Analisis mendalam Surah ke-56 dalam Al-Qur'an, yang membawa kabar tentang Hari Kiamat dan janji-janji Allah SWT.
Visualisasi abstrak tentang wahyu dan aliran berkah (Rezeki).
Surah Al Waqiah, yang secara harfiah berarti "Peristiwa yang Tak Terelakkan" atau "Hari Kiamat," adalah surah ke-56 dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Surah ini terdiri dari 96 ayat dan diklasifikasikan sebagai surah Makkiyah, yang berarti sebagian besar ayatnya diturunkan di Makkah sebelum hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah. Konteks Makkiyah ini sangat penting karena surah-surah yang turun pada periode awal Islam sering kali berfokus pada fondasi keimanan: tauhid (keesaan Allah), kenabian, dan yang paling utama, kepastian Hari Kebangkitan atau Akhirat.
Inti dari Surah Al Waqiah adalah penegasan mutlak mengenai kedatangan Hari Kiamat, sebuah peristiwa yang pasti terjadi tanpa keraguan sedikit pun. Surah ini melukiskan gambaran yang sangat jelas dan dramatis tentang peristiwa tersebut, membagi manusia menjadi tiga golongan utama berdasarkan amal perbuatan mereka di dunia. Pembagian kelompok ini—Golongan Kanan (Ashab Al-Yamin), Golongan Kiri (Ashab Al-Shimal), dan Golongan yang Paling Dahulu Beriman (Al-Sabiqun)—adalah ciri khas surah ini yang membedakannya dari surah lain yang membahas Kiamat.
Sejak masa awal Islam, Surah Al Waqiah telah mendapatkan tempat yang istimewa di hati umat Muslim, tidak hanya karena kekuatan retorikanya yang menggugah, tetapi juga karena keutamaannya yang masyhur terkait dengan rezeki. Kepercayaan turun-temurun mengajarkan bahwa barang siapa yang meluangkan waktu untuk membaca dan merenungkan surah ini secara teratur, terutama setiap malam, niscaya Allah SWT akan melindunginya dari kemiskinan dan kesulitan finansial. Keutamaan inilah yang menjadikan Surah Al Waqiah sering disebut sebagai "Surah Kekayaan."
Struktur Surah Al Waqiah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yang saling terkait, masing-masing membangun narasi yang kuat tentang kepastian, konsekuensi, dan janji ilahi.
Bagian pertama ini dibuka dengan pernyataan tegas mengenai kedatangan Al Waqiah, sebuah peristiwa yang tidak mungkin dipalsukan atau dihindari. Ayat-ayat awal menggambarkan transformasi kosmik yang luar biasa. Gunung-gunung akan dihancurkan menjadi debu yang beterbangan, dan bumi akan digoncangkan dengan dahsyat. Dalam kekacauan universal tersebut, manusia terbagi menjadi dua kelompok besar, yang kemudian diperkenalkan sebagai tiga golongan.
(1) إِذَا وَقَعَتِ ٱلْوَاقِعَةُ
(2) لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ
Ketika peristiwa itu tiba, tidak ada satu jiwa pun yang dapat mendustakannya. Peristiwa ini akan merendahkan (orang-orang yang sombong) dan meninggikan (orang-orang yang beriman). Surah ini kemudian secara eksplisit menyebutkan pembagian manusia menjadi tiga kelompok, dengan fokus pertama pada kelompok yang paling mulia.
Bagian tengah surah ini adalah jantung dari janji dan peringatan. Allah SWT merinci dengan indah dan menakutkan tentang kehidupan abadi yang menanti masing-masing golongan.
Mereka adalah kelompok yang paling dekat dengan Allah, yang berlomba-lomba dalam kebaikan. Tempat mereka adalah surga tertinggi, dan deskripsinya meliputi kenikmatan yang melampaui imajinasi manusia. Mereka berada di atas ranjang-ranjang yang bertahta permata, dikelilingi oleh pemuda-pemuda abadi yang melayani mereka dengan minuman surgawi yang tidak memabukkan dan murni. Buah-buahan yang disajikan tidak pernah habis atau dilarang, dan daging burung yang mereka inginkan tersedia seketika.
Para Sabiqun mendapatkan kehormatan luar biasa, hidup berdampingan dengan bidadari-bidadari yang jelita, laksana mutiara yang tersimpan rapi. Balasan ini adalah hadiah atas amal saleh mereka yang dilakukan dengan keikhlasan yang sempurna di dunia. Inilah puncak kebahagiaan, di mana mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia atau dosa, melainkan hanya salam (kedamaian).
Golongan Kanan adalah kelompok mayoritas orang beriman yang menunaikan kewajiban mereka. Meskipun derajat mereka di bawah Al-Sabiqun, kenikmatan yang mereka terima sungguh luar biasa. Surga mereka digambarkan dengan terperinci sebagai tempat di mana mereka berada di bawah pohon sidrah yang tak berduri, dan di bawah pohon pisang yang buahnya bersusun-susun (seperti mayang). Mereka juga menikmati naungan yang terhampar luas, air yang mengalir tiada henti, dan buah-buahan yang melimpah ruah.
Surah ini menekankan bahwa para Ashab Al-Yamin akan dibersihkan dan dipasangkan kembali dengan istri-istri mereka dalam rupa yang terbaik, menjadikannya perawan kembali. Ini adalah nikmat yang diberikan sebagai balasan atas kepatuhan mereka, suatu karunia yang tiada tara. Ayat-ayat tentang Golongan Kanan ini memberikan harapan besar bagi setiap Muslim yang berjuang di jalan kebenaran.
Kontras yang tajam terjadi ketika Surah Al Waqiah beralih menggambarkan nasib Ashab Al-Shimal, mereka yang mendustakan Hari Kiamat dan perintah Allah. Mereka ditempatkan dalam siksaan yang pedih dan mengerikan. Tempat tinggal mereka adalah di bawah naungan asap yang menghitam, yang tidak sejuk dan tidak pula menyenangkan. Mereka diberi minum air yang sangat panas, meminumnya seperti unta yang sangat kehausan. Penderitaan mereka abadi karena di dunia mereka hidup dalam kemewahan dan kesombongan, menolak untuk percaya pada Hari Kebangkitan.
Ayat-ayat ini berfungsi sebagai peringatan keras: bahwa kenikmatan duniawi yang dinikmati tanpa mengingat Allah hanyalah ilusi sesaat yang akan berujung pada penyesalan abadi. Surah ini secara eksplisit menyebutkan bahwa mereka akan memakan buah dari pohon Zaqqum, yang merupakan makanan penghuni neraka, yang akan merobek-robek perut mereka.
Bagian penutup surah ini kembali ke bumi dan menggunakan fenomena alam sebagai bukti nyata kekuasaan Allah dan kepastian Hari Kebangkitan. Allah SWT bersumpah dengan posisi-posisi bintang yang sangat menakjubkan dan merupakan sumpah yang sangat agung. Sumpah ini menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana, dan tidak ada yang boleh menyentuhnya kecuali dalam keadaan suci.
Surah ini kemudian menantang manusia untuk merenungkan asal-usul kehidupan mereka: benih sperma yang mereka pancarkan, tanaman yang mereka tanam, air minum yang mereka konsumsi, dan api yang mereka gunakan untuk memasak dan menghangatkan diri. Semua hal ini adalah mukjizat penciptaan sehari-hari, bukti bahwa Zat yang menciptakan hal-hal ini dari ketiadaan pasti mampu menghidupkan kembali manusia setelah kematian.
Puncak dari babak ini adalah momen ketika ruh seseorang dicabut saat sakaratul maut. Jika seseorang adalah dari golongan yang beriman (Al-Sabiqun atau Ashab Al-Yamin), maka dia akan mendapatkan ketenangan, rezeki yang baik, dan surga yang penuh kenikmatan. Namun, jika ia dari golongan pendusta (Ashab Al-Shimal), maka ia akan mendapatkan siksa api neraka. Surah ini ditutup dengan kalimat tauhid dan perintah untuk bertasbih (mensucikan) Nama Tuhan Yang Maha Agung.
Keutamaan Surah Al Waqiah dalam hal rezeki adalah aspek yang paling dikenal di kalangan umat Islam, dan menjadikannya bacaan rutin yang sangat dianjurkan. Meskipun beberapa riwayat hadis yang secara spesifik menyebutkan jaminan kekayaan mungkin memiliki perbedaan tingkat kesahihan, keyakinan spiritual yang mendasarinya telah diterima luas oleh para ulama dan praktisi spiritual Islam selama berabad-abad. Kekuatan surah ini terletak pada pengingat yang konstan tentang janji Allah dan pemahaman bahwa rezeki bukanlah semata-mata hasil usaha manusia, tetapi anugerah ilahi.
Salah satu riwayat yang paling terkenal adalah yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA, di mana Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barangsiapa membaca Surah Al Waqiah setiap malam, maka dia tidak akan ditimpa kefakiran (kemiskinan) selamanya.” Riwayat ini menanamkan optimisme spiritual dan keyakinan bahwa ketaatan yang konsisten kepada Allah melalui pembacaan surah ini akan menghasilkan perlindungan materi dan spiritual.
Perlindungan dari kefakiran tidak selalu diartikan sebagai kekayaan yang melimpah ruah (milyaran rupiah), tetapi lebih kepada kecukupan, keberkahan, dan ketenangan hati yang membuat seseorang merasa kaya (kaya hati). Orang yang rutin membacanya akan senantiasa merasakan bahwa kebutuhannya terpenuhi, dan jiwanya terhindar dari rasa tamak dan iri hati, yang merupakan sumber kemiskinan batin yang sesungguhnya.
Fokus utama pembacaan Surah Al Waqiah adalah mencari berkah dalam rezeki yang ada. Berkah (Barakah) adalah konsep Islam yang berarti peningkatan kualitas, manfaat, dan keberlangsungan. Rezeki yang berkah, meskipun sedikit, akan terasa cukup dan membawa manfaat jangka panjang, baik di dunia maupun di akhirat. Surah ini, dengan janji-janji surga yang tiada habisnya, mengajarkan bahwa rezeki yang hakiki adalah yang abadi dan hanya bisa diperoleh melalui ketaatan.
Dengan merutinkan surah ini, seorang Muslim sedang memproklamasikan keimanannya kepada kepastian rezeki dari Allah. Ketika seseorang yakin bahwa rezeki datang dari sumber yang tak terbatas (Allah), maka ia akan bekerja dengan hati yang tenang, terhindar dari perilaku curang, dan lebih dermawan. Sifat dermawan inilah yang justru sering kali menjadi magnet bagi rezeki, sesuai dengan janji-janji dalam Al-Qur'an dan Hadis.
Keutamaan Al Waqiah melampaui batas materi. Dengan merenungkan deskripsi dahsyat Hari Kiamat dan pembagian tiga golongan, pembaca diingatkan akan tujuan akhir kehidupannya. Pengingat yang tajam tentang Ashab Al-Shimal (Golongan Kiri) yang menderita karena mendustakan kebenaran, akan mendorong pembaca untuk memperbaiki diri, meningkatkan ibadah, dan menjauhi maksiat.
Kualitas spiritual yang meningkat ini secara langsung memengaruhi cara seseorang mencari nafkah. Seseorang yang takut akan Hari Akhir akan mencari rezeki yang halal (Thayib), menjauhi riba, dan menunaikan zakat. Kualitas hidup yang didasarkan pada kehalalan ini adalah fondasi bagi rezeki yang murni dan berkah. Dengan demikian, Al Waqiah adalah katalisator bagi transformasi spiritual dan etika ekonomi.
Disarankan untuk membaca Surah Al Waqiah pada waktu setelah shalat Maghrib atau setelah shalat Isya setiap malam, untuk mencapai konsistensi dan keberkahan maksimal.
Lebih dari sekadar jaminan rezeki materi, Surah Al Waqiah menyajikan filosofi kehidupan yang komprehensif, menghubungkan tindakan kita di dunia fana dengan konsekuensi abadi. Surah ini memaksa pembaca untuk berhenti sejenak dan mempertimbangkan empat elemen dasar eksistensi, yang semuanya adalah bukti kekuasaan Allah, dan kemudian mengaitkannya dengan kesiapan menghadapi hari perhitungan.
Pada ayat-ayat akhir Surah Al Waqiah, Allah SWT mengajukan serangkaian pertanyaan retoris yang kuat mengenai empat elemen vital: benih, pertanian, air, dan api. Pertanyaan-pertanyaan ini mengajak manusia untuk merenungkan sumber daya yang mereka anggap biasa:
Filosofi di balik bagian ini adalah: jika Allah mampu mengendalikan dan menciptakan hal-hal yang paling mendasar dalam hidup kita—air, api, makanan, dan asal usul kita—tentu saja Dia Maha Kuasa untuk membangkitkan kita dari kematian dan mengatur rezeki kita. Keraguan terhadap rezeki adalah keraguan terhadap Kekuasaan-Nya atas semua elemen ini.
Surah Al Waqiah mendefinisikan kembali konsep 'kekayaan'. Kekayaan sejati bukanlah tumpukan harta yang fana, melainkan jaminan tempat di antara Al-Sabiqun atau Ashab Al-Yamin. Ketika seseorang memahami bahwa rezeki yang paling berharga adalah terhindar dari siksa Ashab Al-Shimal, fokusnya bergeser dari akumulasi harta duniawi semata ke investasi spiritual.
Upaya mencari rezeki dengan membaca Al Waqiah adalah suatu ibadah yang memadukan dunia dan akhirat. Pembacaan surah tersebut berfungsi sebagai semacam 'kontrak' spiritual: Ya Allah, saya mengakui bahwa hanya Engkaulah Pemberi Rezeki, dan saya memohon agar Engkau menjamin rezeki saya di dunia sehingga saya dapat beribadah kepada-Mu, dan yang lebih penting, menjamin rezeki abadi saya di Jannah.
Untuk menguatkan janji rezeki abadi, Surah Al Waqiah memberikan deskripsi yang sangat mendalam tentang Surga (Jannah) yang harus diresapi dan direnungkan. Bagi Al-Sabiqun dan Ashab Al-Yamin, kenikmatan tersebut bersifat multi-dimensi, meliputi aspek fisik, emosional, dan spiritual. Detail-detail ini menjadi dorongan utama bagi mereka yang membaca surah ini untuk mencari perlindungan dari kemiskinan (kefakiran), karena kefakiran sering kali mendorong seseorang pada perbuatan yang haram.
Mari kita telaah lagi deskripsi Jannah yang dijanjikan, yang merupakan rezeki tertinggi:
1. Tawaaf oleh Pelayan Abadi (Wildan Mukhalladun): Para penghuni surga dilayani oleh pemuda-pemuda yang kekal, yang wajah dan tubuhnya tetap muda dan segar, seolah-olah mereka adalah mutiara-mutiara yang tersimpan rapi dalam cangkangnya. Pelayanan ini menghilangkan segala bentuk kerja keras duniawi dan memastikan kenyamanan total. Mereka membawa gelas-gelas, cerek-cerek, dan piala berisi minuman dari mata air yang mengalir yang sangat jernih.
2. Minuman Surgawi (Khamr): Minuman yang disajikan di surga sangat berbeda dengan khamr dunia. Khamr surga tidak menyebabkan pusing, tidak memabukkan, dan tidak menimbulkan perselisihan atau perkataan sia-sia. Ini adalah minuman murni yang menambah kenikmatan dan ketenangan batin, suatu bentuk rezeki yang menghilangkan dahaga dunia dan akhirat.
3. Buah-buahan yang Melimpah Ruah: Deskripsi buah-buahan surga menekankan pada ketersediaan dan kesempurnaan. Buah-buahan yang disebut, seperti sidrah (bidara) dan talh (pisang), tidak memiliki duri dan tersusun rapi. Yang paling penting, buah-buahan ini La maqtu’ah wa la mamnu’ah (tidak pernah terputus dan tidak dilarang). Ini adalah rezeki yang tak terbatas; tidak ada musim panen, tidak ada kekurangan, dan tidak perlu usaha untuk memetiknya. Mereka hanya perlu menginginkannya, dan buah itu akan hadir di hadapan mereka.
4. Tempat Tinggal dan Pasangan: Mereka berada di atas ranjang-ranjang yang bertahta emas dan permata, bersandar dengan nyaman. Bagi Ashab Al-Yamin, terdapat janji pasangan yang diciptakan dalam bentuk terbaik (Hurul 'Ain). Para wanita ini dijadikan perawan kembali dan penuh cinta, disesuaikan dengan usia dan keinginan suaminya. Kenikmatan ini adalah rezeki emosional dan fisik yang sempurna, terbebas dari segala cela dan kekurangan hubungan duniawi.
Kepadatan deskripsi ini, yang memakan banyak ayat dalam Surah Al Waqiah, berfungsi untuk menunjukkan betapa besarnya 'kekayaan' yang menunggu orang-orang yang beriman. Ketika seseorang rutin membacanya, pikiran mereka secara konstan dibombardir oleh visi kenikmatan abadi ini, yang pada gilirannya memperkuat motivasi mereka untuk menjauhi kemiskinan spiritual (kekufuran) dan mencari rezeki duniawi yang halal.
Salah satu aspek yang membuat Surah Al Waqiah sangat memukau dan mudah dihafal adalah keindahan struktur retorika dan ritme bahasanya (Balaghah). Surah ini menggunakan bahasa yang sangat kuat, sering kali berupa sumpah (qasam) dan penggambaran visual (tashbih) yang luar biasa untuk menggetarkan hati pendengarnya.
Allah SWT menggunakan sumpah yang sangat agung untuk menegaskan kebenaran firman-Nya. Pada Ayat 75, Allah bersumpah: "Maka Aku bersumpah dengan tempat-tempat beredarnya bintang-bintang." Sumpah ini tidak hanya dramatis, tetapi juga bersifat ilmiah. Di masa wahyu diturunkan, astronomi masih primitif. Namun, Al-Qur'an menggunakan fenomena kosmik yang luar biasa sebagai bukti kebenaran Hari Akhir. Bintang, yang kita lihat sebagai titik kecil, memiliki orbit dan kedudukan yang sangat masif dan kompleks. Jika Allah mampu menciptakan dan mengatur tata surya dengan ketepatan seperti itu, apalagi menciptakan kembali manusia.
Sumpah ini diikuti dengan penegasan: "Dan sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar, kalau kamu mengetahuinya." (Ayat 76). Penggunaan sumpah ini meningkatkan otoritas teks dan menghilangkan keraguan sekecil apa pun mengenai kebenaran Al-Qur'an dan kepastian Hari Kiamat. Kekuatan retorika inilah yang menanamkan keyakinan mendalam bagi pembaca rutin, yang mana keyakinan adalah dasar dari ketenangan (dan kekayaan batin).
Surah Al Waqiah, seperti banyak surah Makkiyah, ditandai dengan rima pendek yang cepat dan ritmis. Hal ini memudahkan pelafalan dan membantu pesan untuk tertanam dalam ingatan. Perhatikan ritme yang memisahkan ketiga golongan: *wa ashaabul yamiin* (golongan kanan), *wa ashaabush shimaal* (golongan kiri), dan *wa assaabiquunas saabiquun* (yang paling dahulu beriman).
Perbedaan ritme ini secara psikologis memisahkan nasib ketiga golongan tersebut. Deskripsi kenikmatan surga menggunakan bahasa yang lembut dan mengalir, menciptakan citra keindahan yang menenangkan. Sebaliknya, deskripsi neraka menggunakan bahasa yang keras dan tajam, menciptakan rasa takut dan ngeri yang mendalam. Efek suara dan irama ini adalah bagian integral dari keutamaan surah ini, karena pembacaan yang merdu membantu membawa hati pembaca lebih dekat kepada makna ayat-ayat tersebut.
Surah ini sangat bergantung pada kontras yang tajam (Tafwid). Kontras ini tidak hanya antara surga dan neraka, tetapi juga antara kesenangan dunia yang fana dan penderitaan akhirat yang abadi. Misalnya, air surga yang mengalir tiada henti dikontraskan dengan air yang sangat panas (Hamiim) yang diminum oleh Ashab Al-Shimal.
Buah-buahan surga yang selalu ada (*la maqtu’ah wa la mamnu’ah*) dikontraskan dengan pohon Zaqqum di neraka yang buahnya memotong-motong perut. Kontras yang eksplisit ini bertujuan untuk memotivasi pendengar untuk memilih jalan ketaatan secara sadar. Bagi mereka yang khawatir akan rezeki, kontras ini menenangkan, karena menunjukkan bahwa rezeki dunia hanya sekejap, sedangkan rezeki Allah di akhirat adalah selamanya.
Untuk menginternalisasi pesan Surah Al Waqiah, kita harus terus menerus membandingkan rezeki dunia yang sementara dengan Rezeki Abadi yang dijanjikan dalam Surah ini. Mengingat janji perlindungan dari kefakiran, penting bagi kita untuk memahami bahwa rezeki Allah tidak hanya berbentuk uang, tetapi meliputi kesehatan, ketenangan jiwa, dan yang terpenting, tempat yang mulia di Hari Kiamat.
Mari kita kembali merenungkan tentang *Wildan Mukhalladun* (pemuda-pemuda yang tetap muda) yang melayani penghuni surga. Kehadiran mereka adalah simbol kesempurnaan pelayanan dan ketiadaan kebutuhan. Di dunia, pelayanan memerlukan upah, lelah, dan kadang mengecewakan. Di surga, pelayanan adalah bentuk penghormatan tertinggi dari Allah kepada hamba-Nya yang beriman.
Mereka melayani dengan membawa gelas-gelas minuman yang sangat murni. Gelas dan cerek tersebut bukan terbuat dari material duniawi, tetapi dari logam mulia dan cahaya. Ini menunjukkan bahwa rezeki di surga tidak memiliki batas material. Bahkan wadahnya pun merupakan kemuliaan tersendiri. Refleksi ini mengajarkan bahwa jika Allah menjanjikan kemewahan abadi seperti ini, keyakinan bahwa Dia mampu menjamin kebutuhan duniawi seseorang adalah hal yang mudah.
Deskripsi *Hurul 'Ain* (bidadari-bidadari bermata jeli) dan pasangan-pasangan yang ditinggikan derajatnya bagi Ashab Al-Yamin dan Al-Sabiqun, menunjukkan kesempurnaan rezeki emosional dan hubungan. Di dunia, hubungan sering kali diwarnai oleh konflik, kelelahan, dan ketidaksempurnaan. Di surga, rezeki pasangan adalah rezeki ketenangan, cinta abadi, dan keindahan yang tidak pernah pudar.
Ayat yang menyebutkan bahwa mereka dijadikan perawan kembali (Ayat 36), melambangkan pembaruan abadi dan kesempurnaan yang tidak pernah mengalami keausan waktu. Rezeki ini adalah balasan bagi mereka yang menjaga kesucian diri dan menjauhi perbuatan keji yang dapat mengikis rezeki spiritual di dunia.
Untuk menghindari kemalasan dalam membaca surah ini, kita harus terus mengingatkan diri kita tentang nasib Golongan Kiri. Penderitaan mereka adalah rezeki yang paling buruk: siksaan abadi. Mereka berada di tengah-tengah angin yang sangat panas (Samum) dan air mendidih (Hamiim). Lebih buruk lagi, mereka dipaksa memakan Zaqqum, yang merupakan pohon yang tumbuh dari dasar Neraka Jahim.
Mereka yang mendustakan Surah Al Waqiah dan Hari Akhir, ketika sakaratul maut tiba, mereka akan berkata, "Dahulu di dunia kami hidup bermewah-mewah, dan kami terus menerus mengerjakan dosa besar." (Ayat 45-46). Kesombongan dan penolakan untuk beriman inilah akar dari kefakiran spiritual dan kebinasaan abadi.
Pelajaran dari perbandingan ini adalah bahwa ketaatan yang menghasilkan rezeki di dunia adalah ketaatan yang didorong oleh ketakutan yang benar (kepada neraka) dan harapan yang benar (kepada surga). Pembacaan Surah Al Waqiah berfungsi sebagai asuransi ganda: menjamin rezeki materi yang cukup di dunia, dan menjamin rezeki abadi di Jannah.
Penutup Surah Al Waqiah sangat esensial. Setelah menggambarkan semua janji dan ancaman, surah ini kembali pada inti Tauhid, menyimpulkan bahwa semua yang terjadi (kehidupan, kematian, hari kebangkitan) adalah kepastian. Maka, kewajiban kita adalah: "Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar." (Ayat 96).
Dzikir dan tasbih yang muncul dari perenungan Surah Al Waqiah adalah puncak dari segala keutamaan. Rezeki yang paling murni adalah kemampuan untuk memuji dan mengingat Allah. Ketika seseorang secara rutin membacanya, ia secara efektif menanamkan dalam dirinya tauhid yang murni, yang merupakan landasan dari segala bentuk rezeki dan kesuksesan, baik di dimensi material maupun spiritual.
Kesinambungan dalam membaca surah ini bukan hanya tentang mengharap kekayaan, tetapi tentang membangun kebiasaan hati yang senantiasa terhubung dengan janji dan peringatan Allah. Konsistensi inilah yang akan menghasilkan ketenangan dan perlindungan, yang sering kali diterjemahkan ke dalam bentuk kecukupan rezeki finansial dan materi.
Elaborasi tentang makna Ashab Al-Sabiqun juga penting untuk rezeki yang ideal. Al-Sabiqun adalah mereka yang bukan hanya berbuat baik, tetapi yang pertama dalam berbuat baik, yang menunjukkan kualitas proaktif dan keunggulan. Dalam konteks rezeki, ini berarti tidak hanya sekadar mencari nafkah, tetapi mencari nafkah dengan cara yang terbaik, paling halal, dan paling bermanfaat bagi masyarakat. Mereka adalah para pelopor dalam kebaikan. Sifat kepeloporan dan keunggulan ini secara alami menarik rezeki dan keberkahan, karena mereka adalah hamba-hamba Allah yang paling dicintai dan dimuliakan.
Setiap ayat Surah Al Waqiah adalah panggilan untuk merenungkan kebesaran Allah. Ayat 83-87, misalnya, ketika ruh berada di kerongkongan, menantang kita: jika kita begitu kuat, mengapa kita tidak dapat mencegah kematian? Kerentanan ini adalah pengingat bahwa semua kekuatan, termasuk kekuatan untuk menghasilkan uang, adalah pinjaman. Dengan merutinkan pembacaan, kita mengakui pinjaman tersebut, dan Allah berjanji akan menjamin kelangsungan hidup kita dengan kecukupan.
Perenungan mendalam terhadap rezeki yang diturunkan oleh Allah SWT kepada setiap makhluk-Nya adalah kunci. Dalam Surah Al Waqiah, Allah tidak hanya berbicara tentang rezeki yang kita tanam (pertanian) atau kita minum (air), tetapi tentang proses penciptaan. Proses di mana biji yang kecil dapat berubah menjadi pohon yang besar dan berbuah. Ini adalah analogi sempurna untuk rezeki finansial: usaha kecil yang dilakukan dengan iman yang kuat, melalui berkah Allah (Barakah), dapat berlipat ganda menjadi kekayaan yang jauh melampaui usaha fisik semata.
Kekuatan Surah Al Waqiah terletak pada jembatan yang dibangun antara kepastian Hari Kiamat dan kepastian rezeki. Pembacaan rutin tidak hanya melatih lisan, tetapi melatih hati untuk percaya total pada janji Allah. Ketidakpercayaan pada rezeki adalah bentuk kecil dari ketidakpercayaan pada kekuasaan Allah yang lebih besar, yaitu kekuasaan-Nya untuk membangkitkan yang mati. Oleh karena itu, melalui Surah Al Waqiah, kita menghapus keraguan tersebut dan menggantinya dengan keyakinan yang kokoh. Keyakinan inilah, yang tercermin dalam ketenangan batin, yang menjadi penangkal utama terhadap kemiskinan dan kesengsaraan.
Kembali kepada deskripsi Jannah: keutamaan yang dijanjikan bukan sekadar tentang emas dan permata (walaupun itu ada), tetapi tentang hilangnya rasa takut dan kesedihan. Di surga, tidak ada lagi rasa khawatir tentang masa depan, tidak ada hutang, tidak ada persaingan yang tidak sehat, dan tidak ada penyakit. Ini adalah bentuk rezeki ketenangan (Sakinah) yang paling sempurna. Ketika seorang Muslim mencari rezeki melalui Surah Al Waqiah, ia sejatinya memohon agar Allah memberinya ‘Sakinah’ di dunia ini juga, sebuah kecukupan yang membuat jiwanya tenang, sehingga ia tidak perlu merasa fakir meskipun hartanya tidak berlimpah ruah.
Penting untuk dicatat bahwa para ulama tafsir menekankan bahwa Surah Al Waqiah merupakan salah satu pilar penguatan iman bagi mereka yang hidup di tengah godaan materialisme. Di era modern ini, di mana nilai seseorang sering diukur dari harta benda, Surah Al Waqiah datang sebagai pengingat kuat bahwa nilai sejati terletak pada posisi seseorang di hadapan Allah (yakni, apakah ia tergolong Ashab Al-Yamin atau Ashab Al-Shimal).
Mengulang kembali detail tentang kenikmatan Ashab Al-Yamin: mereka akan menikmati naungan yang luas dan terhampar (Zhillim mamdud). Naungan ini melambangkan perlindungan abadi dari panasnya kesulitan dunia dan akhirat. Di dunia, naungan Surah Al Waqiah adalah ketenangan jiwa dari kegelisahan finansial. Di akhirat, naungannya adalah perlindungan dari api neraka. Rezeki perlindungan ini adalah rezeki yang paling dibutuhkan oleh setiap insan.
Dalam memahami Surah Al Waqiah secara holistik, kita menyadari bahwa rezeki tidak pernah dipisahkan dari Akhirat. Keterikatan ini adalah rahasia kekuatan spiritual Surah ini. Barangsiapa yang membaca Al Waqiah dengan pemahaman bahwa ia sedang mempersiapkan diri untuk rezeki abadi, maka rezeki duniawinya akan mengikuti sebagai bonus. Konsistensi dalam pembacaan surah ini melahirkan kesadaran, kesadaran melahirkan ketaqwaan, dan ketaqwaan adalah kunci pembuka pintu rezeki yang paling utama, sebagaimana difirmankan dalam surah lainnya: barangsiapa bertaqwa kepada Allah, Dia akan memberinya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
Surah ini menegaskan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah, dari air yang turun dari langit (Ayat 69) hingga api yang kita nyalakan (Ayat 72). Jika manusia merasa memiliki kontrol penuh atas rezekinya, maka ia telah mendustakan pesan inti Surah Al Waqiah. Surah ini mengajarkan kerendahan hati mutlak di hadapan Sang Pencipta. Kerendahan hati inilah yang melahirkan keberkahan (barakah) dalam harta, waktu, dan keluarga. Tanpa kerendahan hati, harta sebanyak apapun akan terasa kurang, itulah esensi kefakiran spiritual yang dihindari oleh pembaca Surah Al Waqiah.
Oleh karena itu, praktik membaca Surah Al Waqiah setiap malam harus disertai dengan refleksi mendalam mengenai tiga golongan, empat bukti penciptaan, dan janji balasan. Ini adalah ibadah yang menggabungkan lisan (tilawah), pikiran (tadabbur), dan hati (keikhlasan), menciptakan perisai yang kuat terhadap kefakiran, baik material maupun spiritual, hingga mencapai batas akhir kehidupan di dunia ini. Dan di ambang kematian, seperti yang digambarkan di ayat-ayat penutup, pembaca Al Waqiah yang konsisten akan disambut dengan Rezeki dan Ketenangan Abadi.
Janji Allah dalam surah ini bersifat mutlak: kepastian hari kiamat adalah kepastian rezeki dan balasan. Tidak ada keraguan sedikit pun, dan pembacaan surah ini berfungsi sebagai sumpah pribadi kita untuk mempercayai sepenuhnya janji tersebut. Keyakinan penuh inilah yang menghilangkan kekhawatiran duniawi, termasuk rasa takut akan kemiskinan, sehingga memungkinkan hati untuk fokus pada tujuan yang lebih besar, yaitu mencari wajah Allah Yang Maha Mulia.
Surah Al Waqiah adalah sebuah harta karun spiritual dalam Al-Qur'an. Keutamaannya sebagai pembuka pintu rezeki bukan didasarkan pada sihir atau takhayul, melainkan pada penanaman tauhid yang kuat, kepastian akan Hari Akhir, dan kesadaran total akan ketergantungan kita kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Pemberi Rezeki. Konsistensi dalam membacanya setiap malam, dengan tadabbur (perenungan) akan ayat-ayatnya yang indah dan menakutkan, adalah kunci untuk membuka keberkahan tersebut.
Marilah kita menjadikan Surah Al Waqiah sebagai bagian tak terpisahkan dari amalan harian, memastikan bahwa jiwa kita selalu diperkaya dengan keyakinan akan janji Allah, sehingga kita dapat menjalani hidup dengan kecukupan, ketenangan, dan kesiapan untuk menghadapi Hari Peristiwa yang Tak Terelakkan itu.