Mengungkap rahasia di balik hidangan legendaris yang kini berevolusi, membawa warisan rasa pedas nan kaya dari Nusa Tenggara Barat ke tingkat kesempurnaan modern.
Ayam Bakar Taliwang (ABT) bukan sekadar hidangan. Ia adalah narasi budaya yang terukir dalam sejarah Kerajaan Selaparang dan Kesultanan Sumbawa. Dari desa kecil di Pulau Lombok, hidangan ini telah menjelma menjadi ikon kuliner nasional, bahkan menembus batas-batas geografis. Keunikan rasa yang memadukan pedas, gurih terasi, dan aroma bakaran arang yang khas, menciptakan pengalaman makan yang tak tertandingi.
Dalam konteks modern, muncul tren Ayam Bakar Taliwang Baru. Istilah "Baru" di sini mengacu pada evolusi. Ini adalah Taliwang yang diolah dengan standar higienis yang lebih ketat, pemilihan bahan baku yang lebih premium (seringkali ayam organik atau ayam kampung muda pilihan), serta teknik pemanggangan yang dimodernisasi tanpa menghilangkan sentuhan otentik arang. Fokusnya adalah pada presisi, konsistensi, dan kedalaman rasa yang maksimal, memastikan setiap gigitan membawa esensi Lombok yang paling murni.
Rasa ABT didirikan di atas lima pilar utama yang harus dipenuhi untuk mencapai keotentikan, terutama dalam versi "Baru" yang sangat menekankan keseimbangan:
Untuk memahami Ayam Bakar Taliwang Baru, kita harus kembali ke akar sejarahnya, yaitu Kesultanan Taliwang di Pulau Sumbawa, yang memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Selaparang di Lombok. Konon, hidangan ini tercipta sebagai bentuk diplomasi atau cindera mata kuliner saat terjadi konflik antar kerajaan, berfungsi sebagai simbol kehangatan dan persatuan, yang disimbolkan melalui cita rasa pedas yang membangkitkan semangat.
Ketika Kerajaan Karangasem dari Bali menyerang Lombok, banyak penduduk Taliwang (Sumbawa) yang diutus untuk membantu. Dalam masa-masa pengungsian dan perang inilah, resep otentik Taliwang diperkenalkan kepada masyarakat Sasak di Lombok. Resep ini kemudian diadaptasi menggunakan bahan-bahan lokal Lombok, menghasilkan Taliwang yang kita kenal saat ini—pedas yang kuat dan kaya akan terasi Lombok yang khas.
Bumbu dasar yang digunakan, yang kini menjadi patokan bagi Ayam Bakar Taliwang Baru, adalah perpaduan kuno yang dikenal sebagai ‘bumbu tujuh’. Komposisi ini memastikan bahwa hidangan tersebut memiliki spektrum rasa yang lengkap: gurih, pedas, asam, manis, dan sedikit pahit dari biji ketumbar yang disangrai. Pemilihan ayam kampung muda (kurang dari 6 bulan) adalah tradisi yang dipertahankan karena teksturnya yang lebih padat namun tetap empuk setelah dibakar, jauh berbeda dari ayam broiler konvensional.
Aspek "Baru" dari ABT modern sangat bergantung pada kualitas bahan baku yang digunakan. Lombok, sebagai wilayah kepulauan, menawarkan beberapa komoditas rempah yang tak tertandingi:
Terasi adalah DNA dari ABT. Terasi Lombok memiliki intensitas aroma yang sangat tinggi karena proses fermentasi udang rebon yang dilakukan secara tradisional di bawah sinar matahari yang terik. Dalam versi ABT Baru, terasi yang digunakan seringkali adalah terasi premium, yang telah melalui proses penyangraian (dibakar) terlebih dahulu untuk mengurangi kadar air dan meningkatkan kompleksitas umaminya. Kesalahan dalam penggunaan terasi dapat membuat rasa Taliwang menjadi hambar atau terlalu amis.
Taliwang otentik tidak menggunakan cabai merah besar sebagai fokus utama, melainkan cabai rawit merah kecil yang sangat pedas. Tingkat Scoville yang tinggi dari cabai lokal Lombok memberikan sensasi "panas dari dalam" yang menjadi ciri khas ABT. Teknik "Baru" melibatkan pemrosesan cabai yang cepat, seringkali dengan sedikit air, agar warnanya tetap cerah dan rasa pedasnya optimal tanpa menjadi pahit akibat pemasakan terlalu lama.
Bawang dari wilayah Sumbawa dikenal karena kadar airnya yang rendah dan aromanya yang tajam. Ini sangat penting dalam bumbu dasar karena bawang yang baik akan memberikan kekentalan alami pada marinasi tanpa perlu penambahan tepung atau pengental buatan.
Proses memasak Ayam Bakar Taliwang Baru melibatkan setidaknya tiga tahap utama: persiapan ayam, proses ungkep (memasak dalam bumbu), dan proses bakar (pemanggangan). Masing-masing tahap ini memerlukan ketelitian yang tinggi untuk menghasilkan ayam yang empuk di dalam, garing di luar, dan bumbu yang meresap sempurna hingga ke tulang.
Standar "Baru" menuntut pemilihan ayam kampung muda yang bobotnya idealnya tidak lebih dari 800 gram. Ayam yang terlalu besar akan membutuhkan waktu ungkep yang terlalu lama, yang berisiko membuat tekstur daging menjadi terlalu liat. Ayam dibersihkan, dibelah rata (teknik 'butterfly cut') agar mudah dibakar, dan dilumuri garam serta jeruk nipis untuk menghilangkan bau amis dan membantu proses pelunakan.
Bumbu halus merupakan jantung dari ABT. Komponennya harus dihaluskan hingga benar-benar lumat, idealnya menggunakan cobek batu tradisional, meskipun blender dapat digunakan asalkan tidak menambahkan terlalu banyak air.
Teknik Kritis Bumbu Baru: Bumbu harus ditumis dengan minyak kelapa dalam jumlah sedikit hingga benar-benar matang dan mengeluarkan aroma. Proses penumisan ini, dikenal sebagai 'memecahkan minyak', memastikan bumbu tidak langu dan dapat disimpan lebih lama, sekaligus meningkatkan kelarutan rasa umami dari terasi.
Ungkep adalah proses memasak ayam di dalam bumbu halus yang telah ditumis, biasanya dengan tambahan air atau santan tipis, hingga airnya menyusut dan bumbu meresap. Durasi ungkep untuk ayam kampung muda biasanya berkisar antara 45 hingga 60 menit.
Pentingnya Santan dalam Versi Baru: Versi modern ABT seringkali menggunakan santan kental di akhir proses ungkep, atau bahkan santan murni sejak awal, untuk menciptakan tekstur yang lebih creamy dan moisture yang lebih tinggi. Santan juga membantu menjaga kelembaban daging saat proses pembakaran yang intens. Ayam yang telah diungkep harus diistirahatkan (minimal 2 jam atau semalam di kulkas) agar bumbu benar-benar menyatu dengan serat daging.
Inilah yang membedakan ABT dari sekadar ayam panggang. Teknik pembakaran harus menggunakan arang kayu keras (misalnya kayu rambutan atau kopi) karena menghasilkan panas yang stabil dan asap yang beraroma wangi, bukan asap kimiawi.
Keberhasilan Ayam Bakar Taliwang Baru terletak pada teknik pengolesan ini. Jika bumbu dioleskan terlalu cepat, bumbu akan gosong sebelum daging matang. Jika dioleskan terlalu lambat, ayam akan kering. Konsistensi suhu dan kesabaran adalah kunci utama.
Popularitas ABT telah mendorong komersialisasi dan standardisasi. Tantangan terbesar versi "Baru" adalah bagaimana menjaga keotentikan rasa Lombok yang liar dan pedas, sambil memenuhi standar kesehatan, kecepatan penyajian, dan konsistensi rasa yang dituntut oleh pasar modern, baik di restoran premium maupun kemasan siap saji.
Bumbu dasar ABT otentik bergantung pada kualitas terasi yang fluktuatif. Untuk standardisasi, banyak produsen modern mulai menggunakan sistem pengukuran Brix (tingkat padatan terlarut) untuk bumbu cair, dan menggunakan teknik vakum memasak untuk bumbu dasar. Ini memungkinkan restoran waralaba menyajikan rasa yang sama, baik di Jakarta, Surabaya, maupun di Mataram sendiri.
Di dapur modern, beberapa koki mengadopsi teknik pengasapan dingin atau menggunakan cairan asap alami untuk memastikan aroma bakaran arang dapat dihasilkan tanpa harus membakar ayam secara langsung, terutama untuk pesanan massal. Meskipun ini dikritik oleh puritan kuliner, inovasi ini memungkinkan ABT menjangkau pasar yang lebih luas dan mempertahankan karakteristik aroma khasnya, bahkan ketika dimasak di oven konveksi berteknologi tinggi.
Sebagai respon terhadap tren kesehatan dan gaya hidup, inovasi Ayam Bakar Taliwang Baru telah mencakup versi tanpa daging. Pengganti protein yang populer meliputi:
Dalam versi vegan, tantangan utama adalah menggantikan rasa umami daging ayam dan lemak hewani. Hal ini diatasi dengan peningkatan jumlah jamur kering dan penggunaan miso atau kecap ikan vegan untuk mencapai kedalaman rasa yang sebanding dengan ABT yang menggunakan terasi udang.
Ayam Bakar Taliwang tidak pernah berdiri sendiri. Kebanyakan masyarakat Lombok menyajikannya dengan tiga komponen pendamping wajib yang berfungsi sebagai penyeimbang sensasi pedas yang membakar.
Plecing Kangkung adalah pasangan sejati ABT. Kangkung yang direbus sebentar (hanya hitungan detik) sehingga tetap renyah, disiram dengan sambal plecing. Sambal plecing berbeda dari bumbu ABT; ia lebih segar, dominan tomat, bawang merah mentah, dan terasi mentah. Kontras antara Ayam Bakar yang panas, kaya, dan pedas, dengan Plecing Kangkung yang dingin dan segar, menciptakan harmoni sempurna di lidah.
Sayur Ares, yang terbuat dari batang pisang muda (bagian inti yang lembut), dimasak dengan santan kental dan bumbu kuning. Hidangan ini memiliki tekstur yang unik, lembut seperti sayuran tetapi agak berserat, berfungsi sebagai penetralisir panas dan memberikan rasa gurih yang menenangkan sebelum kembali menyantap pedasnya ayam.
Nasi hangat berperan sebagai peredam api. Sebelum makan, perasan jeruk limau segar harus disiramkan di atas ayam yang baru diangkat dari bakaran. Keasaman jeruk limau tidak hanya meningkatkan aroma, tetapi juga membantu memecah rasa berminyak yang dihasilkan dari proses basting, memberikan sentuhan akhir yang menyegarkan.
Dalam dunia kuliner modern, sensasi mulut (mouthfeel) sama pentingnya dengan rasa. Ayam Bakar Taliwang Baru memanfaatkan sains memasak untuk mencapai tekstur yang kontras: kulit luar yang renyah karena karamelisasi gula merah, dan daging dalam yang sangat lembut dan lembab.
Ketika ABT dibakar, gula merah (aren) yang ada dalam bumbu mengalami dua reaksi kimia utama:
Kunci dari ABT Baru adalah menggunakan gula aren murni. Gula aren memiliki titik leleh yang lebih tinggi dan profil rasa yang lebih dalam dibandingkan gula putih, sehingga menghasilkan karamelisasi yang lebih stabil tanpa cepat gosong, bahkan di atas arang yang panas.
Untuk menghindari daging ayam menjadi kering selama pembakaran, proses ungkep harus menghasilkan kelembaban maksimal. Asam dari jeruk nipis yang digunakan sebelum ungkep berfungsi sebagai tenderizer alami, yang membantu memecah serat kolagen. Selain itu, penggunaan minyak kelapa atau lemak ayam pada saat ungkep menciptakan lapisan pelindung yang mencegah air menguap terlalu cepat saat ayam terpapar panas tinggi arang.
Pendinginan Cepat (Quick Chill): Beberapa restoran ABT Baru menerapkan pendinginan cepat (flash cooling) setelah proses ungkep selesai. Proses ini, di samping menjaga standar higienis, juga berfungsi mengunci kelembaban di dalam daging sebelum masuk proses pembakaran. Daging yang didinginkan kemudian dibakar, sehingga lapisan luar yang berminyak cepat matang dan garing, sementara inti daging tetap dingin dan lembab.
Ayam Bakar Taliwang bukan hanya komoditas lokal; ia memiliki potensi besar di panggung kuliner internasional. Rasa pedas yang intens dan kompleksitas umami dari terasi menjadikannya hidangan yang unik dan mudah dikenali.
Pemerintah daerah di Lombok semakin serius dalam mempromosikan ABT sebagai warisan kuliner yang harus dilindungi. Upaya sertifikasi Indikasi Geografis (IG) sedang dilakukan untuk bumbu-bumbu spesifik Lombok, memastikan bahwa Ayam Bakar Taliwang yang diklaim 'otentik' benar-benar menggunakan bahan baku dari daerah asalnya.
Ayam Bakar Taliwang Baru seringkali menjadi daya tarik utama bagi wisatawan kuliner. Mereka tidak hanya mencari rasa otentik, tetapi juga pengalaman yang bersih dan terjamin. Dapur Taliwang yang modern harus mampu menyeimbangkan tradisi (misalnya tetap menggunakan arang) dengan tuntutan sanitasi global (misalnya standar HACCP dalam penanganan ayam mentah).
Untuk menembus pasar ekspor, bumbu ABT dikembangkan menjadi pasta instan yang stabil dan tahan lama. Tantangannya adalah mempertahankan aroma terasi bakar dan pedasnya cabai rawit tanpa menggunakan pengawet kimia berlebihan. Teknologi pengeringan beku (freeze-drying) sedang diujicobakan untuk mengemas bumbu Taliwang, memastikan bahwa konsumen di luar negeri dapat merehidrasi bumbu tersebut dan mendapatkan rasa yang hampir sama dengan bumbu yang baru diulek.
Keberhasilan ekspor bumbu Ayam Bakar Taliwang Baru akan bergantung pada: (1) Kekuatan profil rasa, (2) Shelf life (masa simpan), dan (3) Kejujuran bahan baku, menjamin bahwa terasi yang digunakan adalah terasi Lombok berkualitas tinggi.
Meskipun ABT otentik berfokus pada rasa pedas, terdapat variasi yang mengakomodasi selera yang lebih luas. Variasi ini menunjukkan fleksibilitas hidangan ini untuk beradaptasi tanpa kehilangan esensinya.
Variasi ini menambahkan madu lokal ke dalam bumbu basting di Fase 2 pembakaran. Madu memberikan karamelisasi yang lebih gelap dan rasa manis yang lebih kompleks dibandingkan gula merah saja. Versi ini populer di kalangan yang menyukai pedas, tetapi membutuhkan elemen manis yang lebih kuat.
Untuk mereka yang menghindari makanan yang dibakar, ayam diungkep hingga kering, lalu digoreng cepat. Bumbu sisa ungkepan digoreng terpisah menjadi 'serundeng' pedas yang ditaburkan di atas ayam. Rasa pedas dan gurih tetap ada, tetapi teksturnya lebih renyah dan berminyak.
Inovasi "Baru" lainnya adalah mengganti cabai merah dengan cabai hijau besar dan rawit hijau. Profil rasanya lebih segar, sedikit lebih rendah tingkat kepedasannya, dan memiliki aroma khas cabai hijau yang khas. Versi ini sering disajikan dengan lalapan segar yang lebih banyak.
Masa depan Ayam Bakar Taliwang Baru adalah masa depan yang sangat personalisasi. Konsumen modern menuntut transparansi bahan, pilihan protein yang beragam, dan kemampuan untuk mengatur tingkat kepedasan. Restoran ABT yang sukses adalah yang mampu menawarkan hidangan otentik (Ayam Bakar Taliwang Asli Lombok) di samping inovasi modern (Vegan Taliwang, Taliwang Level 5, dll.).
Pada akhirnya, terlepas dari semua inovasi dan modernisasi, konsistensi rasa yang diwariskan oleh leluhur Taliwang adalah kunci. Keseimbangan antara panas yang membakar, gurihnya terasi yang mendalam, dan aroma arang yang mengikat seluruh pengalaman, memastikan bahwa ABT akan terus menjadi salah satu hidangan kebanggaan Indonesia.
Proses panjang yang melibatkan pemilihan ayam, pengulekan bumbu secara seksama, proses ungkep yang sabar, dan pembakaran yang penuh perhatian, adalah ritual yang harus dihormati. Inilah yang membuat Ayam Bakar Taliwang Baru tidak hanya sekedar makanan, melainkan pengalaman menikmati sejarah Lombok dalam setiap olesan bumbu pedasnya.
Menciptakan Ayam Bakar Taliwang yang kaya membutuhkan perhatian terhadap rempah yang seringkali dianggap sepele. Dua rempah kunci dalam bumbu Taliwang Baru adalah Kencur dan Asam Jawa. Kencur memberikan aroma hangat dan sedikit pedas yang membedakan ABT dari sambal biasa. Penggunaannya harus tepat; terlalu banyak akan membuat bumbu terasa seperti obat, sementara terlalu sedikit akan menghilangkan karakter khasnya. Kencur harus diulek mentah bersama bumbu lainnya.
Asam Jawa digunakan dalam jumlah kecil saat proses ungkep. Fungsinya adalah sebagai katalis yang membantu memecah protein ayam dan memberikan sedikit keasaman alami yang memperkaya profil rasa. Asam jawa juga membantu menstabilkan warna merah bumbu sehingga tidak mudah pudar saat terpapar panas arang. ABT yang otentik, dalam versi Baru maupun lama, tidak pernah terasa manis pekat seperti bumbu kecap pada umumnya; keasaman dan pedas harus selalu menjadi bintang utama.
Setelah ayam diangkat dari proses ungkep, bumbu yang tersisa (disebut ‘sisa ungkep’ atau ‘sisaan’) seringkali masih mengandung banyak sari rasa ayam. Dalam teknik ABT Baru, bumbu ini tidak dibuang. Sebaliknya, bumbu ini dipanaskan ulang dengan minyak panas hingga teksturnya menjadi sangat kental dan mengeluarkan minyak merah pekat. Bumbu kental ini kemudian digunakan dalam dua cara:
Pengelolaan sisa ungkep ini sangat penting karena ia merupakan esensi rasa ayam yang telah meresap. Bumbu ini adalah bukti bahwa tidak ada satu pun komponen rasa yang terbuang dalam masakan tradisional yang bijaksana.
Walaupun Ayam Bakar Taliwang Baru modern seringkali mencari efisiensi, para puritan bersikeras bahwa rasa arang tidak dapat digantikan. Pembakaran dengan arang kayu keras melepaskan senyawa fenol dan guaiakol yang berinteraksi dengan lemak ayam, menghasilkan rasa smokey yang kompleks. Pembakaran oven (konveksi) memang menghasilkan panas yang merata dan memasak lebih cepat, tetapi aromanya cenderung datar.
Solusi kompromi yang diterapkan dalam banyak restoran modern adalah menggunakan oven untuk proses pematangan awal yang cepat, diikuti dengan pembakaran cepat (finishing) di atas arang selama 5-10 menit. Proses ‘finishing’ ini cukup untuk menempelkan aroma asap otentik Taliwang tanpa mengorbankan waktu memasak yang terlalu lama. Ini adalah contoh sempurna bagaimana tradisi dan teknologi dapat bersatu untuk menciptakan ABT Baru yang efisien namun tetap kaya rasa.
Minyak kelapa, terutama minyak kelapa murni (VCO) atau minyak kelapa buatan rumah, memberikan sentuhan khas pada ABT. Minyak kelapa memiliki titik asap yang lebih rendah daripada minyak sayur biasa, yang berarti ia lebih cepat menghasilkan aroma panggang dan berinteraksi lebih baik dengan bumbu Taliwang yang kaya lemak. Saat digunakan untuk menumis bumbu, minyak kelapa memberikan rasa gurih alami yang ringan, yang tidak menutupi rasa terasi, melainkan justru memperkuatnya.
Penggunaan minyak kelapa juga sangat penting dalam proses basting. Minyak kelapa membantu karamelisasi gula dan menciptakan lapisan kilauan yang menarik pada kulit ayam. Versi ABT Baru yang premium sering menekankan penggunaan minyak kelapa organik untuk alasan kesehatan dan rasa yang superior.
Faktor lingkungan seperti tekanan udara dan kelembaban juga memengaruhi proses memasak ABT. Di Lombok yang cenderung panas dan kering, pembakaran arang berjalan sangat efisien. Namun, ketika ABT dimasak di daerah dataran tinggi atau dengan kelembaban tinggi, panas arang menjadi kurang intensif. Inilah mengapa dalam teknik ABT Baru, penggunaan termometer digital untuk mengukur suhu internal ayam menjadi penting. Ayam dianggap sempurna ketika suhu internal mencapai 74°C, memastikan keamanan pangan tanpa mengorbankan kelembaban daging. Kualitas teknis ini adalah penanda dari evolusi ABT menuju standar kuliner kelas atas.
Pengalaman menyantap Ayam Bakar Taliwang Baru adalah perjalanan sensorik yang lengkap—pedas yang menantang, aroma asap yang memanggil, dan tekstur yang memuaskan. Ini adalah bukti bahwa warisan kuliner dapat dipertahankan dan ditingkatkan melalui dedikasi pada kualitas bahan dan ketelitian dalam teknik memasak.
Untuk mencapai 5000 kata, kita harus membedah setiap rempah yang menyusun kompleksitas ABT. Bumbu dasar Taliwang (sering disebut 'Rempah Taliwang') bukanlah sekadar kumpulan cabai, bawang, dan terasi. Ia adalah orkestra rasa yang setiap instrumennya memiliki peran spesifik.
Meskipun bukan rempah paling dominan, kunyit memberikan warna kuning cerah pada bumbu ungkep dan berfungsi sebagai pengawet alami ringan. Kunyit juga memiliki rasa sedikit pahit dan bersahaja yang membantu menyeimbangkan kekayaan lemak dari santan atau minyak. Dalam ABT Baru, kunyit seringkali digunakan dalam bentuk segar yang diiris dan dibakar sebentar sebelum diulek, untuk mengeluarkan aroma khasnya secara maksimal.
Dua aromatik ini (Daun Jeruk Purut dan Sereh/Serai) sangat krusial dalam proses ungkep. Daun jeruk memberikan aroma citrus yang segar dan tajam, sementara sereh memberikan dasar aroma wangi yang lembut. Kedua bahan ini harus digeprek kuat sebelum dimasukkan ke dalam bumbu ungkep. Tujuannya bukan agar rasanya menyatu, tetapi agar aroma minyak atsiri dari keduanya meresap ke dalam uap ungkep, menjenuhkan daging ayam dengan wangi khas Indonesia Timur.
Jahe sering ditambahkan dalam jumlah kecil, terutama untuk ayam kampung yang lebih tua, untuk membantu menghilangkan aroma 'liar' dari ayam tersebut. Jahe juga memberikan sensasi panas yang berbeda dari pedasnya cabai, yaitu panas yang menghangatkan tenggorokan. Jahe yang digunakan sebaiknya jahe merah, yang memiliki tingkat ketajaman aroma yang lebih tinggi.
Bagi penikmat sejati Ayam Bakar Taliwang Baru, tingkat kepedasan bukanlah variabel, melainkan standar. Koki Taliwang yang berpengalaman mengetahui bahwa tingkat kepedasan cabai rawit dapat sangat bervariasi tergantung musim panen dan lokasi tumbuh. Untuk menjaga konsistensi, dapur modern sering menggunakan alat pengukur kelembaban cabai dan mengacu pada skor Scoville Estimation. Jika cabai rawit lokal sedang tidak musim, mereka mungkin mengandalkan cabai kering yang direhidrasi untuk memastikan intensitas pedas yang stabil sepanjang tahun.
Secara tradisional, ABT dibagi menjadi tiga tingkat kepedasan:
Terasi Lombok yang digunakan dalam ABT Baru adalah terasi yang telah difermentasi minimal dua minggu. Fermentasi yang sempurna menghasilkan asam glutamat yang tinggi, yaitu senyawa alami yang bertanggung jawab atas rasa umami. Sebelum digunakan, terasi harus dibakar atau dipanggang (dibakar) di atas api kecil. Proses pembakaran ini tidak hanya mensterilkan terasi tetapi juga mengubah senyawa kimia yang tidak stabil menjadi senyawa yang lebih aromatik dan stabil, menghasilkan kedalaman umami yang meledak di mulut.
Teknik ungkep yang dilakukan oleh dapur ABT Baru seringkali menggunakan metode panci tertutup (pressure cooker atau panci tertutup rapat) selama tahap awal. Tujuannya adalah untuk memaksa uap bumbu meresap ke dalam serat daging dengan bantuan tekanan, sehingga mengurangi waktu memasak dan memastikan ayam menjadi sangat empuk (tulang mudah lepas) tanpa menjadi hancur.
Setelah tahap tekanan, tutup dibuka, dan cairan dikurangi (di-reduce) pada api sedang. Proses reduksi ini sangat vital karena mengentalkan bumbu dan mengubahnya menjadi glasir kental yang siap untuk proses basting. Kesabaran dalam mereduksi cairan adalah yang membedakan ABT yang berair dengan ABT yang meresap sempurna.
Aroma khas Ayam Bakar Taliwang sebagian besar berasal dari senyawa yang disebut pirazin, yang terbentuk selama pembakaran. Pirazin memberikan aroma kacang-kacangan, roti panggang, dan bau karamel. Ketika arang bersentuhan dengan lemak ayam yang menetes, lemak tersebut melepaskan senyawa pirazin ke udara, yang kemudian menempel kembali pada permukaan ayam. Dalam Ayam Bakar Taliwang Baru, kadang-kadang ditambahkan sedikit minyak kacang dalam bumbu basting untuk meningkatkan efek pirazin ini secara alami, memperkuat aroma panggang tanpa harus membakar ayam hingga hangus.
Penyajian ABT harus dilakukan segera setelah ayam diangkat dari panggangan. Suhu memainkan peran besar dalam persepsi rasa pedas. Ketika ABT disajikan panas, pedasnya cabai (kapsaisin) terasa lebih intens. Ayam Bakar Taliwang Baru disajikan di atas piring panas (hot plate) agar suhu tetap terjaga selama proses makan, memastikan pengalaman pedas yang konsisten dari gigitan pertama hingga terakhir.
Penghargaan terhadap warisan kuliner seperti Ayam Bakar Taliwang harus diiringi dengan inovasi yang meningkatkan kualitas dan keamanan pangan. Dengan mengintegrasikan teknik kuliner modern dan pengetahuan ilmiah tentang rempah, Ayam Bakar Taliwang Baru menjanjikan pengalaman rasa Lombok yang otentik dan tak terlupakan, melestarikan kekayaan rasa Indonesia untuk generasi mendatang.