalah pengatur utama frekuensi ayam bertelur. Ayam adalah hewan yang sangat sensitif terhadap lama waktu terang (fotoperiode).
Agar ayam tetap bertelur, mereka memerlukan minimal 14 jam cahaya per hari, optimalnya 16 jam. Cahaya merangsang kelenjar pituitari, yang kemudian melepaskan hormon yang memicu ovulasi.
Zona kenyamanan termal ayam (thermoneutral zone) adalah antara 18°C hingga 24°C. Suhu di luar kisaran ini menyebabkan stres.
Meskipun ayam secara fisik mampu bertelur satu butir per hari, frekuensi ini tidak dipertahankan sepanjang hidupnya. Usia ayam adalah faktor kunci dalam menentukan produktivitas harian dan tahunan.
Ayam mulai bertelur (disebut point of lay) pada usia sekitar 18 hingga 22 minggu, tergantung pada ras dan program pencahayaan. Telur pertama (peewee egg) biasanya sangat kecil dan frekuensinya belum teratur. Dalam fase ini, ayam bertelur mungkin hanya 3 atau 4 kali seminggu.
Ayam mencapai puncak produksi antara usia 28 hingga 35 minggu. Pada titik ini, ayam petelur komersial dapat mencapai 92% hingga 98% Hen-Day Production. Artinya, hampir setiap ayam bertelur setiap hari, dan jeda hari (skip day) sangat jarang terjadi.
Setelah usia puncak, produksi telur akan menurun sekitar 1% hingga 3% per bulan. Meskipun ras komersial masih dapat menghasilkan telur dalam jumlah yang baik di tahun kedua, siklusnya akan semakin panjang (mendekati 26 jam), menyebabkan frekuensi harian menurun.
Setiap tahun, biasanya pada musim gugur ketika hari mulai memendek secara alami, ayam akan melalui proses moulting (ganti bulu). Moulting adalah periode istirahat reproduksi. Selama moulting, produksi telur akan berhenti total atau sangat minimal. Energi dan nutrisi dialihkan untuk menumbuhkan bulu baru dan meregenerasi sistem reproduksi. Setelah moulting selesai (sekitar 6 hingga 12 minggu), ayam akan kembali bertelur dengan frekuensi yang lebih baik, meskipun tidak setinggi puncak awal.
Terkadang, peternak mungkin menyaksikan kejadian yang seolah-olah menunjukkan ayam bertelur lebih dari sekali sehari, atau melihat telur yang abnormal. Pemahaman tentang kelainan ini penting untuk manajemen kandang yang efektif.
Telur yang memiliki dua kuning telur terjadi ketika dua ovum dilepaskan secara bersamaan atau dalam waktu yang sangat berdekatan (beberapa jam) dari ovarium dan kemudian bergerak melalui oviduk sebagai satu kesatuan. Ini paling sering terjadi pada ayam muda yang baru mulai bertelur karena sistem hormonal mereka belum sepenuhnya stabil. Meskipun menghasilkan dua kuning telur, secara teknis ini masih merupakan satu "telur" fisik yang diletakkan dalam satu kali siklus ekskresi.
Fenomena ini sangat jarang. Ini terjadi ketika telur yang sudah hampir selesai dibentuk secara tidak sengaja "bergerak mundur" di oviduk dan kembali ke uterus, di mana lapisan cangkang baru ditambahkan di atas cangkang yang sudah ada. Atau, oviduk dapat mengalami kontraksi terbalik yang menyebabkan telur terbungkus oleh telur yang baru mulai terbentuk. Ini bukan berarti ayam bertelur dua kali sehari, melainkan tubuhnya mengalami anomali serius dalam proses pembentukan.
Jika ayam bertelur tanpa cangkang keras, ini seringkali disebabkan oleh kekurangan kalsium yang akut atau masalah dalam fungsi kelenjar cangkang (uterus). Karena telur tidak memerlukan 18–20 jam untuk mengeraskan cangkang, telur lunak mungkin diproduksi lebih cepat. Namun, ini adalah indikasi kesehatan buruk dan bukan frekuensi normal.
Tujuan peternak bukanlah membuat ayam bertelur dua kali sehari (karena mustahil), melainkan menjaga agar jeda hari (skip day) seminimal mungkin, sehingga rata-rata produksi harian (Hen-Day Production) mendekati 100%.
Program pencahayaan harus konsisten. Di lingkungan komersial, pencahayaan biasanya diberikan selama 16 jam, dan mati selama 8 jam.
Kebutuhan nutrisi ayam berubah seiring bertambahnya usia dan seiring perubahan iklim. Program pakan harus disesuaikan (phase feeding):
Air adalah nutrisi yang paling sering diabaikan. Telur terdiri dari sekitar 75% air. Dehidrasi, bahkan dalam waktu singkat, dapat menghentikan produksi telur dengan sangat cepat. Pastikan pasokan air bersih dan sejuk tersedia 24 jam sehari.
Penyakit seperti Bronkitis Infeksius (IB) tidak hanya menyebabkan penurunan frekuensi bertelur tetapi juga merusak organ reproduksi, menyebabkan telur yang cacat (misalnya, cangkang berkerut atau tidak ada cangkang). Program vaksinasi yang ketat dan biosekuriti yang baik sangat penting untuk menjaga siklus produksi tetap stabil.
Agar frekuensi bertelur maksimal dapat dipertahankan, dibutuhkan kordinasi sempurna antara otak, ovarium, dan oviduk, yang semuanya dikendalikan oleh sistem endokrin.
Dua hormon utama mengendalikan siklus ini:
Pelepasan LH ini dipicu oleh cahaya pagi melalui jalur mata/kelenjar pineal menuju hipotalamus. Karena siklus produksi telur memakan waktu 24-26 jam, puncak LH berikutnya terjadi sedikit terlambat setiap hari, yang kemudian menyebabkan jeda (skip day) ketika puncak LH jatuh pada periode gelap.
Estrogen dan Progesteron memainkan peran besar:
Kualitas cangkang secara langsung memengaruhi frekuensi bertelur. Jika pembentukan cangkang tidak sempurna, ayam akan mengeluarkan telur cacat atau lunak, dan ini dapat mengganggu siklus ovulasi berikutnya.
Proses pembentukan cangkang sangat efisien, melibatkan transport kalsium dari darah ke kelenjar cangkang. Untuk menghasilkan 4 gram kalsium cangkang, dibutuhkan aliran kalsium yang 100 kali lipat lebih cepat daripada laju kalsium normal yang mengalir ke tubuh ayam.
Jika kadar kalsium darah rendah (hipokalsemia), ayam akan berjuang keras untuk menyelesaikan cangkangnya, memperpanjang waktu di uterus. Waktu siklus yang lebih panjang ini (misalnya, menjadi 27 atau 28 jam) akan menyebabkan ayam bertelur jauh lebih jarang (misalnya, hanya 5 hari berturut-turut diikuti dua hari jeda).
Pembentukan cangkang CaCO3 memerlukan ion karbonat (CO3-). Ion ini berasal dari karbon dioksida (CO2) dalam darah. Ketika ayam berada dalam suhu panas ekstrem dan terengah-engah, mereka melepaskan terlalu banyak CO2 (respiratory alkalosis). Hal ini mengurangi ketersediaan ion karbonat, menyebabkan cangkang telur menjadi tipis dan rapuh, dan secara tidak langsung memperlambat proses pembentukan telur karena tubuh berjuang menyelesaikan cangkang yang lemah.
Intinya, ketika seseorang bertanya, "ayam bertelur berapa kali sehari?" Jawabannya tetap konsisten: satu kali, dan ini membutuhkan waktu minimal 24 jam. Kapasitas biologis ayam dibatasi oleh durasi 18–20 jam yang diperlukan di kelenjar cangkang (uterus).
Namun, dalam konteks manajemen peternakan, pertanyaan ini diterjemahkan menjadi: "Seberapa sering ayam saya bertelur dibandingkan dengan potensinya?" Jawabannya bergantung pada optimalisasi seluruh sistem:
Dengan manajemen yang sempurna, seekor ayam petelur komersial dapat mencapai frekuensi bertelur mendekati 7 hari per minggu selama masa puncaknya. Tetapi, kemampuan bertelur dua kali dalam satu hari tetap menjadi mitos yang tidak didukung oleh anatomi maupun fisiologi reproduksi unggas.