Panduan Lengkap Bacaan Takbir Kedua Sholat Jenazah
Gerakan mengangkat tangan saat bertakbir, sebuah simbol penyerahan diri kepada Allah.
Pendahuluan: Memahami Kedudukan Sholat Jenazah
Sholat Jenazah adalah salah satu ibadah agung dalam syariat Islam yang memiliki kedudukan yang sangat istimewa. Ibadah ini merupakan bentuk penghormatan terakhir dari kaum muslimin yang masih hidup kepada saudaranya yang telah berpulang ke rahmatullah. Lebih dari sekadar ritual, sholat jenazah adalah wujud doa kolektif, permohonan ampunan, dan harapan akan rahmat Allah bagi almarhum atau almarhumah. Hukum melaksanakannya adalah fardhu kifayah, yang berarti kewajiban ini bersifat kolektif. Apabila sebagian kaum muslimin telah menunaikannya, maka gugurlah kewajiban bagi yang lain. Namun, jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka seluruh kaum muslimin di wilayah tersebut menanggung dosa.
Berbeda dengan sholat fardhu atau sunnah lainnya, sholat jenazah memiliki tata cara yang unik. Ia dilaksanakan dalam keadaan berdiri, tanpa ada gerakan rukuk, i'tidal, sujud, maupun duduk di antara dua sujud. Inti dari sholat ini terangkum dalam empat kali takbir yang masing-masing memiliki bacaan dan makna filosofis yang mendalam. Setiap takbir memisahkan satu rukun bacaan dengan rukun berikutnya, membentuk sebuah alur doa yang sistematis dan penuh pengharapan. Dimulai dengan pujian kepada Allah, dilanjutkan dengan shalawat kepada Rasulullah, lalu doa khusus untuk jenazah, dan diakhiri dengan doa penutup sebelum salam.
Di antara keempat takbir tersebut, takbir kedua memegang peranan krusial. Setelah takbir pertama yang diisi dengan pembacaan Surah Al-Fatihah sebagai pembuka segala doa dan pujian kepada Allah, takbir kedua menjadi jembatan untuk memohon wasilah (perantara) melalui insan yang paling mulia, Nabi Muhammad SAW. Artikel ini akan mengupas secara tuntas, mendalam, dan komprehensif segala sesuatu yang berkaitan dengan takbir kedua sholat jenazah, mulai dari bacaannya, ragam versi yang masyhur, makna spiritual di baliknya, hingga tinjauan fikih dari berbagai mazhab.
Fokus Utama: Bacaan Setelah Takbir Kedua
Setelah imam dan makmum mengangkat tangan seraya mengucap takbir kedua, "Allahu Akbar," tidak ada jeda panjang. Hati dan lisan segera menyambungnya dengan bacaan shalawat atas Nabi Muhammad SAW. Shalawat adalah bentuk doa dan pujian yang kita panjatkan kepada Allah agar Dia senantiasa melimpahkan rahmat, keberkahan, dan kemuliaan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para pengikutnya. Dalam konteks sholat jenazah, pembacaan shalawat setelah takbir kedua bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah pilar spiritual yang sangat penting.
1. Bacaan Shalawat Standar (Paling Ringkas)
Bagi mereka yang mungkin belum hafal bacaan shalawat yang panjang, para ulama sepakat bahwa membaca shalawat dalam bentuknya yang paling ringkas sudah dianggap sah dan mencukupi rukun. Bacaan minimal ini adalah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
Transliterasi: Allahumma sholli 'ala Muhammad.
"Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada (Nabi) Muhammad."
Bacaan ini, meskipun singkat, telah mengandung esensi utama dari shalawat, yaitu permohonan rahmat kepada Allah untuk Nabi Muhammad SAW. Dalam situasi di mana seseorang terburu-buru atau memiliki keterbatasan hafalan, bacaan ini sudah menggugurkan kewajiban rukun membaca shalawat menurut mazhab yang mewajibkannya.
2. Bacaan Shalawat yang Lebih Sempurna
Untuk menyempurnakan ibadah, sangat dianjurkan untuk membaca shalawat dalam bentuk yang lebih lengkap. Versi yang umum diajarkan dan diamalkan di banyak kalangan umat Islam adalah sebagai berikut:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Transliterasi: Allahumma sholli 'ala sayyidinaa Muhammad, wa 'ala aali sayyidinaa Muhammad.
"Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad."
Penambahan frasa "sayyidina" (junjungan kami) adalah bentuk adab dan penghormatan yang lebih tinggi kepada Rasulullah SAW. Demikian pula, menyertakan keluarga beliau ("wa 'ala aali") dalam doa adalah mengikuti anjuran yang terdapat dalam banyak hadis, yang menunjukkan betapa mulianya kedudukan keluarga Nabi (Ahlul Bait).
3. Bacaan Shalawat Paling Utama: Shalawat Ibrahimiyah
Puncak dari kesempurnaan bacaan shalawat dalam sholat, baik sholat fardhu maupun sholat jenazah, adalah Shalawat Ibrahimiyah. Ini adalah lafaz shalawat yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW kepada para sahabat ketika mereka bertanya tentang cara bershalawat yang terbaik kepada beliau. Bacaan inilah yang kita lafazkan saat tasyahud akhir dalam sholat sehari-hari. Mengamalkannya dalam sholat jenazah tentu memiliki keutamaan yang luar biasa.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Transliterasi: Allahumma sholli 'ala sayyidinaa Muhammad wa 'ala aali sayyidinaa Muhammad, kamaa shollaita 'ala sayyidinaa Ibraahiim wa 'ala aali sayyidinaa Ibraahiim. Wa baarik 'ala sayyidinaa Muhammad wa 'ala aali sayyidinaa Muhammad, kamaa baarakta 'ala sayyidinaa Ibraahiim wa 'ala aali sayyidinaa Ibraahiim, fil 'aalamiina innaka hamiidum majiid.
"Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Dan limpahkanlah keberkahan kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim. Di seluruh alam, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
Membaca Shalawat Ibrahimiyah ini secara lengkap adalah pilihan terbaik dan paling dianjurkan. Di dalamnya terkandung permohonan rahmat (shalat) dan keberkahan (barakah) yang disandingkan dengan kemuliaan Nabi Ibrahim AS dan keluarganya, menunjukkan sebuah kesinambungan risalah kenabian dan tingginya derajat para utusan Allah.
Analisis Fikih Seputar Bacaan Takbir Kedua
Para ulama dari empat mazhab besar memiliki pandangan yang sedikit berbeda mengenai status hukum membaca shalawat setelah takbir kedua. Memahami perbedaan ini penting untuk menambah wawasan keislaman dan menumbuhkan sikap toleransi dalam beribadah.
1. Pandangan Mazhab Syafi'i dan Hanbali
Menurut pandangan mayoritas ulama dari mazhab Syafi'i dan Hanbali, membaca shalawat setelah takbir kedua adalah salah satu rukun sholat jenazah. Rukun adalah pilar atau bagian inti dari suatu ibadah yang jika ditinggalkan, sengaja maupun tidak sengaja, maka ibadah tersebut menjadi tidak sah. Konsekuensinya, menurut pandangan ini, seseorang yang tidak membaca shalawat sama sekali setelah takbir kedua, maka sholat jenazahnya batal dan harus diulangi.
Landasan argumen mereka adalah praktik yang secara konsisten dilakukan oleh para sahabat dan generasi setelahnya (tabi'in), yang mencontoh langsung dari Rasulullah SAW. Mereka memandang bahwa urutan bacaan dalam sholat jenazah bersifat tauqifiyyah, artinya telah ditetapkan oleh syariat dan tidak bisa diubah-ubah. Al-Imam An-Nawawi, seorang ulama besar mazhab Syafi'i, dalam kitabnya Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, menegaskan bahwa rukun kedua setelah takbir adalah bershalawat kepada Nabi SAW, dan tingkatan minimalnya adalah "Allahumma sholli 'ala Muhammad."
2. Pandangan Mazhab Hanafi dan Maliki
Berbeda dengan dua mazhab sebelumnya, ulama dari mazhab Hanafi dan Maliki berpandangan bahwa membaca shalawat setelah takbir kedua hukumnya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), bukan rukun. Menurut mereka, rukun sholat jenazah yang utama adalah empat takbir itu sendiri dan doa untuk si mayit.
Dalam pandangan mazhab Hanafi, yang menjadi rukun adalah takbir dan berdiri. Sedangkan pujian kepada Allah (seperti Al-Fatihah), shalawat, dan doa untuk jenazah adalah sunnah. Demikian pula dalam mazhab Maliki, doa untuk jenazah dianggap sebagai inti, sementara shalawat adalah penyempurna yang sangat ditekankan. Walaupun berstatus sunnah, meninggalkannya dengan sengaja dianggap sebagai perbuatan makruh (dibenci) yang mengurangi kesempurnaan pahala sholat, meskipun sholatnya tetap dianggap sah.
Perbedaan pandangan ini lahir dari interpretasi terhadap dalil dan riwayat yang ada. Namun, penting untuk dicatat bahwa semua mazhab sepakat mengenai anjuran dan keutamaan membaca shalawat. Perbedaannya hanya terletak pada status hukumnya (rukun atau sunnah). Dalam praktiknya, seluruh umat Islam di dunia melafazkan shalawat setelah takbir kedua sebagai bagian tak terpisahkan dari tata cara sholat jenazah.
Bagaimana Jika Lupa atau Tertukar Bacaan?
Dalam kondisi manusiawi, terkadang seseorang bisa lupa atau salah. Misalnya, setelah takbir kedua, ia malah membaca doa untuk jenazah yang seharusnya dibaca setelah takbir ketiga. Apa yang harus dilakukan?
- Menurut pendapat yang menganggapnya rukun (Syafi'i, Hanbali): Jika seseorang teringat sebelum melakukan takbir ketiga, ia harus segera membaca shalawat. Jika ia sudah terlanjur takbir ketiga, ia bisa tetap membaca shalawat kemudian diikuti doa untuk jenazah sebelum takbir keempat. Sholatnya tetap dianggap sah karena rukun tersebut telah ditunaikan, meskipun tidak pada urutan yang semestinya. Namun, jika ia baru teringat setelah salam, maka sholatnya dianggap tidak sah dan harus diulangi, kecuali jika jeda waktunya sangat singkat.
- Menurut pendapat yang menganggapnya sunnah (Hanafi, Maliki): Jika lupa membaca shalawat, sholat jenazahnya tetap sah. Ia tidak perlu mengulang atau melakukan sujud sahwi (karena sujud tidak ada dalam sholat jenazah). Namun, ia kehilangan keutamaan dan pahala dari sunnah tersebut.
Sikap yang paling hati-hati (ihtiyath) adalah berusaha untuk selalu mengingat dan menunaikannya sesuai urutan, karena ia adalah bagian dari praktik yang telah diwariskan secara turun-temurun dari generasi salafus shalih.
Makna Spiritual dan Hikmah di Balik Pembacaan Shalawat
Penempatan bacaan shalawat pada posisi kedua dalam rangkaian sholat jenazah mengandung hikmah dan makna spiritual yang sangat mendalam. Ini bukan sekadar urutan acak, melainkan sebuah desain ilahiah yang sarat dengan pelajaran.
1. Tawasul Melalui Kemuliaan Rasulullah SAW
Inti dari sholat jenazah adalah memohonkan ampunan dan rahmat bagi si mayit. Setelah kita membuka doa dengan memuji Allah SWT melalui Surah Al-Fatihah (setelah takbir pertama), langkah berikutnya adalah bertawasul atau mengambil perantara melalui amal salih. Dan tidak ada perantara yang lebih agung dan lebih dicintai Allah daripada bershalawat kepada kekasih-Nya, Nabi Muhammad SAW. Seolah-olah kita berkata, "Ya Allah, kami memuji-Mu, dan kini kami memuliakan Nabi-Mu yang paling Engkau cintai. Dengan wasilah kecintaan kami kepada Nabi-Mu ini, kami memohon, kabulkanlah doa kami untuk saudara kami yang telah wafat ini." Ini adalah adab tertinggi dalam berdoa: memulai dengan pujian kepada Allah, diikuti shalawat kepada Rasul-Nya, baru kemudian menyampaikan hajat utama.
2. Harapan Akan Syafa'at (Pertolongan) Nabi
Kematian adalah gerbang menuju kehidupan akhirat yang penuh dengan tahapan-tahapan yang berat. Setiap Muslim sangat mendambakan syafa'at atau pertolongan dari Rasulullah SAW di hari kiamat. Dengan bershalawat untuk beliau saat mengantarkan jenazah, kita tidak hanya mendoakan Nabi, tetapi juga secara implisit memohon agar syafa'at beliau kelak sampai kepada si mayit dan juga kepada kita yang masih hidup. Ini adalah ikhtiar spiritual kolektif untuk "menitipkan" almarhum/almarhumah dalam naungan syafa'at Rasulullah SAW.
3. Pengingat akan Sumber Ajaran
Tata cara mengurus jenazah, mulai dari memandikan, mengafani, menyalatkan, hingga menguburkan, seluruhnya adalah ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan bershalawat kepada beliau di tengah-tengah prosesi sholat, kita diingatkan kembali bahwa ibadah yang sedang kita lakukan ini adalah warisan mulia dari beliau. Ini menumbuhkan rasa syukur dan cinta yang mendalam, serta memotivasi kita untuk melaksanakan setiap detailnya dengan sebaik-baiknya, persis seperti yang telah dicontohkan.
4. Koneksi Spiritual Antara Tiga Pihak
Pembacaan shalawat menciptakan sebuah jalinan spiritual yang indah antara tiga pihak: Allah SWT sebagai Sang Pencipta, Nabi Muhammad SAW sebagai perantara risalah, dan umatnya (baik yang menyalatkan maupun yang disalatkan). Saat kita melantunkan shalawat, kita sedang menjalankan perintah Allah, menunjukkan cinta kepada Rasul-Nya, dan pada saat yang sama, memohonkan kebaikan tertinggi bagi saudara kita yang telah tiada. Ini adalah manifestasi dari persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah) yang tidak terputus oleh kematian.
Konteks Takbir Kedua dalam Alur Keseluruhan Sholat Jenazah
Untuk memahami peran takbir kedua secara utuh, kita perlu melihatnya sebagai bagian dari sebuah alur doa yang berkesinambungan. Setiap takbir adalah sebuah babak baru dalam dialog spiritual kita dengan Allah.
- Setelah Takbir Pertama (Takbiratul Ihram): Kita membaca Surah Al-Fatihah. Ini adalah fondasi. Kita memulai dengan pengakuan akan keesaan, keagungan, dan kekuasaan Allah sebagai Tuhan semesta alam, Sang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah pujian murni kepada Sang Pemilik Kehidupan dan Kematian.
- Setelah Takbir Kedua: Kita membaca Shalawat Nabi. Setelah memuji Allah, kita memuliakan utusan-Nya. Ini adalah adab dan kunci pembuka terkabulnya doa. Kita menyambungkan permohonan kita dengan sosok yang paling mulia di sisi Allah.
- Setelah Takbir Ketiga: Di sinilah letak inti permohonan. Kita membaca doa khusus untuk jenazah. Doanya berbeda tergantung pada jenis kelamin dan usia jenazah (laki-laki dewasa, perempuan dewasa, anak laki-laki, atau anak perempuan). Di momen inilah kita secara spesifik memintakan ampunan (maghfirah), rahmat, keselamatan ('afiyah), dan tempat terbaik di sisi Allah untuk almarhum/almarhumah.
- Setelah Takbir Keempat: Kita membaca doa penutup. Umumnya berisi permohonan agar kita yang masih hidup tidak tertimpa fitnah sepeninggalnya dan tidak dihalangi dari pahalanya. Ini adalah doa untuk yang hidup sekaligus doa perpisahan untuk yang telah pergi, sebelum sholat diakhiri dengan salam.
Dari alur ini, terlihat jelas bahwa takbir kedua dengan bacaan shalawatnya berfungsi sebagai jembatan emas yang menghubungkan antara pujian murni kepada Allah dan permohonan inti untuk jenazah. Tanpanya, alur doa terasa kurang lengkap dan kehilangan salah satu adab terpenting dalam memohon kepada Allah SWT.
Kesimpulan: Sebuah Pilar Spiritual dalam Doa Perpisahan
Takbir kedua dalam sholat jenazah, yang diikuti dengan pembacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, bukanlah sekadar formalitas ritual. Ia adalah sebuah rukun atau sunnah yang sangat ditekankan, yang mengandung dimensi spiritual, adab berdoa, dan hikmah yang sangat mendalam. Melalui lantunan shalawat, kita tidak hanya menjalankan perintah syariat, tetapi juga sedang mengetuk pintu rahmat Allah melalui wasilah hamba-Nya yang paling terkasih.
Ia mengajarkan kita tentang pentingnya adab sebelum meminta, tentang harapan akan syafa'at, dan tentang koneksi abadi dalam persaudaraan iman yang melintasi batas kehidupan dan kematian. Memahami bacaan, hukum, dan makna di balik takbir kedua akan membuat pelaksanaan sholat jenazah kita menjadi lebih khusyuk, lebih bermakna, dan insya Allah, lebih mustajab di sisi Allah SWT. Semoga kita semua senantiasa diberikan kemudahan untuk menunaikan hak-hak saudara kita yang telah mendahului, dan kelak mendapatkan perlakuan yang sama mulianya ketika tiba saatnya kita berpulang.