Menggapai Ketenangan Jiwa: Membedah 4 Bacaan Dzikir Setelah Sholat
Sholat adalah tiang agama, sebuah momen sakral di mana seorang hamba berdialog langsung dengan Rabb-nya. Namun, keagungan ibadah ini tidak berhenti saat salam diucapkan. Justru, momen-momen setelah sholat adalah waktu emas yang sangat dianjurkan untuk diisi dengan dzikir, doa, dan permohonan. Rasulullah ﷺ telah mencontohkan serangkaian wirid dan dzikir yang menjadi penutup sempurna bagi ibadah sholat, menyirami hati yang baru saja khusyuk dengan ketenangan dan keberkahan. Di antara sekian banyak bacaan, terdapat 4 bacaan dzikir setelah sholat yang memiliki kedudukan istimewa dan fundamental. Artikel ini akan mengupas tuntas keempat bacaan tersebut, tidak hanya dari lafadznya, tetapi juga makna mendalam, hikmah, serta keutamaan yang terkandung di dalamnya.
Mengapa berdzikir setelah sholat begitu penting? Sholat adalah ibadah yang menuntut kesempurnaan, namun sebagai manusia, kita seringkali lalai. Pikiran melayang, kekhusyukan terganggu, dan niat terkadang tidak sepenuhnya murni. Dzikir setelah sholat berfungsi sebagai penyempurna, menambal kekurangan-kekurangan dalam sholat kita. Ia adalah jembatan yang menjaga koneksi spiritual antara hamba dan Allah, memastikan bahwa cahaya sholat tidak langsung padam, melainkan terus bersinar dan membekas dalam setiap aspek kehidupan. Dengan memahami esensi dari setiap lafadz yang kita ucapkan, dzikir tak lagi menjadi rutinitas mekanis, melainkan sebuah perjalanan ruhani yang memperdalam iman dan menentramkan jiwa.
1. Istighfar: Pintu Pertama Menuju Keridhaan Allah
Hal pertama yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ untuk dibaca sebanyak tiga kali setelah salam adalah istighfar. Mungkin terdengar paradoks, mengapa kita memohon ampun setelah baru saja menyelesaikan sebuah ketaatan besar? Inilah letak keindahan dan kerendahan hati dalam ajaran Islam. Istighfar adalah pengakuan tulus atas segala kekurangan kita, bahkan dalam ibadah sekalipun.
Lafadz dan Makna Istighfar
Bacaan istighfar yang paling umum dibaca adalah:
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ
Astaghfirullahal 'adzim.
"Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung."
Bacaan ini diulang sebanyak tiga kali. Setelah itu, seringkali dilanjutkan dengan sayyidul istighfar (raja dari istighfar) yang lebih lengkap:
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ
Astaghfirullahal 'adzim alladzi la ilaha illa huwal hayyul qayyumu wa atubu ilaih.
"Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung, Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), dan aku bertaubat kepada-Nya."
Hikmah Memulai Dzikir dengan Istighfar
Memulai wirid dengan permohonan ampun mengandung beberapa hikmah yang sangat dalam. Pertama, ini adalah bentuk adab dan pengakuan akan kelemahan diri. Kita mengakui bahwa sholat yang baru saja kita kerjakan jauh dari kata sempurna. Mungkin ada riya' yang terselip, pikiran yang melayang ke urusan duniawi, atau bacaan yang kurang tartil. Istighfar membersihkan dan menyucikan ibadah kita dari noda-noda kelalaian tersebut.
Kedua, istighfar adalah pengingat akan hakikat kita sebagai hamba yang senantiasa berbuat salah (al-insanu mahallul khata' wan nisyan). Tidak ada seorang pun yang luput dari dosa. Dengan beristighfar, kita menempatkan diri pada posisi yang seharusnya: sebagai hamba yang fakir dan butuh akan ampunan Tuhannya Yang Maha Kaya dan Maha Pengampun. Ini menumbuhkan sifat tawadhu' (rendah hati) dan menjauhkan dari sifat 'ujub (bangga diri) atas ibadah yang telah dilakukan.
Ketiga, istighfar adalah kunci pembuka pintu rahmat dan keberkahan. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT seringkali mengaitkan istighfar dengan turunnya rezeki, kemudahan, dan kekuatan. Sebagaimana firman-Nya mengisahkan seruan Nabi Nuh 'alaihissalam kepada kaumnya:
"Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula) di dalamnya untukmu sungai-sungai.'" (QS. Nuh: 10-12).
Dengan demikian, mengawali dzikir dengan istighfar bukan hanya membersihkan dosa, tetapi juga membuka gerbang bagi segala macam kebaikan dunia dan akhirat. Ini adalah langkah pertama untuk memastikan bahwa doa-doa kita selanjutnya didengar dan dikabulkan, karena hati yang bersih lebih dekat dengan Allah.
2. Tahlil dan Pujian: Mengesakan dan Mengagungkan Allah
Setelah membersihkan diri dengan istighfar, langkah selanjutnya adalah meneguhkan kembali pilar utama keimanan, yaitu tauhid. Bacaan ini merupakan deklarasi agung yang mencakup pengesaan, pujian, dan pengakuan atas kekuasaan mutlak Allah SWT.
Lafadz dan Makna Mendalam
Bacaan yang dimaksud adalah sebagai berikut, dan seringkali dibaca setelah istighfar dan sebelum dzikir tasbih, tahmid, dan takbir, terutama setelah sholat Subuh dan Maghrib di mana ia dibaca sepuluh kali.
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumit, wa huwa 'ala kulli syai'in qadir.
"Tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dia yang menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Membedah Kalimat Agung Ini
Setiap frasa dalam dzikir ini memiliki bobot teologis yang sangat berat dan penting untuk direnungkan:
- "La ilaha illallah" (Tiada Tuhan selain Allah): Ini adalah kalimat tauhid, inti dari ajaran Islam. Kalimat ini menafikan segala bentuk sesembahan selain Allah (an-nafyu) dan menetapkan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya yang berhak disembah (al-itsbat). Mengucapkannya setelah sholat adalah penegasan kembali komitmen kita untuk hanya menyembah dan bergantung kepada-Nya.
- "Wahdahu la syarika lah" (Semata, tiada sekutu bagi-Nya): Ini adalah penguatan dari kalimat tauhid. Ia menegaskan keesaan Allah dalam Dzat, Sifat, dan Af'al (perbuatan)-Nya. Tidak ada yang setara, sebanding, atau membantunya dalam menciptakan dan mengatur alam semesta. Ini membebaskan hati dari segala bentuk syirik, baik yang nyata maupun yang tersembunyi.
- "Lahul mulku" (Bagi-Nya segala kerajaan): Pengakuan bahwa kekuasaan absolut dan kepemilikan sejati atas langit, bumi, dan segala isinya hanyalah milik Allah. Raja, presiden, atau orang terkaya di dunia sekalipun hanyalah peminjam. Kesadaran ini menumbuhkan rasa tawakkal dan menghilangkan ketakutan terhadap makhluk, karena semua berada dalam genggaman-Nya.
- "Wa lahul hamdu" (dan bagi-Nya segala puji): Semua pujian yang sempurna dan mutlak hanya layak ditujukan kepada Allah. Apapun kebaikan, keindahan, atau nikmat yang kita lihat pada makhluk, sumber hakikinya adalah Allah. Kalimat ini mengajarkan kita untuk bersyukur dalam segala keadaan.
- "Yuhyi wa yumit" (Dia yang menghidupkan dan mematikan): Ini adalah manifestasi nyata dari kekuasaan-Nya (al-mulk). Kehidupan dan kematian, dua misteri terbesar bagi manusia, sepenuhnya berada dalam kendali-Nya. Mengingat hal ini melembutkan hati yang keras dan mengingatkan kita akan kefanaan dunia serta kepastian akan adanya hari kebangkitan.
- "Wa huwa 'ala kulli syai'in qadir" (dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu): Ini adalah penutup yang sempurna. Kalimat ini menanamkan optimisme dan harapan yang tak terbatas dalam hati seorang mukmin. Tidak ada masalah yang terlalu besar, tidak ada doa yang mustahil, dan tidak ada kesulitan yang tidak bisa diatasi, karena kita memohon kepada Dzat Yang Maha Kuasa atas segalanya.
Membaca dzikir ini dengan penghayatan akan melapangkan dada, menguatkan keyakinan, dan menjadikan kita hamba yang lebih berserah diri kepada ketetapan-Nya.
3. Tasbih, Tahmid, Takbir: Wirid Fatimah yang Penuh Berkah
Ini adalah rangkaian dzikir yang paling populer dan memiliki dasar hadits yang sangat kuat. Dikenal juga sebagai "Wirid Fatimah," karena Rasulullah ﷺ mengajarkannya kepada putrinya, Fatimah radhiyallahu 'anha, sebagai amalan yang lebih baik daripada seorang pembantu. Rangkaian ini terdiri dari tiga kalimat agung yang masing-masing dibaca sebanyak 33 kali.
Tiga Serangkai Kalimat Mulia
Urutannya adalah sebagai berikut:
- Tasbih (سُبْحَانَ اللهِ - Subhanallah), dibaca 33 kali.
- Tahmid (الْحَمْدُ لِلَّهِ - Alhamdulillah), dibaca 33 kali.
- Takbir (اللهُ أَكْبَرُ - Allahu Akbar), dibaca 33 kali.
Sehingga totalnya menjadi 99. Kemudian, untuk menggenapkannya menjadi 100, bacaan tersebut ditutup dengan kalimat tahlil yang telah dibahas sebelumnya:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadir.
Keutamaan yang Luar Biasa
Keutamaan dzikir ini disebutkan dalam sebuah hadits shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barangsiapa yang ber-tasbih (mengucapkan 'Subhanallah') sebanyak 33 kali, ber-tahmid (mengucapkan 'Alhamdulillah') sebanyak 33 kali, dan ber-takbir (mengucapkan 'Allahu Akbar') sebanyak 33 kali setelah selesai sholat, itu semua berjumlah 99, kemudian ia menggenapkannya untuk yang keseratus dengan (membaca): 'La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qadir', maka akan diampuni dosa-dosanya sekalipun sebanyak buih di lautan." (HR. Muslim).
Hadits ini menunjukkan betapa besarnya ganjaran bagi mereka yang merutinkan amalan ini. "Buih di lautan" adalah kiasan untuk dosa yang sangat banyak, namun ampunan Allah jauh lebih luas dan tak terbatas.
Makna Filosofis di Balik Tiga Kalimat
Ketiga kalimat ini bukanlah sekadar ucapan, melainkan tiga pilar dalam memandang dunia dari kacamata seorang hamba.
- Subhanallah (Maha Suci Allah): Ini adalah tindakan tanzih, yaitu menyucikan Allah dari segala sifat kekurangan, kelemahan, atau keserupaan dengan makhluk-Nya. Ketika kita melihat sesuatu yang buruk, musibah, atau kezaliman, kita mengembalikan kesucian kepada Allah dengan "Subhanallah". Kita meyakini bahwa Allah suci dari segala keburukan tersebut, dan di balik setiap peristiwa pasti ada hikmah yang agung, meskipun akal kita tidak mampu menjangkaunya. Ini adalah dzikir yang menenangkan hati saat menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan.
- Alhamdulillah (Segala Puji bagi Allah): Ini adalah tindakan syukur. Saat kita melihat atau merasakan nikmat, keindahan, dan kebaikan, kita mengembalikan pujian itu kepada sumbernya yang hakiki, yaitu Allah. "Alhamdulillah" adalah pengakuan bahwa semua hal baik berasal dari-Nya. Ini adalah dzikir yang menumbuhkan rasa syukur dan kepuasan dalam hati, menjauhkan dari sifat kufur nikmat dan selalu merasa kurang.
- Allahu Akbar (Allah Maha Besar): Ini adalah tindakan ta'dzim, yaitu mengagungkan Allah di atas segalanya. Ketika kita berhadapan dengan kekuatan dunia, tantangan hidup yang terasa besar, atau bahkan pencapaian diri yang membanggakan, "Allahu Akbar" mengingatkan kita bahwa ada Dzat yang jauh lebih besar dari itu semua. Masalah kita menjadi kecil di hadapan kebesaran-Nya, dan kesombongan kita luluh di hadapan keagungan-Nya. Ini adalah dzikir yang memberikan kekuatan, keberanian, dan kerendahan hati.
Dengan merangkai ketiganya, seorang hamba telah melakukan siklus dzikir yang sempurna: menyucikan Allah dari segala kekurangan, memuji-Nya atas segala kelebihan dan nikmat, serta mengagungkan-Nya di atas segala sesuatu. Ini adalah nutrisi ruhani yang komprehensif setelah sholat.
4. Ayat Kursi: Benteng Perlindungan dan Kunci Surga
Bacaan terakhir dalam daftar 4 bacaan dzikir setelah sholat yang fundamental adalah sebuah ayat agung dari Al-Qur'an, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 255, atau yang lebih dikenal sebagai Ayat Kursi. Ayat ini disebut oleh Nabi Muhammad ﷺ sebagai ayat yang paling agung dalam Kitabullah.
Lafadz Ayat Kursi
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Allahu la ilaha illa Huwal Hayyul Qayyum. La ta’khudzuhu sinatun wa la nawm. Lahu ma fis-samawati wa ma fil-ardh. Man dzalladzi yasyfa’u ‘indahu illa bi idznih. Ya’lamu ma baina aidihim wa ma khalfahum. Wa la yuhithuna bisyai’in min ‘ilmihi illa bima syaa. Wasi’a kursiyyuhus-samawati wal ardh. Wa la ya’uduhu hifdzuhuma wa Huwal ‘Aliyyul ‘Azhim.
"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan не tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."
Keagungan dan Kandungan Maknanya
Ayat Kursi adalah sebuah ringkasan komprehensif tentang keesaan (tauhid), sifat-sifat kesempurnaan, dan keagungan kekuasaan Allah. Membacanya adalah seperti melakukan tur ruhani untuk mengenal kebesaran Sang Pencipta. Mari kita bedah keagungannya:
- Fondasi Tauhid: Ayat ini dimulai dengan kalimat tauhid yang sama dengan kalimat syahadat, "Allahu la ilaha illa Huwa," menegaskan bahwa tidak ada entitas lain yang layak disembah selain Dia.
- Sifat Kehidupan dan Keteraturan Sempurna: "Al-Hayyul Qayyum" (Yang Maha Hidup dan Terus Menerus Mengurus). Kehidupan-Nya abadi dan tidak bergantung pada apapun, sementara semua makhluk bergantung pada-Nya. Dia-lah yang menopang seluruh alam semesta.
- Kesempurnaan dari Kelemahan: "La ta’khudzuhu sinatun wa la nawm" (Tidak mengantuk dan tidak tidur). Ini adalah penegasan kesempurnaan-Nya. Jika penjaga terhebat di dunia saja bisa lelah dan tertidur, maka Allah, Sang Penjaga alam semesta, tidak pernah lalai sedetik pun. Ini memberikan rasa aman yang luar biasa.
- Kepemilikan Absolut: "Lahu ma fis-samawati wa ma fil-ardh" (Milik-Nya apa yang ada di langit dan di bumi). Menegaskan kembali konsep al-mulk. Semua yang kita miliki hanyalah titipan.
- Kekuasaan Syafa'at: "Man dzalladzi yasyfa’u ‘indahu illa bi idznih" (Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi-Nya tanpa izin-Nya?). Ini meluruskan konsep syafa'at (perantaraan). Bahkan nabi atau malaikat terdekat pun tidak bisa memberikan syafa'at kecuali atas izin Allah, menunjukkan kemutlakan kuasa-Nya.
- Ilmu yang Meliputi Segalanya: "Ya’lamu ma baina aidihim wa ma khalfahum" (Dia mengetahui apa yang di hadapan dan di belakang mereka). Ilmu Allah meliputi masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tidak ada satu pun peristiwa, pikiran, atau niat yang luput dari pengetahuan-Nya.
- Keterbatasan Ilmu Makhluk: "Wa la yuhithuna bisyai’in min ‘ilmihi illa bima syaa" (Dan mereka tidak mengetahui apapun dari ilmu-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki). Ini adalah pelajaran kerendahan hati yang luar biasa bagi manusia. Sepintar apapun kita, ilmu kita hanyalah setetes air di samudra ilmu Allah.
- Simbol Kekuasaan: "Wasi’a kursiyyuhus-samawati wal ardh" (Kursi-Nya meliputi langit dan bumi). 'Kursi' di sini sering ditafsirkan sebagai simbol kekuasaan dan keagungan Allah yang begitu luas, melampaui batas langit dan bumi yang kita kenal.
- Pemeliharaan yang Ringan: "Wa la ya’uduhu hifdzuhuma" (Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya). Menjaga dan mengurus alam semesta yang maha luas ini tidak menjadi beban sedikit pun bagi Allah, menunjukkan betapa tak terbatasnya kekuatan-Nya.
- Penutup yang Agung: Ayat ini diakhiri dengan dua nama-Nya yang agung, "Wa Huwal ‘Aliyyul ‘Azhim" (Dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar), merangkum seluruh sifat keagungan yang telah disebutkan sebelumnya.
Keutamaan Membaca Ayat Kursi Setelah Sholat
Rasulullah ﷺ secara khusus menyebutkan keutamaan bagi orang yang merutinkan membaca Ayat Kursi setelah setiap sholat wajib. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa'i dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, Nabi ﷺ bersabda:
"Barangsiapa yang membaca Ayat Kursi setelah setiap sholat wajib, maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga kecuali kematian."
Ini adalah jaminan yang luar biasa. Artinya, ketika ajal menjemputnya, jalannya menuju surga telah terbuka lebar, dengan izin Allah. Selain itu, membaca Ayat Kursi juga merupakan benteng perlindungan dari gangguan jin dan setan. Ia memberikan ketenangan dan keamanan bagi jiwa pembacanya.
Kesimpulan: Menjadikan Dzikir Sebagai Gaya Hidup
Empat bacaan dzikir setelah sholat yang telah kita bahas—Istighfar, Tahlil, Tasbih-Tahmid-Takbir, dan Ayat Kursi—bukanlah sekadar rangkaian kata tanpa makna. Masing-masing adalah pilar yang menopang bangunan spiritual seorang muslim setelah ia menegakkan tiang sholat. Istighfar membersihkan dan menyucikan. Tahlil meneguhkan pondasi tauhid. Rangkaian Tasbih, Tahmid, dan Takbir adalah cara kita berinteraksi dengan dunia melalui kacamata iman. Dan Ayat Kursi adalah deklarasi keagungan Allah sekaligus perisai pelindung bagi hamba-Nya.
Meluangkan waktu beberapa menit setelah sholat untuk merenungi dan melafadzkan dzikir-dzikir ini adalah investasi terbaik untuk ketenangan dunia dan kebahagiaan akhirat. Ia mengubah ibadah yang bersifat ritual menjadi sebuah hubungan yang hidup dan dinamis dengan Sang Khaliq. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan dan keistiqomahan untuk senantiasa menghiasi lisan dan hati kita dengan dzikir kepada-Nya, terutama pada waktu-waktu mustajab setelah menunaikan sholat fardhu.