Makna dan Keutamaan Dzikir Setelah Sholat
Sholat adalah tiang agama, sebuah momen agung di mana seorang hamba berkomunikasi secara langsung dengan Rabb-nya, Allah Subhanahu wa Ta'ala. Namun, hubungan spiritual ini tidak serta-merta terputus begitu salam diucapkan. Justru, momen setelah sholat adalah waktu yang sangat mustajab dan penuh berkah untuk melanjutkan dialog batin, merenung, dan memohon ampunan serta rahmat-Nya. Salah satu amalan paling utama yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengisi waktu berharga ini adalah berdzikir.
Dzikir, secara bahasa, berarti 'mengingat'. Dalam terminologi syariat, dzikir adalah segala bentuk aktivitas lisan maupun hati yang bertujuan untuk mengingat keagungan Allah. Dzikir setelah sholat bukanlah sekadar rutinitas tanpa makna. Ia adalah penyempurna sholat itu sendiri. Di dalam sholat, kita mungkin lalai, pikiran kita melayang, atau kurang khusyuk. Dzikir berfungsi sebagai penambal kekurangan-kekurangan tersebut, sebuah upaya untuk memohon agar ibadah kita diterima di sisi-Nya.
Keutamaan berdzikir setelah sholat sangatlah besar. Allah berfirman dalam Al-Qur'an: "Apabila kamu telah menyelesaikan sholatmu, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring." (QS. An-Nisa: 103). Ayat ini secara eksplisit memerintahkan kita untuk terus mengingat Allah bahkan setelah kewajiban sholat telah ditunaikan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri senantiasa merutinkan amalan ini dan mengajarkannya kepada para sahabat. Beliau tidak langsung beranjak pergi setelah sholat, melainkan duduk sejenak untuk berdzikir, menunjukkan betapa pentingnya amalan ini. Dzikir adalah benteng bagi seorang muslim, melindunginya dari godaan setan, menenangkan hatinya, dan melapangkan rezekinya. Dengan berdzikir, kita mengakui kelemahan diri dan kebesaran Allah, sebuah sikap yang sangat dicintai oleh-Nya.
Langkah-Langkah Urutan Dzikir Setelah Sholat
Berikut adalah urutan dzikir yang shahih (valid) berdasarkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang diajarkan dan diamalkan secara turun-temurun oleh para ulama. Mengamalkannya secara rutin akan mendatangkan ketenangan jiwa dan pahala yang melimpah.
1. Membaca Istighfar (3 Kali)
Langkah pertama dan utama setelah mengucapkan salam adalah memohon ampunan. Ini adalah cerminan kerendahan hati seorang hamba. Meskipun baru saja menyelesaikan ibadah agung, kita menyadari bahwa ibadah tersebut pasti memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kita memulainya dengan istighfar.
Dari Tsauban radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, "Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai dari sholatnya (sholat fardhu), beliau beristighfar tiga kali." (HR. Muslim).
أَسْتَغْفِرُ اللهَ
Astaghfirullāh.
"Aku memohon ampun kepada Allah." (Dibaca 3 kali)
Makna mendalam dari istighfar ini adalah pengakuan bahwa segala kebaikan dan kemampuan beribadah datangnya dari Allah, sementara kekurangan dan kelalaian datang dari diri kita sendiri. Dengan memulainya, kita seolah berkata, "Ya Allah, ampunilah segala kelalaianku dalam sholat yang baru saja aku kerjakan ini." Ini adalah adab tertinggi seorang hamba di hadapan Penciptanya.
2. Membaca Doa Pujian dan Keselamatan
Setelah memohon ampun, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan dengan pujian kepada Allah sebagai sumber segala kedamaian dan keberkahan. Doa ini menegaskan sifat Allah, As-Salam, Yang Maha Pemberi Keselamatan.
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالْإِكْرَامِ
Allāhumma antas-salām, wa minkas-salām, tabārakta yā dzal-jalāli wal-ikrām.
"Ya Allah, Engkau adalah As-Salam (Yang Maha Selamat), dan dari-Mu lah keselamatan. Maha Suci Engkau, wahai Rabb yang memiliki keagungan dan kemuliaan."
Dalam riwayat yang sama dari Tsauban, setelah beristighfar tiga kali, Nabi melanjutkan dengan doa ini. Doa ini adalah pengakuan bahwa hanya Allah yang merupakan sumber kedamaian sejati. Segala bentuk ketenangan, keamanan, dan keselamatan di dunia dan akhirat hanya berasal dari-Nya. Dengan mengucapkannya, kita memohon agar dilimpahi kedamaian dalam hidup dan dijauhkan dari segala marabahaya. Ungkapan "Yā Dzal-Jalāli wal-Ikrām" adalah pujian agung, mengakui bahwa Allah adalah Pemilik segala Keagungan yang membuat kita tunduk dan Pemilik segala Kemuliaan yang membuat kita berharap kepada-Nya.
3. Membaca Tahlil Pembuka
Selanjutnya, dianjurkan membaca kalimat tahlil yang menegaskan keesaan dan kekuasaan mutlak Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dzikir ini memiliki keutamaan yang sangat besar, sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits.
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. اللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
Lā ilāha illallāh wahdahu lā syarīka lah, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa ‘alā kulli syai'in qadīr. Allāhumma lā māni‘a limā a‘ṭaita, wa lā mu‘ṭiya limā mana‘ta, wa lā yanfa‘u dzal-jaddi minkal-jadd.
"Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi. Tidaklah bermanfaat kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (untuk menyelamatkan diri dari siksa-Mu)."
Dzikir ini diriwayatkan oleh Al-Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu (HR. Bukhari dan Muslim). Kalimat pertama adalah penegasan tauhid rububiyah dan uluhiyah. Kita mengakui bahwa hanya Allah yang menciptakan, menguasai, dan mengatur alam semesta ("lahul-mulku"), dan hanya Dia yang berhak atas segala pujian sempurna ("lahul-ḥamdu"). Kalimat berikutnya adalah pengakuan pasrah akan takdir Allah. Apa pun yang Allah tetapkan untuk kita, tidak ada yang bisa menghalanginya. Sebaliknya, apa pun yang Allah tahan dari kita, tidak ada seorang pun yang mampu memberikannya. Bagian terakhir menegaskan bahwa kekayaan, kedudukan, atau nasab tidak akan berguna di hadapan Allah; yang bermanfaat hanyalah iman dan amal shalih.
4. Membaca Ayat Kursi (Surat Al-Baqarah: 255)
Membaca Ayat Kursi setelah sholat fardhu adalah amalan yang memiliki keutamaan luar biasa. Ia disebut sebagai ayat yang paling agung dalam Al-Qur'an karena kandungan maknanya yang mencakup nama-nama dan sifat-sifat Allah yang paling mulia.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang membaca Ayat Kursi setiap selesai sholat fardhu, maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga kecuali kematian." (HR. An-Nasa'i, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani). Hadits ini menunjukkan betapa besarnya ganjaran bagi mereka yang merutinkannya.
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَّهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۗ مَن ذَا ٱلَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذْنِهِۦ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَىْءٍ مِّنْ عِلْمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ ۖ وَلَا يَـُٔودُهُۥ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْعَظِيمُ
Allāhu lā ilāha illā huwal-ḥayyul-qayyụm, lā ta'khużuhụ sinatuw wa lā naụm, lahụ mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, man żallażī yasyfa'u 'indahū illā bi'iżnih, ya'lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum, wa lā yuḥīṭụna bisyai'im min 'ilmihī illā bimā syā', wasi'a kursiyyuhus-samāwāti wal-arḍ, wa lā ya'ụduhụ ḥifẓuhumā, wa huwal-'aliyyul-'aẓīm.
"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."
Merenungkan makna Ayat Kursi adalah sebuah ibadah tersendiri. Setiap kalimatnya menegaskan keesaan, kehidupan yang sempurna, kemandirian, kepemilikan mutlak, kekuasaan, ilmu yang tak terbatas, dan keagungan Allah yang tiada tara. Membacanya secara rutin tidak hanya menjanjikan surga, tetapi juga memberikan perlindungan dari gangguan jin dan setan.
5. Membaca Tasbih, Tahmid, dan Takbir
Ini adalah bagian inti dari dzikir setelah sholat yang sangat ditekankan oleh Nabi. Rangkaian dzikir ini dikenal juga dengan sebutan "Tasbih Fatimah", meskipun konteks aslinya adalah sebagai dzikir sebelum tidur, namun bacaan ini juga sangat dianjurkan setelah sholat. Ada beberapa variasi dalam jumlah, namun yang paling umum adalah masing-masing dibaca 33 kali.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang berdzikir setelah selesai sholat dengan dzikir berikut: Subhanallah (33x), Alhamdulillah (33x), Allahu Akbar (33x), lalu menyempurnakannya yang keseratus dengan: Lā ilāha illallāh wahdahu lā syarīka lah, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa ‘alā kulli syai'in qadīr, maka akan diampuni dosa-dosanya sekalipun sebanyak buih di lautan." (HR. Muslim).
a. Tasbih (33 Kali)
سُبْحَانَ اللهِ
Subḥānallāh.
"Maha Suci Allah." (Dibaca 33 kali)
Kalimat tasbih adalah bentuk penyucian (tanzih). Dengan mengucapkannya, kita menyatakan bahwa Allah Maha Suci dari segala bentuk kekurangan, kelemahan, sifat buruk, dan dari segala sesuatu yang tidak layak bagi keagungan-Nya. Kita mensucikan Allah dari tandingan, sekutu, anak, atau istri. Ini adalah pengakuan akan kesempurnaan mutlak milik Allah semata.
b. Tahmid (33 Kali)
الْحَمْدُ لِلَّهِ
Alḥamdulillāh.
"Segala puji bagi Allah." (Dibaca 33 kali)
Kalimat tahmid adalah ekspresi syukur dan pujian. "Al" pada "Alhamdulillah" menunjukkan makna generalisasi, artinya segala bentuk pujian yang sempurna hanya pantas ditujukan kepada Allah. Kita memuji-Nya atas segala nikmat yang telah diberikan, baik yang kita sadari maupun yang tidak, dari nikmat iman, Islam, kesehatan, hingga setiap helaan nafas. Ini adalah pengakuan bahwa semua kebaikan berasal dari-Nya.
c. Takbir (33 Kali)
اللهُ أَكْبَرُ
Allāhu Akbar.
"Allah Maha Besar." (Dibaca 33 kali)
Kalimat takbir adalah deklarasi kebesaran Allah. Dengan mengucapkannya, kita mengakui bahwa Allah lebih besar dari segala sesuatu; lebih besar dari masalah kita, dari kekhawatiran kita, dari ambisi kita, bahkan dari alam semesta itu sendiri. Takbir menanamkan dalam hati rasa tawadhu' (rendah hati) dan menyadarkan kita akan kecilnya diri ini di hadapan keagungan Sang Pencipta.
d. Penyempurna Seratus
Setelah membaca ketiganya (total 99), disunnahkan untuk menggenapkannya menjadi seratus dengan kalimat tahlil berikut:
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ
Lā ilāha illallāh wahdahu lā syarīka lah, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa ‘alā kulli syai'in qadīr.
"Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji. Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Kombinasi dzikir ini sangat luar biasa. Dimulai dengan penyucian (Tasbih), dilanjutkan dengan pujian (Tahmid), lalu pengagungan (Takbir), dan ditutup dengan penegasan keesaan dan kekuasaan mutlak (Tahlil). Ini adalah paket dzikir lengkap yang menghimpun berbagai bentuk pengakuan seorang hamba akan kebesaran Rabb-nya, dengan janji ampunan dosa yang tak ternilai.
6. Membaca Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas
Tiga surat terakhir dalam Al-Qur'an ini, yang dikenal juga dengan sebutan Al-Mu'awwidzat (surat-surat perlindungan), memiliki keutamaan khusus untuk dibaca setelah sholat.
Dari 'Uqbah bin 'Amir, beliau berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk membaca Al-Mu’awwidzat setiap selesai sholat." (HR. Abu Daud, An-Nasa'i, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Ketiga surat ini dibaca masing-masing satu kali setelah sholat Dzuhur, Ashar, dan Isya. Namun, khusus setelah sholat Shubuh dan Maghrib, dianjurkan untuk membacanya masing-masing sebanyak tiga kali. Ini karena waktu pagi dan petang adalah waktu di mana perlindungan dari berbagai keburukan lebih ditekankan.
- Surat Al-Ikhlas: Merupakan intisari dari tauhid. Membacanya sebanding dengan membaca sepertiga Al-Qur'an dari segi makna, karena ia murni membahas tentang keesaan dan sifat-sifat Allah.
- Surat Al-Falaq: Berisi permohonan perlindungan kepada Allah dari segala kejahatan makhluk-Nya, dari kejahatan malam, sihir, dan orang-orang yang hasad.
- Surat An-Nas: Berisi permohonan perlindungan kepada Allah dari bisikan dan godaan setan, baik dari golongan jin maupun manusia, yang merupakan musuh utama keimanan.
Membaca ketiga surat ini adalah cara kita membentengi diri setelah beribadah, memohon perlindungan dari segala hal yang dapat merusak amal dan keimanan kita.
7. Berdoa
Setelah menyelesaikan seluruh rangkaian dzikir di atas, inilah saat yang sangat mustajab untuk memanjatkan doa. Waktu setelah sholat fardhu adalah salah satu waktu terbaik untuk berdoa. Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, doa apakah yang paling didengar?" Beliau menjawab, "Doa di tengah malam terakhir dan setelah sholat-sholat fardhu." (HR. Tirmidzi).
Pada momen ini, seorang hamba bisa memohon apa saja yang ia hajatkan, baik urusan dunia maupun akhirat. Mintalah ampunan untuk diri sendiri, kedua orang tua, keluarga, dan kaum muslimin. Mintalah kebaikan dunia seperti rezeki yang halal, kesehatan, dan keluarga yang sakinah. Dan yang terpenting, mintalah kebaikan akhirat, yaitu husnul khatimah dan dimasukkan ke dalam surga-Nya tanpa hisab. Berdoalah dengan penuh keyakinan, kerendahan hati, dan adab yang baik, karena kita sedang berbicara kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan.
Adab dan Sikap dalam Berdzikir
Untuk mendapatkan manfaat maksimal dari amalan dzikir, penting untuk memperhatikan adab dan sikap saat melakukannya. Dzikir bukanlah sekadar komat-kamit di lisan, tetapi harus melibatkan getaran di dalam hati.
- Khusyuk dan Tadabbur: Usahakan untuk fokus dan merenungkan makna dari setiap kalimat dzikir yang diucapkan. Jangan terburu-buru seolah sedang dikejar sesuatu. Rasakan setiap pujian, setiap permohonan ampun, dan setiap pengagungan kepada Allah.
- Menghitung dengan Jari Tangan Kanan: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terbiasa menghitung dzikir dengan ruas-ruas jari tangan kanannya. Hal ini lebih utama daripada menggunakan tasbih, karena jari-jemari kita akan menjadi saksi di hari kiamat. Namun, penggunaan tasbih diperbolehkan jika tujuannya untuk membantu konsentrasi dan agar tidak salah hitung.
- Merendahkan Suara: Dzikir sebaiknya dilakukan dengan suara yang lirih (sirr), cukup terdengar oleh diri sendiri. Allah berfirman, "Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang." (QS. Al-A'raf: 205). Berdzikir dengan suara keras secara berjamaah setelah sholat tidak dicontohkan oleh Nabi dan para sahabat.
- Istiqamah (Konsisten): Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang dilakukan secara rutin meskipun sedikit. Jadikan dzikir setelah sholat sebagai kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkan, kecuali dalam keadaan udzur yang syar'i. Konsistensi inilah yang akan membangun hubungan yang kuat dengan Allah dan mendatangkan buah-buah keimanan dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan: Menghidupkan Sunnah, Meraih Ketenangan
Urutan dzikir setelah sholat fardhu yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sebuah paket spiritual yang komprehensif. Dimulai dengan permohonan ampun, dilanjutkan dengan pujian dan pengagungan, penegasan tauhid, permohonan perlindungan, dan ditutup dengan doa personal. Setiap tahapannya memiliki makna mendalam dan keutamaan yang agung.
Menghidupkan sunnah ini dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya tentang meraih pahala dan ampunan, tetapi juga tentang menemukan ketenangan sejati. Di tengah hiruk pikuk dunia yang seringkali membuat hati gelisah, dzikir adalah oase yang menyejukkan jiwa. Ia adalah cara kita mengisi ulang energi spiritual, memperkuat benteng pertahanan dari godaan, dan senantiasa merasa terhubung dengan Sang Pencipta. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kita taufik dan hidayah untuk dapat senantiasa mengamalkan sunnah yang mulia ini dengan penuh keikhlasan dan istiqamah.