Al Hajj Ayat 5: Siklus Penciptaan, Bukti Kebangkitan, dan Hikmah Agung
Surah Al-Hajj, yang bermakna 'Ibadah Haji' atau 'Ziarah', merupakan salah satu surah yang memiliki fokus luar biasa terhadap dua tema sentral: keagungan Hari Kiamat dan keesaan Allah yang dibuktikan melalui fenomena penciptaan. Di antara ayat-ayatnya yang paling monumental dan kaya makna, terdapat Ayat 5. Ayat ini bukan sekadar deskripsi ilmiah tentang biologi manusia, melainkan sebuah argumentasi teologis yang padat dan tak terbantahkan mengenai kemahakuasaan Allah dalam menghidupkan dan mematikan, serta menegaskan kembali janji kebangkitan.
Ayat ini berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan keajaiban mikrokosmos (penciptaan manusia) dengan makrokosmos (siklus alam), semuanya disajikan sebagai bukti nyata bagi mereka yang meragukan adanya kehidupan setelah kematian. Konteks ayat ini sangat penting, karena datang setelah peringatan keras tentang dahsyatnya Hari Kiamat pada Ayat 1 dan 2, yang ditujukan kepada manusia agar sadar dan bersiap diri.
Teks dan Terjemah Surah Al-Hajj Ayat 5
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِن مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْ ۚ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ۖ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَىٰ أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِن بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا ۚ وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنبَتَتْ مِن كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ
Terjemah: "Wahai manusia! Jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu; dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada usia dewasa, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan kepada umur yang sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang pernah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur dan menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan yang indah." (Q.S. Al-Hajj: 5)
Argumentasi Kebangkitan: Lima Fase Penciptaan Manusia
Ayat ini secara eksplisit membuka dengan tantangan retoris: "Wahai manusia! Jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan..." Setelah tantangan ini, Allah SWT menyajikan bukti yang diambil dari pengalaman hidup manusia sendiri—proses penciptaan mereka yang luar biasa kompleks. Bukti ini dibagi menjadi dua bagian utama: Penciptaan Manusia dan Siklus Bumi. Mari kita telaah detail Penciptaan Manusia yang terperinci:
Proses penciptaan manusia dijelaskan melalui urutan kronologis lima tahapan awal yang mengagumkan:
- Min Turabin (مِّن تُرَابٍ): Dari Tanah/Debu.
- Tsumma Min Nutfah (ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ): Kemudian dari Setetes Mani.
- Tsumma Min Alaqa (ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ): Kemudian dari Segumpal Darah/Clot.
- Tsumma Min Mudhgah Mukhalfaqah (ثُمَّ مِن مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ): Kemudian dari Segumpal Daging yang Sempurna Kejadiannya.
- Wa Ghairi Mukhalfaqah (وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ): Dan (yang) Tidak Sempurna.
1. Tahap Pertama: Min Turabin (Asal Muasal dari Tanah)
Pernyataan bahwa manusia diciptakan "dari tanah" merupakan dasar teologis dan filosofis. Secara harfiah, ini merujuk pada penciptaan Nabi Adam AS. Namun, secara universal, hal ini juga menegaskan komposisi kimiawi tubuh manusia. Unsur-unsur penting kehidupan (karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, mineral) semuanya berasal dari bumi. Ini adalah koneksi abadi antara materi awal manusia dan tanah tempat ia akan kembali. Jika Allah mampu membentuk makhluk hidup yang sadar dan kompleks dari materi yang paling dasar (tanah), bagaimana mungkin Dia tidak mampu mengembalikannya ke bentuk semula setelah mati?
Para mufasir menekankan bahwa 'Min Turabin' di sini mengingatkan manusia bahwa inti materi mereka adalah debu yang hina, sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk bersikap sombong atau meremehkan kekuasaan Allah yang mampu menyusun kembali atom-atom yang tersebar itu menjadi entitas hidup yang baru.
2. Tahap Kedua: Min Nutfah (Setetes Air Mani)
Setelah dasar umum penciptaan (tanah), ayat beralih ke proses reproduksi spesifik. Nutfah adalah istilah yang sangat spesifik, merujuk pada cairan yang sangat kecil. Penekanan pada 'setetes' (nutfah) menunjukkan betapa kecilnya permulaan manusia, yang membawa seluruh cetak biru genetik yang kompleks. Tahap ini menunjukkan transisi dari materi mati (tanah) ke materi yang memiliki potensi kehidupan (sperma/ovum).
3. Tahap Ketiga: Min Alaqa (Segumpal Darah/Melekat)
Kata Alaqa memiliki dua makna utama yang saling terkait: 'sesuatu yang melekat' dan 'segumpal darah'. Secara embriologis, ini merujuk pada tahap di mana zigot yang telah membelah diri (blastokista) melekat pada dinding rahim, seperti lintah yang menghisap darah. Ini adalah momen krusial di mana benih kehidupan secara fisik menyatu dengan tubuh ibu, memulai proses nutrisi dan pertumbuhan intensif. Tahap ini adalah bukti awal transformasi wujud oleh kekuasaan Ilahi.
4. Tahap Keempat dan Kelima: Mudhgah (Segumpal Daging)
Tahap Mudhgah adalah puncak dari proses diferensiasi awal. Mudhgah secara harfiah berarti 'sesuatu yang telah dikunyah', menyerupai bentuk embrio pada tahap ini. Ayat ini memberikan rincian yang paling menarik dan mendalam dalam frasa ini: Mukhallaqah wa Ghairi Mukhallaqah (yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna).
- Mukhallaqah (Sempurna Kejadiannya): Merujuk pada embrio yang telah mulai membentuk anggota tubuh, organ, dan memiliki bentuk manusia yang jelas. Inilah yang akan berkembang penuh.
- Ghairi Mukhallaqah (Tidak Sempurna): Merujuk pada tahap perkembangan embrio yang belum menunjukkan bentuk tubuh definitif, atau merujuk pada janin yang keguguran dan tidak mencapai bentuk yang sempurna.
Pembedaan ini menunjukkan kesempurnaan ilmu Allah, yang mengetahui detail terkecil dari proses biologi, termasuk potensi kegagalan (keguguran) dan keberhasilan pembentukan individu. Hal ini berfungsi sebagai penekanan bahwa bahkan ketika janin tidak sempurna, itu tetap merupakan bagian dari rencana Ilahi dan proses penciptaan yang sedang dijelaskan.
Perjalanan Hidup: Dari Bayi Hingga Pikun
Setelah mendeskripsikan proses pembentukan awal dalam rahim, Ayat 5 melanjutkan dengan memaparkan seluruh siklus kehidupan manusia, dari kelahiran hingga kematian, sebagai bukti berantai atas kekuasaan Allah. Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan adalah serangkaian transformasi yang terus-menerus di bawah kendali tunggal Sang Pencipta.
Penetapan dalam Rahim (إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى)
Frasa "dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan" menegaskan bahwa Allah adalah penentu nasib perkembangan janin. Ini bukan hanya tentang biologi, tetapi tentang Qadar (ketetapan). Sebagian benih berkembang, sebagian tidak. Sebagian mencapai usia kandungan penuh (ajalun musamma), sebagian berhenti di tengah jalan. Ini adalah pernyataan tentang kedaulatan mutlak Allah.
Tahapan Usia Manusia
Ayat ini kemudian merangkum tahapan hidup setelah kelahiran:
- Nukhrijukum Tiflan (Mengeluarkanmu sebagai Bayi): Keluar dari rahim adalah transformasi besar pertama, dari lingkungan air ke udara.
- Litablughu Ashuddakum (Mencapai Usia Dewasa): Fase puncak kekuatan fisik, mental, dan emosional. Ini adalah periode tanggung jawab penuh.
- Marhalah At-Tawaffi (Kematian): Allah mematikan sebagian orang di usia dewasa atau sebelum mencapai usia tua.
- Ardzalul 'Umur (Pikun/Usia Tua yang Hina): Ini adalah tahap regresif, di mana manusia dikembalikan ke kondisi yang hampir seperti anak-anak, kehilangan pengetahuan dan kekuatan yang pernah dimiliki.
Kondisi "Ardzalul 'Umur" (umur yang paling rendah/hina) adalah bukti kebalikan (regresi). Manusia yang kuat, berilmu, dan mandiri, melalui kehendak Allah, bisa kembali menjadi lemah, lupa, dan bergantung sepenuhnya. Jika Allah mampu membalikkan kekuatan menjadi kelemahan, dan ilmu menjadi kebodohan dalam satu masa hidup, mengapa sulit bagi-Nya untuk membalikkan kematian menjadi kehidupan?
Analogi Penciptaan Bumi: Bukti Eksternal
Ayat 5 tidak hanya berfokus pada diri manusia (mikrokosmos), tetapi juga berpindah ke siklus alam (makrokosmos). Bagian kedua ayat ini memberikan analogi yang dapat dilihat dan disaksikan oleh setiap orang di muka bumi, yaitu proses revitalisasi tanah yang mati.
"Dan kamu lihat bumi ini kering (Haamidah), kemudian apabila telah Kami turunkan air (hujan) di atasnya, hiduplah bumi itu (Ihtazzat) dan menjadi subur (Rabat) dan menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan yang indah (Zaujin Bahij)."
Ayat ini memuat tiga kata kunci penting terkait bumi:
- Haamidah: Kering, mati, tidak bergerak.
- Ihtazzat: Bergetar, bergerak, hidup kembali.
- Rabat: Menggembung, membesar, subur.
Peristiwa ini adalah mukjizat harian: Bumi yang mati karena kekeringan, segera setelah menerima air hujan (yang oleh Al-Qur'an sering disebut sebagai air kehidupan), bergetar dan membengkak (karena air meresap dan benih-benih mulai tumbuh), kemudian menumbuhkan segala jenis tanaman yang indah (bahij). Kebangkitan alam ini adalah contoh visual yang sempurna dari kebangkitan manusia. Allah yang menghidupkan bumi yang mati, Dia pulalah yang akan menghidupkan kembali tubuh manusia yang telah menjadi tanah.
Tafsir dan Penajaman Makna Filosofis
Ayat 5 ini sering disebut sebagai 'Ayat Kebangkitan' karena kepadatan buktinya. Para ulama tafsir telah menghabiskan banyak halaman untuk menjelaskan kedalaman makna yang terkandung dalam setiap frasa.
Pendapat Ibn Katsir tentang Urutan Penciptaan
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa urutan penciptaan yang disebutkan (tanah, nutfah, alaqa, mudhgah) adalah argumen paling kuat yang digunakan Allah untuk menjawab keraguan kaum musyrik yang menanyakan bagaimana tulang belulang yang telah hancur bisa dihidupkan kembali. Ibn Katsir menekankan bahwa jika Allah mampu menciptakan manusia dari ketiadaan dan mengubah materi sederhana menjadi makhluk yang paling sempurna secara bertahap, maka mengembalikan bentuk yang telah ada jauh lebih mudah bagi-Nya.
Linguistik Mudhgah dan Hikmah Ujian
Fokus pada Mudhgah Mukhallaqah wa Ghairi Mukhallaqah juga membawa hikmah mendalam. Ini bukan sekadar deskripsi embriologi; ini adalah pernyataan tentang ujian dan kehendak. Ketika Allah menahan perkembangan (ghairi mukhallaqah) dan janin gugur, itu adalah ujian bagi orang tua. Ketika Allah menyempurnakan penciptaannya (mukhallaqah), itu adalah nikmat dan amanah. Baik kehidupan maupun kematian, kesempurnaan maupun kekurangan, semuanya berada dalam rencana Yang Maha Kuasa.
Korelasi Antara Dua Bukti
Korelasi antara kebangkitan manusia (mikrokosmos) dan kebangkitan bumi (makrokosmos) sangatlah vital dalam argumen Al-Hajj: 5. Siklus ini memberikan kepastian yang dapat diobservasi:
- Manusia (mati) kembali ke tanah (kering/mati).
- Tanah yang mati dihidupkan oleh air hujan.
- Begitu pula, manusia yang mati akan dihidupkan kembali oleh perintah atau ‘air’ (maknawi) dari Allah pada Hari Kebangkitan.
Kedua fenomena ini, penciptaan manusia dan revitalisasi bumi, secara simultan melayani tujuan demonstrasi ilahi: Li nubayyina lakum (agar Kami jelaskan kepada kamu). Tujuannya jelas: menghilangkan keraguan tentang kebangkitan.
Analisis Detail Tentang Ardzalul 'Umur
Bagian ayat yang membahas "dikembalikan kepada umur yang sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang pernah diketahuinya" adalah bagian yang paling menyentuh dan berfungsi sebagai 'Kiamat Kecil' dalam hidup seseorang.
Kata Ardzal berarti ‘yang paling rendah, buruk, atau hina’. Ini merujuk pada kondisi fisik dan mental yang sangat lemah. Hikmah dari penyebutan kondisi pikun ini sangat kuat:
- Bukti Kekuasaan: Allah menunjukkan bahwa Dia mampu mengambil kembali anugerah terbesar yang Dia berikan—yaitu ilmu dan akal—bahkan sebelum kematian fisik terjadi.
- Peringatan Kerendahan: Mengingatkan manusia bahwa kekuatan dan kecerdasan adalah pinjaman sementara. Kesombongan (yang merupakan masalah utama yang disindir di awal surah Al-Hajj) tidak memiliki dasar, karena manusia bisa dengan mudah kembali menjadi lemah.
- Kesamaan Siklus: Fase pikun ini menyamakan kondisi manusia dengan bayi yang baru lahir: membutuhkan perawatan penuh, tidak berdaya, dan tidak memiliki pengetahuan. Ini melengkapi lingkaran kehidupan yang dimulai dari tanah dan berakhir mendekati tanah.
Ayat ini mengajarkan kerendahan hati dan bahwa fokus sejati harus pada amal shaleh yang dibawa ke hadapan Allah, bukan pada kekuatan atau kekayaan duniawi yang fana.
Representasi Visual Siklus Kehidupan
Untuk memahami aliran dan korelasi antara siklus kehidupan manusia dan bumi yang dijelaskan dalam ayat 5, kita dapat memvisualisasikan argumen Ilahi ini:
Visualisasi ini membantu kita memahami bahwa argumen yang diajukan dalam Ayat 5 adalah sebuah sistem tertutup yang logis: jika siklus kecil dalam rahim dapat terjadi, dan siklus besar di bumi dapat terjadi secara musiman, maka siklus paling besar, yaitu kebangkitan total dari kubur, adalah keniscayaan yang logis dan mudah bagi Allah SWT.
Implikasi Teologis dan Penerapan Kontemporer
Ayat 5 dari Surah Al-Hajj memiliki implikasi yang sangat mendalam, tidak hanya dalam konteks akidah (keimanan), tetapi juga dalam etika dan pandangan hidup sehari-hari.
Tawhid (Keesaan) dalam Penciptaan
Ayat ini secara efektif menafikan segala bentuk kemusyrikan. Hanya ada satu entitas yang memiliki kendali total atas semua siklus: kelahiran, pertumbuhan, penyempurnaan, kemunduran, kematian, dan kebangkitan. Kemampuan untuk mengubah tanah menjadi manusia yang cerdas, dan kemudian mengubah manusia cerdas itu menjadi debu, adalah fungsi eksklusif dari Rububiyyah (ketuhanan) Allah. Tidak ada makhluk lain yang dapat meniru salah satu dari tahapan ini.
Rasa Syukur dan Tanggung Jawab
Mengingat detail yang luar biasa dari proses penciptaan (dari setetes air hina hingga segumpal daging yang sempurna), manusia didorong untuk bersyukur atas eksistensinya. Setiap tahap kehidupan, khususnya mencapai 'Ashuddakum' (usia dewasa), adalah anugerah dan sekaligus beban tanggung jawab. Kekuatan yang diberikan pada usia dewasa harus digunakan untuk beribadah dan berbuat baik, karena masa kelemahan (pikun atau kematian) pasti akan datang.
Memperluas Makna: Kebangkitan Rohani
Meskipun fokus utama Ayat 5 adalah kebangkitan fisik (Ba'ts), para ahli hikmah juga melihat makna spiritual atau rohani yang mendalam. Kebangkitan bumi yang mati oleh air hujan sering diinterpretasikan sebagai kebangkitan hati yang mati oleh 'air' hidayah atau wahyu.
Hati manusia bisa menjadi kering dan keras (Haamidah) karena dosa, kelalaian, dan keraguan. Ketika Al-Qur'an (atau ajaran Islam) diturunkan ke hati itu (seperti air hujan), hati tersebut mulai bergetar (Ihtazzat), hidup kembali, dan menumbuhkan buah-buah kebaikan (Anbatat min kulli zaujin bahij), yaitu amal saleh, akhlak mulia, dan keimanan yang kokoh. Dalam konteks ini, Ayat 5 adalah metafora untuk regenerasi spiritual yang dimungkinkan oleh rahmat Ilahi.
Proses panjang penciptaan manusia—dari tanah hingga Mudhgah, lalu hingga bayi—membutuhkan waktu dan kesabaran. Demikian pula, pembangunan karakter seorang mukmin membutuhkan proses bertahap, menjauhi kebodohan dan mendekati kesempurnaan iman.
Pengulangan Struktur dan Penegasan Argumentasi
Kepadatan dan kekayaan Surah Al-Hajj Ayat 5 menuntut pembaca untuk merenungkan setiap bagian secara terpisah, lalu menghubungkannya kembali sebagai satu kesatuan logis yang tak terpisahkan. Allah SWT memulai dengan dasar materi (tanah), naik ke proses reproduksi kompleks, melewati seluruh rentang kehidupan manusia yang dinamis (dari bayi hingga pikun), dan menyudahi dengan analogi yang paling sederhana dan paling sering terjadi di alam (bumi dan hujan).
Pengulangan struktur argumentasi ini bukan redundansi, melainkan penegasan. Jika manusia meragukan kebangkitan, maka lihatlah: Apakah kamu meragukan bagaimana kamu diciptakan? Apakah kamu meragukan bagaimana kamu tumbuh dan kemudian melemah? Apakah kamu meragukan kemampuan Allah menghidupkan bumi yang mati tepat di depan matamu? Keraguan, dengan demikian, menjadi tidak rasional berdasarkan bukti-bukti yang berlimpah, baik dari internal diri maupun eksternal alam semesta.
Ayat ini memuat begitu banyak ilmu dan hikmah yang tak pernah habis. Setiap generasi, seiring dengan kemajuan pengetahuan, menemukan lapisan makna baru dalam deskripsi embriologis yang sangat akurat tentang tahapan nutfah, alaqa, dan mudhgah. Namun, hikmah utama tetap teguh: Yang menciptakan dari ketiadaan dan mengubah materi adalah Yang Maha Kuasa untuk mengembalikan ciptaan-Nya.
Kesimpulan: Kekuatan dan Janji Kebangkitan
Surah Al-Hajj Ayat 5 berdiri sebagai tiang penyangga akidah Islam tentang Hari Akhir. Ayat ini adalah sintesis sempurna dari teologi, biologi, dan kosmologi, disajikan dalam bahasa yang puitis namun faktual. Ia menjamin kepada orang beriman dan menantang orang yang ragu dengan pertanyaan mendasar: Mengapa meragukan kebangkitan, padahal seluruh hidupmu dan seluruh alam semesta adalah serial demonstrasi tak terhenti dari kekuasaan Ilahi untuk menciptakan, mengubah, mematikan, dan menghidupkan kembali?
Pelajaran dari Ayat 5 adalah bahwa hidup adalah sebuah perjalanan sirkular yang pasti kembali ke titik awal. Kekuatan yang kita miliki sekarang hanyalah sementara, dan kelemahan yang dialami saat pikun atau mati adalah pengembalian sementara ke kondisi awal. Tujuan akhirnya bukanlah kematian, melainkan janji kehidupan yang kekal, yang dibuktikan oleh setiap hujan yang jatuh dan setiap kelahiran yang terjadi.
Marilah kita renungkan kedalaman ayat ini: jika penciptaan kita yang pertama begitu rumit dan detail, sungguh penciptaan kita yang kedua (kebangkitan) tidak akan menjadi hal yang sulit bagi Pencipta Yang Maha Kuasa.
"Dan (ada pula) di antara kamu yang dikembalikan kepada umur yang sangat tua (pikun), sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu yang pernah diketahuinya." Penggalan ini adalah cerminan ironis kekuasaan Allah. Manusia yang sombong karena pengetahuannya harus kembali ke titik di mana pengetahuannya lenyap. Ini adalah pukulan telak terhadap kesombongan yang melingkari hati mereka yang menolak kebenaran tentang Kiamat.
Ayat ini harus menjadi pengingat harian bagi setiap muslim untuk memanfaatkan fase 'Ashudd' (dewasa) dengan sebaik-baiknya, sebelum datangnya fase 'Ardzalul 'Umur' atau datangnya 'Ajalul Musamma' (kematian yang telah ditetapkan). Kekuasaan Allah melingkupi setiap detik eksistensi kita.
Penegasan Ilahi Melalui Struktur Kontras
Struktur Ayat 5 menggunakan teknik kontras yang sangat efektif: kontras antara hidup dan mati, antara kekuatan dan kelemahan, antara ilmu dan pikun, antara tanah yang kering dan tanah yang subur. Kontras-kontras ini adalah metode retorika Al-Qur'an untuk memaksa akal manusia mengakui adanya Kebangkitan. Kesemuanya menegaskan bahwa Tuhan yang mengendalikan siklus hidup dan mati di dunia ini adalah satu-satunya Tuhan yang berhak mengendalikan kebangkitan total di akhirat.
Setiap detail yang disebutkan, dari tahapan *Alaqa* yang melekat hingga proses *Nukhrijukum Tiflan*, menggambarkan perencanaan yang cermat dan kuasa yang tak tertandingi. Tidak ada satupun tahapan yang terjadi secara kebetulan; semuanya adalah bagian dari 'penjelasan' yang Allah berikan kepada manusia untuk menghilangkan keraguan mereka. Bukti-bukti ini, disajikan dalam sebuah narasi tunggal yang koheren, menuntut perhatian dan pengakuan dari setiap hati yang berpikir.
Demikianlah keagungan Surah Al-Hajj Ayat 5, sebuah ayat yang merangkum seluruh kosmologi dan teologi Islam tentang awal, pertengahan, dan akhir dari keberadaan manusia.
***
Kedalaman Linguistik terhadap Tahapan Embriologi
Untuk benar-benar menghargai Ayat 5, kita perlu memahami keakuratan linguistik bahasa Arab Klasik yang digunakan dalam mendeskripsikan tahapan embrio, jauh sebelum ilmu pengetahuan modern dapat memverifikasinya. Deskripsi ini bukan sekadar urutan, tetapi deskripsi fungsional dari wujud embrio.
Analisis Nutfah dan Alaqa
Kata Nutfah (setetes mani) sangat tepat karena menekankan kuantitas yang sangat kecil dan esensi yang terkandung di dalamnya—inti kehidupan. Tahap ini dalam biologi modern melibatkan pembuahan, penggabungan sel sperma dan sel telur, yang merupakan proses mikro tetapi menghasilkan makro-dampak. Ketika Al-Qur'an menyebut *Nutfah*, ia mengarahkan perhatian kita pada keajaiban miniaturisasi kehidupan.
Selanjutnya, Alaqa (segumpal darah atau yang melekat). Jika kita merujuk pada tafsir modern yang mengaitkannya dengan embriologi, istilah ini secara sempurna mendeskripsikan morfolgi dan fungsi embrio berusia sekitar 7 hingga 24 hari. Pada tahap ini, embrio menyerupai lintah air (alaqah), tidak hanya dalam bentuknya tetapi juga dalam fungsinya: ia bergantung sepenuhnya pada darah ibu, melekat kuat pada dinding rahim untuk mendapatkan nutrisi. Kekuatan Ilahi ditunjukkan dalam cara setetes cairan berubah menjadi organisme yang secara aktif 'menghisap' kehidupan dari inangnya.
Mudhgah dan Diferensiasi
Tahap Mudhgah (gumpalan daging seperti bekas kunyahan) menandai dimulainya organogenesis (pembentukan organ). Ini terjadi sekitar hari ke-24 hingga minggu ke-8. Deskripsi Qur'ani tentang *Mukhallaqah* (terbentuk sempurna) dan *Ghairi Mukhallaqah* (tidak terbentuk sempurna) menyoroti proses diferensiasi sel yang sangat spesifik dan genting.
Dalam ilmu biologi, tidak semua sel yang membelah diri pada awalnya ditakdirkan untuk menjadi organisme lengkap; ada proses apoptosis (kematian sel terprogram) dan penyerapan kembali sel. Ayat 5 mengakui dualitas ini: ada yang mencapai pembentukan definitif, dan ada yang tidak melanjutkan perkembangan. Pengakuan ini jauh melampaui pengetahuan yang ada pada masa penurunan wahyu, menegaskan bahwa ilmu yang diungkapkan berasal dari Sumber Yang Maha Mengetahui.
Ulama Al-Qurtubi, dalam tafsirnya, menjelaskan bahwa penyebutan yang 'tidak sempurna' (ghairi mukhallaqah) adalah pengingat bahwa Allah SWT memiliki kebebasan mutlak dalam menetapkan hasil akhir dari setiap kehamilan. Janin yang gugur sebelum waktunya tetap merupakan bukti kekuasaan, bukan kegagalan sistem, melainkan manifestasi dari kehendak 'Li nubayyina lakum' (agar Kami jelaskan kepada kamu).
Rangkaian Transisi yang Tak Terbantahkan
Argumen keseluruhan dari Ayat 5 adalah tentang transisi dan metamorfosis. Allah bertanya kepada manusia, bagaimana mungkin kalian meragukan kebangkitan, padahal kalian adalah produk dari metamorfosis total? Kalian berubah dari debu ke cairan, dari cairan ke gumpalan darah, dari gumpalan darah ke manusia yang sempurna, dari manusia sempurna ke bayi, ke dewasa, lalu kembali menjadi pikun atau mati. Setiap transisi adalah bukti bahwa Allah mampu melakukan perubahan drastis, baik maju maupun mundur.
Jika Allah mampu melakukan perubahan kualitas dari *tanah* yang tak bernyawa menjadi *akal* yang cerdas, maka mengubah kembali *tanah* yang mengandung jasad menjadi *jiwa* yang bangkit adalah perbuatan yang sejalan dengan logika kekuasaan-Nya yang telah ditunjukkan berulang kali dalam setiap siklus kehidupan dan alam.
Konteks Surah Al-Hajj dan Kaitan dengan Kiamat
Surah Al-Hajj Ayat 5 tidak boleh dipisahkan dari ayat-ayat sebelumnya, khususnya Ayat 1 dan 2, yang memberikan deskripsi mengerikan tentang Kiamat:
"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat)." (Al-Hajj: 1)
"Pada hari ketika kamu melihat (guncangan) itu, semua wanita yang menyusui akan lupa pada anak yang disusuinya, dan setiap wanita hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras." (Al-Hajj: 2)
Ayat 5 datang sebagai respons langsung terhadap keengganan dan ketidakpercayaan manusia setelah mendengar deskripsi yang begitu menakutkan. Allah seolah berkata: "Jika kalian takut pada peristiwa dahsyat itu dan meragukan apakah Aku mampu melakukannya, lihatlah bagaimana Aku melakukan hal-hal yang sama dahsyatnya, namun indah, dalam diri kalian sendiri dan di bumi yang kalian pijak."
Argumen penciptaan dan kebangkitan bumi berfungsi sebagai penenang sekaligus penantang. Menenangkan bagi orang beriman karena memberikan bukti, dan menantang bagi orang kafir karena meruntuhkan dasar keraguan mereka. Guncangan Kiamat (Ayat 1) adalah kebalikan dari guncangan kebangkitan bumi (*Ihtazzat*) yang membawa kehidupan (Ayat 5). Dua 'guncangan' yang sangat berbeda fungsinya, namun keduanya berada di bawah kendali Yang Maha Kuasa.
Pentingnya Perjalanan Hidup (Ajalun Musamma)
Frasa ilaa ajalin musammaa (sampai waktu yang sudah ditentukan) dalam konteks penetapan janin di rahim memiliki makna yang meluas hingga akhir kehidupan. Setiap individu memiliki masa hidup yang telah ditentukan. Hal ini terkait erat dengan peringatan tentang Ardzalul 'Umur. Usia tua yang renta dan pikun adalah pengingat visual akan akhir dari Ajalun Musamma, bahwa garis akhir itu nyata dan semakin dekat. Ini adalah panggilan untuk introspeksi mendalam: apa yang telah dipersiapkan selama fase 'Ashudd' (kekuatan) sebelum fase 'Ardzal' (kelemahan) datang?
Ayat 5, melalui narasinya yang komprehensif, mengundang seluruh umat manusia—baik yang ragu maupun yang beriman—untuk menggunakan akal dan pengamatan mereka sebagai alat untuk mencapai keyakinan sejati (Yaqin). Proses penciptaan yang bertahap dan siklus alam yang teratur adalah buku petunjuk terbuka tentang Hukum Kosmik Allah, dan hukum tertinggi dari semua itu adalah kebangkitan.
***
Refleksi Filosofis: Tanah, Materi, dan Spiritualitas
Pentingnya Turab (tanah) sebagai permulaan dalam Ayat 5 tidak hanya berkaitan dengan unsur kimiawi, tetapi juga filosofi kerendahan hati. Ketika manusia tahu bahwa asal muasalnya adalah materi yang paling sederhana, tanah, ini secara otomatis harus membendung arus kesombongan. Kesombongan yang disindir dalam Surah Al-Hajj muncul dari pandangan manusia yang merasa independen atau diciptakan dari sesuatu yang superior.
Ayat ini membalikkannya: kita adalah ciptaan yang bermula dari ketiadaan dan materi rendah, namun diberikan ruh Ilahi dan akal yang luar biasa. Kekuatan dan ilmu yang kita peroleh di usia 'Ashuddakum' adalah bukti karunia, bukan inherent kehebatan materi awal kita. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati agar tidak jatuh ke dalam perangkap Ardzalul 'Umur, bukan hanya fisik, tetapi juga spiritual—kembali ke kondisi kebodohan atau kelalaian setelah dianugerahi ilmu (hidayah).
Dalam refleksi ini, kita melihat hubungan langsung antara siklus fisik dan siklus spiritual. Sama seperti tubuh kembali ke tanah, hati yang lalai bisa kembali ke kondisi mati, kering, dan tidak responsif (Haamidah). Tugas seorang mukmin adalah menjaga hati agar tetap subur (*Rabat*) dan bergetar (*Ihtazzat*) dengan keimanan, seperti bumi yang menyambut hujan kehidupan.
Deskripsi Zaujin Bahij (berbagai jenis tumbuhan yang indah) yang tumbuh dari bumi yang mati juga menjadi simbol dari pahala yang indah dan berlimpah yang menanti mereka yang beriman. Amal saleh yang ditanam di hati yang hidup akan membuahkan hasil yang memuaskan dan indah pada Hari Kebangkitan, yang merupakan finalisasi dari siklus yang dijelaskan dalam Ayat 5 ini.
***
Makna Mendalam dari ‘Li Nubayyina Lakum’
Frasa Li nubayyina lakum (agar Kami jelaskan kepada kamu) adalah kunci yang membuka tujuan keseluruhan dari deskripsi panjang dalam Ayat 5. Allah tidak hanya menceritakan fakta biologi dan alam; Dia menyajikannya sebagai sebuah demonstrasi yang ditujukan langsung kepada akal dan hati manusia.
Tujuannya adalah: Penjelasan, pemisahan kebenaran dari keraguan, dan penegasan. Allah SWT menggunakan bahasa yang jelas dan bukti yang dapat diverifikasi oleh setiap orang di sepanjang zaman—baik oleh ilmuwan masa kini yang meneliti embrio, maupun oleh penggembala di padang pasir yang melihat bumi menjadi subur setelah hujan. Bukti itu universal dan abadi.
Penjelasan ini memastikan bahwa pada Hari Kiamat, tidak ada alasan bagi manusia untuk mengatakan, "Kami tidak tahu" atau "Kami ragu-ragu." Bukti-bukti kebangkitan telah terbentang di hadapan mereka, baik di dalam diri mereka sendiri (nafsi) maupun di alam semesta (afaqui). Al-Hajj Ayat 5 menuntut kesimpulan yang logis dan tunggal: Hanya ada satu Kekuatan yang layak disembah, dan Dia adalah Yang Maha Mampu dalam menghidupkan dan mematikan, di masa lalu, sekarang, dan di masa depan yang tak terhindarkan.
Keseluruhan Ayat 5 adalah sebuah mahakarya argumentatif yang membangun keyakinan dari hal yang terdekat (diri sendiri) hingga hal yang terbesar (alam semesta). Ia adalah fondasi keyakinan, dan merupakan salah satu ayat yang paling kuat dalam Al-Qur'an yang menjelaskan esensi Hari Kebangkitan.