Panduan Terlengkap Bacaan Surat Tahiyat dalam Shalat
Dalam setiap gerakan dan ucapan shalat, terkandung makna yang mendalam dan spiritualitas yang tinggi. Salah satu rukun qauli (ucapan) yang paling krusial adalah bacaan Tahiyat atau Tasyahud. Momen ini adalah dialog agung, sebuah perhentian khusyuk di mana seorang hamba menghaturkan salam, pujian, dan kesaksian di hadapan Sang Pencipta.
Ilustrasi posisi duduk tasyahud akhir dalam shalat.
Mengurai Istilah: Apakah Ini "Surat Tahiyat"?
Sebelum melangkah lebih jauh, penting untuk meluruskan sebuah kesalahpahaman umum. Banyak orang menyebut bacaan ini sebagai "surat tahiyat". Secara teknis, istilah ini kurang tepat. Dalam Al-Qur'an, "surat" merujuk pada bab-bab yang ada di dalamnya, seperti Al-Fatihah atau Al-Ikhlas. Sementara itu, bacaan tahiyat bukanlah sebuah surat dari Al-Qur'an.
Istilah yang lebih akurat dalam terminologi fiqih (ilmu hukum Islam) adalah Tasyahud, yang berasal dari kata "syahida", artinya "bersaksi". Ini karena di dalam bacaan tersebut terdapat dua kalimat syahadat yang agung. Namun, karena kata "Tahiyat" menjadi bagian awal dari bacaan ("At-tahiyyatul lillah..."), istilah ini telah melekat dan umum digunakan di masyarakat. Untuk tujuan pemahaman bersama, kita akan menggunakan kedua istilah ini secara bergantian dalam artikel ini.
Kedudukan Tahiyat dalam Struktur Shalat
Tahiyat atau Tasyahud merupakan salah satu rukun shalat yang wajib dilaksanakan. Meninggalkannya, baik secara sengaja maupun karena lupa, dapat membatalkan shalat atau memerlukan sujud sahwi (sujud karena lupa) sebagai penggantinya. Terdapat dua jenis tahiyat dalam shalat:
- Tahiyat Awal (Tasyahud Awal): Dilakukan pada rakaat kedua dalam shalat yang memiliki lebih dari dua rakaat (seperti shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya). Hukumnya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) menurut sebagian besar ulama, dan wajib menurut sebagian lainnya.
- Tahiyat Akhir (Tasyahud Akhir): Dilakukan pada rakaat terakhir setiap shalat, sebelum salam. Ini adalah rukun shalat yang tidak boleh ditinggalkan. Di sinilah letak puncak penghambaan sebelum seorang Muslim mengakhiri shalatnya.
Sejarah Agung di Balik Bacaan Tahiyat: Dialog di Sidratul Muntaha
Setiap kata dalam bacaan tahiyat bukan sekadar rangkaian kalimat tanpa makna. Di baliknya tersimpan sebuah kisah luar biasa yang terjadi pada peristiwa Isra' Mi'raj. Peristiwa ini adalah perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, lalu naik ke langit tertinggi, Sidratul Muntaha, untuk bertemu langsung dengan Allah SWT.
Diriwayatkan, ketika Nabi Muhammad SAW tiba di hadapan Allah SWT, Beliau mengucapkan salam penghormatan yang paling indah:
"التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ"
(At-tahiyyatu lillahi was-salawatu wat-tayyibat)
"Segala penghormatan, ibadah, dan kebaikan hanyalah milik Allah."
Allah SWT kemudian membalas salam dan penghormatan dari hamba-Nya yang paling mulia itu dengan firman-Nya:
"السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ"
(As-salamu ‘alayka ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh)
"Keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan-Nya semoga tercurah kepadamu, wahai Nabi."
Mendengar dialog agung ini, para malaikat yang berada di Sidratul Muntaha turut serta dalam percakapan mulia tersebut. Mereka mengucapkan:
"السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ"
(As-salamu ‘alayna wa ‘ala ‘ibadillahis-salihin)
"Keselamatan semoga tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh."
Percakapan surgawi inilah yang kemudian diabadikan menjadi bagian inti dari bacaan tasyahud yang kita lafalkan dalam setiap shalat. Ini bukan sekadar doa, melainkan reka ulang sebuah dialog paling sakral antara Pencipta, Nabi termulia, dan para malaikat-Nya. Ketika kita membacanya, kita seolah-olah ikut serta dalam momen agung tersebut.
Bacaan Lengkap Tahiyat Awal dan Analisis Maknanya
Tahiyat Awal dilakukan setelah sujud kedua pada rakaat kedua. Bacaannya berhenti setelah syahadatain (dua kalimat syahadat). Berikut adalah bacaan lengkap beserta penjelasannya.
اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّٰهِ
Attahiyyatul mubarakatus solawatut toyyibatu lillah.
"Segala kehormatan, keberkahan, rahmat, dan kebaikan adalah milik Allah."
Membedah Makna Kalimat Pembuka:
- At-Tahiyyat: Kata ini adalah bentuk jamak dari 'tahiyyah', yang berarti penghormatan. Ini mencakup segala bentuk pengagungan, pujian, dan sanjungan. Dengan mengucapkan ini, kita menegaskan bahwa segala bentuk penghormatan tertinggi di alam semesta ini mutlak hanya milik Allah SWT.
- Al-Mubarakatu: Berasal dari kata 'barakah', yang berarti keberkahan, kebaikan yang melimpah, dan pertumbuhan yang terus-menerus. Kita mengakui bahwa semua sumber keberkahan berasal dari Allah.
- As-Salawat: Bentuk jamak dari 'shalat', yang bisa berarti doa atau rahmat. Dalam konteks ini, ia merujuk pada segala bentuk ibadah dan doa yang kita panjatkan, yang semuanya kita persembahkan hanya untuk Allah.
- At-Tayyibat: Berarti segala sesuatu yang baik dan suci. Ini mencakup perkataan yang baik, perbuatan yang baik, dan sifat-sifat yang baik. Kita menyatakan bahwa hanya yang baik dan suci yang pantas untuk dipersembahkan kepada Allah Yang Maha Suci.
- Lillah: Sebuah frasa penegas yang berarti "hanya untuk Allah" atau "milik Allah". Ini mengunci semua pujian sebelumnya, menegaskan prinsip tauhid bahwa tidak ada yang berhak menerima semua itu selain Allah SWT.
اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Assalamu'alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullāhi wabarakātuh.
"Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan berkah-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi."
Makna Salam kepada Sang Nabi:
Setelah memuji Allah, kita diperintahkan untuk menyampaikan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Ini adalah bentuk penghormatan, cinta, dan pengakuan atas jasa-jasa beliau yang tak terhingga dalam menyampaikan risalah Islam. Meskipun beliau telah wafat, salam ini tetap sampai kepada beliau. Ini juga mengajarkan kita tentang adab dan pentingnya menghormati para utusan Allah. Kita mendoakan tiga hal untuk beliau: keselamatan (As-Salam), kasih sayang (Rahmatullah), dan keberkahan (Barakatuh).
اَلسَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
Assalamu'alainā wa'alā 'ibādillāhis sālihīn.
"Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh."
Makna Salam Universal:
Dari salam yang spesifik kepada Nabi, doa kita meluas menjadi universal. Pertama, kita mendoakan keselamatan untuk "alaina" (atas kami), yaitu diri kita sendiri yang sedang shalat. Ini adalah momen refleksi diri. Kedua, doa ini mencakup "'ibadillahis salihin" (hamba-hamba Allah yang saleh). Siapakah mereka? Mereka adalah setiap Muslim yang taat, baik yang masih hidup maupun yang telah tiada, baik dari kalangan manusia maupun jin, di seluruh penjuru langit dan bumi. Ini adalah doa yang luar biasa inklusif, mengikat tali persaudaraan (ukhuwah islamiyah) dengan seluruh orang saleh sepanjang masa.
اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah.
"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
Puncak Kesaksian Iman (Syahadatain):
Bagian ini adalah jantung dari Tasyahud. "Asyhadu" berarti "aku bersaksi". Ini bukan sekadar pengakuan lisan, melainkan kesaksian dari lubuk hati yang paling dalam, didasari oleh ilmu dan keyakinan.
- La ilaha illallah: Kalimat tauhid. Kita menafikan (meniadakan) semua bentuk sesembahan, tuhan-tuhan palsu, dan segala sesuatu yang dipertuhankan selain Allah. Kemudian, kita menetapkan (itsbat) bahwa satu-satunya yang berhak disembah adalah Allah. Ini adalah fondasi utama agama Islam.
- Muhammadar Rasulullah: Pengakuan kenabian. Setelah mengakui keesaan Allah, kita bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya. Kesaksian ini mengandung konsekuensi untuk mempercayai apa yang beliau sampaikan, menaati apa yang beliau perintahkan, menjauhi apa yang beliau larang, dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan yang beliau ajarkan.
Pada tahiyat awal, bacaan berhenti di sini. Kemudian kita melanjutkan dengan shalawat singkat kepada Nabi (Allahumma sholli 'ala Sayyidina Muhammad) sebelum bangkit untuk rakaat ketiga.
Bacaan Lengkap Tahiyat Akhir dan Keistimewaannya
Tahiyat Akhir adalah rukun shalat. Bacaannya sama persis dengan Tahiyat Awal, namun dilanjutkan dengan bacaan Shalawat Ibrahimiyah, yang merupakan bentuk shalawat terbaik.
Jadi, pertama-tama bacalah seluruh bacaan tahiyat awal di atas, lalu lanjutkan dengan bacaan berikut:
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad, wa 'ala ali sayyidina Muhammad.
"Ya Allah, limpahkanlah rahmat (pujian) kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad."
Makna Shalawat kepada Nabi dan Keluarga:
- Allahumma: Panggilan mesra kepada Allah, yang berarti "Ya Allah".
- Sholli 'ala: Permintaan kepada Allah untuk memberikan 'shalawat' kepada Nabi. Makna 'shalawat' dari Allah kepada Nabi adalah pujian Allah kepada Nabi di hadapan para malaikat-Nya dan limpahan rahmat serta kemuliaan.
- Sayyidina: Sebutan kehormatan yang berarti "junjungan kami" atau "pemimpin kami". Ini adalah bentuk adab dan pengagungan kepada Nabi Muhammad SAW.
- Wa 'ala ali sayyidina Muhammad: Dan juga kepada keluarga Nabi Muhammad. Siapa yang dimaksud dengan 'keluarga' (Aal)? Para ulama memiliki beberapa pendapat, ada yang mengartikannya sebagai kerabat dekat beliau (Bani Hasyim dan Bani Muthalib), ada yang mengartikannya sebagai istri-istri dan keturunan beliau, dan ada pula yang mengartikannya secara lebih luas, yaitu seluruh pengikut beliau yang taat hingga akhir zaman.
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ
Kama shollaita 'ala sayyidina Ibrahim, wa 'ala ali sayyidina Ibrahim.
"Sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada junjungan kami Nabi Ibrahim, dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim."
Mengapa Dibandingkan dengan Nabi Ibrahim AS?
Penyebutan Nabi Ibrahim AS dalam shalawat ini memiliki hikmah yang sangat besar. Nabi Ibrahim AS dikenal sebagai Abul Anbiya' (Bapak para Nabi) dan memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah. Banyak nabi, termasuk Nabi Muhammad SAW, berasal dari garis keturunannya. Dengan memohon shalawat untuk Nabi Muhammad SAW seperti yang telah diberikan kepada Nabi Ibrahim AS, kita sebenarnya memohonkan pujian dan kemuliaan yang terbaik, tertinggi, dan teragung. Ini adalah bentuk doa tawasul (menggunakan perantara) dengan amal dan kedudukan hamba Allah yang saleh.
وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ
Wa barik 'ala sayyidina Muhammad, wa 'ala ali sayyidina Muhammad, kama barakta 'ala sayyidina Ibrahim, wa 'ala ali sayyidina Ibrahim.
"Dan limpahkanlah keberkahan kepada junjungan kami Nabi Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan keberkahan kepada junjungan kami Nabi Ibrahim dan kepada keluarga junjungan kami Nabi Ibrahim."
Permohonan Keberkahan (Barakah):
Setelah memohon shalawat (pujian dan rahmat), kita memohon barakah. Berkah berarti kebaikan yang tetap, langgeng, dan terus bertambah. Kita memohon agar Allah melanggengkan dan menambah kebaikan-kebaikan yang telah dianugerahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya, sebagaimana Allah telah menganugerahkan keberkahan yang agung kepada Nabi Ibrahim AS dan keluarganya.
فِي الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Fil 'alamina innaka hamidum majid.
"Di seluruh alam semesta, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia."
Penutup Doa dengan Pujian kepada Allah:
Doa yang agung ini ditutup dengan pujian kembali kepada Allah.
- Fil 'alamin: Permohonan shalawat dan berkah ini tidak terbatas pada satu tempat atau waktu, melainkan untuk "seluruh alam semesta". Ini menunjukkan universalitas risalah Nabi Muhammad SAW.
- Innaka Hamidun Majid: "Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia". Hamid adalah Dzat yang terpuji atas segala perbuatan, sifat, dan anugerah-Nya. Majid adalah Dzat yang memiliki kemuliaan, keagungan, dan kebesaran yang sempurna. Kita menutup doa dengan mengakui kesempurnaan sifat-sifat Allah, karena hanya Dzat yang Maha Terpuji dan Maha Mulia yang dapat mengabulkan doa semulia ini.
Doa Perlindungan Sebelum Salam
Setelah menyelesaikan bacaan Tahiyat Akhir, dan sebelum mengucapkan salam, terdapat waktu yang sangat mustajab untuk berdoa. Nabi Muhammad SAW mengajarkan sebuah doa perlindungan yang sangat penting untuk dibaca pada momen ini.
اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
Allahumma inni a'udzubika min 'adzabil qobri, wa min 'adzabin nar, wa min fitnatil mahya wal mamat, wa min syarri fitnatil masihid dajjal.
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dari siksa api neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal."
Empat Perlindungan Agung:
- Dari Siksa Kubur (Adzabil Qabr): Perlindungan pertama dari fase awal kehidupan akhirat. Ini menunjukkan betapa dahsyatnya fitnah dan azab di alam kubur sehingga kita diajarkan untuk memohon perlindungan darinya di setiap akhir shalat.
- Dari Siksa Api Neraka (Adzabin Nar): Perlindungan dari tujuan akhir yang paling menakutkan bagi orang-orang yang durhaka. Ini adalah permohonan keselamatan puncak di akhirat.
- Dari Fitnah Kehidupan dan Kematian (Fitnatil Mahya wal Mamat): 'Fitnah' berarti ujian atau cobaan. Fitnah kehidupan mencakup segala ujian yang dapat menggoyahkan iman, seperti godaan harta, tahta, syahwat, dan syubhat (kerancuan pemikiran). Fitnah kematian adalah ujian berat saat sakaratul maut, di mana setan datang untuk menggoda manusia di saat-saat terakhirnya.
- Dari Kejahatan Fitnah Al-Masih Ad-Dajjal: Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa fitnah Dajjal adalah fitnah terbesar yang akan menimpa umat manusia sejak diciptakannya Nabi Adam hingga hari kiamat. Kekhususan penyebutan Dajjal dalam doa ini menunjukkan betapa besar dan berbahayanya fitnah tersebut, sehingga kita perlu memohon perlindungan khusus dari Allah SWT.
Tata Cara Duduk Tahiyat yang Benar
Selain bacaan, posisi duduk saat tahiyat juga merupakan bagian dari sunnah yang perlu diperhatikan untuk menyempurnakan shalat. Ada perbedaan posisi duduk antara tahiyat awal dan tahiyat akhir.
1. Duduk Iftirasy (Tahiyat Awal)
Posisi duduk iftirasy dilakukan pada saat tahiyat awal. Caranya adalah:
- Duduk di atas telapak kaki kiri.
- Telapak kaki kanan ditegakkan, dengan jari-jemarinya menghadap ke arah kiblat.
- Kedua tangan diletakkan di atas paha, dengan ujung jari sejajar dengan lutut.
Posisi ini juga dilakukan saat duduk di antara dua sujud. Hikmahnya adalah untuk memberikan posisi yang siap untuk bangkit kembali melanjutkan rakaat berikutnya.
2. Duduk Tawarruk (Tahiyat Akhir)
Posisi duduk tawarruk dilakukan pada saat tahiyat akhir, sebelum salam. Caranya adalah:
- Mengeluarkan kaki kiri ke arah kanan, di bawah kaki kanan.
- Panggul atau pantat bagian kiri menempel langsung ke lantai.
- Telapak kaki kanan ditegakkan, dengan jari-jemarinya menghadap ke arah kiblat (seperti pada posisi iftirasy).
- Kedua tangan tetap diletakkan di atas paha.
Hikmah dari posisi ini adalah sebagai penanda bahwa shalat akan segera berakhir. Posisi ini lebih santai dan menunjukkan bahwa tidak ada lagi gerakan bangkit setelahnya, melainkan hanya salam sebagai penutup shalat.
Gerakan Jari Telunjuk (Isyarat Tauhid)
Salah satu sunnah yang dilakukan saat tasyahud adalah mengangkat jari telunjuk kanan. Terdapat beberapa pendapat mengenai kapan tepatnya jari telunjuk diangkat. Pendapat yang paling umum di kalangan mazhab Syafi'i adalah mengangkatnya ketika mengucapkan "illallah" pada kalimat syahadat (Asyhadu an laa ilaha illallah).
Jari telunjuk diangkat dengan sedikit menunduk ke arah kiblat, tidak lurus tegap. Isyarat ini merupakan simbolisasi dari pengesaan Allah (Tauhid). Saat kita menafikan semua tuhan ("Laa ilaha"), jari dalam keadaan biasa, dan saat kita menetapkan hanya Allah ("illallah"), kita mengangkat jari telunjuk sebagai penegasan bahwa Tuhan yang kita sembah hanya satu. Gerakan ini dipertahankan hingga akhir tasyahud.
Kesimpulan: Menghayati Dialog Agung dalam Shalat
Bacaan "surat tahiyat" atau tasyahud adalah jauh lebih dari sekadar hafalan rutin. Ia adalah sebuah dialog agung yang merangkum seluruh esensi ajaran Islam: pujian tertinggi kepada Allah, salam hormat kepada Nabi, doa keselamatan universal bagi seluruh umat yang saleh, dan ikrar persaksian iman yang menjadi pondasi agama.
Dengan memahami sejarah, makna kata per kata, dan hikmah di balik setiap gerakannya, kita dapat meningkatkan kualitas shalat kita dari sekadar kewajiban ritual menjadi sebuah mi'raj (kenaikan) spiritual. Semoga setiap tasyahud yang kita lakukan membawa kita lebih dekat kepada Allah SWT, menumbuhkan cinta kepada Rasulullah SAW, dan mempererat ikatan kita dengan seluruh hamba-hamba-Nya yang saleh.