Sholat adalah tiang agama, sebuah jembatan spiritual yang menghubungkan seorang hamba dengan Sang Pencipta, Allah SWT. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya bukanlah sekadar ritual kosong, melainkan rangkaian dialog yang penuh makna, hikmah, dan permohonan. Di antara seluruh rukun sholat, terdapat satu momen yang menjadi puncak dari dialog tersebut, sebuah perhentian khusyuk sebelum mengakhiri ibadah. Momen itu adalah Tahiyat Akhir.
Tahiyat akhir, atau juga dikenal sebagai tasyahud akhir, merupakan salah satu rukun qauli (rukun berupa ucapan) yang wajib dilaksanakan dalam sholat. Meninggalkannya secara sengaja dapat membatalkan sholat. Kedudukannya yang krusial ini menunjukkan betapa pentingnya kandungan yang ada di dalamnya. Ini adalah saat di mana seorang Muslim merefleksikan kembali esensi keimanannya, mengirimkan salam penghormatan, bershalawat kepada nabi, dan memohon perlindungan dari berbagai keburukan dunia dan akhirat. Memahami setiap frasa dalam tahiyat akhir adalah kunci untuk mencapai kekhusyukan yang lebih mendalam, mengubah sholat dari sekadar kewajiban menjadi sebuah kebutuhan ruhani yang menenangkan jiwa.
Makna dan Kedudukan Tahiyat Akhir dalam Sholat
Secara etimologi, kata "tahiyat" (التحيات) berasal dari bahasa Arab yang berarti penghormatan, salam, atau pujian. Dalam konteks sholat, bacaan tahiyat adalah untaian kalimat penghormatan dan pujian tertinggi yang dipersembahkan hanya kepada Allah SWT. Bacaan ini memiliki sejarah yang sangat agung, diyakini berasal dari dialog yang terjadi pada peristiwa Isra' Mi'raj, sebuah perjalanan spiritual agung Nabi Muhammad SAW.
Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW menghadap Allah SWT, beliau mengucapkan, "Attahiyyâtul mubârakâtush shalawâtut thayyibâtu lillâh" (Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah). Allah SWT kemudian membalas salam tersebut dengan, "Assalâmu ‘alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullâhi wabarakâtuh" (Semoga keselamatan tercurah atasmu, wahai Nabi, beserta rahmat Allah dan keberkahan-Nya). Mendengar dialog agung ini, para malaikat yang turut menyaksikan kemudian serentak mengucapkan, "Assalâmu ‘alainâ wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn" (Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih). Dialog inilah yang kemudian diabadikan menjadi bagian dari bacaan sholat umat Islam, sebuah pengingat akan kemuliaan pertemuan antara hamba dengan Tuhannya.
Sebagai rukun sholat, posisi tahiyat akhir sangatlah fundamental. Ia dilakukan pada rakaat terakhir setiap sholat fardhu maupun sunnah, sebelum salam. Ini adalah momen rekapitulasi spiritual. Setelah melalui berbagai gerakan—berdiri, rukuk, sujud—yang melambangkan ketundukan fisik, tahiyat akhir menjadi penutup yang menyempurnakan ketundukan lisan dan hati. Di sinilah seorang hamba mengikrarkan kembali syahadat, pilar utama keislamannya, seolah-olah memperbarui janjinya kepada Allah di setiap akhir sholatnya.
Bacaan Lengkap Tahiyat Akhir dan Penjabaran Maknanya
Berikut adalah bacaan tahiyat akhir yang paling umum diamalkan, berdasarkan riwayat yang shahih, beserta terjemahan dan penjelasan mendalam untuk setiap frasanya.
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ
Attahiyyâtul mubârakâtush shalawâtut thayyibâtu lillâh. Assalâmu ‘alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullâhi wabarakâtuh. Assalâmu ‘alainâ wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn. Asyhadu allâ ilâha illallâh, wa asyhadu anna Muhammadar Rasûlullâh.
"Segala penghormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan hanyalah milik Allah. Semoga keselamatan tercurah atasmu, wahai Nabi, beserta rahmat Allah dan keberkahan-Nya. Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
1. Pujian Tertinggi untuk Allah (Attahiyyat hingga lillâh)
Bagian pertama ini adalah sebuah deklarasi bahwa segala bentuk pujian dan kemuliaan hanya pantas dipersembahkan kepada Allah. Mari kita bedah kata per kata:
- Attahiyyat (التحيات): Merupakan bentuk jamak dari 'tahiyyah', yang berarti segala jenis penghormatan, pengagungan, dan pujian. Ini mencakup segala bentuk penghormatan yang pernah ada, baik yang diucapkan oleh lisan, diekspresikan oleh perbuatan, maupun yang terbersit di dalam hati. Kita mengakui bahwa Allah adalah Pemilik segala kemuliaan.
- Al-Mubârakât (المباركات): Berasal dari kata 'barakah', yang berarti keberkahan, yakni kebaikan yang melimpah, tetap, dan terus bertambah. Dengan kata lain, kita menyatakan bahwa segala sumber keberkahan yang ada di alam semesta ini berasal dari-Nya dan kembali kepada-Nya.
- As-Shalawât (الصلوات): Jamak dari kata 'shalat', yang tidak hanya merujuk pada ibadah sholat itu sendiri, tetapi juga mencakup segala bentuk doa, permohonan, dan pujian yang mengandung makna rahmat dan kemuliaan. Seluruh doa dan ibadah pada hakikatnya adalah untuk Allah.
- At-Thayyibât (الطيبات): Jamak dari 'thayyib', yang berarti baik, suci, dan bersih. Ini menegaskan bahwa hanya ucapan dan perbuatan yang baik dan suci yang layak dipersembahkan kepada Allah Yang Maha Suci. Allah tidak menerima kecuali yang baik.
- Lillâh (لله): "Hanya untuk Allah" atau "Milik Allah". Frasa penutup ini adalah penegasan tauhid yang kuat. Ia mengunci semua pujian sebelumnya—penghormatan, keberkahan, doa, dan kebaikan—bahwa semuanya mutlak milik Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
2. Salam untuk Sang Nabi (Assalâmu ‘alaika ayyuhan nabiyyu...)
Setelah memuji Allah, kita diajarkan untuk memberikan salam kepada sosok yang menjadi perantara sampainya petunjuk Allah, yaitu Nabi Muhammad SAW. Ini adalah bentuk adab, cinta, dan penghormatan kepada Rasulullah. Salam ini bukan sekadar ucapan, melainkan doa agar keselamatan (as-salam), rahmat (kasih sayang), dan barakah (keberkahan) dari Allah senantiasa tercurah kepada beliau. Meskipun beliau telah wafat, salam ini tetap kita ucapkan di setiap sholat, menunjukkan ikatan spiritual yang tak terputus antara umat dengan nabinya.
3. Salam untuk Diri Sendiri dan Orang Shalih (Assalâmu ‘alainâ...)
Inilah bagian yang menunjukkan universalitas dan keindahan Islam. Setelah mendoakan Nabi, doa keselamatan itu diperluas cakupannya. "Assalâmu ‘alainâ" (semoga keselamatan tercurah atas kami) mencakup diri kita sendiri yang sedang sholat. Kemudian, dilanjutkan dengan "wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn" (dan atas hamba-hamba Allah yang shalih). Siapakah hamba yang shalih itu? Mereka adalah setiap hamba yang taat kepada Allah, baik dari kalangan manusia maupun jin, baik yang masih hidup maupun yang telah tiada, di mana pun mereka berada, di langit maupun di bumi. Doa ini menumbuhkan rasa persaudaraan (ukhuwah) yang melintasi batas ruang dan waktu. Setiap kali kita sholat, kita mendoakan jutaan saudara seiman kita di seluruh dunia.
4. Penegasan Ikrar Tauhid (Syahadatain)
Ini adalah inti dan puncak dari keimanan. "Asyhadu allâ ilâha illallâh" (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah). Kesaksian ini bukan sekadar pengakuan lisan, melainkan ikrar dari lubuk hati yang paling dalam, berdasarkan ilmu dan keyakinan, bahwa hanya Allah yang berhak disembah, ditaati, dan dijadikan tujuan hidup. "Wa asyhadu anna Muhammadar Rasûlullâh" (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Kesaksian kedua ini adalah konsekuensi logis dari yang pertama. Kita mengimani Allah melalui ajaran yang dibawa oleh utusan-Nya. Mengakui kerasulan Nabi Muhammad SAW berarti wajib mengikuti sunnahnya, meneladani akhlaknya, dan mencintainya.
Shalawat Ibrahimiyah: Doa Kemuliaan yang Agung
Setelah membaca tasyahud di atas, bacaan dilanjutkan dengan Shalawat Ibrahimiyah. Disebut demikian karena di dalamnya terdapat penyebutan nama Nabi Ibrahim AS. Shalawat ini dianggap sebagai bentuk shalawat yang paling sempurna (afdhal).
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âli Muhammad, kamâ shallaita ‘alâ Ibrâhîm wa ‘alâ âli Ibrâhîm, innaka hamîdum majîd. Allâhumma bârik ‘alâ Muhammad wa ‘alâ âli Muhammad, kamâ bârakta ‘alâ Ibrâhîm wa ‘alâ âli Ibrâhîm, innaka hamîdum majîd.
"Ya Allah, berikanlah shalawat (pujian dan kemuliaan) kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan keberkahan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
Makna Mendalam di Balik Shalawat Ibrahimiyah
- Permohonan Shalli dan Bârik: Kata "shalli" (صَلِّ) berarti permohonan agar Allah memuji Nabi Muhammad SAW di hadapan para malaikat-Nya dan melimpahkan rahmat kepadanya. Sementara kata "bârik" (بَارِكْ) adalah permohonan agar Allah melimpahkan keberkahan yang terus-menerus dan langgeng kepada beliau dan ajarannya. Kita memohon dua hal terpenting: kemuliaan dan keberkahan.
- Penyebutan Nabi Ibrahim AS: Mengapa Nabi Muhammad SAW disandingkan dengan Nabi Ibrahim AS? Para ulama menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim adalah bapak para nabi (Abul Anbiya'). Banyak nabi, termasuk Nabi Muhammad SAW, berasal dari garis keturunannya. Beliau adalah teladan utama dalam tauhid dan kepasrahan. Dengan memohon agar Allah memberikan shalawat dan berkah kepada Nabi Muhammad sebagaimana telah diberikan kepada Nabi Ibrahim, kita sedang memohon kemuliaan dan keberkahan yang terbaik, teruji, dan telah terbukti dalam sejarah para nabi.
- Mencakup Keluarga (Âli): Doa ini tidak hanya untuk para nabi, tetapi juga untuk keluarga mereka ('âli). 'Keluarga' di sini memiliki makna yang luas, mencakup istri-istri, keturunan, dan bahkan para pengikut setia mereka yang berjalan di atas ajaran yang lurus. Ini kembali menunjukkan semangat kebersamaan dan penghargaan dalam Islam.
- Penutup (Innaka Hamîdum Majîd): Doa ditutup dengan dua Asmaul Husna. Hamîd berarti Maha Terpuji, Dzat yang layak menerima segala pujian atas segala perbuatan dan karunia-Nya. Majîd berarti Maha Mulia, Dzat yang memiliki kemuliaan, keagungan, dan kebesaran yang sempurna. Penutup ini adalah pengakuan atas kesempurnaan Allah, Dzat yang kepada-Nya kita memanjatkan doa.
Doa Perlindungan Sebelum Salam
Setelah menyempurnakan tasyahud dan shalawat, Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk membaca doa memohon perlindungan dari empat perkara besar. Doa ini hukumnya sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) dan dibaca sebelum salam.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Allâhumma innî a‘ûdzu bika min ‘adzâbi jahannam, wa min ‘adzâbil qabri, wa min fitnatil mahyâ wal mamât, wa min syarri fitnatil masîhid dajjâl.
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."
Doa ini sangat komprehensif, mencakup perlindungan dari ancaman terbesar di dunia dan akhirat. Mari kita telaah satu per satu:
- Perlindungan dari Siksa Jahannam: Ini adalah permohonan pertama dan utama, karena siksa Jahannam adalah puncak dari segala penderitaan dan kegagalan seorang hamba. Memohon perlindungan darinya menunjukkan kesadaran akan kelemahan diri dan pengakuan akan dahsyatnya azab Allah, serta harapan besar akan rahmat-Nya.
- Perlindungan dari Siksa Kubur: Alam kubur adalah gerbang pertama menuju akhirat. Kenikmatan atau siksaan di dalamnya adalah gambaran awal dari apa yang akan diterima di hari kiamat. Rasulullah SAW sangat sering mengingatkan umatnya tentang adanya azab kubur, sehingga memohon perlindungan darinya adalah sebuah keharusan bagi seorang mukmin yang cerdas.
- Perlindungan dari Fitnah Kehidupan dan Kematian (Fitnatil Mahyâ wal Mamât): Ini adalah permohonan perlindungan yang sangat luas.
- Fitnah Kehidupan (Al-Mahyâ): Mencakup segala ujian, cobaan, dan godaan yang dapat menyesatkan manusia selama hidup di dunia. Ini termasuk fitnah syahwat (hawa nafsu, harta, tahta, wanita) dan fitnah syubhat (keraguan terhadap akidah, pemikiran-pemikiran sesat).
- Fitnah Kematian (Al-Mamât): Mencakup ujian berat saat sakaratul maut, di mana setan datang dengan godaan terakhirnya untuk membuat seseorang meninggal dalam keadaan su'ul khatimah (akhir yang buruk). Juga mencakup fitnah setelah kematian, yaitu pertanyaan dari Malaikat Munkar dan Nakir di alam kubur.
- Perlindungan dari Fitnah Al-Masih Ad-Dajjal: Dajjal adalah fitnah terbesar dan terberat yang akan dihadapi umat manusia di akhir zaman. Rasulullah SAW menggambarkan fitnahnya begitu dahsyat sehingga tidak ada seorang nabi pun kecuali telah memperingatkan kaumnya tentang Dajjal. Kemampuannya yang luar biasa dalam menipu manusia, membawa "surga" dan "neraka" semu, menjadikannya ujian keimanan yang paling puncak. Memasukkan doa ini dalam sholat harian adalah benteng spiritual yang diajarkan langsung oleh Nabi untuk menghadapi fitnah tersebut.
Tata Cara Gerakan Duduk Tahiyat Akhir (Tawarruk)
Posisi duduk pada tahiyat akhir berbeda dengan tahiyat awal. Posisi ini disebut duduk tawarruk. Gerakan ini bukan sekadar posisi, tetapi cerminan dari ketundukan dan kepasrahan total di penghujung sholat.
Ilustrasi gerakan duduk tawarruk pada tahiyat akhir sholat.
Langkah-langkah melakukan duduk tawarruk adalah sebagai berikut:
- Pantat kiri menempel langsung ke lantai atau alas sholat.
- Kaki kiri dimasukkan ke bawah kaki kanan, sehingga telapak kaki kiri berada di bawah betis kanan.
- Kaki kanan ditegakkan, dengan jari-jari kaki kanan ditekuk dan menekan ke lantai menghadap arah kiblat.
- Kedua telapak tangan diletakkan di atas paha. Telapak tangan kanan diletakkan di atas paha kanan, dan telapak tangan kiri di atas paha kiri. Ujung jari-jari sejajar dengan lutut.
Posisi ini berbeda dengan duduk iftirasy yang dilakukan pada tahiyat awal dan saat duduk di antara dua sujud. Pada duduk iftirasy, pantat duduk di atas telapak kaki kiri, sementara kaki kanan ditegakkan. Perbedaan ini merupakan bagian dari sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan memiliki hikmah tersendiri, di antaranya sebagai penanda bahwa ini adalah duduk terakhir sebelum sholat usai.
Isyarat Jari Telunjuk
Selama membaca tahiyat, disunnahkan untuk memberikan isyarat dengan jari telunjuk kanan. Terdapat beberapa pendapat ulama mengenai waktunya. Pendapat yang paling umum adalah jari telunjuk diangkat ketika mengucapkan lafaz "illallâh" pada kalimat syahadat (Asyhadu allâ ilâha illallâh). Jari telunjuk mengacung lurus ke arah kiblat, melambangkan penegasan akan keesaan Allah (Tauhid). Jari-jari lain (ibu jari, jari tengah, jari manis, dan kelingking) digenggam. Posisi ini dipertahankan hingga salam.
Hikmah dan Keutamaan di Balik Tahiyat Akhir
Tahiyat akhir bukan sekadar rangkaian kata dan gerakan penutup. Di dalamnya terkandung hikmah dan keutamaan yang sangat besar bagi seorang Muslim.
- Penguatan Fondasi Iman: Dengan mengulang-ulang syahadat di setiap akhir sholat, seorang Muslim senantiasa memperbarui dan memperkuat fondasi imannya. Ini adalah pengingat konstan akan tujuan hidupnya, yaitu untuk mengabdi hanya kepada Allah.
- Menumbuhkan Cinta kepada Rasulullah: Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW adalah perintah langsung dari Allah. Melaksanakannya di dalam sholat adalah wujud nyata cinta dan penghormatan, sekaligus cara untuk berharap mendapatkan syafaat beliau di hari kiamat.
- Membangun Kepedulian Sosial Universal: Doa "Assalâmu ‘alainâ wa ‘alâ ‘ibâdillâhish shâlihîn" adalah latihan ruhani untuk peduli terhadap sesama. Kita tidak hanya mendoakan diri sendiri, tetapi juga seluruh hamba Allah yang shalih. Ini menghapus egoisme dan menumbuhkan rasa persatuan umat yang kokoh.
- Benteng Spiritual yang Kokoh: Doa perlindungan dari empat perkara adalah senjata spiritual yang paling ampuh. Dengan memanjatkannya secara rutin lima kali sehari, seorang hamba sedang membangun benteng yang kuat di sekelilingnya dari kejahatan-kejahatan terbesar yang mengancam dunia dan akhiratnya.
- Momen Introspeksi dan Kontemplasi: Posisi duduk tawarruk yang tenang dan khidmat, disertai dengan bacaan yang sarat makna, menjadikan tahiyat akhir sebagai waktu yang ideal untuk introspeksi. Seorang hamba merenungkan kembali ibadahnya, memohon ampunan, dan memasrahkan segala urusannya kepada Allah sebelum kembali ke hiruk pikuk kehidupan dunia.
Sebagai penutup, marilah kita berusaha untuk tidak hanya menghafal bacaan tahiyat akhir, tetapi juga meresapi setiap maknanya. Ketika lisan mengucapkan penghormatan, biarkan hati turut mengagungkan. Ketika lisan bershalawat, biarkan jiwa merasakan kerinduan kepada sang Nabi. Dan ketika lisan memohon perlindungan, biarkan seluruh raga merasakan butuhnya pertolongan dari Allah SWT. Dengan demikian, tahiyat akhir akan menjadi momen puncak yang benar-benar menghubungkan kita dengan Sang Khaliq, menyempurnakan sholat kita, dan meninggalkan jejak ketenangan yang mendalam di dalam jiwa.